• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

HUBUNGAN MOTIVASI DAN BEBAN KERJA DENGAN

KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

DAERAH LANGSA

TESIS

Oleh

SYAFRIZAL

127046052 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN MOTIVASI DAN BEBAN KERJA DENGAN

KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH LANGSA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAFRIZAL

127046041 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 3 September 2014

PANITIAN PENGUJI TESIS

Ketua : DR. Juanita, SE.,M.Kes

Anggota : 1. Mahnum Lailan,Nst. SKep.,Ners.,MKep 2. Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si.

(5)
(6)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Nama Mahasiswa : Syafrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja perawat pelaksana merupakan salah satu faktor penentu citra

Rumah Sakit. Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah

perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini

melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per

100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja

perawat menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat

pelaksana menjadi lebih baik. Menurut 5 orang perawat pelaksana yang di

wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja

mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi

dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak

adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas

bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya

perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi dan beban kerja

(7)

Daerah Langsa pada bulan Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh perawat

pelaksana di RSUD Langsa sebanyak 336 orang dengan jumlah sampel sebanyak

77 orang yang diambil menggunakan tehnik simple random sampling. Jenis

penelitian adalah kuantitatif dengan motode cross-sectional. Pengumpulan data

untuk motivasi menggunakan teori Herzberg dan kinerja menggunakan teori dari

Mangkunegara serta beban kerja menggunakan daily log. Untuk melihat

hubungan masing masing veriabel digunakan uji Chi-Square dan untuk melihat

variabel mana yang paling berpngaruh digunakan uji regresi logistik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Langsa umumnya tinggi (55,8%) dan beban kerja perawat

pelaksana umumnya rendah (55,8%). Ada hubungan motivasi dengan kinerja

perawat pelaksana (P = 0,000) dan tidak ada hubungan beban kerja dengan kinerja

perawat pelaksana (P =0,187). Dari hasil uji regresi logistik, motivasi instrinsik

memiliki peluang sebesar 18 % untuk mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di

RSUD Langsa jika dikelola dengan baik. Disarankan pada pimpinan RSUD

Langsa untuk meningkatkan motivasi dari para perawat pelaksana dengan

memberikan kesempatan kepada seluruh perawat secara bergilir untuk mengikuti

pelatihan di luar daerah ataupun dengan melakukan pemilihan perawat teladan

sehingga mereka terpicu untuk bekerja lebih baik lagi. Memberikn kesempatan

kenaikan jabatan pada setiap perawat, meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan perawat melalui program diklat.

Kata kunci : motivasi kerja perawat pelaksana, beban kerja perawat pelaksana,

(8)

Thesis Title : Correlation Between Motivation and Work Load Of Nurse Practitioners in The Inpatient Wards of RSUD

(Regional General Hospital) Langsa.

Name : Syafizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The performance of nurse practitioners is one of determining image factors of a

hospital.Health profile of Aceh in 2012, shows the ratio of the number of nurses

in Langsa is 153.08 per 100,000 population, according to this indicator exceeds

the normal standards of Healthy Indonesia 2010 of 117.5 per 100,000 population,

see the distribution of the maximum workload of nurses should be more mild or

balanced so that the performance of the nurses to be better. According tofive

nurses were interviewed, their lack of motivation to improve their work

performance is not satisfactory due to their high workload and lack of attention

from their superiors on work performance, and the lack of difference between the

incentives received by the lazy diligent work. Lack of attention and the high

workload and the lack of differences in the incentives that will lead to fatigue and

work stress This study aimed to analyze the relationship between motivation and

workload on the performance of nurses. The objective of the research was to

(9)

performance. The research was conducted in RSUD (Regional General Hospital)

Langsa in July, 2014. The population was 336 nurse practitioners in RSUD

Langsa, and 77 of them were used as the samples. The research used quantitative

approach with cross sectional design. The data for motivation were gathered

theory of Herzberg's motivation and performance using the theory of

Mangkunagara and workload using daily log. To see the relationship each veriabel

used Chi-Square and to see which are the most influential variables used logistic

regression test. The result of the research showed that the motivation of the

majority of nurse practitioners at the General Hospital of Langsa generally high

(55.8%) and the workload of the nurses were generally low (55.8%). Based on the

result of cross tabulation, it was found that motivation were correlated with nurse

practitioners’ performance (p = 0.000) were no correlation between work load and

nurse practitioners (p = 0.187). The result of logistic regression test showed that

the variable which had the most dominant influence on the nurse practitioners’

performance in RSUD Langsa was intrinsic motivation has opportunity 18 % to

influence the nurse practitioners’ performance. It is recommended that the

management of the hospital to increase the motivation of the nurses by providing

opportunities to all nurses in rotation for training outside the area, or by choosing

exemplary nurses so they are stimulated to work better give the opportunity for

the promotion of each nurse practitioner, improve their knowledge and skill

through training program.

Keywords: nurse practitioners’ motivation, nurse practitioners’ workload, Nurse

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “ Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa”, disusun untuk

memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu

Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta

jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Dr. Juanita, SE., M.Kes. selaku dosen pembimbing I. Terima kasih telah

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis

ini hingga selesai.

4. Mahnum Lailan,Nst, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku dosen pembimbing II yang

tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi

(11)

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns,

MNS sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. RSUD Langsa yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan

penelitian di rumah sakit tersebut.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, tanpa didikan dan dukungan dari kalian

mungkin diriku tidak akan seperti ini.

8. Istriku dan Putraku tercinta yang selalu memberikan support kepada diriku

dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu

dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 03 September 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafrizal

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir: Langsa, 30 Juli 1978

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Agama : Islam

Alamat : Langsa

Email :

Riwayat Pendidikan:

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN.7 Langsa 1991

SMP SMP Negeri 1 Langsa 1994

SMA SMA Negeri 1 Langsa 1997

D3 Keperawatan Akper Depkes Banda Aceh 2000

S1 Keperawatan FIK UI 2008

Ners Ners FIK UI 2009

S2 Keperawatan Magister Keperawatan USU 2014

Riwayat Pekerjaan:

Tahun 2003-2004 : Staff ruangan perawatan bedah A RSUD Langsa

Tahun 2005-2006 : Staff PKM Matang Pudeng Aceh Timur

(13)

Tahun 2010-2011 : Penanggung jawab Rawat Inap Dan IGD Puskesmas Rawat

Inap Peurelak Kab.Aceh Timur

Tahun 2012-2014 : Mahasiswa Tugas Belajar Magister Ilmu keperawatan USU

Kegiatan Akademik Penunjang studi:

Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif sebagai landasan

Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan tanggal 18 Desember

2012.

Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode

Contentt Analysis dan Shofware Weft-QDA”, 18 Desember 2012

Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong

Asean Community 2015.

Peserta pada acara “Medan International Conference, 1-2 April 2013, Hotel

Garuda Plaza.

Peserta pada acara “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi

Knowledge Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah

Sakit”, 13-14 Mei 2013, RSUD dr. Pirngadi Medan.

Peserta Seminar utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitataif Dalam Riset

Keperawatan dan Kesehatan, 7 Desember 2013, Program Study Ilmu

(14)

DAFTAR ISI 1.3. Tujuan Penelitian………

1.4. Hipotesis………..

1.5. Manfaat Penelitian ……….

1

2.2.1. Pengertian Beban Kerja……….. 2.2.2. Komponen-Komponen Beban Kerja Perawat……… 2.2.3. Pengukuran Beban Kerja……… 2.2.4. Standar Beban kerja perawat………. 2.3. Kinerja………...

2.3.1. Pengertian Kinerja……….. 2.3.2. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja………. 2.3.3. Penilaian Kinerja ……… 2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja……… 2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja……… 2.4. Perawat……….. 2.4.1. Pengertian Perawat……….. 2.4.2. Peran Perawat……….. 2.4.3. Tugas Perawat………. 2.5. Landasan Teori……….. 2.6. Kerangka Konsep ……….

7

(15)

3.6. Uji Reabilitas ……….. 3.6. Variabel Dan Definisi Operasional………... 3.7. Metode Pengukuran……….. 3.8 Metode Analisis Data……… 3.9. Pertimbangan Etik………

BAB 4. HASIL PENELITIAN ...

4.1. Deskripsi Lokasi penelitian ... 4.2. Analisis Univariat ... 4.2.1. Karakteristik Responden... 4.2.2. Faktor Motivasi Instrinsik... 4.2.3. Faktor Motivasi Ekstrinsik... 4.2.4. Motivasi ... 4.2.5. Beban Kerja... 4.2.6. Kinerja Perawat Pelaksana ... 4.3. Analisis Bivariat ... 4.3.1. Hubungan Motivasi Instrinsik Dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 4.3.2. Hubungan Motivasi Ekstrinsik Dengan Kinerja Perawat

Pelaksana ... 4.3.3. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Perawat Pelaksana. 4.3.4. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat

Pelaksana... 4.4. Analisis Multivariat...

BAB 5. PEMBAHASAN ...

5.1.Hubungan Motivasi Perawat Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 ... 5.2.Hubungan Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 ... 5.3. Kinerja Perawat Pelaksana ...

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Form work sampling………. 23

Tabel 2.2 Form daily log……….………. 24

Tabel 3.1 Data jumlah perawat pelaksana dan sampel penelitian……… 36

Tabel 3.2 Variabel dan definisi operasional………. 39

Tabel 4.1 Distribusi frekwensi berdasarkan karakteristik responden……... 47

Tabel 4.2 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item prestasi………… 48

Tabel 4.3 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item tanggung jawab .. 49

Tabel 4.4 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pengembangan ... 50

Tabel 4.5 Distribusi frekwensi motivasi intrinsik………. 51

Tabel 4.6 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item kondisi kerja…… 52

Tabel 4.7 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pengakuan……... 53

Tabel 4.8 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pendapatan…... 54

Tabel 4.9 Distribusi frekwensi motivasi ekstrinsik ………... 55

Tabel 4.10 Distribusi frekwensi motivasi perawat pelaksana ……… 55

Tabel 4.11 Distribusi frekwensi beban kerja………... 56

Tabel 4.12 Distribusi frekwensi kinerja perawat pelaksana ………... 59

Tabel 4.13 Hubungan motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana… 59 Tabel 4.14 Hubungan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana . 60 Tabel 4.15 Hubungan motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana ………… 61

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen penelitian ………... 79

Lampiran 2 Biodata Expert ……… 94

(19)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Nama Mahasiswa : Syafrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja perawat pelaksana merupakan salah satu faktor penentu citra

Rumah Sakit. Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah

perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini

melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per

100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja

perawat menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat

pelaksana menjadi lebih baik. Menurut 5 orang perawat pelaksana yang di

wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja

mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi

dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak

adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas

bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya

perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi dan beban kerja

(20)

Daerah Langsa pada bulan Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh perawat

pelaksana di RSUD Langsa sebanyak 336 orang dengan jumlah sampel sebanyak

77 orang yang diambil menggunakan tehnik simple random sampling. Jenis

penelitian adalah kuantitatif dengan motode cross-sectional. Pengumpulan data

untuk motivasi menggunakan teori Herzberg dan kinerja menggunakan teori dari

Mangkunegara serta beban kerja menggunakan daily log. Untuk melihat

hubungan masing masing veriabel digunakan uji Chi-Square dan untuk melihat

variabel mana yang paling berpngaruh digunakan uji regresi logistik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Langsa umumnya tinggi (55,8%) dan beban kerja perawat

pelaksana umumnya rendah (55,8%). Ada hubungan motivasi dengan kinerja

perawat pelaksana (P = 0,000) dan tidak ada hubungan beban kerja dengan kinerja

perawat pelaksana (P =0,187). Dari hasil uji regresi logistik, motivasi instrinsik

memiliki peluang sebesar 18 % untuk mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di

RSUD Langsa jika dikelola dengan baik. Disarankan pada pimpinan RSUD

Langsa untuk meningkatkan motivasi dari para perawat pelaksana dengan

memberikan kesempatan kepada seluruh perawat secara bergilir untuk mengikuti

pelatihan di luar daerah ataupun dengan melakukan pemilihan perawat teladan

sehingga mereka terpicu untuk bekerja lebih baik lagi. Memberikn kesempatan

kenaikan jabatan pada setiap perawat, meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan perawat melalui program diklat.

