Identifikasi Motif Batik Tulis Klampar Madura Dalam
Perlindungan Hak Cipta
I Nyoman Lodra
Univrsitas Negeri Surabaya Program Pacasarjana Pendidikan Seni Budaya (n.lodra@yahoo.co.id,/nyomanlodra@unesa.ac.id)
ABSTRAK
Motif batik tulis desa Klampar Pemekasan Madura memiliki keunikan, kekhasan, dan kebaharuan (novelty). Agar motif-motif batik tulis tersebut tidak di klaim oleh daerah lain dan bangsa asing perlu dilindungi dengan Hak Cipta. Terkait dengan hal tersebut ada tiga permasalahan seperti berikut. 1) Bagaimana mengidentifikasi motif batik tulis Klampar, Madura? (2) Mengapa perlu dilindung dengan Hak Cipta? 3) Bagaimana bentuk perlindungan motif batik tulis Klampar Madura? Tujuannya dilakukan penelitian: 1) Dapat mengetahui identitas dan karakteristik motif batik tulis Klampar Madura. 2) Agar motif batik tulis Klampar Madura tidak di klaim daerah lain atau bangsa asing. 3) Dapat diketahui jenis perlindungan motif batik tulis Klampar Madura. Manfaatnya: 1) Diketahui identitas motif batik tulis Klampar Madura. (2) Agar motif batik tulis Klampar Madura tidak bisa di klaim oleh daerah lain atau bangsa asing. 3) Adanya perlindungan motif batik tulis Klampar, Madura, memiliki nilai ekonomi dan moral. Teori pembedah permasalahan dengan teori analisis, dekonstruksi, dan etnografi. Metode penelitian deskriptif kulitatif, dengan pendekatan yuridis emperis. Pengumpulan data, observasi, wawancara, dan dokumen, serta desain penelitian mulai pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, penyusunan laporan. Temuan penelitian; penciptaan motif batik tulis dilandasi karakteristik dan filosofi hidup masyarakat dengan pendekatan stilisasi, asimilasi, dan adaftasi. Menghasilkan produk berupa buku “database”.
Kata Kunci:Identivikasi, motif, kekhasan, original, hak cipta, database
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Batik di Indonesia diperkirakan
mulai ada dan berkembang di zaman
Hindu khusus di lingkungan keluarga
bangsawan dan istana, hal ini
diperkuat dengan ditemukan motif
batik pada pahatan relief, patung
yang menghiasi candi-candi (Aruman,
2013). Penggunaan kain batik sangat
terbatas untuk keperluan busana
para bangsawan, dan keperluan ritual
yang terkait dengan keyakinan dan
kepercayaan. Pada zaman Hindu
masyarakat tidak biasa mencatat
atau menulis sesuatu yang telah
dibuat seperti halnya pembuatan
batik. Maka ditelisik dari angka tahun
mulai adanya batik di Indonesia tidak
dapat dipastikan. Namun secara
faktual kain batik sudah di pakai
sejak zaman kerajaan dikenakan oleh
para bangsawan atau keluarga
kerajaan. Dari data-data yang ditulis
oleh para ahli sejak itu pula batik
sudah berkembang dan hampir bisa
ditemukan di setiap daerah. Secara
memiliki karakteristik sendiri hal
tersebut bisa dilihat dari teknik,
warna, motif, bentuk, fungsi, dan
warna.
Pengamatan pada produk dan
hasil penelitian sebelumnya, batik
mengalami perkembangan hal
tersebut bisa dilihat dari motif,
warna, bentuk, fungsi, dan
pemaknaan. Konsep penciptaan,
teknologi pembuatan, dan
penggunaan batik tidak lagi sebatas
kalangan bangsawan, masyarakat
umum telah banyak menggunakan.
Fenomena sosial tersebut
mempengaruhi perkembangan batik
di masing-masing daerah. Setiap
daerah produk batiknya menampakan
corak, identitas, keunikan, dan
kekhasan masing-masing daerah. Hal
tersebut yang membedakan produk
batik satu daerah dengan daerah lain
(http://agvnk-0n3.blogspot.co.id).
Batik di setiap daerah lebih dikenal
dengan motifnya ketimbang dengan
teknik, warna, dan bentuk. Motif
dalam konteks batik diartikan sebagai
elemen atau unsur dasar selain garis,
warna yang menjadikan batik itu
indah dan beridentitas. Oleh karena
motif batik yang indah dan
beridentitas tidak terpisahkan dari
warna, bentuk, dan komposisi.
Motif-motif yang diterapkan pada batik
pada umumnya seperti berikut.
a. Motif Geometris
Keberadaan motif geometris yang
paling tua banyak ditemukan
dalam bentuk pahatan, goresan
pada artefak atau peninggalan
prasejarah yang memanfaatkan
unsur-unsur garis lengkung,
segitiga, lingkaran, lurus, meander
dan pilin. Motif geometris ini
banyak diterapkan dengan cara
mengadofsi dan enovasi.
b. Motif Tumbuhan
Penggambaran hasil gubahan atau
stilisasi dari jenis
tumbuh-tumbuhan kadang-kadang dalam
penterapan pada batik tidak berdiri
sendiri tapi kadang kala
dikombinasikan dengan motif lain.
c. Motif Binatang
Motif binatang yang berkaki empat
dan berkaki dua dengan
melakukan stilisasi, penggubahan,
atau storsi diterapkan pada motif
batik. Walaupun telah dilakukan
banyak modifikasi atau gubahan
dalam visualisasi pada motif batik
masih menampakan ciri dari
binatangnya. Jenis binatang yang
sering dipakai seperti burung,
gajah, kera, ular dalam penterapan
untuk motif batik sering
dikombinasikan dengan motif-motif
yang lain.
