PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang cukup mendasar.
Terpenuhinya kebutuhan pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal
yang sangat penting dalam pembangunan manusia seutuhnya. Dalam
pembangunan nasional, sektor pertanian pangan menempati prioritas penting.
Keadaan ini tercermin dari berbagai bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah
disektor pangan terutama beras, seperti intervensi pengembangan teknologi
pangan, ketahanan pangan maupun kebijaksanaan harga. Intervensi tersebut
ditujukan ntuk memecahkan masalah pangan nasional, yaitu penyediaan pangan
yang tidak merata di seluruh tanah air serta jangkauannya daya beli masyarakat
(Amang, 1993).
Ketahanan pangan merupakan suatu wujud dimana masyarakat
mempunyai pangan yang cukup di tingkat wilayah dan juga rumah tangga, serta
mampu mengakses pangan dengan cukup untuk anggota keluarganya, sehingga
mereka dapat hidup sehat dan kerja produktif. Penyediaan pangan, terutama beras
dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau tetap menjadi prioritas utama
pembangunan nasional. Selain merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95%
rakyat Indonesia, padi juga telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 juta
rumah tangga petani di pedesaan (Badan Ketahanan Pangan, 2012)
Dalam periode 1970-1990 laju pertumbuhan produksi padi cukup tajam,
tahun kemudian menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Dalam periode
1997-2000 produksi padi kembali meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata
1,67% per tahun, terutama karena bertambahnya areal panen. Pada tahun 2007,
produksi padi meningkat sebesar 4,96% dibandingkan dengan tahun 2006
sedangkan pada tahun 2008, menurut angka ramalan BPS (Badan Pusat Statistik)
produksi padi nasional mencapai 60,28 juta ton gabah kering giling, meningkat
5,46% dibanding tahun 2007. Pencapaian ini telah mengantar Indonesia kembali
meraih swasembada beras (Badan Ketahanan Pangan, 2012).
Data tiga tahun terakhir produksi beras di kota Medan mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi beras
pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing – masing sekitar 11.451,70 ton,
10.035 ton, 9.935,2 ton. Sementara dapat kita lihat jumlah penduduk meningkat
pada tahun 2009 tetapi mengalami penurunan kembali pada tahun 2010.
Penurunan yang dialami tidak terlalu signifikan tetapi kebutuhan beras yang
diperlukan terlihat meningkat drastis. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Data Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Kota Medan
Uraian
Tahun
2008 2009 2010
Beras
Jumlah penduduk (jiwa) 2.120.436,00
Surplus/minus (ton) -230.426,43 -274.46084 -317.180,35 Tingkat swasembada (%) 4,73 3,53 3,03
(Badan Ketahanan Pangan, 2012)
Menurut Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam
sehari-hari mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber
oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh
jenis komoditas lain. Beras menjadi pangan pokok utama tidak hanya karena
tingkat konsumsinya yang tinggi tetapi juga sumbangannya terhadap pemenuhan
kebutuhan gizi.
Tabel 2. Konsumsi Pangan Sumatera Utara.
Kelompok Pangan
Konsumsi pada kelompok pangan di Sumatera Utara ialah pada kelompok
padi-padian yakni komoditi beras. Dengan tingkat konsumsi pada tahun 2008
ialah 312,52 gram/kap/hari, pada tahun 2009 ialah 298,74 gram/kap/hari,
sedangkan pada tahun 2010 ialah 297,15 gram/kap/tahun.
Salah satu bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat
adalah beras. Dari aspek komsumsi, pemahaman bahwa konsumsi beras
merupakan indikator masyarakat maju menyebabkan perubahan kebiasaan dan
ketergantungan konsumsi pangan pada beras. Bahkan perubahan kebiasan yang
dipaksakan dan pokok nonberas ke beras menyebabkan ketergantungan terhadap
pangan semakin besar. Keadaan menjadi lebih sulit dengan kebutuhan beras yang
tidak didukung oleh kemampuan daerah dalam menyediakan konsumsi pangannya
(Sudomoningrat, 2001).
Pembentukan pola konsumsi beras pada rumah tangga dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan
pengaruh yang berasal dari rumah tangga yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah
pengaruh yang berasal dari luar lingkungan rumah tangga, yaitu harga beras.
Apabila harga beras mengalami peningkatan, perubahan pola konsumsi beras
rumah tangga dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang
membentuk pola konsumsi beras (Sudomoningrat, 2001).
Permintaan beras yang cukup tinggi tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah
sehingga terjadi kelangkaan beras di pasar. Dan pada akhirnya harga beras
menjadi tinggi karena permintaan akan beras tidak dapat dipenuhi oleh persediaan
beras nasional. Sehingga ketersediaan beras perlu dijaga dengan baik karena
masyarakat sangat sensitif terhadap isu mengenai beras dan hal ini terkait erat
dengan harga. Untuk rumah tangga dengan pendapatan yang tetap, kenaikan
harga beras tentu saja akan berdampak negatif terhadap pola konsumsinya
sehingga mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pada (Lastry, 2006).
Harga-harga komoditas pertanian memegang peranan penting baik secara
ekonomi maupun politik karena mempunyai pengaruh yang besar bagi pendapatan
petani dan kesejahteraan konsumen. Telah banyak upaya dilakukan pemerintah
dalam meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus memperbaiki tingkat
kesejahteraan petani melalui berbagai macam program intensifikasi dan
ekstensifikasi, namun berdasarkan pengalaman selama ini, bagaimanapun
bagusnya konsep-konsep yang mendasari semua program tersebut, selama harga
jual yang diterima petani tidak turut diperbaiki oleh pemerintah, usaha-usaha
pemerintah tersebut tidak akan membawa hasil yang optimal (Tambunan, 2003).
