• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan bagian yang fundamental dari suatu kegiatan manajemen sehingga suatu kegiatan organisasi tidak akan berfaedah jika anggota yang ada dalam organisasi tersebut tidak berhasrat untuk menyumbangkan usaha guna memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya (Zainun,1998). Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia (Swanburg, 2000). Motivasi juga merupakan suatu energi yang mendorong seseorang untuk bangkit menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Mills (1998 dalam Marquis & Huston, 2003), yang menyatakan bahwa motivasi merupakan tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan prilaku.

(2)

2.1.2. Teori Motivasi

Secara umum teori motivasi diklasifikasikan menjadi teori isi dan teori proses (Swanburg, 2000:283, Ivancevich, Konopaske, Matterson, 2006:148). Teori isi mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.Sedangkan teori proses dari motivasi berkenaan dengan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipelihara, dan diberhentikan.

2.1.2.1. Teori Isi Motivasi

Termasuk dalam teori ini adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow, Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldrersfer,Teori Dua Faktor dari Herzberg danTeori Kebutuhan dari McClelland (Lambrou, et al, 2010). 2.1.2.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan( Maslow)

Dasar teori ini adalah manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai keinginan.Manusia dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Bila kebutuhan tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku manusia tersebut. Namun bila sudah terpenuhi, maka kebutuhan tidak lagi menjadi motivator. Berry (1998) menyatakan bahwa kebutuhan tersebut disusun dari kebutuhan yang paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi yaitu; kebutuhan biologis dan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan kebersamaan, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

(3)

terkait dengan tingkat job enrichment. Para perawat yang menempati tingkat ‘struktural’ pekerjaan yang tinggi melaporkan kepuasan kerja dan motivasi tinggi. 2.1.2.1.2. Teori Motivasi ERG ( Aldersfer )

Teori ini berusaha untuk mengatasi kekurangan dalam teori Maslow dengan menyelaraskan hirarki kebutuhan melalui penelitian empiris. Menurut Alderfer, manusia termotivasi oleh tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Keberadaan (Existence), kekerabatan (Relatedness) dan kebutuhan Pertumbuhan (Growth).

Kebutuhan eksistensi termasuk kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk menunjukkan keberadaannya, yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan. Kebutuhan kekerabatan mengacu pada keinginan manusia untuk mempertahankan pentingnya hubungan interpersonal. Ini adalah. Kelompok terakhir kebutuhan adalah kebutuhan pertumbuhan, yang mewakili manusia keinginan untuk pengembangan pribadi, pemenuhan diri dan aktualisasi diri (Arnolds and Boshoff, 2002).

2.1.2.1.3. Teori Motivasi Dua Faktor atau Motivation and Hygiene Theory

(Herzberg )

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

(4)

karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins, 2002). Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

a. Faktor Ekstrinsik

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

b. Faktor Intrinsik

(5)

berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.

Inti dari teori ini adalah untuk mengadakan perbedaan antara aspek instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan. Herzberg merujuk faktor intrinsik sebagai suatu konten atau hal yang memotivasi, yaitu: prestasi kerja, pengembangan diri dan peluang maju, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik merujuk pada pemeliharaan seperti kondisi kerja, supervisi yang menyenangkan, gaji, status, hubungan yang baik (Maidani, 1991).

2.1.2.1.3.1. Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994, dalam Inayah, 2005) sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

(6)

perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

(7)

tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Sondang, 2002).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

(8)

Untuk meningkatkan motivasi kerja perawat, bidang keperawatan bisa melakukan peningkatan iklim kerja, melakukan supervisi yang baik dan menyenangkan, kompensasi bagi perawat, jenjang karir yang jelas serta hubungan kerja yang baik. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara motivasi kerja ekstrinsik dan intrinsik dengan prestasi kerja, produktifitas dan kinerja perawat (Maidani, 1991: Supratman, 2000: Misparsih, 2001: Suyanto, 2001: Siahaan, 2003)

2.1.2.1.4. Teori Kebutuhan (McClelland)

Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan pencapaian (need for achievement, n ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliations, n aff) dan kebutuhan akan kekuasaan ( need for power, n pow) ( Ivancevich et al, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian faktor deskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapaian, yaitu: 1. Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan masalah, 2. Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cenderung mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 3. Menginginkan umpan balik atas kinerja.

