• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI PESERTA DIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI PESERTA DIDIK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran http://e-journal.ivet.ac.id/index.php/jipva

email: jipva.veteran@gmail.com

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI PESERTA DIDIK VISUAL

IMPAIRMENT DI SLB

Yeni Widiyawati

Program Studi Pendidikan IPA, IKIP Veteran Jawa Tengah yeni.widiyawati26@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis: 1)ketersediaan; 2) jenis dan kondisi; serta 3) tingkat pemanfaatan dari media pembelajaran dalam pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan visual impairment di SLB. Metode penelitian yang digunakan berupa wawancara serta observasi terkait jenis dan kondisi serta pemanfaatan media dalam pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan visual impairment. Hasil penelitian di empat SLB menunjukkan bahwa 1) sekolah belum optimal dalam menyediakan media pembelajaran IPA yang dapat diakses oleh peserta didik dengan visual impairment; 2) jenis media pembelajaran IPA yang disediakan sekolah sangat terbatas dan beberapa ditemui dalam kondisi rusak; dan 3) pemanfaatan media pembelajaran IPA di keempat SLB tersebut dapat dikatakan kurang maksimal.

Kata kunci: media pembelajaran IPA, visual impairment, SLB

UTILIZATION OF SCIENCE INSTRUCTIONAL MEDIA FOR VISUAL IMPAIRMENT STUDENTS IN SPECIAL SCHOOLS

Abstract

The aims of this research is to reveal: 1) avaibility; 2)type and condition & 3)utilizattion degree of science instructional media for visual impairment students in special schools. Interview and observation to find out the type, condition and degree of science instructional media for visual impairment students was used as a method in this research. The result shows: 1)the avaibility of science instructional media inspecial schools hasn’t optimal yet; 2)type of science instructinal media that available in schools was limited and some was turns to improper condition to use; 3)the utilization of science instructional media in those special schools hasn’t optimal yet.

Keywords: science instructional media, visual impairment, special school.

PENDAHULUAN

Pendidikan khusus merupakan upaya pemerintah untuk memberikan fasilitas kepada para penyandang disabilitas. Pendidikan khusus merujuk kepada pendidikan luar biasa dan direalisasikan dalam bentuk sekolah luar biasa (SLB). Sistem pendidikan khusus dirancang secara khusus bagi penyandang disabilitas sesuai kebutuhan mereka. Dengan kata lain, diperlukan pelayanan dan alat bantu khusus

bagi peserta didik misalnya terapi bicara, alat bantu dengar, tongkat mobilitas, kaca pembesar, kursi roda, reglet-stylus, komputer bicara dan lain sebagainya (Friend & Bursick, 2012: 4). Penyediaan fasilitas dan layanan tersebut diharapkan mampu memberikan kesetaraan pendidikan bagi para penyandang disabilitas sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

(2)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran khusus (ABK). Sesuai pasal 32 ayat 1 UU

Sitem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, anak yang perlu mendapatkan perhatian khusus sesunguhnya bukan hanya yang mengalami keterbatasan secara fisik, emosional, mental, sosial tetapi juga bisa karena memiliki kecerdasan dan bakat tertentu. ABK tunanetra pada dasarnya mengalami gangguan penglihatan (visual impairment) meski seseorang telah menggunakan lensa bantu yang sesuai.

Visual impairment mencakup dua derajat utama yaitu lemahnya penglihatan (low vision) dan kebutaan total (totally blind) maupun (Westwood, 2009; Carney, Engbretson, Scammell & Sheppard, 2003).

Adanya perbedaan sifat dan derajat visual impairment pada masing-masing individu tersebut menyebabkan perlu ada adaptasi khusus dalam pembelajaran oleh masing-masing ABK. Demi meraih kefektifan pembelajaran sudah tentu sumber belajar khusus bagi tunanetra harus digunakan oleh pendidik.

Jumlah penyandang visual impairment

di negara berkembang yaitu sekitar 1-2 orang dari 1000 orang di bawah usia 65 tahun (Westwood, 2009:77). Menurut dua data hasil sensus penduduk tahun 2010 dan 2012, gangguan penglihatan memiliki persentase yang tinggi dibanding gangguan-gangguan lainnya. Sensus tahun 2010 menunjukkan bahwa sebesar 3,05% penyandang disabilitas usia ≥10 tahun merupakan penyandang visual impairment. Data dua tahun berikutnya menunjukkan bahwa penyandang visual impairment

memiliki persentase sebesar 29,63% (Kemenkes, 2014).

Terkait pembelajaran di sekolah, keterbatasan persepsi visual dalam belajar tentu akan membuat ABK lebih sulit memperoleh hasil belajar IPA yang baik jika

dibanding dengan anak normal (Villanueva, Taylor, Therrien & Hand, 2012). IPA yang hakikatnya dipandang sebagai a way of thinking, a way of investigating dan a body of knowledge (Collette & Chiappetta, 1989: 30). IPA sebagai a way of investigating

bermakna bahwa diperlukan suatu aktivitas

hands-on dan minds-on agar peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Kegiatan hands-on ini banyak menemui kendala jika dihadapkan pada peserta didik dengan visual impairment.

