• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik penderita

Multidrug Resistant Tuberculosis

yang

mengikuti

Programmatic Management of Drug-Resistant

Tuberculosis

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Bintang Yinke Magdalena Sinaga

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

Abstrak

Latar belakang : Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) adalah masalah dalam program pencegahan dan eradikasi TB. Programmatic management of drug-resistant TB (PMDT) adalah program untuk MDR TB. Tujuan penelitian untuk mengetahui proporsi dan karakteristik penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT di RSUP Adam Malik Medan, Indonesia.

Metode : Penelitian bersifat deskriptif secara potong lintang. Data dari rekam medis pasien Januari 2012 sampai dengan Juli 2012. Subjek penelitian adalah pasien MDR TB.

Hasil : Dari 114 pasien suspek MDR TB, 14 orang didiagnosis MDR TB (12,28%). Karakteristik dominan adalah 64,28% perempuan, 42,86% berusia 33-44 tahun, 50% SLTA, 42,87% ibu rumah tangga, 64,29% menikah. Semua mempunyai riwayat mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT). Gejala terbanyak sesak napas (57%). Gambaran foto toraks infiltrat dan nodul pada 92,85% pasien, kavitas 42,85% pasien. Pola resistensi 4 pasien (28,58%) resisten terhadap rifampisin dan INH; 2 pasien (14,28%) resisten terhadap rifampisin, INH, etambutol; 3 pasien (21,43%) resisten terhadap rifampisin, INH, streptomisin; 3 pasien (21,43%) resisten rifampisin, INH, etambutol, streptomisin; 2 pasien (14,28%) resisten terhadap rifampisin, INH, etambutol, streptomisin, kanamisin.

Kesimpulan : Proporsi penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT adalah 12,28%. Perempuan, usia muda, ibu rumah tangga, status menikah, SLTA, pernah konsumsi OAT, sesak napas, gambaran infiltrat, nodul dan kavitas pada foto toraks adalah karakteristik dominan. (J Respir Indo. 2013; 33:221-9)

Kata kunci : Programmatic management of drug-resistant TB (PMDT), MDR TB.

Characteristics of Multidrug Resistant Tuberculosis patients in Programmatic

Management of Drug-Resistant Tuberculosis at Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background : Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) is a problem for TB prevention and eradication. Programmatic management of drug-resistant TB (PMDT) is a program for MDR TB. The objective of this study was toevaluate the proportion and characteristic of MDR TB patients at PMDT programme in Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia.

Methods : Cross-sectional descriptive study was done from medical records data, between January 2012 until July 2012. Subjects were MDR TB patients.

Results : Of 114 suspected MDR TB, 14 patients were MDR TB (12.28%). The characteristics were 64.28% female, age 35-44 years in 42.86 patients, education 50% was level senior high school, 42.87% patients was house wife, 64.29% was married. All had a previously treated with tuberculosis drug. Dyspnea way common (57%). Chest x-ray infiltrate, nodule in 92.85% and cavitie in 42.85% patients. Four patients (28.58%) resistant to rifampicin and INH; 2 patients (14.28%) resistant to rifampicin, INH, ethambutol; 3 patients (21.43%) resistant rifampicin, INH, streptomycin; 3 patients (21.42%) resistant to rifampicin, INH,ethambutol, streptomycin; 2 patients (14.28%) resistant to rifampicin, INH, ethambutol, streptomycin, kanamycin.

Conclusion : The proportion of MDR TB patients was 12.28%. Female, young age, house wife, married, previous treated with tuberculosis drug, dyspnea, infiltrate, nodule, cavitie on chest x-ray were the main characteristic. (J Respir Indo. 2013; 33:221-9) Keywords : Programmatic management of drug-rzesistant TB (PMDT), MDR TB.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah

kesehatan di dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk

dunia telah terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Menurut laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Tuberculosis

Report 2012, diperkirakan pada tahun 2011 kasus TB baru di dunia sebanyak lebih dari 9 juta dengan

kematian akibat TB sebanyak 1,4 juta orang.

Tuberkulosis merupakan penyebab kematian utama

(2)

Immunodeficiency Virus (HIV). Laporan terakhir dari WHO menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan

ke-4 terbanyak kasus TB di dunia setelah India, Cina

dan Afrika Selatan, dengan perkiraan prevalensi TB

sebesar 690.000 dengan 450.000 kasus baru

1

pertahun. Selain itu kasus resistensi terhadap obat anti

tuberkulosis merupakan masalah baru yang penting

2-4

dalam program penanggulangan tuberkulosis.