(9)

memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif pada orang yang berfokus pada dominasi dan kepatuhan atau menjadi positif karena merefleksikan perilaku persuasif dan inspirasional.

2.1.2.2. Teori Proses Motivasi

Teori proses dari motivasi berkenaan dengan menjawab pertanyaan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipeliharan dan dihentikan (Ivancevich, et al, 2007). Teori ini merupakan proses sebab akibat dari bekerja seseorang (Berry, 1998)

2.1.2.2.1. Teori Ekspektansi ( Vroom)

Teori ini merupakan suatu teori motivasi yang menyatakan bahwa karyawan lebih mungkin termotivasi ketika mereka mempersepsikan usaha mereka akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan pada akhirnya, menghasilkan penghargaan dan hasil yang diinginkan (Ivancevich, et al, 2007).

(10)

2.1.2.2.2. Teori Keadilan ( Adam)

Teori keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai seberapa adil mereka diperlakuakan dalam transaksi sosial ditempat kerja dapat mempengaruhi motivasi mereka. Inti keadilan adalah bahwa karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara sama di tempat kerja.

Empat istilah penting dalam teori ini adalah:

1. Orang (person). Individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan dipersepsikan.

2. Perbandingan dengan orang lain (comparison other). Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi berkenaan dengan rasio input dan hasil.

3. Input. Karakteristik individu yang dibawa ketempat kerja. 4. Hasil. Apa yang diterima seseorang dari pekerjaan.

Keadilan muncul ketika karyawan mempersepsikan bahwa rasio dari input mereka terhadap hasil mereka sama dengan rasio kepada karyawan yang lain. Ketidakadilan muncul ketika rasio tersebut tidak sama.

2.1.3. Tehnik Memotivasi

Wahjosumidjo ( 1994 dalam Inayah, 2005 ) menyebutkan ada 5 macam teknik memotivasi yang dapat digunakan, yaitu

(11)

ancaman, perintah apa yang harus dilakukan, tidak pernah bosan mengingatkan aturan, dan sesedikit mungkin memberikan kebebasan pada bawahan.

2. Pendekatan sikap baik ( to be good approach), dapat dilakukan dengan menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan cara memberikan kondisi kerja relatif bebas dan pengawasan yang bersahabat. Teknik ini biasanya dapat membuat bawahan memiliki kepuasan dan dapat meningkatkan semangat kerja.

3. Pendekatan transakasi, melalui kesepakatan antara atasan dan bawahan terhadap hasil kerja yang harus dicapai dengan imbalan yang diberikan oleh atasan.

4. Pendekatan kompetisi, dengan cara menciptakan persaingan antar anggota/bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan imbalan kenaikan gaji atau promosi kepada mereka yang bekerja sangat baik.

5. Pendekatan Internalisasi, teknik ini dilakukan melalui rekayasa lingkungan agar motivasi muncul dari dalam diri tanpa perasaan tertekan. Misalnya, melalui perubahan pada situasi pekerjaan itu sendiri dengan memperluas tanggung jawab (job enlargement), atau dengan melakukan rotasi jabatan/pekerjaan. Cara lain termasuk pendekatan internalisasi adalah dengan mengembangkan suasana kerja yang bersahabat dan rasa kebersamaan, serta gaya kepemimpinan yang adaptif mempertimbangkan tingkat kematangan bawahan dan situasi tugas.

(12)

2.2.1.Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis.Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong.Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Sedangkan menurut Hasibuan (1994), beban kerja adalah upaya merinci komponen komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu.