Visual impairment menyebabkan peserta didik sering pesimis mengikuti kegiatan praktikum IPA. Mereka merasa kurang cakap dalam melakukan metode ilmiah dan juga belum adanya alat serta bahan praktikum yang sesuai dengan kebutuhan mereka (Kroes, et al. 2016). Pemenuhan prinsip pemberian pengalaman konkrit, penyatuan antar-konsep dan belajar sambil belajar sesuai prinsip Kirk & Galagher dalam pembelajaran bagi peserta didik dengan visual impairment (1986, 182-183) tampaknya sulit dilakukan karena terkendala ketidak tersediaan media pembelajaran yang mendukung. Media pembelajaran IPA tersebut seharusnya berbasis audio, taktil maupun audio-taktil mengingat adanya gangguan pada indra penglihatan. Media tersebut diharapkan mampu mendukung keefektifan pembelajaran.

(3)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran Bulbul, Demirtas, Garip & Oktay, 2013;

Hikmah & Pramudya, 2014)

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis: 1)ketersediaan; 2) jenis dan kondisi; dan 3)tingkat pemanfaatan dari media pembelajaran dalam pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan visual impairment di SLB.

METODE Jenis Penelitian

Pendekatan deskriptif kualitatif merupakan pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini untuk mendiskripsikan tingkat pemanfaatan media pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan visual impairment di SLB.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai dari Januari hingga Mei 2017. Lokasi penelitian ini yaitu di lima SLB di Jawa Tengah yaitu SLB Negeri Semarang, SLB Dria Adi Semarang, SLB N Boyolali, SLB Negeri Ungaran serta MILB YKTM Budi Asih Semarang.

Target/Subjek Penelitian

Target penelitian ini yaitu SLB di Jawa Tengah yang memiliki peserta didik dengan

visual impairment yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemanfaatan media pembelajaran IPA oleh pendidik. Subjek dalam penelitian ini yaitu pendidik di lima SLB sebagai lokasi pengumpulan data. Kelima SLB tersebut yaitu SLB Negeri Semarang, SLB Dria Adi Semarang, SLB N Boyolali, SLB Negeri Ungaran, serta MILB YKTM Budi Asih Semarang. Sekolah-sekolah tersebut dipilih atas dasar lokasi pertimbangan ada tidaknya peserta didik dengan visual impairment

yang belajar di sana.

Prosedur

Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penentuan sekolah, penyusunan instrumen pengumpul data dan pengumpulan data. Sekolah sebagai lokasi penelitian dipilih berdasarkan kriteria lokasi dan ada tidaknya peserta didik dengan

visual impairment yang bersekolah. Penelitian difokuskan pada kegiatan pembelajaran IPA di SLB sedangkan sekolah inklusi tidak diikutsertakan dalam penelitian ini . Terdapat dua faktor utama tidak diikutsertakannya sekolah inklusi sebagai objek penelitian ini. Pertama, sedikitnya jumlah peserta didik dengan

visual impairment dijenjang SD dan SMP yang bersekolah di sekolah inklusi. Kedua, di sekolah inklusi ABK sudah mendapatkan pelajaran seperti teman sebayanya yang awas. ABK di sekolah inklusi mendapatkan seorang pendidik sebagai pendamping khusus.

Tahap penyusunan instrumen menghasilkan dua jenis instrumen. Instrumen pertama yaitu daftar pertanyaan wawancara yang akan diajukan kepada pendidik. Instrumen yang kedua yaitu lembar observasi mengenai pemanfaatan media saat proses pembelajaran IPA. Lembar observasi tersebut nantinya digunakan dalam kegiatan observasi II.

(4)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran Gambar 1. Diagram Prosedur Penelitan

Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi untuk menguji keabsahan data yang diperoleh. Instrumen pengumpul data yang digunakan yaitu daftar pertanyaan wawancara kepada pendidik yang ditriangulasi dengan menggunakan observasi I dan II.

Wawancara mengenai media pembelajaran IPA dilakukan kepada enam pendidik SLB dari empat SLB di Jawa Tengah yaitu SLB Negeri Semarang, SLB

Dria A Adi Semarang, SLB N Boyolali dan MILB YKTM Budi Asih Semarang. Jenis wawancara dalam penelitian ini yaitu semi terstruktur. Pertanyaan yang diajukan bersifat semi terbuka sehingga pendidik juga diperkenankan untuk mengemukakan pendapat maupun ide berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang dikumpulkan difokuskan pada pemanfaatan media pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan visual impairment. Agar jawaban pendidik tidak terlewat, proses wawancara juga direkam. Pedoman pertanyaan wawancara dan jawaban dari pendidik secara rinci disajikan dalam Tabel 1.