Insidens resistensi obat meningkat sejak

diperkenalkannya pengobatan tuberkulosis pertama

tahun 1943. Kegawatan dari MDR TB karena

pemakaian rifampisin yang meluas pada awal tahun

1970-an mengakibatkan penggunaan obat

anti-tuberkulosis (OAT) lini kedua. Ketidaktepatan

penggunaan obat-obat tersebut mengakibatkan

terjadinya generasi dan penyebaran MDR TB bahkan

5

extensive drug resistant tuberculosis (XDR TB). Dikatakan tuberkulosis resistensi ganda atau disebut

juga MDR TB adalah tuberkulosis dengan kuman M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau tanpa OAT lainnya.

Sedangkan XDR TB adalah MDR TB ditambah

kekebalan terhadap salah satu obat golongan

fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT

injeksi lini kedua, diantaranya kapreomisin, kanamisin

2

dan amikasin.

Menurut laporan WHO 2010, pada tahun 2008

diperkirakan di seluruh dunia terdapat 440.000 kasus

MDR TB. Sebanyak 27 negara (15 negara berada di

Eropa) adalah penyumbang jumlah 86% dari seluruh

kasus di dunia. Empat negara tertinggi jumlah kasus

MDR TB adalah Cina dengan estimasi kasus 100.000,

India 99.000 kasus, Federasi Rusia 38.000 kasus dan

3

Afrika Selatan 13.000 kasus MDR TB . Sebanyak 50%

kasus MDR TB di dunia berada di Cina dan India

sedangkan kematian akibat MDR TB diperkirakan

150.000 orang setiap tahun di seluruh dunia pada tahun

4

2008 . Menurut laporan WHO 2008 dari 27 negara

dengan jumlah MDR TB tertinggi, Indonesia menempati

urutan ke-8 di dunia dalam hal jumlah kasus MDR TB

5

yaitu sebanyak 12.142 penderita. Menurut laporan

WHO 2010, di Indonesia diperkirakan terdapat 2% MDR

TB dari semua kasus baru TB dan 14,7% MDR TB dari

4

semua kasus TB yang pernah mendapat pengobatan.

Berdasarkan data Global Project dari 116 negara dengan 2.509.543 kasus TB didapatkan proporsi

resistensi di antara kasus baru adalah 17% resisten

terhadap OAT apa saja, resisten terhadap INH 10,3%,

dan MDR TB 2,9%. Proporsi resistensi di antara kasus

yang pernah diobati adalah 35% resisten terhadap OAT

apa saja, resisten terhadap INH 13% dan MDR TB

15,3%. Kasus resistensi pada semua kasus TB adalah

20% pada OAT apa saja, 13,3% resisten terhadap INH

dan 5,3% MDR TB. Pada negara dengan angka TB

yang tinggi, kasus TB yang pernah diobati berkisar 4,4%

hingga 26,9% dari semua pasien yang teregistrasi pada

program directly observed treatment short-course (DOTS). Pada 2 negara dengan jumlah kasus TB

terbesar kasus pengobatan kembali mencapai 20% dari

2

kasus dengan dahak positip hapusan langsung.

Kasus MDR TB ini tentunya juga menimbulkan

kekhawatiran akan terjadinya penularan langsung

kuman M. tuberculosis yang telah resisten sehingga menimbulkan terjadinya resistensi primer pada orang

yang tertular. Menurut laporan WHO tahun 2007, di

dunia kasus poliresisten primer 17%, monoresisten

6

primer 10,3% dan MDR TB primer 2,9% . Di Indonesia

3 7

MDR TB primer sebesar 2%. Hendra Sihombing pada

tahun 2011 di RS. H Adam Malik Medan mendapatkan

monoresisten primer sebanyak 18 orang (21,18%),

poliresisten primer sebesar 13 orang (15,29%) dan

7

MDR TB primer sebesar 4 orang (4,71%).

Resistensi ganda merupakan hambatan dan

masalah penting dalam program pencegahan dan

pemberantasan TB dunia. Hal ini disebabkan karena

angka kesembuhan pada pengobatan MDR TB relatif

lebih rendah, lebih sulit, mahal dan lebih banyak efek

samping. Selain itu penyebaran resistensi obat di

berbagai negara sering tidak diketahui dan

penatalaksanaan penderita MDR TB tidak adekuat.