Kata kunci : motivasi kerja perawat pelaksana, beban kerja perawat pelaksana,

(21)

Thesis Title : Correlation Between Motivation and Work Load Of Nurse Practitioners in The Inpatient Wards of RSUD

(Regional General Hospital) Langsa.

Name : Syafizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The performance of nurse practitioners is one of determining image factors of a

hospital.Health profile of Aceh in 2012, shows the ratio of the number of nurses

in Langsa is 153.08 per 100,000 population, according to this indicator exceeds

the normal standards of Healthy Indonesia 2010 of 117.5 per 100,000 population,

see the distribution of the maximum workload of nurses should be more mild or

balanced so that the performance of the nurses to be better. According tofive

nurses were interviewed, their lack of motivation to improve their work

performance is not satisfactory due to their high workload and lack of attention

from their superiors on work performance, and the lack of difference between the

incentives received by the lazy diligent work. Lack of attention and the high

workload and the lack of differences in the incentives that will lead to fatigue and

work stress This study aimed to analyze the relationship between motivation and

workload on the performance of nurses. The objective of the research was to

(22)

performance. The research was conducted in RSUD (Regional General Hospital)

Langsa in July, 2014. The population was 336 nurse practitioners in RSUD

Langsa, and 77 of them were used as the samples. The research used quantitative

approach with cross sectional design. The data for motivation were gathered

theory of Herzberg's motivation and performance using the theory of

Mangkunagara and workload using daily log. To see the relationship each veriabel

used Chi-Square and to see which are the most influential variables used logistic

regression test. The result of the research showed that the motivation of the

majority of nurse practitioners at the General Hospital of Langsa generally high

(55.8%) and the workload of the nurses were generally low (55.8%). Based on the

result of cross tabulation, it was found that motivation were correlated with nurse

practitioners’ performance (p = 0.000) were no correlation between work load and

nurse practitioners (p = 0.187). The result of logistic regression test showed that

the variable which had the most dominant influence on the nurse practitioners’

performance in RSUD Langsa was intrinsic motivation has opportunity 18 % to

influence the nurse practitioners’ performance. It is recommended that the

management of the hospital to increase the motivation of the nurses by providing

opportunities to all nurses in rotation for training outside the area, or by choosing

exemplary nurses so they are stimulated to work better give the opportunity for

the promotion of each nurse practitioner, improve their knowledge and skill

through training program.

Keywords: nurse practitioners’ motivation, nurse practitioners’ workload, Nurse

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberlakuan zona ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015 nanti

akan membawa dampak yang sangat luas pada berbagai aspek termasuk aspek

pelayanan kesehatan. AFTA merupakan wujud dari kesepakatan dari

negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam

rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan

menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar

regional bagi 500 juta penduduknya (Depkeu, 2012).

Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN yang tentunya juga ikut

dalam penandatanganan perjanjian AFTA, dituntut dan wajib untuk memikirkan

bagaimana mengatasi masalah tersebut agar meningkatkan kemampuan

pelayanan kesehatan yang memenuhi standar global (Hamid, 1997). Pelaksanaan

suatu layanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standar internasional,

mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud

mencakup enam hal pokok yaitu; tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat

diterima, dapat dijangkau dan efisien (Azwar, 1996). Berdasarkan data dari

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

(BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Rrepublik Indonesia pada tahun 2012

didapatkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia adalah 668.552 orang

(24)

Gillies (1994) menyatakan bahwa 40% - 60% pelayanan kesehatan di

rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan. Perawat merupakan tenaga

kesehatan yang paling dominan di rumah sakit dan memberikan pelayanan

kepada pasien selama 24 jam sehari secara terus menerus. Kemampuan perawat

yang tidak memadai sebagai hambatan utama untuk memberikan kesehatan yang

berkualitas tinggi (Liang, et al 2012), sedangkan Kron & Gray (1981)

menyatakan bahwa asuhan keperawatan merupakan titik sentral dari pelayanan

keperawatan dimana kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh kualitas pemberi

asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan yang berkualitas di rumah

sakit sangat dipengaruhi oleh motivasi dari setiap perawat itu sendiri.

Motivasi bertujuan untuk meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja

bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Motivasi timbul karena dorongan dari

dalam diri sendiri (internal motives) maupun dari luar diri (external motives)

(Winardi, 2007). Penelitian Supratman (2002) tentang analisis hubungan

faktor-faktor motivasi dan karakteristik demografi dengan prestasi kerja perawat di RS

Islam Jakarta dengan jumlah responden 189 orang, menyebutkan bahwa motivasi

yang tinggi akan menyebabkan prestasi kerja perawat yang tinggi pula sedangkan

penelitian Norman (2006), tentang pengaruh motivasi perawat terhadap tindakan

keperawatan pada pasien pasca bedah di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan, didapatkan hasil bahwa perawat pelaksana belum mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh

rendahnya motivasi kerja perawat sebagai pegawai institusi pemerintahan dan

kurangnya kesadaran perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan

(25)

Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat

yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi

standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000

penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat

menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana

menjadi lebih baik. Namun menurut 5 orang perawat pelaksana yang di

wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja

mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi

dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak

adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas

bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya

perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja.

Departemen Kesehatan mendefinisikan beban kerja adalah banyaknya jenis

pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu

tahun, pada sarana kesehatan. Kelelahan perawat dalam bekerja dapat

menyebabkan terjadinya penyimpangan kerja yang akan mengakibatkan

kemunduran penampilan kerja (Tappen, 1998), sedangkan menurut Ilyas (2004),

kelelahan kerja perawat juga akan memberikan dampak pada asuhan pelayanan

keperawatan yang diberikan tidak akan optimal dan terjadi penurunan kinerja.