Penentuan

Sekolah

Penyusunan

Instrumen

Pengumpulan

Data

Lokasi

Sekolah Jawa Tengah

1. Kota Semarang: a. SLB Negeri Semarang

(5 orang SDLB dan 3 orang SMPLB) b. MILB YKTM Budi

asih (3 orang SDLB) c. SLB A Dria Adi (6

orang SDLB, 5 orang SMPLB)

2. Boyolali:

a. SLB Negeri Boyolali (3 orang SDLB) Jumlah

peserta didik dengan visual impairment

Setara SDLB dan SMPLB

Wawancara

Observasi I

Observasi II

Dilakukan pada 6 pendidik

Mengetahui jenis dan kondisi media pembelajaran IPA

Mengetahui pemanfaatan media pembelajaran dalam pembelajaran IPA Pedoman

Wawancara

(5)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran Teknik observasi digunakan untuk

mengecek keabsahan jawaban pendidik. Observasi I berfungsi untuk mengetahui jenis dan kondisi media pembelajaran IPA yang tersedia di sekolah. Observasi II dilakukan terhadap proses pembelajaran IPA untuk melihat seberapa jauh pemanfaatan media pembelajaran di sekolah tersebut. Observasi II dilakukan dengan bantuan lembar observasi pendokumentasian kegiatan pembelajaran (foto dan video). Selama melakukan observasi II, peneliti juga berfungsi sebagai instrumen itu sendiri dan mencatat kejadian-kejadian penting selama proses pembelajaran berlangsung. Sifat dari obervasi II yaitu tersamar dalam artian peneliti telah meminta ijin kepada pendidik untuk melakukan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung (Sugiyono, 2015: 312).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media pembelajaran IPA bagi peserta didik dengan

visual impairment di SLB. Keempat sekolah yang digunakan sebagai lokasi penelitian dipilih berdasarkan tiga kriteria yaitu 1)lokasi sekolah, 2)jumlah peserta didik dengan visual impairment serta 3)setara dengan SDLB dan atau SMPLB.

Lokasi sekolah sebagai subjek penelitian harus berada di Jawa Tengah dan secara random dipilih Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali. Tiga SLB terpilih yaitu SLB Negeri Semarang dan SLB Dria Adi secara geografis terletak di Kota Semarang

sedangkan dari Kabupaten Boyolali hanya terpilih 1 sekolah yaitu SLB Negeri Boyolali. Dua SLB dari kabupaten Semarang yang terpilih yaitu SLB Negeri Ungaran.

Berdasarkan kriteria jumlah peserta didik, SLB Negeri Ungaran harus dieliminasi dikarenakan tidak adanya peserta didik dengan visual impairment di sekolah tersebut. Beberapa peserta didik dengan visual impairment di SLB Negeri Ungaran akan pindah sekolah dan hanya menyisakan 1 orang peserta didik. Hal ini menyebabkan proses observasi terhadap pembelajaran tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan kriteria setara dengan SDLB dan atau SMPLB diperoleh informasi sebagai berikut:

 SLB Negeri Semarang memiliki 5 orang peserta didik di tingkat SDLB dan 3 orang peserta didik ditingkat SMPLB,

 MILB YKTM Budi asih memiliki 3 orang peserta didik di tingkat SDLB,

 SLB A Dria Adi memiliki 6 orang peserta didik di tingkat SDLB dan 5 orang peserta didik tingkat SMPLB, dan

 SLB Negeri Boyolali memiliki 3 orang peserta didik di tingkat SDLB.

(6)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran Tabel 1.

Indikator, Butir Pertanyaan Wawancara dan Jawaban dari Pendidik

No. Pertanyaan Jawaban

SLB Negeri SLB Swasta

Umum

1. Kurikulum apa yang diterapkan di sekolah anda saat ini?

Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 tetapi pada realitanya masih

dikombinasikan dengan KTSP

2. Bagaimanakah proses pembelajaran IPA yang dilakukan selama ini?

Menggunakan metode ceramah secara detail dan mengenalkan kepada alam sekitar sebagai obyek

Menggunakan metode ceramah, praktikum sederhana dengan alat sederhana dan bagi penyandang low vision

menggunakan bahan ajar yang ukuran huruf yang diperbesar dan serta ditampilkan di laptop. 3. Apa saja halangan yang

biasa anda temui dalam mengajarkan IPA?

Kurangnya tersedianya sarana dan prasarana pendukung dalam proses pembelajaran, baik media pembelajaran maupun alat-alat penunjang

pembuatan bahan ajar dan penilaian seperti printer braille, serta belum tersedianya alat peraga IPA

Media dan alat praktikum yang ada masih sangat terbatas, dan sebagian sudah mengalami kerusakan

4. Strategi apa yang anda gunakan guna

menyampaikan materi IPA agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik?

Mengkombinasikan pembelajaran secara teori dan melakukan praktikum dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dan bahan sederhana

Melakukan praktikum dengan alat peraga yang ada, dan menggunakan komputer berbicara

5. Adakah cara khusus untuk menarik minat peserta didik untuk belajar IPA?

Dengan mengajak siswa belajar langsung di alam sekitar

Dengan menggunakan alat peraga

6. Apakah di sekolah ini tersedia media

pembelajaran IPA?

Khusus untuk mata pelajaran IPA belum ada, dulu ada tapi sudah rusak dan jumlahnya sangat tidak memadai

(7)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

No. Pertanyaan Jawaban

SLB Negeri SLB Swasta

7. (Jika jawaban nomor 6

a.Sejauh ini iya. Beberapa model pembelajaran baru saja ada sehingga belum sempat digunakan. b.Model organ tubuh

manusia.

c.Dari pengadaan oleh sekolah dan bantuan dari luar.

a. Iya, terkadang membuat sendiri memanfaatkan barang disekitar b. Contohnya membuat

media untuk pembibitan dari kertas bekas dan botol bekas

a. Iya pernah dengan menggunakan alat dan bentuk hewan dan organ, bagaimana cara anda tersedia di alam maka langsung ditunjukkan di alam maka langsung ditunjukkan wujudnya dengan memberikan benda tersebut untuk diraba. Bagi anak penyandang low vision dapat dibantu dengan

Iya, peserta didik lebih antusias dan bersemangat dalam belajar IPA

(8)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

No. Pertanyaan Jawaban

SLB Negeri SLB Swasta

didik menjadi lebih mudah untuk memahami materi?