Kinerja program penanggulangan TB paru di daerah

setempat terutama ketepatan diagnosis mikroskopik

untuk menetapkan kasus dengan bakteri tahan asam/

BTA (+), peran pengawas menelan obat (PMO) yang

berpengaruh pada kepatuhan penderita untuk minum

obat, ketersediaan obat yang cukup dan berkualitas

sangat mempengaruhi angka MDR TB.

(3)

secara standar dimulai dengan suatu kegiatan uji

pendahuluan (pilot) di 2 wilayah yaitu kota Jakarta Timur

dan kota Surabaya pada pertengahan 2009 yang

disebut program DOTS (directly observed treatment short-course) Plus yang kemudian diganti menjadi PMDT (programmatic management of drug-resistant TB). Saat ini kegiatan uji pendahuluan telah dianggap cukup dan mulai masuk dalam kegiatan rutin sebagai

bagian dari program penanggulangan TB nasional

dengan menggunakan strategi DOTS. Pengalaman

yang ditemukan selama masa uji pendahuluan dipakai

sebagai rujukan utama untuk pengembangan

selanjutnya. Sebagai salah satu bagian dari program

penanggulangan TB, maka diupayakan peningkatan

kinerja kegiatan PMDT melalui perluasan wilayah,

tatalaksana diagnosis, tatalaksana pengobatan,

penatalaksanaan efek samping dan bantuan

psikososial pasien sehingga terbuka akses bagi semua

pasien MDR TB di Indonesia untuk mendapatkan

pengobatan yang berkualitas dan sesuai standar.

Program PMDT diharapkan dapat dilakukan di tempat

lain selain dua kota terdahulu, termasuk di Medan.

Program ini sudah ada di Medan yaitu di RS H. Adam

Malik Medan, tetapi pemerikasaan biakan dan uji

resistensi masih dilakukan di Jakarta. Penerapan PMDT

menggunakan kerangka kerja yang sama dengan

strategi DOTS, setiap komponen yang ada lebih

menekankan kepada penatalaksanaan MDR TB. Setiap

komponen dalam penatalaksanaan pasien MDR TB

lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak

daripada penatalaksanaan pasien TB bukan MDR.

Dengan menangani pasien MDR TB dengan benar

maka akan mendukung tercapainya tujuan dari

8

Program Penanggulangan TB Nasional.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis

berkeinginan untuk meneliti berapa besar proporsi MDR

TB dan karakteristik penderita MDR TB yang mengikuti

program PMDT di RS H. Adam Malik Medan.

METODE

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan penderita MDR TB, untuk

kemudian memberi manfaat kepada banyak pihak.

Penelitian ini bersifat deskriptif, potong lintang. Data

diperoleh dari rekam medis pasien. Penelitian ini

adalah penelitian pertama sejak terdapat program

PMDT di Medan yaitu di RS H. Adam Malik Medan. Data

penelitian ini diambil dari sejak terdapat program PMDT

di RS H. Adam Malik Medan yaitu awal tahun 2012

hingga bulan Juli 2012.

HASIL

Hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan

karakteristik dan demografi subjek penelitian dapat

dilihat pada tabel 1. Karakteristik subjek terbanyak

adalah perempuan (64,28%), usia terbanyak 35-44

tahun (42,86%) dan sebagian besar berpendidikan

SLTA (50%) serta status perkawinan adalah menikah

(64,29%).

Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan

respirasi, foto toraks dan pemeriksaan bakteri tahan

asam (BTA) hapusan langsung dapat dilihat pada tabel 64,28 Penyakit komorbid DM* & HIV

TB paru (non DM* non HIV) TB paru dengan DM* TB paru dengan HIV Karakteristik

Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik subjek penelitian

(4)

2. Keluhan utama subjek yang terbanyak adalah sesak

napas (57,14%) dan batuk berdahak (35,72%).

Sedangkan kelainan radiologi terbanyak adalah bercak

mengawan (92,85%)

Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat

keteraturan dan konsumsi obat antituberkulosis dapat

dilihat pada tabel 3. Seluruh subjek (100%) pernah

mengkonsumsi OAT lebih dari 1 bulan dan semuanya

tidak teratur minum obat.