Mathis & Jackson (2002) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan berdasarkan tugas

pokok dan fungsinya masing masing. Sedangkan Gibson (1996) menyatakan

(26)

Survei kepuasan pasien terhadap kinerja perawat yang dilakukan oleh

bidang keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa pada tahun 2012

dengan jumlah sampel 76 orang pasien yang dirawat di bagian rawat inap

didapati 65% pasien menyatakan perawat kurang perhatian, 48% menyatakan

perawat kurang ramah dan suka marah-marah, 53% menyatakan perawat tidak

ada motivasi dalam bekerja dan hanya menunggu perintah dokter, 35%

menyatakan perawat tidak disiplin dalam bekerja dan sering meninggalkan

ruangan dan 70% menyatakan tidak puas dengan pelayanan di rumah sakit

(Bidang Keperawatan RSUD Langsa, 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa

kinerja perawat pelaksana masih kurang dalam memberikan pelayanan asuhan

keperawatan kepada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Rendahnya angka kepuasan terhadap pelayanan perawatan di Rumah

Sakit Umum Langsa ini merupakan indikator terhadap rendahnya kinerja perawat

pelaksana di Rumah Sakit Umum Langsa yang diduga sebagai akibat dari

rendahnya motivasi dan tingginya beban kerja perawat dalam melaksanakan

tugas-tugasnya, padahal Rumah Sakit Umum Langsa merupakan rumah sakit

kelas B, selain sebagai rumah sakit rujukan untuk tiga kabupaten/ kota juga

merupakan rumah sakit pendidikan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam

penelitiaan ini adalah: bagaimana hubungan motivasi dan beban kerja dengan

kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah

Langsa.

(27)

Tujuan umum adalah mengetahui hubungan antara motivasi (intrinsik dan

ekstrinsik) dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat motivasi kerja perawat pelaksana di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

2. Untuk mengetahui beban kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

3. Untuk mengetahui kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah

Sakit Umum Daerah Langsa

4. Mengetahui pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat

pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

1.4. Hipotesis

Ada hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana

di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat bagi rumah sakit

Mengetahui bagaimana pentingnya memotivasi kerja para perawat

pelaksana dalam upaya meningkatkan kinerja mereka serta masukan bagi bagian

keperawatan dan bagian kepegawaian dalam mengelola sumberdaya manusia

khususnya tenaga keperawatan sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan

yang lebih baik dan pasien sebagai klien menjadi lebih puas.

(28)

Menambah ilmu pengetahuan tentang manajemen keperawatan pada aspek

motivasi, beban kerja dan prestasi kerja perawat, sehingga bisa menjadi

tambahan literature baru dalam memperkaya khasanah ilmu keperawatan.

1.5.3. Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti dalam mengaplikasikan konsep dari

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1.Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan bagian yang fundamental dari suatu kegiatan

manajemen sehingga suatu kegiatan organisasi tidak akan berfaedah jika anggota

yang ada dalam organisasi tersebut tidak berhasrat untuk menyumbangkan usaha

guna memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya (Zainun,1998). Motivasi

adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang

perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia

(Swanburg, 2000). Motivasi juga merupakan suatu energi yang mendorong

seseorang untuk bangkit menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Mills (1998 dalam Marquis

& Huston, 2003), yang menyatakan bahwa motivasi merupakan tenaga dalam diri

individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan prilaku.

Penelitian yang dilakukan oleh Awosusi et al (2011) di Nigeria

menyebutkan bahwa rendahnya motivasi perawat memberi dampak pada kinerja

mereka, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ayyash &

Aljeesh (2011) yang menyebutkan bahwa kinerja perawat yang baik berhubungan

dengan motivasi yang besar serta pernyataan dari Sunila (2009) yang menyatakan

(30)

2.1.2. Teori Motivasi

Secara umum teori motivasi diklasifikasikan menjadi teori isi dan teori

proses (Swanburg, 2000:283, Ivancevich, Konopaske, Matterson, 2006:148).

Teori isi mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang

yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan

perilaku.Sedangkan teori proses dari motivasi berkenaan dengan bagaimana

prilaku individu didorong, diarahkan, dipelihara, dan diberhentikan.

2.1.2.1. Teori Isi Motivasi

Termasuk dalam teori ini adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow,

Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldrersfer,Teori Dua Faktor

dari Herzberg danTeori Kebutuhan dari McClelland (Lambrou, et al, 2010).

2.1.2.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan( Maslow)

Dasar teori ini adalah manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai

keinginan.Manusia dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai

kebutuhan. Bila kebutuhan tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku

manusia tersebut. Namun bila sudah terpenuhi, maka kebutuhan tidak lagi

menjadi motivator. Berry (1998) menyatakan bahwa kebutuhan tersebut disusun

dari kebutuhan yang paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi yaitu;

kebutuhan biologis dan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan

akan kebersamaan, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi

diri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kivimaki et al. (1995) menyebutkan

(31)

terkait dengan tingkat job enrichment. Para perawat yang menempati tingkat

‘struktural’ pekerjaan yang tinggi melaporkan kepuasan kerja dan motivasi tinggi.

2.1.2.1.2. Teori Motivasi ERG ( Aldersfer )

Teori ini berusaha untuk mengatasi kekurangan dalam teori Maslow dengan

menyelaraskan hirarki kebutuhan melalui penelitian empiris. Menurut Alderfer,

manusia termotivasi oleh tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Keberadaan

(Existence), kekerabatan (Relatedness) dan kebutuhan Pertumbuhan (Growth).

Kebutuhan eksistensi termasuk kebutuhan dasar manusia yang diperlukan

untuk menunjukkan keberadaannya, yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan

keselamatan. Kebutuhan kekerabatan mengacu pada keinginan manusia untuk

mempertahankan pentingnya hubungan interpersonal. Ini adalah. Kelompok

terakhir kebutuhan adalah kebutuhan pertumbuhan, yang mewakili manusia

keinginan untuk pengembangan pribadi, pemenuhan diri dan aktualisasi diri

(Arnolds and Boshoff, 2002).

2.1.2.1.3. Teori Motivasi Dua Faktor atau Motivation and Hygiene Theory (Herzberg )

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990) mengemukakan teori motivasi

berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi

kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa

aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta

mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan

memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi

(32)

karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan

terpuaskan (Robbins, 2002). Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam

memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang

yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan,

dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas

semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor

yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan,

penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka

akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari

kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya

dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

a. Faktor Ekstrinsik

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat

manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini

merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini

akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

b. FaktorIntrinsik

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang

(33)

berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung

dengan pekerjaan.

Inti dari teori ini adalah untuk mengadakan perbedaan antara aspek

instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan. Herzberg merujuk faktor intrinsik

sebagai suatu konten atau hal yang memotivasi, yaitu: prestasi kerja,

pengembangan diri dan peluang maju, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan

itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik merujuk pada pemeliharaan seperti

kondisi kerja, supervisi yang menyenangkan, gaji, status, hubungan yang baik

(Maidani, 1991).