11. Apakah peserta didik pernah diajak melakukan kegiatan praktikum IPA?

Pernah, tetapi hanya memanfaatkan lingkungan sekitar. Misalnya meraba bentuk daun, biji dan bunga.

Pernah, menggunakan alat peraga seperti model tata surya, dan model organ tubuh manusia.

12. Bagaimanakah proses pembelajaran IPA saat peserta didik melakukan praktikum?

Peserta didik antusias dalam melakukan praktikum

Peserta didik antusias dalam melakukan praktikum

13. Apakah alat dan bahan praktikum IPA tersedia di sekolah ini?

Tidak, belum tersedia. Sudah tersedia, tetapi belum lengkap dan sebagian sudah ada yang rusak

14. a.Apakah sekolah ini mempunyai printer atau mesin ketik braille? b.Bagaimanakah kondisi

printer tersebut, berfungsi atau tidak? c.Apakah printer tersebut

masih sering digunakan?

a. Punya

b. Kondisi sudah rusak c. Tidak

a. Punya b. Baik

c. Jarang, karena baru mulai akan digunakan lagi setelah diperbaiki.

Secara lebih mendalam, pemanfaatan media pembelajaran IPA di masing-masing SLB dijabarkan sebagai berikut:

SLB Negeri Semarang

Sekolah ini terletak di Jl. Elang Raya No.2, Mangunharjo, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah. Terdapat tiga pendidik yang mengajar di kelas A. Kelas ini diperuntukkan khusus bagi peserta didik

dengan visual impairment. Namun hanya

satu pendidik yang dilibatkan dalam penelitian ini berinisial YD. Sebenarnya Ia mengampu kelas VII dan VII A yang dijadikan satu kelas. Jumlah peserta didik yang Ia ampu yaitu 3 orang peserta didik setingkat SMPLB. Akan tetapi, pada proses

observasi kedua terdapat satu tambahan peserta didik kelas V yang masuk ke kelasnya.

Berdasarkan hasil wawancara,

kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut mengacu pada Kurikulum 2013 akan tetapi konten materi dikurangi dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Khusus untuk mata pelajaran IPA, pendidik

sering mengalami kesulitan dalam

menyampaikan materi. Metode

pembelajaran yang digunakan cenderung lebih banyak ceramah dibanding praktikum.

Kegiatan hands on yang bisa dilakukan

(9)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

kurang didukung oleh sarana prasarana yang memadai.

YD mengatakan bahwa, kegiatan hands on atau praktikum sederhana yang pernah dilakukannya yaitu mengenalkan peserta didik pada jenis bentuk pertulangan daun, bentuk biji dan bunga melalui

bahan-bahan yang tersedia di lingkungan

sekitarnya. Pembelajaran yang dilakukannya

menggabungkan antara teori dengan

praktikum sederhana.

Untuk menarik minat peserta didik belajar IPA, pendidik tersebut pernah

membawa peserta didiknya untuk

melakukan kegiatan field trip di daerah

Kendal, Jawa Tengah. Agenda kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenalkan secara langsung cara beternak kepada

peserta didik. Pemberian pengalaman

konkrit ini diharapakan mampu menambah wawasan peserta didik lebih dari sekedar teori.

Meskipun berstatus sekolah negeri, ketersediaan media pembelajaran di sekolah

tersebut sangat kurang memadai.

Berdasarkan hasil observasi tahap I di SLB Negeri Semarang, khusus untuk mata

pelajaran IPA belum ada media

pembelajaran yang disediakan sekolah tersebut. Hanya media pembelajaran yang bersifat umum saja yang masih bisa dimanfaatkan, yaitu komputer bicara dan printer braille. Komputer bicara tersedia satu unit di kelas yang diampu oleh YD. Komputer ini menurut YD berfungsi untuk mengajarkan IPA melalui multimedia. Namun selama proses observasi II peneliti tidak menemukan pemanfaatan komputer bicara tersebut dalam pembelajaran IPA.

Alat bantu khusus yang juga tersedia di SLB tersebut yaitu printer braille. Namun,

pada saat peneliti melakukan wawancara dan observasi I, printer tersebut dalam kondisi rusak dan tidak dapat dipergunakan. Proses pembuatan materi yang harus ditaktilkan menjadi terganggu dan terpaksa harus dilakukan secara manual.