Pola resistensi pada penderita TB paru dapat

dilihat pada tabel 4. Pola resistensi terbanyak adalah

resisten R dan H (28,58%), resisten RHS dan RHES

(21,43%) serta resisten RHE dan RHES + Km (14,28%).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dari 114 kasus sangkaan

MDR TB didapat 14 orang menderita MDR TB sehingga

sampel penelitian adalah sebanyak 14 orang. Selain 14

penderita MDR TB, ada 2 orang menderita

monoresisten yaitu 1 orang resisten terhadap rifampisin

dan 1 orang resisten terhadap isoniazid (INH) dan 3

orang poliresisten yaitu 1 orang resisten terhadap INH

dan streptomisin, 1 orang resisten terhadap rifampisin,

kanamisin dan ofloksasin dan 1 orang resisten terhadap

etambutol dan ofloksasin. Pada penelitian ini

didapatkan 14 penderita MDR TB dari 114 kasus

sangkaan MDR TB sehingga proporsi penderita MDR

TB pada penelitian ini sebesar 12,28%. Jumlah ini dapat

bertambah lagi mengingat dari 114 kasus sangkaan

MDR TB tersebut masih banyak yang menunggu hasil

tes resistensi obat. Berdasarkan laporan WHO 2009,

pada tahun 2007 di Indonesia 2% dari kasus baru TB

paru adalah MDR TB (MDR TB primer), dan 20% dari

semua kasus TB yang pernah mendapat pengobatan

8

ternyata MDR TB (MDR TB sekunder).

Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin

subjek penelitian yang terbanyak adalah perempuan

berjumlah 9 orang (64,28%) dan laki-laki 5 orang

(35,72%). Usia rata-rata 37,85 tahun yang berada pada

rentang usia terbanyak antara 35-44 tahun sebanyak 6

orang (42,85%) dan rentang usia 25-34 tahun sebanyak

9

5 orang (35,71%). Munir dkk. mendapatkan usia

penderita MDR TB terbanyak pada rentang 25-34 tahun

dan penderita laki-laki lebih banyak daripada

perempuan yaitu sebesar 52,5%. Penelitian di Beijing

10

oleh Liu dkk. dari tahun 1996-2009 penderita MDR TB

lebih banyak pada laki-laki sebesar 65,3% dan berada

pada rentang umur terbanyak 30-44 sebanyak 32,4%.

11

Penelitian Mitnick dkk. di Peru mendapatkan penderita

TB-MBR perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu

sebesar 51%. Beberapa penelitian epidemiologi

menunjukkan penderita tuberkulosis terbanyak pada 0,00

Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat dan keteraturan konsumsi obat antituberkulosis (OAT) sebelumnya

Hasil pemeriksaan direct sputum

(- / - / -)

Tabel 2. Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan respirasi, foto toraks dan pemeriksaan BTA hapusan langsung

28,58

Tabel 4. Pola resistensi MDR TB (n=14)

(5)

usia produktif sehingga dapat mempengaruhi ekonomi.

Disamping itu, usia produktif sangat berbahaya

terhadap tingkat penularan karena pasien mudah

berinteraksi dengan orang lain sehingga penularan

9

mudah terjadi.

Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan

pada subjek penelitian ini didapatkan terbanyak pada

tingkatan tamat SLTA yaitu sebanyak 7 orang (50%),

diikuti tamat SD sebanyak 4 orang (28,58%), tamat

perguruan tinggi 2 orang (14,28%) dan tidak sekolah

sebanyak 1 orang (7,14%). Penelitian oleh Xianqin Ai

12

dkk. di propinsi Shaanxi di Cina, salah satu daerah

yang kurang maju, mendapatkan bahwa faktor level

pendidikan berhubungan dengan penghentian OAT

pada penderita TB. Penelitian lain di Brazil

mendapatkan tingkat pendidikan tidak berhubungan

dengan drop out penderita TB yang sedang

1 3

mengkonsumsi OAT. Penelitian lain di Cina

mendapatkan bahwa kurangnya pengetahuan menjadi

14

salah satu faktor tingginya prevalensi TB-MDR.

15

Penelitian Elizabeth dkk. di Brazil mendapatkan

hubungan antara MDR TB dengan kurangnya

pendidikan sekolah.

Karakteristik pekerjaan pada subjek penelitian ini

didapatkan pekerjaan yang terbanyak adalah sebagai

ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (42,87%) dan

sebagai petani 4 orang (28,57%). Wiraswasta sebanyak

2 orang (14,28%), pegawai negeri sipil sebanyak 1

orang (7,14%), dan sebagai mahasiswa yaitu 1 orang

16

(7,14%). Penelitian Otto dkk. di Sudan tahun 2008

pada penderita MDR TB mendapatkan pekerjaan

terbanyak adalah wiraswasta 33%, tidak bekerja 13%,

pelajar 4%, ibu rumah tangga 17%, petani 29%,

pegawai pemerintah 4%. Data ini menunjukkan bahwa

penderita MDR TB ada pada berbagai profesi pekerjaan

yang berarti penularan dapat terjadi di mana saja dan ini

juga menunjukkan bahwa informasi mengenai TB

ataupun MDR TB harus disebarkan ke banyak tempat.