2.1.2.1.3.1. Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap

pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu

yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994, dalam Inayah, 2005)

sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran

pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin

tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain

atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi

kepada bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi

sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk

(34)

perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori

motivasi yang berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah

yang dikemukakan oleh Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu

untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara

teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada

umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,

khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan

pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan

organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori

hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan

dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi,

pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan

termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri

masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari

luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan

yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan

(35)

tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.

Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung

melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya

diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Sondang,

2002).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah:

pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang

untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab

(responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong

minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini

dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai,

kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber

ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang

mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan

terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan

seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah

(hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor

motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali

dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari

pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar

(36)

Untuk meningkatkan motivasi kerja perawat, bidang keperawatan bisa

melakukan peningkatan iklim kerja, melakukan supervisi yang baik dan

menyenangkan, kompensasi bagi perawat, jenjang karir yang jelas serta hubungan

kerja yang baik. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara

motivasi kerja ekstrinsik dan intrinsik dengan prestasi kerja, produktifitas dan

kinerja perawat (Maidani, 1991: Supratman, 2000: Misparsih, 2001: Suyanto,

2001: Siahaan, 2003)

2.1.2.1.4. Teori Kebutuhan (McClelland)

Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan pencapaian

(need for achievement, n ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliations, n aff)

dan kebutuhan akan kekuasaan ( need for power, n pow) ( Ivancevich et al, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian

faktor deskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi

akan pencapaian, yaitu: 1. Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan

masalah, 2. Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan

cenderung mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 3. Menginginkan umpan

balik atas kinerja.

Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara

sosial dengan orang. Seseorang dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi

menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting, dan

oleh karena itu hubungan sosial lebih didahulukan dari pada penyelesaian tugas.

Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak,

mengkonsentrasikan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan

(37)

memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif pada orang yang

berfokus pada dominasi dan kepatuhan atau menjadi positif karena merefleksikan

perilaku persuasif dan inspirasional.

2.1.2.2. Teori Proses Motivasi

Teori proses dari motivasi berkenaan dengan menjawab pertanyaan

bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipeliharan dan dihentikan

(Ivancevich, et al, 2007). Teori ini merupakan proses sebab akibat dari bekerja

seseorang (Berry, 1998)

2.1.2.2.1. Teori Ekspektansi ( Vroom)

Teori ini merupakan suatu teori motivasi yang menyatakan bahwa

karyawan lebih mungkin termotivasi ketika mereka mempersepsikan usaha

mereka akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan pada akhirnya,

menghasilkan penghargaan dan hasil yang diinginkan (Ivancevich, et al, 2007).

Teori ekspektansi menyatakan bahwa motivasi seseorang ditentukan oleh

interaksi perkalian beberapa komponen yaitu instrumentalitas, valensi dan

ekspektansi ( M = I x V x E ). Seseorang bekerja memiliki nilai (valensi) yang

berbeda dimana nilai tersebut diwujudkan pada sasaran menggunakan alat

(instrumentalitas) sehingga menghasilkan prestasi kerja sesuai dengan yang

diharapkan (ekspektansi). Penelitian Inayah (2005) menyatakan bahwa

meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana, bidang keperawatan dapat

meningkatkan nilai suatu pekerjaan, fasilitas yang dibutuhkan perawat dan

(38)

2.1.2.2.2. Teori Keadilan ( Adam)

Teori keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai

seberapa adil mereka diperlakuakan dalam transaksi sosial ditempat kerja dapat

mempengaruhi motivasi mereka. Inti keadilan adalah bahwa karyawan

membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain

dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa

individu termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara sama di tempat

kerja.

Empat istilah penting dalam teori ini adalah:

1. Orang (person). Individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan

dipersepsikan.

2. Perbandingan dengan orang lain (comparison other). Setiap kelompok

atau orang yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi berkenaan

dengan rasio input dan hasil.

3. Input. Karakteristik individu yang dibawa ketempat kerja.

4. Hasil. Apa yang diterima seseorang dari pekerjaan.

Keadilan muncul ketika karyawan mempersepsikan bahwa rasio dari input

mereka terhadap hasil mereka sama dengan rasio kepada karyawan yang lain.

Ketidakadilan muncul ketika rasio tersebut tidak sama.

2.1.3. Tehnik Memotivasi

Wahjosumidjo ( 1994 dalam Inayah, 2005 ) menyebutkan ada 5 macam

teknik memotivasi yang dapat digunakan, yaitu

1. Cara kekerasan (the strong approach) dilakukan dengan memanfaatkan

(39)

ancaman, perintah apa yang harus dilakukan, tidak pernah bosan

mengingatkan aturan, dan sesedikit mungkin memberikan kebebasan pada

bawahan.

2. Pendekatan sikap baik ( to be good approach), dapat dilakukan dengan

menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan cara memberikan kondisi

kerja relatif bebas dan pengawasan yang bersahabat. Teknik ini biasanya

dapat membuat bawahan memiliki kepuasan dan dapat meningkatkan

semangat kerja.

3. Pendekatan transakasi, melalui kesepakatan antara atasan dan bawahan

terhadap hasil kerja yang harus dicapai dengan imbalan yang diberikan

oleh atasan.

4. Pendekatan kompetisi, dengan cara menciptakan persaingan antar

anggota/bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan

imbalan kenaikan gaji atau promosi kepada mereka yang bekerja sangat

baik.

5. Pendekatan Internalisasi, teknik ini dilakukan melalui rekayasa

lingkungan agar motivasi muncul dari dalam diri tanpa perasaan tertekan.

Misalnya, melalui perubahan pada situasi pekerjaan itu sendiri dengan

memperluas tanggung jawab (job enlargement), atau dengan melakukan

rotasi jabatan/pekerjaan. Cara lain termasuk pendekatan internalisasi

adalah dengan mengembangkan suasana kerja yang bersahabat dan rasa

kebersamaan, serta gaya kepemimpinan yang adaptif mempertimbangkan

tingkat kematangan bawahan dan situasi tugas.