d. Motif Figure
Figur yang sering dipakai motif
dalam batik diterapkan secara
atau topeng atau figur yang telah
termodifikasi sehingga sering
tampak tidak natural.
e. Motif Alam
Motif batik di ambil dari alam
seperti batu, air, awan, gunung,
laut dalam penterapan sebelumnya
dilakukan penggubahan atau
hanya sebagai acuan dalam
penciptaan dan dikombinasikan
dengan motif-motif lainnya.
f. Motif Kreasi/Imajinasi
Imajinasi atau hasil kreasi
berdasarkan pengalaman seniman
sehingga motif-motif tampak
tidak biasa dilihat seperti motif
dewa-dewi, raksasa, atau diambil
dari alam imajinasi.
Penciptaan motif-motif tersebut
di atas oleh pengerajin, seniman
dengan cara mengkolaborasi, stilisasi,
adaftasi, asimilasi dari beberapa
budaya luar didasari dengan
kreativitas membuat kesatuan corak.
Konsep penciptaan motif batik
masing-masing daerah berlatar
belakang pada kehidupan sosial,
budaya, agama, ekonomi, dan ritual
masyarakat setempat. Latarbelakang
penciptaan tersebut mempengaruhi
karakteristik seperti pewarnaan,
bentuk, dan motif. Dipastikan motif
batik tulis Nusantara tidak pernah
terlepas dari pengaruh kehidupan
suku, etnis, agama, keyakinan dan
ekonomi masyarakat. Hal tersebut
mendorong termewujudnya motif
batik Nusantara yang beragam
memiliki karakteristik, keunikan, dan
kekhasan.
Beragam motif batik tulis
berkembang di masing-masing daerah
tersebut belum disikapi secara
maksimal oleh pengerajin,
pengusaha, pemerintah untuk
memproteksi dengan perlindungan
hukum seperti Hak Cipta. Motif batik
tulis tersebut tidak saja membuat
kain cantingan nampak indah juga
menampakan indentitas dan
pencitraan sosial dari suatu daerah
tetapi ada kandungan moral dan nilai
ekonomi. Identitas tiap daerah bisa
diperhatikan pada corak batik, teknik
pengerjaan, jenis, warna batik dan
konsep penciptaan. Motif batik
sebagai pencitraan sosial dikalangan
masyarakat, hal tersebut dikaitkan
dengan nama dari motif batik dengan
kedudukan, jabatan, strata sosial.
Pada perkembangan sekarang pun
fanatisme penggunaan motif batik
oleh kaum bangsawan (kraton) seperti
motif parang barong, parang-rusak
dikenakan oleh lingkungan Istana
(raja). Seperti Yogyakarta, Surakarta,
Solo pada saat tertentu para
bangsawan (keluarga kraton) masih
memakai kain batik dengan
motif-motif tersebut di atas. Oleh
masyarakat biasa dilingkungan
batik dengan motif tersebut. Dengan
demikian status sosial seseorang bisa
dikenali dari motif kain batik yang
mereka pakai. Motif batik tulis dan
perkembangannya sebagai
pengetahuan dimiliki oleh individu,
kelompok masyarakat sebagai karya
intelektual atau disebut kekayaan
intelektual (KI).
Di eraglobal motif batik tulis
telah banyak mengalami
perkembangan dan termasuk karya
intelektual (KI) dibuat oleh individu,
kelompok masyarakat pengerajin
yang perlu diproteksi dengan
perlindungan HKI. Batik tidak lagi
menjadi identitas, daerah, bangsa,
tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan
moral, juga komuditi sosial, dan
komoditi perdagangan internasional.
Batik tidak lagi ada di ranah sakral
tetapi sudah ada di ruang global,
bernilai ekonomi, bersifat sekuler.
Untuk itu motif batik tulis penting
diproteksi dengan undang-undang
walaupun secara yuridis dan faktual
telah di akui oleh UNESCO.
(http://news.liputan6.com/read/246
156/batik-indonesia-resmi-diakui-unesco).
Batik tulis termasuk jenis
foklor diwariskan secara turun
tumurun, dan telah di atur dalam
undang-undang HKI, Pasal 10 ayat 2
UU No, 28 Tahun 2014, Hak Cipta
dipegang oleh negara atau pemerintah
daerah (Tim Permata Press: hal 11).
Namun dalam dalam Pasal 10 ayat 2
tersebut masih ada celah kelemahan,
seperti halnya kaitan dengan “motif”.
Motif batik berkembang pada saat
sekarang merupakan kreasi kreatif
munculkan motif-motif baru disebut
sebagai hasil ekpresi budaya
tradisional (EBT) memungkinkan
untuk dilindungi dan diproteksi
dengan Hak Cipta, baik individu atau
kelompok. Hal tersebut juga telah di
atur dalam undang-undang karena
dalam EBT termasuk penciptaan yang
produknya ada nilai kebaharuan
(novelty).
Motif batik sebagai karya-karya
tradisional merupakan warisan dari
para pendahulu dalam bentuk nilai,
norma, aterfak didalam produk
tersebut ada nilai kebaharuan
(novelty) yang berpotensi untuk
mendapatkan “hak kekayaan
intelektual” (HKI), dalam bidang Hak
Cipta. Karena proses penciptaan motif
batik juga didasarkan pada kopotensi
intelektual pengerajin. Dalam
undang- undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014, mengatur
tentang Hak Cipta terdiri dari hak
ekonomi (economic rights) dan hak
moral (moral rights) dan diberikan
pada pada hasil ciptaan yang khas
bersifat pribadi/kelompok dengan
nilai kebaharuan (Tim Permata Press:
Kesadaran masyarakat akan
penting perlindungan hukum oleh
beberapa daerah di sudah muncul.