2.2.2. Komponen-komponen Beban Kerja perawat

Gillies (1994) menyebutkan bahwa beban kerja memiliki beberapa komponen, yaitu; intensitas tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan pasien, jumlah pasien yang dirawat pada suatu unit untuk setiap hari/ bulan/ tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien diunit, rata-rata hari perawatan pasien, rerata waktu yang dibutuhkan untuk pemberian tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung.

2.2.2.1. Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung

(13)

mengkaji riwayat kesehatan pasien, pendidikan kesehatan, penjelasan tentang prosedur tindakan/ operasi/pengobatan, mengatasi kecemasan pasien, penjelasan perkembangan kondisi pasien, pelaksanaan program orientasi/ peraturan rs dan perawatan dirumah. b) pemeriksaan/ control pasien, meliputi pemeriksaan fisik pasien baru, observasi kondisi pasien melalui ronde ruangan, memeriksa pasien bila ada keluhan, mengontrol tetesan infus dan keseimbangan cairan, c) mengukur tanda-tanda vital. d)tindakan dan prosedur keperawatan/pengobatan. e) nutrisi dan eliminasi, f) kebersihan pasien, g) mobilisasi dan transfortasi, h) serah terima pasien, i) pengambilan darah, urin, feses, pus untuk pemeriksaan laboratorium.

(14)

dengan apotek, mengirim/ menerima berita pasien melalui telefon dan membaca status pasien

Kegiatan lain yang dikatakan kegiatan non keperawatan adalah kegiatan pribadi perawat seperti makan , menonton TV, mengobrol, baca koran, minum serta kebersihan diri dan kegiatan kegiatan lain yang tidak produktif.

2.2.2.2.Jumlah pasien yang dirawat perhari/ perminggu/perbulan.

Menurut Ilyas (1999), jumlah pasien yang dirawat dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas akan menentukan besarnya beban kerja perawat untuk melayani pasien. Beban kerja tersebut dapat dihitung yaitu waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan perawat untuk sejumlah pelayanan. 2.2.2.3. Tingkat ketergantungan pasien

Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien dalam suatu ruangan akan mempengaruhi beban kerja perawat. Swanburg (1999), mengklasifikasikan tingkat ketergantungan pasien kedalam lima katagori keperawatan yaitu:

2.2.2.3.1. Katagori 1 : Perawatan Mandiri

a. aktivitas sehari hari: makan/minum dapat dilakukan sendiri atau dengan sedikit bantuan. Dapat melakukan eliminasi sendiri ke kamar mandi serta mengatur kenyamanan posisi tubuh. b. Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk check up,

bedah minor.

(15)

d. Pengobatan dan tindakan tidak ada atau sederhana. 2.2.2.3.2. Kategori 2 : Perawatan Minimal

a. aktivitas sehari hari; makan/ minum memerlukan bantuan dalam persiapan, masih bias makan sendiri, merapikan diri memerlukan sedikit bantuan. Eliminasi memrlukan bantuan untuk kekamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan. b. Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda

tanda vital.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan watu 10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi tetapi terkendali dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

2.2.2.3.3. Kategori 3 : Perawatan Moderat

a. aktivitas sehari hari; makan/minum harus disuapi, masih dapat mengunyah serta menelantetapi tidak dapat merapikan diri sendiri. Eliminasi dibantu dengan urinal/pispot, suka mengompol. Kenyamanan posisi tubuh tergantung pada bantuan perawat.

(16)

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu 10-15 menit per shift. Gelisah menolak bantuan tetapi dapat dikendalikan dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

2.2.2.3.4. Kategori 4 : Perawatan Ekstensif

a. Aktivitas sehari-hari, makan/minum tidak bisa menelan atau mengunyah, memerlukan makan per sonde, merapikan diri semua dibantu, untuk kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu oleh dua orang.

b. Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan/darah, gangguan sistem pernafasan akut, perlu sering dipantau.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu lebih dari 30 menit per shift. Gelisah, agitasi, tidak terkendali dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu lebih dari 60 menit per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari satu jam.