(40)

2.2.1.Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima

pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima

seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun

psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa

beban kerja fisik dan beban kerja psikologis.Beban kerja fisik dapat berupa

beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong.Sedangkan beban

kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja

yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Sedangkan

menurut Hasibuan (1994), beban kerja adalah upaya merinci komponen

komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil

tertentu.

2.2.2. Komponen-komponen Beban Kerja perawat

Gillies (1994) menyebutkan bahwa beban kerja memiliki beberapa

komponen, yaitu; intensitas tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung

yang dibutuhkan pasien, jumlah pasien yang dirawat pada suatu unit untuk setiap

hari/ bulan/ tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien diunit, rata-rata hari

perawatan pasien, rerata waktu yang dibutuhkan untuk pemberian tindakan

keperawatan langsung dan tidak langsung.

2.2.2.1. Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung

Gillies (1989), menyatakan yang dimaksud dengan tindakan keperawatan

langsung (direct care) adalah kegiatan yang difokuskan pada pasien dan atau

(41)

mengkaji riwayat kesehatan pasien, pendidikan kesehatan, penjelasan tentang

prosedur tindakan/ operasi/pengobatan, mengatasi kecemasan pasien, penjelasan

perkembangan kondisi pasien, pelaksanaan program orientasi/ peraturan rs dan

perawatan dirumah. b) pemeriksaan/ control pasien, meliputi pemeriksaan fisik

pasien baru, observasi kondisi pasien melalui ronde ruangan, memeriksa pasien

bila ada keluhan, mengontrol tetesan infus dan keseimbangan cairan, c) mengukur

tanda-tanda vital. d)tindakan dan prosedur keperawatan/pengobatan. e) nutrisi dan

eliminasi, f) kebersihan pasien, g) mobilisasi dan transfortasi, h) serah terima

pasien, i) pengambilan darah, urin, feses, pus untuk pemeriksaan laboratorium.

Sedangkan kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah

kegiatan yang berhubungan tidak langsung dengan pasien tapi berhubungan

dengan persiapan atau kegiatan untuk melengkapi asuhan keperawatan yaitu:

mendokumentasikan hasil pengkajian ke status keperawatan, membuat diagnose

keperawatan, membuat rencana perawatan, mendokumentasikan tindakan

keperawatan yang telah dilakukan, mendokumentasikan evaluasi keperawatan/

menulis laporan, mempersiapkan status keperawatan, mempersiapkan formulir

untuk pemeriksaan laboratorium/ radiologi, menyiapkan alat untuk tindakan

keperawatan/ pemeriksaan atau tindakan khusus, merapikan lingkungan pasien,

menyiapkan/ memeriksa alat dan obat emergens, melakukan koordinasi/

konsultasi dengan tim kesehatan lainnya, mengadakan/mengikuti pre dan post

konferen, mengikuti ronde keperawatan/ tim medis, memberikan bimbingan

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, mengikuti diskusi ilmiah/ kegiatan

(42)

dengan apotek, mengirim/ menerima berita pasien melalui telefon dan membaca

status pasien

Kegiatan lain yang dikatakan kegiatan non keperawatan adalah kegiatan

pribadi perawat seperti makan , menonton TV, mengobrol, baca koran, minum

serta kebersihan diri dan kegiatan kegiatan lain yang tidak produktif.

2.2.2.2.Jumlah pasien yang dirawat perhari/ perminggu/perbulan.

Menurut Ilyas (1999), jumlah pasien yang dirawat dan berapa lama waktu

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas akan menentukan besarnya beban

kerja perawat untuk melayani pasien. Beban kerja tersebut dapat dihitung yaitu

waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan perawat untuk sejumlah pelayanan.

2.2.2.3. Tingkat ketergantungan pasien

Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien dalam suatu ruangan akan

mempengaruhi beban kerja perawat. Swanburg (1999), mengklasifikasikan

tingkat ketergantungan pasien kedalam lima katagori keperawatan yaitu:

2.2.2.3.1. Katagori 1 : Perawatan Mandiri

a. aktivitas sehari hari: makan/minum dapat dilakukan sendiri

atau dengan sedikit bantuan. Dapat melakukan eliminasi sendiri

ke kamar mandi serta mengatur kenyamanan posisi tubuh.

b. Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk check up,

bedah minor.

c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi

dilakukan melalui penjelasan rutin untuk prosedur tindakan dan

(43)

d. Pengobatan dan tindakan tidak ada atau sederhana.

2.2.2.3.2. Kategori 2 : Perawatan Minimal

a. aktivitas sehari hari; makan/ minum memerlukan bantuan

dalam persiapan, masih bias makan sendiri, merapikan diri

memerlukan sedikit bantuan. Eliminasi memrlukan bantuan

untuk kekamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan

posisi tubuh dapat dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan.

b. Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda

tanda vital.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan watu

10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi tetapi

terkendali dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap

shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan

dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap

satu jam.

2.2.2.3.3. Kategori 3 : Perawatan Moderat

a. aktivitas sehari hari; makan/minum harus disuapi, masih dapat

mengunyah serta menelantetapi tidak dapat merapikan diri

sendiri. Eliminasi dibantu dengan urinal/pispot, suka

mengompol. Kenyamanan posisi tubuh tergantung pada

bantuan perawat.

b. Gejala akut hilang timbul, perlu pemantauan fisik dan emosi tiap

(44)

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu

10-15 menit per shift. Gelisah menolak bantuan tetapi dapat

dikendalikan dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap

shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan

dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap

satu jam.

2.2.2.3.4. Kategori 4 : Perawatan Ekstensif

a. Aktivitas sehari-hari, makan/minum tidak bisa menelan atau

mengunyah, memerlukan makan per sonde, merapikan diri

semua dibantu, untuk kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu

oleh dua orang.

b. Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan

cairan/darah, gangguan sistem pernafasan akut, perlu sering

dipantau.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu

lebih dari 30 menit per shift. Gelisah, agitasi, tidak terkendali

dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu lebih dari 60 menit

per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari satu

jam.

2.2.2.3.5. Kategori 5 : Perawatan Total

Perlu observasi satu perawat/ satu pasien terus menerus. Swansburg

(45)

melakukan tindakan keperawatan langsung pada pasien sesuai dengan

tingkat ketergantungan.