Ketiadaan media pembelajaran

khusus mapel IPA tidak menghalangi YD untuk mengajarkan materi tersebut kepada

peserta didiknya. Ia memanfaatkan

lingkungan sekitar dan kreatif membuat

alat-alat sederhana sebagai media

pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi II, pembelajaran IPA yang dilakukan YD

saat itu membahas mengenai

perkembangbiakan makhluk hidup. YD menggunakan kertas bekas, alat semprot bekas, kaleng bekas, media tanam, benih tanaman sawi serta air untuk melakukan

praktikum sederhana tentang cara

pembibitan dari biji dengan alat seadanya. Peserta didik tampak menikmati dan

termotivasi untuk belajar dibanding

menggunakan metode ceramah.

Media sederhana yang digunakan YD untuk melakukan praktikum telah memberikan pengalaman konkrit kepada peserta didik. Hal ini senada dengan teori

Kerucut Pengalaman Dale bahwa

penggunaan media akan memberikan

pengalaman nyata kepada peserta didik dan selanjutnya dapat meningkatkan daya retensi

mengenai materi yang dipelajari. Dengan

demikian, pembelajaran menjadi lebih efektif serta efisien (Sadiman, 2014).

SLB A Dria Adi

Sekolah khusus bagi penyandang

visual impaiment ini terletak di JL. Puri

(10)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

hingga SMPLB. Bagi penelitian ini, pengamatan di SLB tersebut difokuskan di dua jenjang saja yaitu SDLB dan SMPLB. Jumlah peserta didik di jenjang SDLB berjumlah 6 orang sedangkan di jenjang SMPLB ada 5 orang.

Dua pendidik di sekolah tersebut

dilibatkan dalam penelitian ini. Dua pendidik tersebut dipilih karena sering mengajar mata pelajaran IPA dan mampu mengoperasikan printer braille di sekolah. Kedua pendidik tersebut berinisial DN dan IDT.

Berdasarkan hasil wawancara,

diperoleh banyak informasi terkait

pemanfaatan media pembelajaran IPA disana. Mereka mengatakan bahwa sekolah

tersebut memiliki beberapa media

pembelajaran khususnya untuk menunjang pembelajaran IPA. Model tubuh manusia beserta organ-organnya, model tata surya komputer bicara serta printer braille disediakan oleh sekolah tersebut. Media-media tersebut diperoleh dari Yayasan Dria Adi dan sumbangan dari pihak swasta lain. Beberapa penelitian mahasiswa di sekolah

tersebut juga memberikan kontribusi

terhadap penyediaan media pembelajaran di sekolah tersebut.

Selain media yang telah disediakan oleh sekolah, DN yang memang saat ini lebih sering mengampu mata pelajaran IPA, kreatif untuk membuat media sederhana sendiri untuk memberikan pengalaman konkrit kepada peserta didik. Materi-materi yang dirasa DN bisa dibuat media pembelajaran menggunakan alat sederhana, Ia ajarkan lebih dari sekedar teori. Contoh praktikum menggunakan media sederhana buatan sendiri yaitu pada materi getaran

dengan menggunakan ayunan bandul

sederhana untuk menyelidiki frekuensi dan periode.

Media lain yang pernah dibuat DN yaitu tali yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gelombang kemudian

ditempelkan di atas kertas. Media ini

digunakan DN untuk mengajarkan materi gelombang. Diakuinya, materi-materi IPA

fisika yang cenderung abstrak dan

membutuhkan perhitungan memang harus dipraktikumkan agar peserta didik tidak bingung.

Meski peserta didiknya secara IQ normal, materi-materi yang membutuhkan perhitungan hanya DN ajarkan secara singkat dan tidak mendalam. Hal ini tentu mengingat adanya keterbatasan simbol braille matematis dan keterbatasan dari peserta didik itu sendiri untuk melihat.

Misalnya, untuk materi getaran dan

gelombang hanya sampai pada perhitungan frekuensi dan periode saja.

Materi listrik statis yang bersifat

abstrak juga pernah dipraktikumkan.

Praktikum sederhana menggunakan

penggaris dan kertas dilakukan DN agar peserta didiknya lebih memahami materi. Namun perhitungan dalam materi listrik tidak disampaikan oleh DN.

Menurut penuturan IDT, mata

pelajaran IPA disekolah ini lebih didominasi oleh materi biologi. Materi-materi tersebut biasanya disampaikan dengan ceramah. Bagi peserta didik yang low vision, menurut IDT sayang jika sisa penglihatannya tidak dipergunakan. Bahan ajar IPA maupun gambar-gambar sebagai media pembelajaran diprint dalam ukuran besar atau bagi peserta didik yang memiliki laptop atau komputer bicara, softfile bahan ajar diberikan IDT untuk mempermudah mereka dalam belajar. Di sisi lain, bagi peserta didik yang buta total (totally blind) maka materi atau

gambar harus dideskripsikan sedetail

(11)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

morfologis hewan, misalnya ayam, peserta didik dengan totally blind akan diceritakan mengenai mengenai bentuk paruh, ciri fisiknya, bentuk bulu dan tempat hidupnya. IDT mengatakan, jika anak sudah pernah pegang ayam secara langsung maka akan lebih mudah untuk menjelaskan. Namun, sejauh ini belum ada media pembelajaran 3D atau taktil untuk mengenalkan bentuk-bentuk hewan yang dimiliki sekolah ini.