2.2.2.3.5. Kategori 5 : Perawatan Total

(17)

melakukan tindakan keperawatan langsung pada pasien sesuai dengan tingkat ketergantungan.

2.2.3. Pengukuran Beban Kerja.

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui observasi langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan. Rowland (1980) menyatakan ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengukur pekerjaan perawat, yaitu.

2.2.3.1. Tehnik Time Study And Task Frequency;

Tehnik ini terdiri dari analisa aktifitas keperawatan yang spesifik dan bagian-bagian dari tugas. Hal ini dimulai dari kapan tugas dilaksanakan sampai kapan tugas selesai. Jumlah waktu yang digunakan untuk aktifitas keperawatan digambarkan dalam waktu rata-rata. Termasuk waktu yang digunakan untuk istirahan dan kegiatan pribadi lainnya.

Waktu rata-rata ditambah waktu istirahat dan kegiatan personal lainnya disebut waktu standar. Kegiatan diukur dengan cara mengalikan frekwensi kegiatan dengan waktu standar. Frekwensi dari tugas biasanya didapatkan dari check list laporan individu terkait tugas, keahlian dan tempat kerja.

2.2.3.2. Tehnik Work sampling of nurse activity

Tehnik ini merupakan variasi antara time study dan task freqwency. Gillies (1996) menyatakan bahwa metoda work sampling adalah metode dimana tugas perawat dikenali dan diberi patokan waktu, arus kerja dianalisa dan tugas kerja disusun dalam rangkaian untuk efisiensi. Frekwensi dan durasi masing masing tugas ditentukan.

(18)

apakah kegiatan perawat berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan non produktif. Selanjutnya beban kerja perawat dihubungkan dengan waktu dan jadwal kerja perawat.

Work sampling yang menjadi pokok pengamatan adalah kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat dalam melaksanakan tugas harian di ruang rawat. Menurut Ilyas (2004) dengan cara ini peneliti akan mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan mulai dari datang sampai pulangnya responden, namun tehnik ini memerlukan waktu dan biaya yang besar.

Tabel 2.1. Form work sampling

Pengamat : ..

Keperawatan langsung Keperawatan tidak langsung

2.2.3.3. Tehnik Daily Log

(19)

lakukan secara objektif atau mengatur waktunya secara akurat. Tehnik ini relatif sederhana dan murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir.

Tabel 2.2 Form Daily Log

Ruang :… Tanggal :….

Dinas pagi/Sore/malam

NO

WAKTU JENIS TINDAKAN

Tk.

2.2.3.4. Tehnik Continous Observation of Nurses Performing Activities

Pengamatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap setiap kegiatan perawat kemudian dicatat secara terperinci serta dihitung lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pelaksanaan tehnik ini sangat sulit karena kejelian dan kekuatan baik fisik maupun psikis dari pengamat.

2.2.3.5. Tehnik Self Reporting

Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan terlebih dahulu atau formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir tugas harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-pekerjan yang ditugaskan.

Pada penelitian ini data beban kerja dikumpulkan dengan menggunakan tehnik Daily Log, dengan pertimbangan tehnik ini lebih murah dan mudah untuk dilakukan.

(20)

a. Dinas pagi ; Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif =357 menit. Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

b. Dinas sore : Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit. Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

c. Dinas malam: Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit. Beban kerja : K1=510. K2= 1020. K3=1530. K4=2040.

Keterangan :

1. K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1 2. K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2 3. K3: kategori klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3 4. K4: kategori klien dengan perawatan ekstensif dan diberi bobot 4 5. Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan

penghitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (714 +1071)/2 = 892,5 unit

6. Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5 unit sama dengan dinas pagi karena jam dinasnya sama yaitu tujuh jam (420 menit)

7. Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10 jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (1020 + 1530)/2 =1275 unit.

2.3. KINERJA

(21)

Kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2004). Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja merupakan prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan kerja individu maupun kerja kelompok personil. Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi.