Pemerintah kota Surakarta,
mendaftarkan dan melindungi
beberpa motif batik yang
dikembangkan dari kraton Surakarta
Hadiningrat, seperti: parang rusak
barong, kawung, sidomukti, ratu ratih,
parang kosumo, semen rante, dan
sekar jagat dengan Hak Cipta. Tujuan
perlindungan tersebut motif-motif
batik tersebut agar tidak diklaim oleh
daerah lain atau bangsa asing. Selain
dari kota Surakarta daerah lain pun
berpotensi untuk memproteksi atau
melindungi motif batiknya. Karena
pada masing-masing motif batik tulis
di daerah menampakan atau memiliki
nilai, keunikan, kebaharuan (novelty).
Seperti motif batik tulis desa Klampar
Pamekasan Madura, memiliki
keunikan, kebaharuan, dan
kekhasan. Motif batik tulis desa
Klampar Pamekasan Madura konsep
penciptaan terkait dengan kehidupan
sosial, budaya, dan karakteristik
masyarakat. Oleh Surati karakteristik
batik tulis daerh Pamekasan Madura
dengan warna cerah, berfilosofi, dan
terkait dengan struktu sosial (: 2015).
Keunikan dan kekhasan motif batik
tulis Klampar Pamekasan Madura di
dasarkan pada pendekatan
penciptaan seperti: stilisasi, adaftasi,
kaloborasi, asimilasi dari bentuk
flora-fauna sehingga mampu
menciptakan sesuatu yang baru.
Hasil kerja intelektual itu perlu
dilindungi dengan undang-undang
HKI, bidang Hak Cipta seperti
dilakukan oleh daerah lain.
Hasil pengamatan, wawancara,
informasi diproleh di lapangan, motif
batik tulis di desa tersebut belum
terproteksi dengan hak kekayaan
intelektual (HKI), bidang Hak Cipta.
Jika motif batik tulis dalam bentuk
“database” tersebut terproteksi
undang-undang Hak Cipta akan
menambah nilai ekonomi dan mampu
menumbuhkan kreativitas,
produktivitas, pengrajin, pengusaha
serta tidak bisa diklaim oleh daerah
lain atau bangsa lain. Di samping itu
pula pada perdagangan internasional
ada ketentuan dari lembaga WTO
(word trade organization) setiap
produk yang masuk dalam pasar
global wajib untuk menyertakan
sertifikat HKI. Kekhasan, keunikan
tersebut membedakan dengan motif
batik daerah lain. Untuk itu motif
batik tulis Klampar Madura perlu
dibuatkan “database” dan dilindungi
dengan undang-undang Hak Cipta.
Latarbelakang tersebut di atas motif
batik tulis Klampar Madura perlu di
daftarkan atai dilindungi dengan Hak
Cipta dalam bentuk “database”.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian
“Motif batik tulis Klampar Madura
dalam Perlindungan Hak Cipta”.
Dengan harapan dari hasil penelitian
dapat dibuatkan kompilasi dari
motif-motif batik tulis Klampar, Madura
dalam bentuk “database” atau
prototype yang nantinya bisa
dijadikan model perlindungan HKI
untuk daerah lain di Indonesia.
2. Identifikasi Motif Batik Tulis
Klampar Madura
Konenjtaraningrat (1987:17)
menyebut identifikasi sebagai suatu
bentuk pengenalan pada ciri-ciri
benda secara terperinci. Dalam hal ini
peneliti memahami untuk
mengidentifikasi sebuah benda (karya
seni) seperti batik tulis di
daerah-daerah Indonesia. Hal tersebut
dimaksudkan untuk pendataan
kekayaan intelektual (KI) agar
diketahui tentang karakteristik batik
tulis seperti keoriginalan dan nilai
kebaharuan motif batik tulis.
Keberadaan motif batik tulis di
masing-masing daerah tidak terlepas
dari pengaruh lingkungan internal
dan eksternal. Sejalan dengan
pemikiran William dan Chrisman
(dalam Chris Barker, 2008, h.16)
sebuah pendekatan kulturalis lebih
menekankan kehidupan masyarakat
pada pengalaman dengan cara
ekplorasi atas nilai dan makna, dalam
kontek hidup secara keseluruhan.
Teori etnografi ini dapat melihat
persoalan konsep penciptaan, wujud
visual motif batik tulis yang dibuat
oleh pengerajin di desa Klampar
Madura.
Dalam mengidentifikasi batik
tulis dari desa tersebut tidak luput
pada pengamatan sosial dan religi
masyarakat. Oleh karena dalam
konsep penciptaan motif batik tulis
pengerajin dipengaruhi oleh
lingkungan internal seperti
karakteristik etnis Klampar Madura
yang dikenal tegas, pemberani, dan
religius. Karakteristik tegas,
pemberani, religius tersebut
mempengaruhi warna, garis, dan
motif batik tulis Klampar Madura
hingga mudah dikenal oleh
masyarakat luar. Begitu pula
diketahui adanya pengaruh eksternal
pada motif batik tulis Klampar
Madura, sebagai dampak adanya
jalinan kekrabatan, hubungan
diplomatik antar kerajaan di Jawa,
maka motif batik tulis Klampar
Madura ada kemiripan dengan motif
batik dari kraton Yogyakarta,
Surakarta, dan Majapahit. Dengan
demikian dapat diidentifikasikan
motif batik tulis Klampar Madura
dapat pengkayaan dari unsur-unsur
budaya luar.