Rangsangan ekonomi dalam bentuk tingkat harga yang menguntungkan
merupakan faktor paling penting bagi petani untuk meningkatkan produksinya,
akhirnya akan merasa tidak ada untungnya memperluas lahan garapan,
menerapkan teknologi baru dan menggunakan pupuk berkualitas baik apabila
semua hal tersebut tidak menambah penghasilan netonya (Tambunan, 2003).
Untuk memberikan jaminan pada para petani bahwa hasil produksinya
akan dibeli pada harga yang ditetapkan pemerintah atau perusahaan yang telah
ditunjuk, pemerintah mengeluarkan kebijakan harga dasar gabah dan beras
(floor price). Kebijakan ini juga berfungsi sebagai insentif bagi petani untuk
meningkatkan produksi (Tambunan, 2003).
Untuk melindungi konsumen, pemerintah (Bulog) menetapkan harga
eceran tertinggi lokal. Untuk memenuhi permintaan pada suatu saat dan pada
suatu tempat, Bulog melakukan penyebaran persediaan di seluruh Indonesia.
Orientasi Bulog dalam distribusi pangan adalah harga, sesuai dengan tugas pokok
Bulog untuk menstabilkan harga. Penyediaan persediaan pangan oleh Bulog
memiliki tujuan yaitu menjaga variasi harga antar musim dan antar tempat
(Amang dan Sawit, 1999).
Rata - Rata 6570.5 6315.167 7233.75 7369.167 8520 8555 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Jenis beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat di Kota Medan
ialah Ramos dan IR 64 dengan harga yang semakin meningkat. Pada tahun 2009
harga beras jenis Ramos mempunyai rata-rata harga Rp. 6.570,5 sedangkan beras
jenis IR 64 mempunyai rata-rata harga Rp.6.315,167. Pada tahun 2010 harga
beras pada jenis beras Ramos mempunyai rata-rata harga Rp. 7.233,75 sedangkan
beras jenis IR 64 mempunyai rata-rata harga Rp.7.369,167. Pada tahun 2011
harga beras jenis Ramos mempunyai rata-rata harga Rp. 8.520 sedangkan beras
jenis IR 64 mempunyai rata-rata harga Rp.8.555.
Tabel 4. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Deli Serdang.
Bulan
Rata 6238.333 7681.25 6784.1667 7642.5 8278,47 9510,83 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Di Kabupaten Deli Serdang ada 2 (dua) jenis beras yang paling sering
dikonsumsi masyarakat yakni jenis beras IR 64 dan Ramos . Setiap bulan harga
beras kedua jenis ini pun berbeda sesuai dengan cuaca dan produktifitas padi
Rp. 6.238, sedangkan jenis beras Ramos adalah Rp. 7.681,25. Pada tahun 2010
harga rata-rata beras jenis IR 64 ialah Rp. 6.784,16, sedangkan jenis beras Ramos
adalah Rp. 7.642,5. Pada tahun 2011 harga rata-rata beras jenis IR 64 ialah Rp.
8.278,47 sedangkan jenis beras Ramos adalah Rp. 9.510,83.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk di Kota Medan dan di Kabupaten
Deli Serdang mengakibatkan permintaan beras semakin meningkat pula, sehingga
harga beras semakin meningkat. Meningkatnya harga beras menyebabkan
turunnya daya beli masyarakat, penurunan daya beli dapat menyebabkan
menurunnya tingkat konsumsi dari sisi kuantitas dan atau kualitas khususnya bagi
kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah.
Meningkatnya harga mempengaruhi sikap ibu rumah tangga. Sikap
merupakan jumlah keseluruhan kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan
prasangka, ide-ide, rasa takut, ancaman, dan keyakinan terhadap sesuatu hal yang
khusus. Sikap dapat dinyatakan kembali dalam setiap cara berikut ini. Sikap
adalah :
1. Pengaruh atau penolakan,
2. Penilaian,
3. Suka atau tidak suka,
4. Kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek
(Daniel, 2002).
Rumah tangga dalam penelitian ini ialah semua rumah tangga masyarakat
baik rumah tangga petani maupun rumah tangga nonpetani. Ketahanan
masyarakat bahwa setiap rumah tangga dapat mengkonsumsi pangan secara
ketersediaan 2.500 kalori. Standar kecukupan pangan dinyatakan dalam satuan
kalori dan protein (akan terus direvisi standarnya) sedangkan pola pangan harapan
merupakan kombinasi konsumsi (kalau dinilai dari skor 100 berarti sudah cukup
beragam dalam konsumsi) bahan-bahan sumber karbohidrat, protein, vitamin,
mineral (Soemarno, 2010).
Identifikasi masalah
Setelah dilihat dari uraian pada latar belakang maka dapat disimpulkan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sikap ibu rumah tangga terhadap kenaikan harga beras
di daerah perkotaan dan perdesaan terhadap kenaikan harga beras?
2. Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga (umur,
tingkat pendidikan, total pendapatan keluarga, jumlah tanggungan
keluarga, dan luas lahan) terhadap konsumsi beras baik di perkotaan
ataupun perdesaan?.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis sikap ibu rumah tangga terhadap kenaikan harga
beras di daerah perkotaan dan perdesaan terhadap kenaikan harga beras.
2. Untuk menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga
(umur, tingkat pendidikan, total pendapatan keluarga, jumlah tanggungan
keluarga, dan luas lahan) terhadap konsumsi beras baik di perkotaan
Kegunaan Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan di kemudian hari dapat dipergunakan sebagai:
1. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
Petanian Universitas Sumatera Utara.
2. Menjadi bahan informasi dalam bentuk penelitian kepada pihak-pihak