2.2.3. Pengukuran Beban Kerja.

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui observasi langsung

terhadap pekerjaan yang dilakukan. Rowland (1980) menyatakan ada beberapa

metode yang bisa digunakan untuk mengukur pekerjaan perawat, yaitu.

2.2.3.1. Tehnik Time Study And Task Frequency;

Tehnik ini terdiri dari analisa aktifitas keperawatan yang spesifik dan

bagian-bagian dari tugas. Hal ini dimulai dari kapan tugas dilaksanakan sampai

kapan tugas selesai. Jumlah waktu yang digunakan untuk aktifitas keperawatan

digambarkan dalam waktu rata-rata. Termasuk waktu yang digunakan untuk

istirahan dan kegiatan pribadi lainnya.

Waktu rata-rata ditambah waktu istirahat dan kegiatan personal lainnya

disebut waktu standar. Kegiatan diukur dengan cara mengalikan frekwensi

kegiatan dengan waktu standar. Frekwensi dari tugas biasanya didapatkan dari

check list laporan individu terkait tugas, keahlian dan tempat kerja.

2.2.3.2. Tehnik Work sampling of nurse activity

Tehnik ini merupakan variasi antara time study dan task freqwency. Gillies

(1996) menyatakan bahwa metoda work sampling adalah metode dimana tugas

perawat dikenali dan diberi patokan waktu, arus kerja dianalisa dan tugas kerja

disusun dalam rangkaian untuk efisiensi. Frekwensi dan durasi masing masing

tugas ditentukan.

Pengamatan aktivitas perawat dilakukan dengan cara mengamati hal hal

(46)

apakah kegiatan perawat berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, proporsi waktu

kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan non produktif. Selanjutnya

beban kerja perawat dihubungkan dengan waktu dan jadwal kerja perawat.

Work sampling yang menjadi pokok pengamatan adalah kegiatan asuhan

keperawatan yang dilakukan perawat dalam melaksanakan tugas harian di ruang

rawat. Menurut Ilyas (2004) dengan cara ini peneliti akan mendapatkan informasi

yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya

pengamatan kegiatan mulai dari datang sampai pulangnya responden, namun

tehnik ini memerlukan waktu dan biaya yang besar.

Tabel 2.1. Form work sampling

Pengamat : ..

Keperawatan langsung Keperawatan tidak langsung

2.2.3.3. Tehnik Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan pada

tehnik ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang dilakukan dan

waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Daily log sangat

(47)

lakukan secara objektif atau mengatur waktunya secara akurat. Tehnik ini relatif

sederhana dan murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir.

Tabel 2.2 Form Daily Log

Ruang :… Tanggal :….

Dinas pagi/Sore/malam

NO

WAKTU JENIS TINDAKAN

Tk.

2.2.3.4. Tehnik Continous Observation of Nurses Performing Activities

Pengamatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap setiap kegiatan

perawat kemudian dicatat secara terperinci serta dihitung lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pelaksanaan tehnik ini sangat

sulit karena kejelian dan kekuatan baik fisik maupun psikis dari pengamat.

2.2.3.5. Tehnik Self Reporting

Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan terlebih dahulu atau

formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir tugas

harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-pekerjan yang

ditugaskan.

Pada penelitian ini data beban kerja dikumpulkan dengan menggunakan

tehnik Daily Log, dengan pertimbangan tehnik ini lebih murah dan mudah untuk

dilakukan.

(48)

a. Dinas pagi ; Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif =357 menit.

Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

b. Dinas sore : Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.

Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

c. Dinas malam: Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit.

Beban kerja : K1=510. K2= 1020. K3=1530. K4=2040.

Keterangan :

1. K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1

2. K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2

3. K3: kategori klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3

4. K4: kategori klien dengan perawatan ekstensif dan diberi bobot 4

5. Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan

penghitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (714 +1071)/2 = 892,5

unit

6. Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5 unit sama

dengan dinas pagi karena jam dinasnya sama yaitu tujuh jam (420

menit)

7. Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10

jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 =

(1020 + 1530)/2 =1275 unit.

2.3. KINERJA

(49)

Kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kuantitas maupun

kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2004). Sedangkan menurut Mangkunegara

(2000), kinerja merupakan prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan dan sesuai dengan

standar yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Kinerja dapat

merupakan penampilan kerja individu maupun kerja kelompok personil.

Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan

fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil

dalam organisasi.

Deskripsi dari suatu kinerja menyangkut tiga komponen yaitu: 1) Tujuan,

mengandung pengertian penentuan tujuan dari suatu organisasi merupakan suatu

strategi untuk meningkatkan kinerja serta tujuan akan memberikan arah dan

mempengaruhi bagaimana perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap

setiap anggotanya. 2) Ukuran, yang menentukan apakah personal telah mencapai

kinerja yang diharapkan atau belum, 3) Penilaian, yang akan membandingkan

standar kinerja baik kualitatif maupun kuantitatif untuk setiap tugas dan jabatan

personal (Ilyas, 2004).

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Instrument evaluasi / penilaian kinerja yang efektif sangat penting untuk

dimiliki oleh suatu organisasi pelayanan kesehatan. Proses evaluasi kinerja

merupakan bagian penting dari upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja

organisasi (Ilyas, 2004).

Gibson (1996), menyatakan bahwa teori kinerja yaitu melakukan analisis

(50)

yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Sedangkan menurut

Pitoyo dan Kristiani (2000) kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal

(kemampuan, pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi) dan faktor-faktor

ekstemal ( iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan, sistem kompensasi )

2.3.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu proses formal yang dilakukan untuk

mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dan memberikan

umpan balik untuk keseuaian tingkat kinerja (Ilyas, 2004). Melalui penilaian

kinerja dapat diketahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan job

description. Menurut Handoko (2001) manfaat penilaian kinerja adalah: 1)

Perbaikan prestasi kerja atau kinerja, 2) Penyesuaian kompensasi, 3)

Keputusan-keputusan penempatan, 4) Perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan,

5) Perencanaan dan pengembangan karier, 6) Mendeteksi penyimpangan proses

staffing, 7) Melihat ketidak akuratan informasi.