Dalam pengkayaan motif batik
tulis Klampar terjadi penggeseran
perubahan dalam tatanan
masyarakat, baik sosial seperti halnya
batik tidak lagi sebagai otonomi
kerajaan tetapi sudah berkembang di
masyarakat umum. Begitu pula
perubahan pada struktur pekerjaan
dari petani menjadi pengerajin batik
profesional yang berimbas pada
kesejahteraan masyarakat. Hasil
pengamatan, wawancara dengan
tokoh masyarakat tampak terjadi
secara pelan (gradual) dan tidak
dirasakan adanya perubahan. Tidak
banyak yang mengetahui secara pasti
kapan, bagaimana terjadinya
perubahan, yang dapat dipastikan
beberapa motif batik tulis yang
berkembang adalah hasil inovasi,
modifikasi, mengadaftasi, kaloborasi
dari beberapa motif budaya luar.
Dalam inovasi, modifikasi, adaftasi,
kaloborasi pengerajin masih
memegang teguh pada proses kreatif,
mulai konsep, merancang desain,
sampai pada perwujudan dengan cara
tradisional. Adanya proses kreatif
pada konsep, rancangan desain,
sebagai pertanda hasil produk berupa
motif batik tulis sebagai karya yang
memiliki keoriginalan dan
kebaharuan (novelty). Keoriginalan
dan kebaharuan pada bentuk motif
batik tulis khas dari desa Klampar
Madura dapat diberikan
perlindungan Hak Cipta oleh karena
karya tersebut dapat dilihat dan
diraba. Hal tersebut mengacu pada
Undang-undang tentang Hak Cipta
(Tim Permata Press: hal 3),
menyebutkan Hak Cipta tidak
diberikan kepada ide atau gagasan
oleh karena karya cipta harus
memiliki bentuk yang khas, bersifat
pribadi dan menunjukan keaslian
yang dapat dilihat, diraba, atau di
dengar.
3. Konsep dan Filosofi Batik Tulis
Klampar Madura.
Manusia sebagai mahluk sosial
dalam memenuhi kebutuhan lahir
dan batin tidak telepas dari
hubungan kekrabatan sehingga
terbentuk masyarakat. Masyarakat
sebagai wadah tempat berkumpul
individu, kelompok manusia dengan
segala aktivitas memenuhi kebutuhan
hidup seperti kegiatan ekonomi,
ritual, budaya, dan berkesenian.
Hubungan sosial yang saling
berkaitan terus berlangsung pada
kondisi harmonis, komplik, salah
pemahaman sebagai dinamika kondisi
masyarakat sosial. Fenomena sosial
tersebut mendorong tumbuhnya
pemikiran-pemikiran yang memaknai
hidup terkait dengan kekuasaan yang
ada diluar diri manusia. Alam, benda,
atau sejenisnya dimaknai sebagai
sesuatu memiliki arti dan kadangkala
kekuatan di presentasikan dalam
simbol-simbol. Sejalan dengan pemikiran
Lodra (2013) dalam peradaban
pra-Hindu, sampai sekarang masyarakat
etnis Bali, mempercayai ada kekuatan
di luar diri manusia yaitu alam roh
danbetara (dewa).
Relasi sosial dalam kehidupan
masyarakat Klampar Madura
berlangsung secara terus-menurus
membentuk pola-pola kehidupan
mencerminkan budaya kraton,
masyarakat bawah (rakyat) berpegang
pada nilai-nilai sosial, ajaran agama
Islam, dan budaya. Dalam relasi
sosial tersebut tampak pada
perkembangan motif batik tulis
seperti pada konsep, wujud, fungsi
menampakan nilai simbolis dan
makna dari kehidupan masyarakat.
Menurut Maufi (45 tahun)
pengerajin batik tulis bercerita
tentang seputaran penciptaan motif
batik tulis oleh pengerajin di desa
Klampar Madura sebagai berikut.
Seorang pengerajin dalam
membuat motif batik terlebih
dahulu berpikir tentang apa yang
akan mereka buat, bagaimana
wujudnya (warna, motif,
komposisi), dan narasi dari bentuk
motif. Namun narasi-narasi yang
sifatnya normatif tersebut tidak
pernah dituliskan tapi diceritakan
setelah motif batik terwujud.
Pengerajin yang membuat motif
batik jika ditanya apa maksud
tema, bentuk motif batik tulis yang
mereka buat, jawabannya tidak
jauh dari nilai-nilai kehidupan
masyarakat sekitarnya, lingkungan
sosial, nilai agama, dan ekonomi
(wawancara, tgl 25/Juni, 2017).
Menelaah cerita dari Maufi (45
tahun) tersebut di atas, menyiratkan
motif batik tulis yang dibuat oleh
pengerajin desa Klampar Madura
melalui sebuah konsep penciptaan
yang dilandasi oleh karakteristik
masyarakat, ajaran agama Islam, dan
sebuah keyakinan. Landasan tersebut
tercermin dalam filosofi dan simbolis
motif batik tulis.
Masalah konsep dan filosofi
batik tulis Klampar Madura diperkuat
oleh Bapak Ismail (56 tahun) seorang
tokoh masyarakat mengerti tentang
batik bercerita seperti berikut.
Sejatinya batik tulis dengan
motifnya adalah sebagai nilai
warisan budaya, namun pada era
keterbukaan desa Klampar banyak
dikunjungi konsumen, pembeli,
memberikan dampak pada
perkembangan dan memperkaya
motif batik tulis daerah ini.