Materi-materi IPA yang bisa

diakomodasi dengan lingkungan sekitar, menurut DN bisa ditunjukkan secara langsung ke peserta didik. Misalnya saat DN

mengajar bentuk-bentuk tulang, Ia

menunjukkan bentuk tulang tersebut dan letaknya dengan cara meraba tubuh mereka masing-masing. Meski sekolah tersesbut belum memiliki model kerangka tubuh manusia, DN menggunakan tubuh mereka sebagai media pembelajaran real yang bisa diraba bentuknya secara langsung.

Menurut DN, ada beberapa materi yang sebenarnya sederhana tetapi sulit untuk dipraktikumkan dengan bantuan media pembelajaran. Kendala ini peserta didik dengan totally blind. Materi volume benda sebenarnya dapat dipraktikumkan dengan memasukkan benda yang akan diukur ke dalam gelas ukur. Namun, tidak adanya gelas ukur braille diakuinya membuat DN sulit untuk menunjukkan tinggi air dalam ukur sebab membutuhkan visual.

Berdasarkan observasi I, peneliti menemukan beberapa media yang telah disebutkan oleh DN dan IDT saat tahap wawancara. Media-media seperti model tubuh manusia beserta organ-organ, printer braille, dan komputer bicara ada di sekolah tersebut. Khusus untuk model tata surya,

pada saat observasi peneliti tidak

menemukan media tersebut.

Saat observasi I berlangsung, DN menunjukkan beberapa media pembelajaran

lain yang belum disampaikan saat

wawancara yaitu buku braille dan model timbul untuk mengajarkan materi gaya.

Kedua media pembelajaran tersebut

merupakan bantuan dari pihak luar. Namun sejauh ini DN belum mempergunakan media pembelajaran tersebut karena memang baru saja diberikan kepada SLB Dria Adi.

MILB YKTM Budi Asih

Sekolah luar biasa yang setara

dengan jenjang SDLB ini berlokasikan di Jl.

Dewi Sartika I No. 20 RT. 01 RW. 04 Sukorejo Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Meski terbilang baru, sekolah ini sudah memiliki banyak siswa dari ketunaan A, B maupun C. Khusus untuk jenis

ketunaan A atau visual impairment, MILB

ini memiliki 3 peserta didik yang sudah berada di kelas III dan IV. Ketiga peserta didik tersebut juga sering tampil dan berprestasi dalam ajang-ajang lomba antar SDLB se-Kota Semarang.

Pendidik MILB YKTM Budi Asih

yang diikutsertakan dalam penelitian ini

berjumlah dua orang yaitu IA selaku pendidik sekaligus kepala sekolah dan YS. Sebagai pendidik di MILB tersebut, IA dan YS ternyata juga merupakan seorang

penyandang visual impairment. Ia

merupakan penyandang low vision

sedangkan YS totally blind. Menariknya,

YS juga mengajar peserta didik dengan visual impairment di sekolah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, ia

menyatakan bahwa sekolah tersebut sudah

memiliki buku khusus serta media

(12)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

pemerintah. Kelas-kelas awal, materi IPA baru mengenai pengenalan bentuk-bentuk seperti matahari, bulan dan bintang yang dikemas dalam suatu tema.

Dalam sesi wawancara, YS

menyatakan bahwa sekolahnya baru

memiliki beberapa media pembelajaran khusus untuk mata pelajaran IPA yaitu model tubuh manusia beserta

organ-organnya serta bentuk-bentuk hewan.

Komputer bicara maupun printer braille sebagai media pembelajaran khusus bagi

penyandang visual impairment belum

dimiliki MILB ini. Namun demikian, YS sering menggunakan media pembelajaran lain yang bisa ditemukan dilingkungan sekitar. YS mengatakan bahwa untuk materi IPA misalnya bentuk daun atau

buah-buahan, pembelajaran bisa langsung

diperkenalkan ke objek terkait.

Peserta didik juga pernah mengajak peserta didik ke Kebun Binatang Mangkang

untuk memperkenalkan peserta didik

mengenai dunia hewan. Mengajak peserta

didik dengan visual impairment sebenarnya

kurang efektif dikarenakan adanya

keterbatasan visual. Peserta didik tidak mampu meraba atau mendengar hewan secara langsung sehingga pendidik tetap harus mendiskripsikan ciri-ciri hewan. Akan

lebih efektif ketika peserta didik

menggunakan media pembelajaran berupa model hewan-hewan.

YS juga sering mempraktikumkan

materi-materi yang sekiranya bisa

dipraktikumkan. Misalnya untuk materi energi, YS menjelaskan bahwa peserta didik diajak untuk praktikum menjemur pakaian

di bawah cahaya matahari. Melalui

praktikum tersebut, peserta didik diajak untuk menyelidiki fungsi energi matahari bagi kehidupan. Materi suhu dan kalor juga dipraktikumkan oleh YS melalui bantuan air

hangat dan air dingin. Ia sengaja

menggunakan media pembelajaran real agar peserta didik mampu mengaplikasikan kegunaan materi suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari.

Pada saat observasi, peneliti

memang menemukan model tubuh beserta organ tubuh manusia akan tetapi model tersebut belum pernah digunakan dalam pembelajaran dan masih terbungkus rapi. Media pembelajaran bentuk-bentuk hewan hanya tinggal sebagian. Menurut YS, model bentuk-bentuk hewan tersebut hilang saat

digunakan dalam pembelajaran entah

terbawa oleh peserta didik maupun tercecer dan rusak.

