• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Bahasa dan Sastra pada Era Ekono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potensi Bahasa dan Sastra pada Era Ekono"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Bahasa dan Sastra pada Era Ekonomi Kreatif: Mengubah Persepsi dan Membaca Peluang 1

Falantino Eryk Latupapua2

Abstrak: Wacana rekonstruksi fungsi dan peran bahasa dan sastra dalam era ekonomi kreatif telah menjadi wacana yang cukup mengemuka. Betapa tidak sifat dulce et utile yang telah lama dikenal sebagai sifat dasar yang melahirkan fungsi-fungsi yang relevan seharusnya telah menempatkan bahasa dan sastra sebagai salah satu anasir utama dalam pengembangan ekonomi kreatif. Sebagai alu-aluan, dunia sastra seharusnya sejak lama telah sampai pada ranah aplikatif yang berhulu pada teori-teori dan konsep-konsep hakiki yang oleh sebagian orang justru menempatkan sastra pada semacam’menara gading’ yang akhirnya membentuk persepsi umum tentang sastra sebagai produk bahasa yang eksklusif dan sulit untuk didekati. Pada kenyataannya, telah terjadi pemisahan antara sastra serius dan sastra populer yang membentuk dua kutub dengan sifat dan tujuan yang amat senjang. Relasi yang demikian kiranya dapat dihubungkan dengan kenyataan bahwa dalam pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan, banyak persepsi dan miskonsepsi terhadap bahasa dan sastra yang perlu diubah, demi penyadaran masif tentang peran bahasa dan sastra dalam rangka pembangunan masyarakat yang kreatif menuju sejahtera. Makalah ini merupakan sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat merekonstruksi pandangan pembaca tentang pentingnya sastra, baik sebagai bidang kajian,sebagai sains, maupun sebagai wilayah apresiatif, agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan menyediakan ruang-ruang makna yang terbuka dan selalu terbarukan. Dengan demikian, makalah ini sesungguhnya akan menjadi pemancing bagi studi-studi yang lebih luas dan komprehensif menyangkut relasi sastra dengan ekonomi kreatif dan potensi pengembangannya dalam perspektif kewirausahaan dan pendidikan yang berorientasi pada ranah praktikal dan kekaryaan.

Kata Kunci: bahasa dan sastra, persepsi, peluang, ekonomi kreatif, kewirausahaan.

1

(2)

Alu-Aluan: Mengubah Persepsi

Secara empiris dalam masyarakat kapitalistik, profesi yang dianggap tepat dan sesuai serta layak menjadi pilihan adalah profesi yang menjanjikan keuntungan finansial dalam jangka waktu singkat, serta peningkatan status sosial yang serta-merta. Hal demikian menyebabkan profesi-profesi yang bukan arus utama, seperti: sastrawan, seniman pada berbagai kategori karya, dan berbagai profesi lainnya tidak terlalu diminati, terutama oleh generasi muda. Bahasa dan sastra, baik sebagai ilmu maupun sebagai seni, tidak terlalu menarik perhatian

generasi muda. Fakta tersebut dapat dibuktikan melalui pengamatan dan kajian-kajian terhadap minat siswa untuk belajar bahasa dan sastra, serta memilih bidang ilmu tersebut untuk ditekuni dan dipelajari secara mendalam.

Selain itu, sastra sering dianggap sebagai bidang ilmu yang terlalu kontemplatif; membutuhkan daya imajinasi dan kemampuan analitik yang kadang ambigu dan subjektif sehingga tidak banyak orang yang tertarik menggeluti sastra, baik sebagai sastrawan, penulis, peneliti, dan lain-lain. Di perguruan tinggi, sastra sering dianggap sebagai “menara gading” yang eksklusif tapi berjarak dan sulit dijangkau. Namun, sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa di sekolah-sekolah di Indonesia terjadi semacam peminggiran terhadap sastra dan karya sastra. Siswa-siswi yang cerdas biasanya memilih menekuni bidang-bidang ilmu sosial dan eksakta, tentu dengan jaminan mendapatkan pekerjaan yang menawarkan upah dan peningkatan status sosial yang signifikan.

Selanjutnya, pemisahan yang tegas yang dilakukan oleh sebagian sastrawan, kritikus, ahli sastra, dan pegiat sastra lainnya, terhadap sastra serius dan sastra populer melahirkan persoalan tersendiri. Dikotomi tersebut menyebabkan sastra populer cenderung dianggap sebagai sastra arus bawah, sedangkan sastra serius dianggap sebagai arus utama. Hal tersebut lalu

menyebabkan pembelajaran sastra yang cenderung mengacu pada karya sastra serius atau sastra kanon sering tidak memberikan ruang bagi karya-karya populer.