Deskripsi dari suatu kinerja menyangkut tiga komponen yaitu: 1) Tujuan, mengandung pengertian penentuan tujuan dari suatu organisasi merupakan suatu strategi untuk meningkatkan kinerja serta tujuan akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap anggotanya. 2) Ukuran, yang menentukan apakah personal telah mencapai kinerja yang diharapkan atau belum, 3) Penilaian, yang akan membandingkan standar kinerja baik kualitatif maupun kuantitatif untuk setiap tugas dan jabatan personal (Ilyas, 2004).

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Instrument evaluasi / penilaian kinerja yang efektif sangat penting untuk dimiliki oleh suatu organisasi pelayanan kesehatan. Proses evaluasi kinerja merupakan bagian penting dari upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2004).

(22)

yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Sedangkan menurut Pitoyo dan Kristiani (2000) kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (kemampuan, pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi) dan faktor-faktor ekstemal ( iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan, sistem kompensasi ) 2.3.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dan memberikan umpan balik untuk keseuaian tingkat kinerja (Ilyas, 2004). Melalui penilaian kinerja dapat diketahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan job description. Menurut Handoko (2001) manfaat penilaian kinerja adalah: 1)

Perbaikan prestasi kerja atau kinerja, 2) Penyesuaian kompensasi, 3) Keputusan-keputusan penempatan, 4) Perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, 5) Perencanaan dan pengembangan karier, 6) Mendeteksi penyimpangan proses staffing, 7) Melihat ketidak akuratan informasi.

(23)

Penilaian kinerja membuat bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat memotivasi gairah kerja, memindahkan secara vertical/horizontal, pemberhentian dan perbaikan mutu karyawan sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam penetapan kebijakan program kepegawaian selanjutnya (Hasibuan,2005). Sedangkan menurut Aditama (2003), penilaian kinerja bermanfaat untuk menentukan pemberian penghargaan, kenaikan jabatan, urutan dalam pemberhentian pegawai, identifikasi kebutuhan pelatihan dan membantu pegawai dalam memperbaiki hasil karyanya dengan memberikan umpan balik. 2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja

Adapun atribut penilaian kinerja menurut Mangkunegera (2006) yang dikaitkan dengan penilaian kinerja menurut Depkes (2004) adalah:

2.3.4.1. Pengetahuan tentang Pekerjaan

Memahami tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, memiliki pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur dan keahlian teknis, dapat menggunakan informasi, material, peralatan dan teknik dengan tepat dan benar, mampu mengikutu perkembangan peraturan, prosedur dan teknik terbaru. Artinya, seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kewenangan pada setiap proses keperawatan dengan menggunakan ilmu keperawatan.

2.3.4.2. Kualitas Kerja

(24)

pekerjaan, mengembangkan solusi alternatif dan tindakan yang tepat, dapat memahami keputusan dan tindakan yang diambil. Seorang perawat dituntut penuh perhatian dalam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan SAK.

2.3.4.3. Produktivitas

Meliputi menyelesaikan tugas kerja yang diberikan secara konsisten, menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif, menggunakan waktu dengan efisien dan memelihara tempat kerja tetap teratur sesuai dengan fungsinya. Dalam melakukan asuhan keperawatan seseorang perawat bisa menyelesaikan pekerjaan dari setiap proses keperawatan secara konsisten.

2.3.4..4. Adaptasi dan Fleksibilitas

Meliputi kemampuan menyesuaikan diri denga segala perubahan dalam lingkungan pekerjaan, menunjukkan hasil kerja yang baik meskipun dibawah tekanan kerja, mempelajari dan menguasai informasi serta prosedur yang terbaru.

2.3.4.5. Inisiatif dan pemecahan masalah

Meliputi mempunyai inisiatif, menghasilkan ide, tindakan dan solusi yang inovatif, mencari tantangan baru dan kesempatan untuk belajar, mengantisipasi dan mamahami masalah yang mungkin dapat terjadi, membuat solusi alternatifpada saat penyelesaian masalah.

2.3.4.6. Kooperatif dan Kerjasama

(25)

mengakui kesalahan sendiri dan mau belajar dari kesalahan. Dalam bekerja seorang perawat harus bisa bekerjasama dengan tim kesehatan lain.