Imbasnya batik tulis tidak lagi
menjadi otonomi kaum bangsawan
(kerajaan), tetapi sudah diproduksi,
dipakai oleh rakyat biasa.
Peradaban zaman kerajaan tetap
hadir bersamaan dengan kehadiran
desainer sehingga membawa
perubahan (wawancara, tgl
26/Juni, 2017).
Memaknai cerita dari Bapak
Ismail pada dasarnya motif batik
tulis desa Klampar Madura yang
menghargai nilai-nilai sejarah, nilai
agama, keyakinan yang tersirat dalam
konsep dan filosofis penciptaan. Dari
konsep dan filosofi penciptaan
mendorong perkembangan motif batik
tulis tradisional dan modern
dimanfaatkan dalam fashion, seperti
untuk busana dalam kegiatan
pernikahan, seragam kantoran, tas,
dan dompet.
4. Motif Batik Tulis Sebagai
Identitas Budaya
Sebuah pola hidup yang
berkembang dimiliki oleh sekelompok
orang atau seseorang baik itu sebagai
nilai warisan atau hasil dari kreasi
kreatif yang mampu dikenali oleh
orang lain sebagai sebuah kekhasan
bisa disebut sebagai identitas.
Dengan demikian identitas bisa
sebuah pembawaan atau melalui
proses interaksi antar manusia,
lingkungan, sosial, dan budaya yang
membentuk sebuah imege khusus
dikenali sebagai sebuah jati diri atau
ciri dari wujud yang melekat dalam
benda. Penciptaan motif batik tulis
Klampar Madura dengan landasan
konsep, filosofi sehingga mampu
mencerminkan karakteristik dan
kekhasan masyarakatnya.
Karakteristik masyarakat tampak
pada batik tulis dengan perwanaan
cerah, garis-garis serta keberagaman
tema-tema yang ditampilkan dalam
motif. Karakteristik dari masyarakat
desa Klampar Madura yang tegas,
berani, tercermin pada motif-motif
batik tulis sebagai identitas budaya.
Identitas budaya dimaksudkan
dalam motif batik tulis merupakan
sikap, nilai, dan tindakan dalam
bentuk aktivitas pengerajin kemudian
diyakini bersama oleh masyarakat.
Motif batik tulis sebagai identitas
budaya melalui proses panjang mulai
dari zaman kerajaan, intraksi antar
kerajaan, bangsa luar, sampai pada
batik tumbuh menjadi sebuah
industri. Beberapa penyebab
pembentukan sebuah identitas
buadaya, seperti; a) Adanya sebuah
kepercayaan atau keyakinan motif
yang dipakai dalam pernikahan oleh
keluarga kraton yang bermakna
simbolis. Landasan dasar ini
menjadikan motif batik berbeda satu
dengan yang lainnya, seperti halnya
batik Klampar Madura. b) Terbentuk
motif-motif batik tulis di desa
Klampar Madura yang diterima secara
“habitus” dari generasi-kegenerasi
tidak ada persoalan, pertentangan
yang positif, maka disebut sebagai
indentitas budaya.
Hasil pengamatan peneliti,
beberapa motif batik tulis desa
Klampar Madura menunjukan adanya
budaya luar seperti halnya pada motif
burung “hong”, geometris, dan flora.
Motif-motif luar teritergrasi melebur
mendapatkan ruang dan tumbuh
subur sehingga menjadi indentitas
lokal. Hasil pengamatan motif batik di
luar kemudian di kompermasikan
dengan motif batik tulis Klampar
Madura tampak telah terjadi asimilasi
yang mewujudkan nilai baru.
Asimilasi dilakukan oleh pengerajin
batik tulis tersebut disebutkan
sebagai ekspresi budaya tradisional
(EBT). Unsur-unsur dalam
mengepresikan tersebut bersumber
dari dari budaya tradisional. Konsep
asimilasi dilakukan secara individu,
kelompok dalam waktu panjang serta
perwujudannya bisa menunjukan
identitas individu, kelompok yang
diakui bersama. Indentitas individu,
kelompok tidak lagi sebagai minoritas
tetapi sudah diwadahi dan menjadi
miliki masyarakat.
Karakteristik masyarakat
Klampar Madura yang tegas, berani,
pekerja keras, ditambah kreatif
mampu memadukan atau
mengakulturasikan budaya lokal
dengan asing. Sebagaimana tampak
pada motif batik tulis dengan tema
burung ”hong” yang disebut sebagai
ragam hias Tiongkok, yang di
akurlturasikan dengan karakteristik
masyarakat, alam sehingga
menjadikan motif khas dan populeh
di kalangan pengerajin atau
konsumen. Dalam teori penciptaan
seni disebut sebagai akulturasi,
asimilasi dilandasi kreatif tetap
munculkan nilai-nilai kebaharuan
(novelty) tanpa menghilangkan nilai
aslinya. Terjadinya asimilasi,
akulturasi pada motif batik tulis
Klampar Madura tidak terlepas
adanya hubungan baik antar kraton
di Jawa, dan kehadiran bangsa
Tiongkok melalui kerajaan Majapahit.
5. Perkembangan Motif Batik
Klampar Madura
Terjadi perubahan yang
mengarah pada perkembangan motif
batik tulis Klampar Madura secara
evolusi dengan meninggalkan
tanda-tanda kebaharuan. Perubahan di
mulai dari manusia sebagai individu
atau masyarakat terkait dengan sikap
dalam menghadapi lingkungan
dimana mereka berada. Hakekatnya
satupun kelompok masyarakat yang
tidak luput dari perubahan.