SLB Negeri Boyolali

Sekolah luar biasa yang setingkat

dengan SDLB ini beralamatkan di Bangun

Harjo RT 04 RW 02, Pulisen, Kec. Boyolali, Kab. Boyolali, Jawa Tengah. Sekolah ini mengakomodasi pembelajaran bagi peserta didik dengan jenis ketunaan A, B, C dan D. jumlah peserta didik dengan ketunaan A atau visual impairment di SLB ini yaitu 3 orang yang kini berada di kelas III A.

Pendidik yang dilibatkan dalam penelitian ini hanya satu orang yaitu PD. Ia menyatakan bahwa sekolah ini belum

memiliki banyak media pembelajaran

khusus bagi peserta didik dengan visual

impairment. Media khusus bagi peserta didik dengan visual impairment baru printer braille, reglet dan stylus, serta kotak belajar braille sedangkan media pembelajaran khusus mata pelajaran IPA belum ada sama sekali.

Meskipun demikian, khusus materi IPA, PD menceritakan bahwa peserta didiknya harus diberikan pengalaman secara

langsung untuk memberikan kesan.

(13)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

media yang bisa diperoleh di kehidupan

sehari-hari. Misalnya untuk mengenalkan

materi suhu dan kalor peserta didik disuruh merasakan secara langsung efek dari panas api. Rangsangan sensoris pada indra peraba inilah yang nantinya memberikan wawasan yang lebih luas kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi di keempat SLB tersebut secara umum dapat diketahui bahwa sekolah belum

terlalu banyak menyediakan media

pembelajaran yang bisa diakses peserta didik saat pembelajaran IPA. Pendidik

memang dituntut untuk kreatif

mengembangkan atau memanfaatkan

lingkungan sekitar sebagai media

pembelajaran. Penggunaan media

pembelajaran, termasuk di dalamnya yaitu KIT IPA, Menurut Dickerson (2006) mampu meningkatkan daya serap terhadap materi.

Media pembelajaran merupakan hal

yang sangat penting dalam proses

penyampaian materi khususnya IPA

(Heinich et al, 2005; Naz& Akbar, 2008). Kurikulum 2013 yang mempersyaratkan

scientific approach pada dasarnya

membutuhkan kehadiran media. Dengan

mengikutsertakan peserta didik dalam memegang peralatan, melakukan penyelidikan dan pengumpulan data, pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menarik kesimpulan dari

berbagai skemata dalam pemrosesan kognitif. Hal ini sangat penting khususnya untuk mengasah kemampuan High Order Thinking (Stefanich & Hadzigeorgiou, 2001).

IQ peserta didik dengan visual impairment kebanyakan normal dan sama

dengan anak awas pada umumnya sehingga mengajak mereka untuk berpraktikum dengan bahan-bahan kimia atau alat laboratorium sebenarnya tidak menjadi masalah. Dengan demikian mereka akan dilatih untuk belajar berpikir analitis dan HOT. Sayangnya alat maupun bahan yang dapat mengkomodasi keterbatasn mereka belum banyak tersedia.

Media pembelajaran IPA tidak terbatas pada alat peraga IPA atau alat praktikum. Komputer, CD, gambar timbul serta alam sekitar merupakan media pembelajaran yang juga mampu memberikan stimulus bagi indra perabaan dan pendengaran peserta didik dengan

visual impairment. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi secara efektif dan efisien dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran (Heinich et al, 2005; Naz & Akbar, 2008; Omenge& Priscah, 2016).

Pemilihan media pembelajaran yang tepat akan memberikan banyak manfaat bagi peserta didik. Pemanfaatan media pembelajaran di keempat SLB sebagai lokasi penelitian nyatanya mampu memberikan pengalaman konkrit dan menarik minat peserta didik untuk belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Omenge & Priscah (2016) bahwa media dap menarik minat belajar, memusatkan perhatian, memberikan pengalaman konkrit serta memungkinkan peserta didik untuk memperoleh informasi yang lebih banyak.

Misalnya dengan menyuruh peserta didik untuk meraba model bentuk hewan tentu akan memberikan kesan lebih

mendalam daripada sekadar bercerita.

(14)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran mempermudah peserta didik dalam belajar

secara mandiri. Pendidik menyatakan bahwa media-media visual dengan ukuran diperbesar bagi peserta didik low vision

maupun input audio bagi totally blind yang berasal dari komputer bicara memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh dan mengakses segala bentuk informasi yang tidak ada di dalam kelas . Proses pengasahan indra peraba dan pendengaran melalui stimulus dari media pembelajaran IPA tersebut nyatanya mampu memperluas pengetahuan peserta didik dengan gangguan persepsi penglihatan tersebut.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya ketersediaan media pembelajaran IPA khusus bagi peserta didik dengan jenis ketunaan A (visual impairment) menjadi kendala untuk mengubah pembelajaran dari teoritis menjadi realistis. Padahal sebenarnya peserta didik dapat diajak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya untuk belajar memahami objek, gejala maupun fenomena alam. Sejauh wawancara dan observasi yang telah dilakukan di empat SLB tersebut, pendidik sudah berupaya untuk memanfaatkan benda-benda di lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan tujuan serta hasil penelitian lapangan di empat SLB di Jawa Tengah yaitu SLB Negeri Semarang, SLdapat disimpulkan bahwa:

1) Keempat SLB sebagai lokasi penelitian belum optimal dalam menyediakan media pembelajaran IPA yang dapat diakses oleh peserta didik dengan visual impairment;

2) Jenis media pembelajaran IPA di sekolah tersebut sangat terbatas dan beberapa dalam kondisi rusak; dan 3) Pemanfaatan media pembelajaran IPA di

keempat SLB tersebut dapat dinyatakan kurang maksimal.