(3)

Swastika, dkk (2010) ditemukan lima permasalahan yang umumnya dihadapi guru. Permasalahan pertama yaitu pembelajaran monoton dan sangat membosankan karena hanya berpusat pada guru. Permasalahan kedua adalah kemampuan membaca, mengapresiasi karya sastra, dan minat belajar siswa terhadap sastra masih rendah. Permasalahan ketiga adalah guru belum menerapkan model-model pembelajaran yang bervariatif sesuai tuntutan kurikulum. Guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Permasalahan kelima adalah media untuk pembelajaran sastra kurang bervariasi

dan hanya berkisar pada buku teks3.

Meskipun demikian, kesenjangan antara proses dan hasil dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah bukanlah penyebab utama. Berbagai rilis kajian dan penelitian menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia merupakan salah satu yang terendah di dunia4. Hal ini mengimplikasikan bahwa membaca belum menjadi budaya sebagian besar orang Indonesia. Selain itu, kita dapat melihat dengan jelas hubungan antara sekian faktor yang telah dijelaskan di atas dengan satu kesimpulan utama: minat baca belum dipupuk sedari dini. Pada sisi inilah, kita bisa menyepakati bahwa rendahnya minat baca tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dalam keluarga-keluarga di Indonesia yang kurang memberi dukungan terhadap anak untuk mencintai bahan bacaan sedari dini. Fakta ini tidak hanya menjadi pelik di Indonesia tetapi juga di negara-negara besar, seperti Australia dan Amerika Serikat.5

Semua fakta memprihatinkan yang telah dipaparkan di atas secara jelas menunjukkan kepada kita bahwa situasi pembelajaran dan minat baca seperti itu berdampak buruk dalam jangka panjang terhadap generasi muda. Orang-orang muda yang tidak membaca berarti akan terasing dari dinamika ilmu pengetahuan. Meskipun perkembangan media massa sangat pesan dan menawarkan kemudahan

3

Swastika, Ika A. A. , dkk. 2011. “Tren Pembelajaran Sastra: Telaah Model Pembelajaran dalam Penelitian Mahasiswa Universitas Negeri Malang Tahun 1990-2010.” Dimuat dalam Jurnal Online UM: http://jurnal-online.um.ac.id.

4

http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131

(4)

akses informasi, membaca masih menjadi salah satu aktivitas yang paling vital dalam rangka membentuk daya nalar melalui akumulasi pengetahuan, termasuk memeperkenalkan seseorang kepada luasnya dunia pengetahan tersebut. Di samping itu, secara asumtif, rendahnya minat baca menyebabkan munculnyan berbagai perilaku ilmiah yang menyimpang seperti plagiarism, pencontekan, dan lain-lain. Rendahnya keterampilan membaca membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga

memperlihatkan bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.6

Demikianlah, hubungan antara minat baca, kesenjangan implementasi pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah menyebabkan sastra tidak berkembang sebagimana seharusnya. Guru sering kehilangan kesempatan untuk mengenali dan memberikan ruang bagi optimalisasi bakat dan potensi anak dalam bidang sastra. Anak didik sering kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dirinya. Secara keseluruhan, tidak terbangun keseimbangan antara hard skills dan soft skills seperti yang seharusnya terjadi dalam suatu pembelajaran holistik yang memanusiakan.

Era Ekraf dan Kewirausahaan

Konsep ekonomi kreatif dan kewirausahaan sama sekali bukan konsep yang baru muncul belakangan ini. Istilah ini mulai dicetuskan pada tahun 2001 dari paparan John Kowkins. Ia menjelaskan bahwa, ekonomi kreatif adalah “the

transactions of creative products that have an economic good or service that results from creativity and has economic value”7

(hal. 8). Jadi, ekonomi kreratif adalah suatu proses menghasilkan nilai guna ekonomi melalui pemikiran dan ide,

sehingga menghasilkan terobosan baru.

6 Wiedarti, dkk. 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 7

(5)

Lebih lanjut, ia menjelaskan tentang perubahan ekonomi global yang

memunculkan tren baru pendaftaran hak paten, yang memungkinkan setiap orang

dilindungi hak-haknya atas kekayaan pikiran atau intelektualnya. Konsep ini

kemudian menjadi populer karena mampu memberikan peningkatan kontribusinya

dalam perkembangan ekonomi pada suatu negara.