Perubahan dimaksud sebagai suatu
proses pergeseran struktur atau
tatanan dalam masyarakat untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih
kehidupan manusia berdampak pada
perubahan sosial, budaya, dan
ekonomi. Pemikiran piliang (2006)
perubahan itu sebagai sebuah tujuan
yang lebih baik dari sebelumnya dan
itu dapat dipastikan pada setiap
komunitas masyarakat sosial. Lebih
lanjut dijelaskan pada komunitas ada
“hasrat” dan keinginan. Tetapi dalam
pemikiran Karl Marx, menegaskan
perubahan terjadi karena teknologi,
kekuatan produktif, dan kelas-kelas
sosial. Sedangan yang dikatakan oleh
Hoovelt, perubahan karena adanya
perbedaan nilai mengarah pada
kedinamisan yang berujung pada
perubahan (Sojogyo,1990:60).
Warisan budaya apapun
bentunya akan berkembang sesuai
kondisi lingkungan serta kebutuhan
manusia yang di manfaatkan oleh
masyarakat sebagai modal (kapital).
Seperti halnya warisan budaya batik
tulis, bentuk, motif, dan fungsi
mengalami perubahan yang
mengarah ke perkembangan. Namun
kapan terjadi perubahan atau
perkembangan tersebut tidak bisa
dijawab dengan pasti. Motif batik di
Klampar Madura tersebut dipastikan
mengalami perubahan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan,
sosial, ekonomi, dan budaya. Motif
batik tulis tersebut awalnya bersifat
naturalistik, pengungkapan
gambar-gambar sesuai dengan apa yang
mereka lihat di alam, seperti halnya
ayam, burung, tumbuhan.
Keterbukaan masyarakat terhadap
budaya luar, pengerajin batik tulis
mulai mengenal motif dengan cara
stiliran, adofsi, asimilasi, dan
imajinatif.
Perubahan sosial yang terjadi
masyarakat Klampar Madura
mencangkup perubahan aspek-aspek
struktur dari masyarakat, atau
lingkungan karena tumbuhnya
komunitas-komunitas batik seperti
pedagang, pembeli, peneliti, dan
pofesi dari masyarakat sendiri. Secara
visual jika di bandingkan jenis motif
sebelumnya dengan yang ada
sekarang sudah pastikan ada
perubahan pada motif batik tulis.
Namun untuk menentukan angka
tahun kepastian tidak dapat
dipastikan, jika mencermati sejarah
mulai masuknya batik Klampar
Madura, dan menelaah
motif-motifnya, sejak zaman kerajaan dan
terus berkembang sampai saat ini.
Perkembangan tersebut Madura lebih
terasa dengan kehadiran pariwisata di
lingkungan sekitarnya seperti di Jawa
Timur, Bali, Jakarta, dan daerah
lainnya di Indonesia. Pada
perkembangan batik tulis sudah
menjadi komuditas unggul yang
berdampak bagi masyarakat.
Adanya modernisasi dalam
penciteraan dengan kehadiran
fashion, perancang busana, desainer,
dan masuknya para pedagang ekspor
atau lokal menjadikan pengerajin
lebih kreatif. Tumbuhnya pemikiran
kreatif pengerajin munculkan berbgai
macam motif batik tulis di Klampar
Madura. Motif dibuat lebih beragam
dengan warna-warni, menampakan ke
etnikan untuk menarik para
konsumen. Dengan demikian
pengerajin tidak saja pintar membuat
motif batik tulis tetapi sudah mulai
memikirkan selera konsumen, dengan
mulai melakukan enovasi-enovasi
yang kreatif untuk mengembangkan.
Pengerajin batik tulis tidak lagi hanya
sekedar melestarikan warisan budaya
tetapi sudah memperhitungan daya,
dan minat beli konsumen. Kehadiran
pedagang batik menumbuhkan
komunitas pengerajin batik tulis atau
munculnya pengusaha yang erangkap
pengerajin dan menggunakan
beberapa tukang seperti tukang
canting, tukang celup, tukang
gambar, dan pelayan toko batik.
6. Batik Sebagai Industri Rumahan
Perkembangn industri
kerajinan batik ditandai dengan
tumbuhnya komunitas-komunitas
batik tulis dalam sekala kecil seperti:
modal terbatas, tenaga pengerajin 3
sampai 5 orang atau lebih, dan
produksinya pun terbatas. Kreatifitas,
ketekutan, keuletan pengerajin
mencerminkan karakteristik etnis
Madura dalam mengelola industri
rumahan atau disebut sebagai home
indutry membuat industri tersebut
semakin berkembang. Home indutry
atau sering disebut masyarakat
sebagai usaha kecil dilihat dari
tempat kerja usaha ada dikampung,
modal kecil, karyawan tinggalnya
tidak jauh dari tempat usaha. Hal
tersebut disamakan dengan industri
rumah tangga karena dikelola
keluarga. Menurut undang-undang
No.9. Tahun 1995 menyebutkan
usaha kecil dengan kekayaan tidak
lebih dari Rp 200 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha
yang dikelola keluarga dan penjualan
paling banyak Rp 1.000 000 000.