2.3.4.7. Keandalan/Pertanggungjawaban

Meliputi hadir secara rutin dan tepat waktu, mengikuti instruksi-instruksi, bekerja secara mandiri, menyelesaikan tugas dan memenuhi tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

2.3.4.8. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi

Meliputi dapat berkomunikasi dengan jelas, selalu memberikan informasi kepeda orang lain, dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dari bebrbagai jenis pekerjaan, memelihara sikap yang baik dan professional dalam segala hubungannya antar individu, mampu memecahkan masalah dan mau menerima masukan dari orang lain. Perawat harus bisa menyampaikan informasi keadaan kesehatan pasien sesuai dengan kewenagannnya kepada keluarga pasien maupun tim kesehatan lain. 2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi ke masa lalu atau masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu berdasarkan hasil yang telah dicapai. Teknik penilaian jenis ini meliputi skala penilaian, daftar periksa, metode pilihan yang dibuat, metode kejadian kritis dan metode catatan prestasi. Kekuatan pendekatan masa lalu adalah memiliki kekuatan dalam hal kinerja yang telah terjadi dan mudah diukur, sedangkan kelemahannya adalah kinerja yang tidak dapat diubah.

(26)

assessment, management by objective dan pusat penilaian. Ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan yaitu; penilaian diri, pengelolaan berdasarkan tujuan, penilaian psikologis dan pusat-pusat penilaian (Notoatmodjo, 2003; Siagian, 2000)

2.4. Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pokok perawat memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan/ kesehatan (Depkes RI, 2001)

2.4.4. Peran Perawat

(27)

2.4.5. Tugas perawat

1. Tugas Perawat Di Rumah Sakit.

Seorang perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

2. Tugas perawat diruangan.

Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat/ dokter penanggungjawab ruangan (Depkes RI, 2004)

(28)

kemampuannya, memantau dan menilai kondisi pasien, menciptakan dan memelihara suasana yang baik antara pasien dan keluarganya, sehingga tercipta ketenangan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan dan melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta system informasi rumah sakit yang akurat (Depkes RI, 2004).

2.5. Landasan Teori

Motivasi bersifat individual, artinya setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Herzberg tahun 1952 (Maidani, 1991) terdiri dari 2 yaitu Instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu prestasi, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu, sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, mutu pengendalian teknis, kondisi kerja, hubungan kerja, pengakuan, keamanan kerja, kehidupan pribadi dan penggajian.

(29)

Keletihan, kelelahan dan kejenuhan yang dialami perawat karena beban kerja yang meningkat dapat menurunkan motivasi perawat sehingga dampaknya menurunkan kinerja dan kualitas asuhan keperawatan dan pada akhirnya menurunkan tingkat kepuasan klien. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Illyas (2004) salah satu faktor yang dapat menurunkan motivasi atau keinginan kerja personal adalah tingginya beban kerja.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Motivasi

1. Instrinsik a. Prestasi

b. Tanggung Jawab

c. Pengembangan diri

2. Ekstrinsik a. Kondisi kerja b. Pengakuan c. pendapatan

(Herzberg dalam Maidani 1991)

Beban kerja

a. Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung b. Jumlah pasien yang dirawat

perhari/perminggu/perbulan c. Tingkat ketergantungan d. Rata-rata hari rawatan

( Gillies 1994)

(30)

Gambar

Tabel 2.1. Form work sampling
Tabel 2.2 Form Daily Log
Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

“Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ”. Peneliti

Menurut Herzberg dalam Robbins (2003), bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik yang meliputi pengakuan, tanggung jawab, prestasi, pekerjaan itu

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

2 Kinerja Mangkunegara (2005) Kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya

Menurut Mangkunegara dalam Edy (2008) bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

Melakukan tindakan pada pasien selalu dengan bantuan perawat lain.. Menyerahkan tindakan perawatan pasien pada

Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan yang digambarkan