Indonesia juga mengaplikasikan konsep ini dalam upaya untuk

meningkatkan dunia industri kecil menengah. Ekonomi kreatif memberi sumbangan besar bagi perekonomian di Indonesia. Sebagai gambaran, Menurut

data BPS, tahun 2013 sektor ekonomi kreatif menyumbang 7,8% dari PDB Indonesia dengan nilai 614,8 triliun, dengan akumulasi pertumbuhan 5,76% per tahun. Pada tahun yang sama, sektor ini berhasil menggerakkan 5,4 juta unit usaha yang menyerap 11,8 juta tenaga kerja.8

Ekonomi kreatif erat kaitannya dengan kewirausahaan atau entrepreneurship. Dalam bahasa Inggris wirausaha adalah entrepreneur, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Cantillon, seorang ekonom Prancis.

Menurutnya, entrepreneur adalah “agent who buys means of production at

certain prices in order to combine them”. Dalam waktu yang tidak terlalu lama,

ekonom Perancis lainnya- Jean Baptista Say menambahkan definisi Cantillon

dengan konsep entrepreneur sebagai pemimpin9. Jadi, wirausahawan dalam

konteks ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai orang yang mampu

mengubah ide dan pikiran kreatif menjadi sesuatu barang atau jasa dengan nilai

ekonomis tertentu.

Membaca Peluang

Pada era sekarang, industrialisasi media massa merupakan peluang emas dan potensi ekonomi yang amat besar. Proses digitalisasi yang semakin massif

memberikan ruang yang sangat lapang bagi kreativitas, sama lapangnya dengan

8

Sumber data: https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02/090750007, diakses tanggal 28 September 2016.

9

(6)

penghargaan secara ekonomis terhadap kreativitas tersebut. Oleh karena itu, bidang-bidang industri kreatif secara serta-merta menjadi bidang yang sangat diminati karena menawarkan kapital yang melimpah. Bidang-bidang yang terkait dengan itu, antara lain: pertelevisian, periklanan, musik populer, fesyen, sastra, cendera mata, desain, dan lain-lain.

Dinamika industri kreatif yang sangat menggejala tidak dapat kita pisahkan dari peran sentral bahasa sebagai garbah komunikasi. Bahasa menjadi media untuk menyampaikan pikiran dan gagasan manusia yang kadang amat luas

dan tanpa batas, sehingga dengan sendirinya kreativitas menjadi tidak statis. Oleh karena itu, peluang bahasa dan produk-produk kebahasaan, termasuk sastra tentunya, untuk menjadi dimensi sentral dalam era ekonomi kreatif dan kewirausahaan menjadi sangat besar dan tanpa batas. Kita tentu mengenal penulis-penulis yang menjadi besar dan mapan dengan mengoptimalkan daya imajinasi seperti J. K. Rowling (Harry Potter), Anne Ahira, Tere Liye, bahkan sastrawan besar sekelas Rendra dan Pramoedya Ananta Toer. Mereka ini adalah orang-orang yang secara konsisten memberdayakan imajinasi dan kemampuan mengonstruksikan pikiran secara luas sehingga menghasilkan karya-karya yang populer, meskipun secara ideologis beberapa mereka tidak memaksudkan karya-karya tersebut sebagai karya-karya populer.

Pada sisi yang lain, era posmodernisme bahkan hipermodernisme menuntun masyarakat dunia pada pengagungan terhadap narasi-narasi kecil, keunikan, sesuatu yang liyan dan “tidak biasa”. Karena itu, produk-produk industri berhasil di pasaran adalah yang unik, eksklusif, dan amat personal dapat didorong untuk menjelajahi ruang-ruang baru yang menjadi tanpa batas. Narasi faktual dengan tema yang biasa atau yang sangat umum kemudian dapat diubah melalui kemampuan jelajah imajinatif seorang penulis menjadi rentetan narasi

yang personal namun memukau dan filosofis. Madre kaya Dewi Lestari atau Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara adalah dua dari sekian banyak narasi memukau tersebut.

(7)

spontanitas. Satu “kicauan” dalam satu kalimat di ruang-ruang media sosial dapat menjadi narasi yang menegaskan posisi sekaligus memiliki kemungkinan untuk memengaruhi banyak orang. Pada sisi inilah, orang-orang dengan kemampuan membaca peluang ekonomi secara kreatif dapat meneguhkan posisinya sebagai wirausahawan dengan memanfaatkan ruang-ruang yang terbuka lebar pada media sosial tersebut. Kalimat-kalimat yang unik, berkarakter budaya, unik, dan personal dapat dimanfaatkan sebagai kontinum material suatu produk berbasis ekonomi kreatif. Demikian pula dengan narasi-narasi sastra yang bersifat unik, personal,

dan berangkat dari lokalitas dapat digunakan pula. Berikut ini adalah beberapa contoh yang tersebar luas di media sosial Facebook dan Path:

Sumber: Facebook #kapalabaterek

Ketiga gambar di atas adalah contoh pemanfaatan media sosial untuk mengekspresikan bahasa dan menarasikan pikiran dalam nuansa lokal, spontan, akrab, dan unik. Jikalau ekspresi-ekspresi lokal dan spontan seperti ini kemudian dijadikan sebagai material dasar untuk berbagai produk berbasis ekonomi kreatif maka kita akan mendapatkan produk-produk serupa Dagadu di Yogyakarta, Dadung di Bali, namun dengan nuansa lokal Maluku. Konsepnya tidak sama sekali baru tetapi yang muncul adalah model untuk merayakan kemajemukan, keunikan budaya, serta spontanitas yang tanpa batas.

(8)

(dan sastra). Profesi-profesi seperti pewara, pencipta lagu, penulis script/ skenario, artis, wartawan, dan lain-lain, menjadi profesi yang dianggap bergengsi dan menawarkan kesempatan serta kapital yang cukup melimpah. Tokoh-tokoh seperti Andi F. Noya, Melly Goeslaw, Hanung Bramantyo, Leila S. Chudori, dan lain sebagainya, adalah sebagian yang dapat disebutkan sebagai contohnya.

Dengan demikian, kita dapat membangun asumsi bahwa di masa depan, bidang ekonomi kreatif dalam bidang bahasa dan sastra (atau komunikasi dan informasi pada umumnya) akan menjadi salah satu dari sedikit bidang sasaran

pengembangan ekonomi kreatif yang benar-benar luas dan tanpa batas. Hal demikian akan tercapai hanya apabila kita mampu mengubah persepsi yang telanjur terkonstruksi dalam pikiran kolektif, yang menyebabkan bidang-bidang tersebut kurang mendapat penguatan sejak dari dasar, yakni melalui pendidikan keluarga dan sekolah.

Penutup: Langkah dan Upaya

Berdasarkan uraian-uraian di atas, ada beberapa hal ringkas yang dapat dikemukakan sebagai semacam solusi bagi persoalan persepsi terhadap bahasa dan sastra, antara lain:

1) sekolah-sekolah perlu memperbarui pendekatan yang dilakukan terkait dengan strategi pembelajaran bahasa dan sastra yang lebih ramah terhadap minat dan bakat anak. Hal itu berarti, pembelajaran bahasa dan sastra tidak semata-mata memperkenalkan teori-teori, genre, maupun analisis teks saja, tetapi juga mengarah pada penyediaan ruang-ruang apresiatif; memadankan bahasa dan sastra dengan keterampilan berbahasa. Guru bahasa dan sastra perlu lebih kreatif dalam menyusun dan menyediakan bahan ajar; menganekaragamkan sumber belajar, metode, dan model pembelajaran;

(9)

3) para pemangku kebijakan yang terkait dengan penyediaan kurikulum perlu merancang kurikulum bermuatan kewirausahaan (entrepeneurship), sehingga siswa menjadi kreatif merancang arah masa depannya dengan menciptakan lapangan kerja, membiasakan untuk mengembangkan ide berdasarkan kreativitas sendiri;

4) menyediakan lingkungan yang ramah terhadap minat baca anak. Orang tua harus membiasakan anak membaca sejak dini, pihak sekolah harus konsisten menyediakan ruang dan waktu untuk anak membaca dan memotivasi diri sendiri

untuk mencintai buku-buku; mengoptimalkan Gerakan Literasi Sekolah.;10

10

Referensi

Dokumen terkait

Pringadi, B., (1992), Pengaruh Debu Semen Terhadap Penurunan FEV1.0 pada Masyarakat Yang Tinggal di Sekitar Pabrik Indocement Tunggal Prakarsa , Tugas Akhir Program Sarjana,

Ketika suatu transaksi yang akhirnya commit setelah menunggu untuk beberapa lama, hal ini akan menyebabkan transaksi-transaksi yang konflik dan memiliki prioritas yang lebih

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan

Indikator-indikator untuk tujuan kemampuan perilaku di atas, dapat membantu kita dalam memetakan strategi yang tepat dan sesuai dengan tuntutan model. Penentuan

Gerak zat dalam tanah menyebar dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah atau dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan

Penelitian tindakan kelas mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: (1) an inquiry of practice from within (penelitian berawal dari permasalahan praktis yang dialami

Variasi berat basah kangkung air terhadap Pb Pada penelitian fitoremediasi limbah yang mengandung logam berat timbal (Pb) ini menggunakan variasi berat basah tumbuhan dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan simultan motivasi, disiplin kerja, dan kompensasi terhadap produktivitas kerja