Industri rumahan termasuk kegiatan
ekonomi yang dikelola keluarga dan
pekerjanya orang yang ada
disekitarnya
(definisi-
pengertian.info/pengertian-industri-kecil). Hal yang agak berbeda, hasil
pengamatan, wawancara dengan
beberapa pengerajin batik tulis
bekerja di industri rumahan
membatik sudah menjadi profesinya
dan menjadi sumber penghasilan
rumah tangga. Maka pekerja
membatik tidak lagi sebagai sambilan
tetapi sudah menjadi kerjaan
profisional dan sebagai sumber mata
Dengan demikian sentra-sentra
kerajinan batik tulis di Klampar
Madura termasuk industri rumahan
karena teknologi, pemasaran dikelola
dengan tradisional. Begitu pula
pasilitas dan permodalan yang
digunakan termasuk terbatas dan
kegiatan membatik ada dilingkungan
rumah. Perkembangan industri
rumahan tersebut mampu menyerap
tenaga kerja lokal dan menjadikan
sumber penghasilan. Industri
rumahan tersebut akan terus
bekembang karena adanya pasar
sentral penjualan batik dan kantor,
sekolah-sekolah menjadikan batik
sebagai seragam.
7. Identifikasi Hak Cipta Motif
Batik Tulis Klampar Madura.
Identifikasi atau pengenalan pada
ciri-ciri batik tulis Klampar Madura
melihat dari konsep, filosofi
penciptaan, dan cara pembuatan.
a) Identivikasi Konsep
Meneliti, mengkaji, dan
menelaah pemikiran
dipresentasikan pa wujud motif
batik tulis menunjukan bahwa
intelektual mereka dipenagruhi
oleh kondisi lingkungan, pengaruh
budaya luar, dan industr
peristiwa. Situasi dan kondisi
masyarakat tersebut menjadikan
konsep penciptaan motif batik
tulis beda dengan daerah lain.
Seperti: ketrampilan membatik
diterima secara hibutus atau
turun-tumurun di latarbelakangi
oleh kondisi sosial, religius yang
mendorong tumbuh budaya
simbol. Kerbukaan terhadap
budaya luar yang memberi
peluang terjadinya intergrasi
budaya seperti fashion yang
mempengaruhi konsep penciptaan
motif batik tulis yang mengikuti
pasar (konsumen).
b) Identivikasi Filosofi
Kajian sosial kehidupan
pengerajin dan telaah konsep
penciptaannya pada dasarnya
mengacu pada penghormatan
pada budaya leluhur, lingkungan,
dan nilai-nilai agama. Dalam
konsep penciptaan motif ada yang
mengacu pada motif sebelumnya
agar kelestarian budaya nenek
moyangnya tetap terjaga, tidak
membuat motif gambar manusia
karena dilarang oleh agama, dan
mencerminkan nilai simbol.
Dengan demikian motif batik tulis
Klampar Madura yang
berkembang tidak terlepaskan
dari fenomena kehidupan dan
pemikiran yang kritis pada pada
lingkungan beroriantasi pada nilai
ekonomi yakni kesejahteraan.
c) Identivikasi Wujud Motif
Pengamatan visual pada wujud
begitu beragam, dengan
karakteristik warna keras, garis
beragam, komposisi simetris,
bidang padat (penuh), dan eknik.
Di telisik secara mendalam, motif
batik tulis Klampar Madura,
dapat dikelompokan menjadi
beberapa jenis seperti berikut.
1) Jenis Flora: motif batik tulis
pada dasarnya mensetilir,
mengenofasi bentuk-bentuk
tumbuhan atau bagian-bagian
dari tanaman, seperti bunga,
daun, buah, dan batang.
2) Jenis Fauna: dibuat motif batik
tulis dengan cara mensetilir,
mengenovasi, berbagai jenis
binatang, seperti burung, ikan,
dan binatang kaki empat.
3) Jenis Giometris: Motif ini selalu
menghiasi bagian pinggiran
yang dikombinasikan seperti
bentuk segitiga, setengah
lingkaran, garis, titik, dan
bulatan.
Motif Batik Tulis Klampar Madura
seperti berikut.
Gambar, No 1. Motif burung”hong”
Sumber:
(https://www.google.com/search?q=J
ENIS+MOTIF+BATIK+KLAMPAR+MAD
URA)
Gambar, No 2. Kombinasi Motif Flora
dengan Giometris
Sumber:(https://www.google.com/sea
rch?q=JENIS+MOTIF+BATIK+KLAMPA
R+MADURA)
Keberagaman motif batik tulis
seperti tersebut di atas menarik minat
masyarakat yang menyebabkan
terjadinya pergeseran fungsi dan
munculkan makna baru. Pada
awalnya batik tulis sebatas untuk
busana upacara dan perkembangan
berikutnya dijadikan busana
sehari-hari atau kantoran yang sifatnya
profan. Begitu juga oleh para
perancang busana di manfaatkan
untuk fashion ( baju, tas, dopet ).
Perkembangan motif batik tulis
seperti halnya flora-fauna, binatang
laut, burung, dan tumbuh-tumbuhan
alam sekitarnya menandakan
terjadinya pergeseran konsep
penciptaan pengerajin dan konsumen.
Konsep dan filosofis penciptaan
motif batik tulis dari pengerajin yang
berlatar belakang berbeda munculkan
motif yang beragam. Hal tersebut
menandakan bahwa batik tulis di
desa Klampar Madura, berbeda
kekhasan, serta kebaharuan. Dalam
proses penciptaan sering terjadi
“jamah-menjamah” antar budaya
lokal atau asing, seperti motif batik
tulis Klampar, terekspresi budaya
Yogyakarta, Surakarta, Majapahit,
dan Tiongkok. Wujud motif batik
tersebut sebagai ekspresi budaya
tradisional (EBT).