Saran

Saran yang dapat direkomendasikan bagi penelitian selanjutnya yaitu mengenai pengembangan media pembelajaran ipa bagi penyandang visual impairment. Masih jarangnya media tersebut di pasaran dan terkadang dijual dengan harga yang tidak terjangkau membuat pembelajaran IPA menjadi sulit untuk dikonkritkan. Semoga penelitian-penelitian terkait pembelajaran IPA di SLB A lebih fokus untuk mengembangkan media yang lebih variatif dan mampu digunakan sebagai cara untuk melatih High Order Thinking Skills (HOTS) mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Bulbul, M. S., Demirtas, D., Garip, B., &

Oktay, O. (2013). “Re-Simulating”: Physics Simulations for Blind Students. Proceeding, New Perspectives in Science Education Conference.

Carney, S., Engbretson, C., Scammell, K., & Sheppard, V. (2003). Teaching students with visual impairments: a guide for the support team. Regina: Saskatchewan Learning.

Collete, A. T. & Chiappetta, E. L. (1994).

Science instruction in the middle secondary school. New York: Macmillan Publishing Company Dickerson, D. (2006). Using Science Kits to

Construct Content Understandings in Elementary Schools. Journal of Elementary Science Education, 18(1), 43-56.

Friend, M & Bursick, W. D. (2012).

(15)

Copyright © 2017, Jurnal Pendidikan IPA Veteran

teachers. New Jersey: Pearson Education Inc

Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. (2005). Instructional Technology and Media for Learning, 8th edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Kroes, K. C., Lefler, D., Schmitt, A., & Supalo, C. A. (2016). Development of accessible laboratory experiments for students with visual impairments. Journal of Science Education for Students with Disabilities , 19 (1), 61-67.

Kemenkes. (2014). Buletin jendela data dan informasi kesehatan: situasi penyandang disabilitas. Jakarta: Kemenkes RI.

Kirk, S. a. & Gallagher, J. J. (1986).

Educating exceptional children (5th edition). Boston: Houghton Mifflin Company.

Naz, A. A., & Akbar, R. A. (2008). Use of media for effective instruction its

importance: some

consideration. Journal of Elementary Education, 18(1-2), 35-40.

Omenge, R., O., & Priscah, M. J. (2016). Understanding the Utilization of Instructional Media in Training Health Proffesionals. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 5(3), 01-08.

Pujianto, Astono, J., Rosana, D., & Purwanta, S. A. (2012). Rancang bangun teknologi multifunction equipment bagi penyandang tuna netra dan tuna rungu dalam praktikum sains realistik. Jurnal Kependidikan, 42 (2), 187-194.

S

adiman, A. S., Rahardjo, R., Haryono, A.,

& Harjito. (2014). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Saputri, a. E. & Wangid, M. N. (2013). Pembelajaran Sains SD untuk siswa

tunanetra di SLB-A Yaketunis.

Jurnal Prima Edukasia, 1(2), 124-134.

Stefanich, G., & Hadzigeorgiou, Y. (2001).

Science teaching in inclusive classrooms: models and applications. Iowa: Woolverton Printing Company.

Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Westwood, P. (2009). What teachers need to know about students with disabilities. Victoria: ACER Press.

Villanueva, M. G., Taylor, J., Therrien, W., & Hand, B. (2012). Science education for students with special needs. Studies in Science Education , 48 (2), 187-215.

PROFIL SINGKAT

Gambar

Gambar 1. Diagram Prosedur Penelitan
Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar bekerjasama dengan puskesmas setempat dalam melakukan kegiatan- kegiatan penyuluhan kepada masyarakat terkait pemberian terapi

Mortar pasir sungai dan pasir apung memiliki kuat tekan yang semakin meningkat seiring lamanya waktu perawatan, dan untuk mortar dengan penambahan 20%-50% fly ash

FORMULIR FOOD

Yaitu untuk dapat menambah wacana dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi dalam penelitian kuantitatif pada studi deskriptif

terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman umur (40 dan 60) hst, jumlah buah per sampel, berat buah per sampel, jumlah buah per petak, berat buah per petak,

Skripsi ini memusatkan bahasannya terhadap Undian Berhadiah Perspektif Hukum Islam (Studi Mashlahah Program Tabungan “Muamalat Berbagi Rezeki” di Bank Muamalat Indonesia

75%. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan berikutnya. Refleksi, Mengacu pada hasil analisis observasi pada siklus pertama penelitian diperoleh hasil

Pada sistem ini admin dapat menyimpan data dari dokumen yang telah diisi oleh pengambil dari departemen lain untuk diproses kedalam system baru yang lebih praktis tanpa