Handoko (2001) juga menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian kinerja

adalah: 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan secara rutin, 2)

Penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu, 3) Mengarahkan jenjang karier,

4) mendorong hubungan sehat antara bawahan dan pimpinan, 5) mengetahui

prestasi karyawan dalam bekerja, 6) karyawan akan mengetahui kekuatan dan

kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya, 7) Untuk penelitian

dan pengembangan dibidang personalia secara keseluruhan. Sehinggga penilaian

kinerja dapat dijadikan landasan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan

karyawan sehingga pimpinan dapat memperbaiki demi efektifnya proses

(51)

Penilaian kinerja membuat bawahan mendapat perhatian dari atasannya

sehingga dapat memotivasi gairah kerja, memindahkan secara vertical/horizontal,

pemberhentian dan perbaikan mutu karyawan sehingga dapat dipakai sebagai

dasar dalam penetapan kebijakan program kepegawaian selanjutnya

(Hasibuan,2005). Sedangkan menurut Aditama (2003), penilaian kinerja

bermanfaat untuk menentukan pemberian penghargaan, kenaikan jabatan, urutan

dalam pemberhentian pegawai, identifikasi kebutuhan pelatihan dan membantu

pegawai dalam memperbaiki hasil karyanya dengan memberikan umpan balik.

2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja

Adapun atribut penilaian kinerja menurut Mangkunegera (2006) yang

dikaitkan dengan penilaian kinerja menurut Depkes (2004) adalah:

2.3.4.1. Pengetahuan tentang Pekerjaan

Memahami tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, memiliki

pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur dan

keahlian teknis, dapat menggunakan informasi, material, peralatan dan

teknik dengan tepat dan benar, mampu mengikutu perkembangan peraturan,

prosedur dan teknik terbaru. Artinya, seorang perawat dalam melakukan

asuhan keperawatan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan

kewenangan pada setiap proses keperawatan dengan menggunakan ilmu

keperawatan.

2.3.4.2. Kualitas Kerja

Meliputi faktor-faktor yang menunjukkan perhatian dengan cermat

terhadap pekerjaan, mematuhi peraturan dan prosedur kesehatan dan

(52)

pekerjaan, mengembangkan solusi alternatif dan tindakan yang tepat, dapat

memahami keputusan dan tindakan yang diambil. Seorang perawat dituntut

penuh perhatian dalam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP

dan SAK.

2.3.4.3. Produktivitas

Meliputi menyelesaikan tugas kerja yang diberikan secara konsisten,

menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif, menggunakan

waktu dengan efisien dan memelihara tempat kerja tetap teratur sesuai

dengan fungsinya. Dalam melakukan asuhan keperawatan seseorang

perawat bisa menyelesaikan pekerjaan dari setiap proses keperawatan

secara konsisten.

2.3.4..4. Adaptasi dan Fleksibilitas

Meliputi kemampuan menyesuaikan diri denga segala perubahan

dalam lingkungan pekerjaan, menunjukkan hasil kerja yang baik meskipun

dibawah tekanan kerja, mempelajari dan menguasai informasi serta

prosedur yang terbaru.

2.3.4.5. Inisiatif dan pemecahan masalah

Meliputi mempunyai inisiatif, menghasilkan ide, tindakan dan solusi

yang inovatif, mencari tantangan baru dan kesempatan untuk belajar,

mengantisipasi dan mamahami masalah yang mungkin dapat terjadi,

membuat solusi alternatifpada saat penyelesaian masalah.

2.3.4.6. Kooperatif dan Kerjasama

Meliputi memelihara hubungan yang efektif, dapat bekerjasama dalam

(53)

mengakui kesalahan sendiri dan mau belajar dari kesalahan. Dalam bekerja

seorang perawat harus bisa bekerjasama dengan tim kesehatan lain.

2.3.4.7. Keandalan/Pertanggungjawaban

Meliputi hadir secara rutin dan tepat waktu, mengikuti

instruksi-instruksi, bekerja secara mandiri, menyelesaikan tugas dan memenuhi

tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

2.3.4.8. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi

Meliputi dapat berkomunikasi dengan jelas, selalu memberikan

informasi kepeda orang lain, dapat berinteraksi secara efektif dengan orang

lain dari bebrbagai jenis pekerjaan, memelihara sikap yang baik dan

professional dalam segala hubungannya antar individu, mampu

memecahkan masalah dan mau menerima masukan dari orang lain. Perawat

harus bisa menyampaikan informasi keadaan kesehatan pasien sesuai

dengan kewenagannnya kepada keluarga pasien maupun tim kesehatan lain.

2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi ke masa lalu

atau masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu

berdasarkan hasil yang telah dicapai. Teknik penilaian jenis ini meliputi skala

penilaian, daftar periksa, metode pilihan yang dibuat, metode kejadian kritis dan

metode catatan prestasi. Kekuatan pendekatan masa lalu adalah memiliki

kekuatan dalam hal kinerja yang telah terjadi dan mudah diukur, sedangkan

kelemahannya adalah kinerja yang tidak dapat diubah.

Penilaian kinerja berorientasi masa yang akan datang adalah penilaian

(54)

assessment, management by objective dan pusat penilaian. Ada empat

pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan

yaitu; penilaian diri, pengelolaan berdasarkan tujuan, penilaian psikologis dan

pusat-pusat penilaian (Notoatmodjo, 2003; Siagian, 2000)

2.4. Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di

dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas pokok perawat memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan

keperawatan/kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat,

dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan

pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian

dibidang keperawatan/ kesehatan (Depkes RI, 2001)

2.4.4. Peran Perawat

Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, perawat berperan sebagai

pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,

konsultan dan peneliti ( Hidayat, 2004). Peran sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat

ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan

tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian

dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini

Gambar

Tabel 2.1. Form work sampling
Tabel 2.2 Form Daily Log
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Data Jumlah Perawat Pelaksana dan Sampel Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 Per Ruangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Komunikasi Organisasi dengan Kinerja Perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Salah satu Rumah Sakit Swasta Surabaya.. Jakarta: Magister Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah

Pengaruh Motivasi Instrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap

Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Kabupaten.

Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi, Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Pengaruh faktor kepemimpinan individual dan organisasi terhadap motivasi perawat dalam pengisian rekam medik di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan.. Evaluasi

Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Rawa Lumbu 2019 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kinerja perawat di Ruang

Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Berdasarkan hasil tabulasi silang penelitian tentang hubungan antara beban kerja dan kinerja