8. Database Motif Batik Tulis
Klampar Madura
Motif batik tulis Klampar
Pamekasan Madura jumlahnya
bengitu banyak jika di daftarkan
satu-persatu membutuhkan biaya
besar, waktu lama. Mengatasi
persoalan tersebut dibuat kumpulan
motif-motif batik tulis, dilengkapi
konsep penciptaan, bentuk, fungsi,
dan makna. Dalam undang-undang
Hak Cipta tahun 2014, pasal 12 ayat
(1) kumpulan tersebut disebut
“database”. “Database” merupakan
kumpulan data yang diwujudkan baik
itu dengan media ekspresi berbentuk
penyimpanan elektronik yang dengan
tertentu dapat ditampilkan di layar
maupun pappercard. Dalam bentuk
“database” motif batik tulis Klampar
Madura secara keseluruhan dapat
diproteksi oleh undang-undang.
Kriteria perlindungan Hak Cipta pada
“database” harus ada nilai originality
(keaslian), creativity (kreativitas),
fixation (perwujudan) (Tim Permata
Press: 15).
9. Kesimpulan
Identivikasi motif batik tulis
Klampar, Madura sebagai budaya
tradisional termasuk kekayaan
intelektual (KI) yang sudah
terlindungi undang-undang Cagar
Budaya, dan undang-undang HKI.
Undang-undang Hak Cipta No.28,
tahun 2014, mengatur ekspresi
budaya tradisional dan hak cipta atas
yang diciptakannya tidak diketahui
diatur dalam Pasal 38, seperti
kutipan berikut.
a. Hak cipta atas ekspresi budaya
tradisional dipegang oleh negara.
b. Negara wajib menginventarisasi,
menjaga, dan memelihara
ekspresi budaya tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
c. Penggunaan ekspresi budaya
tradisional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat
pengembannya.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai
hak cipta yang dipegang oleh
Negara atas ekspresi budaya
tradisional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
Produk turunan motif batik tulis
tradisional (EBT) dibuat oleh individu
atau kelompok. Hal tersebut sejalan
dengan pemikiran Saidin (2004: 9)
mengakuai dan dapat memberikan
perlindungan hak kekayaan
intelektual (HKI) pada setiap hasil
karya intelektual, diciptakan atas
dasar rasio dan nalar serta memiliki
nilai original.
Pemahaman pada motif batik
Klampar Madura ada pengaruh dari
unsur-unsur diluar kraton Madura.
Kemajuan pengetahuan, teknologi,
tidak banyak mempengaruhi
pembuatan batik tetap masih
bertahan pada cara-cara tradisional.
Teknik pembuatan tradisional batik
tulis di Klampar Madura, juga
berdampak pada bentuk serta
perwujudan motif batik tulis.
Perlu dilindung dengan Hak Cipta
Pada perkembangan budaya
membatik tidak lagi di monopoli oleh
kalangan kraton, tetapi terus
berkembang dan menyebar luaskan
ke masyarakat biasa. Awlanya
ketrampilan mencanting tersebut
ditekuni oleh kaum wanita dan laki
untuk mengisi untuk mengisi waktu
luang sambil mereka menunggu
panen tiba. Adanya pergeseran
ketrampilan membatik dari keluarga
kraton ke rakyat biasa berdampak
pada tumbuhnya sentra-sentra
kerajinan dan peluang kerja. Dalam
proses penciptaan motif batik tulis
dipengaruhi oleh lingkungan sosial,
budaya, dan agama. Penciptaan motif
batik tulis hasil pada dasarnya
dilandasi kreatibitas yang didasari
dari adofsi, kaloborasi, dan stilisasi
budaya luar. Perkembangan motif
batik tulis desa Klampar diikuti
dengan pergeseran fungsi bentuk,
dan makna.
Adapun bentuk perlindungan
motif batik tulis Klampar Madura
dalam mengatasi pesoalan banyaknya
jumlah motif batik dibuat dalam
bentuk “database” atau dibuat
kumpulan foto motif-motif batik tulis
yang dilengkapi dengan konsep
penciptaan, fungsi dan makna sesuai
dengan undang-undang Hak Cipta
tahun 2014, pasal 12 ayat (1).
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Yusak, dkk 2002.
Keesksotisan Batik, Jawa Timur, PT.Gramedia Jakarta.
Aruman. 2013. Seni Batik Kayu
Krebet IKKJ,
Publiisher,Yogyakarta.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Andi Yogykarta.
Dormer, Peter. 2008. Makna Desain Modern. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Heriyanto. Batik Tulis Tradisional, Kauman Solo. PT Tiga Serangkai Mandiri.
Kitab Undang-Undang. Hak Atas Kekayaan Intelektual HaKI. Tim Permata Press.
Lash, Scott. 2004. Sosiologi Post Modernisme. Kanisius. Yogyakarta.
Musman, Asti,dkk. 2011. Batik Warisan Adiluhung Nusantara, G- Media.Yogyakarta
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PTGrasindo, Jakarta
Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984.Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication
Ritzer, George. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prenada Media Group.
Sardjono, Agus. 2006. Hak Kekayaan Intlektual dan Pengetahuan Tradiional, Bandung: PT Alumni Bandung.
Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Dicti Art Lab. Yogyakarta.
Susanto, Sewan. 1980. Seni Kerajinan Batik, Bali Penelitian Batik dan Kerajinan. Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Perindustrian.
Surati.2015. Batik Tulis di Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Madura Jawa Timur. Tesis. Unesa Pascasarjana, Program Studi Seni Budaya.
Deka Perdana Putra, Kerajinan Batik Tuis Madura Karya Haji Sadli di
Desa Pagendingan
Pamekasan,Prodi S1
Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni dan Desain Universitas Malang.online.um.ac.id.
Nur Fadila, 2010, Karakteristik Batik Madura Kabupaten Bangkalan
dan Pamekasan,