Dari sisi karakteristik status perkawinan, maka

didapatkan pada umumnya subjek penelitian telah

menikah, sebanyak 9 orang (64,29%). Sedangkan yang

tidak atau belum menikah sebanyak 5 orang (35,71%).

16

Hal yang sama didapatkan oleh Otto dkk. yaitu 44%

penderita MDR TB adalah single.

Keluhan utama penderita MDR TB pada

penelitian ini terbanyak adalah keluhan sesak napas,

yaitu sebesar 8 orang (57,14%). Keluhan utama batuk

berdahak adalah sebesar 5 orang (35,71%), sementara

keluhan batuk kering dan nyeri dada sebagai keluhan

utama tidak dijumpai. Keluhan utama batuk darah

berjumlah 1 orang (7,14%). Jika dihubungkan dengan

gambaran radiologis mungkin hal ini disebabkan karena

lesi yang luas hampir pada semua penderita MDR TB

dalam penelitian ini sehingga keluhan sesak napas

adalah keluhan yang terbanyak.

Pada kelainan radiologi foto toraks didapatkan

gambaran bercak mengawan (infiltrat/noduler) terdapat

pada hampir semua subjek penelitian, yaitu sebesar 13

orang (92,85%) yang banyak disertai dengan gambaran

radiologis lainnya. Diikuti gambaran bentuk kavitas

sebanyak 6 orang (42,85%), gambaran fibrotik

sebanyak 3 orang (21,42%) dan hidropneumotoraks

17

pada 1 orang (7,14%). Cha dkk. meneliti gambaran

radiologi penderita MDR TB, XDR TB dibandingkan

dengan penderita TB yang masih sensitif terhadap OAT.

Didapatkan bahwa gambaran nodul dan ground glass opacity lebih banyak pada penderita TB yang masih sensitif terhadap OAT. Sedangkan gambaran radiologi

pada penderita MDR TB dan XDR TB adalah multipel

kavitas, nodul dan dilatasi bronkus. Gambaran radiologi

penderita MDR TB dan XDR TB tidak berbeda

bermakna. Didapatkan juga penderita MDR TB dan

XDR TB berusia lebih muda dibandingkan penderita TB

yang tidak resisten terhadap OAT, sehingga perlu

perhatian jika dijumpai gambaran nodul dan kavitas

multipel dan dilatasi bronkus pada penderita TB berusia

18

muda. Yeom dkk. di Korea mendapatkan bahwa

gambaran kelainan bilateral, konsolidasi lobar atau

segmental, dan kavitas lebih sering pada penderita

7

MDR TB primer. Penelitian Sihombing di Medan tahun

2012 pada penderita MDR TB primer, mendapatkan

gambaran radiologis foto toraks terbanyak adalah

bercak mengawan dan bayangan nodul diikuti dengan

15

gambaran kavitas. Penelitian Elizabeth dkk. di Brazil

mendapatkan bahwa kavitas adalah salah satu faktor

berkembangnya MDR TB.

Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologis

(6)

sampel penelitian MDR TB didapatkan dengan hasil

sputum BTA terbanyak adalah (1+/1+/1+), yaitu sebesar

8 orang (57,14%). Selanjutnya (2+/2+/2+) sebanyak 2

orang (14,18) serta pemeriksaan direct smear sputum dengan hasil (1+/2+/2+), (1+/2+/1+), (1+/2+/1+),

(scanty BTA 8/1+/-) masing-masing pada 1 orang (7,14%). Sedangkan 1 orang (7,14%) subjek penelitian

tidak ditemukan M. tuberculosis (negatif) pada pemeriksaan pewarnaan langsung tersebut namun

pada pemeriksaan kultur dijumpai pertumbuhan BTA.

Berdasarkan riwayat mengkonsumsi OAT,

seluruh sampel MDR TB pernah mengkonsumsi OAT

lebih dari 1 bulan yaitu sebesar 14 orang (100%). Dari

14 orang tersebut, sebanyak 3 orang (21,43%) pernah

mengkonsumsi OAT 1 kali, 6 orang (42,86%)

mengkonsumsi OAT 2 kali, dan 5 orang (35,71%)

pernah mengkonsumsi OAT 3 kali sebelum MDR TB

ditegakkan. Sedangkan dalam hal keteraturan berobat,

semua penderita (100%) pernah tidak teratur berobat,

dan tidak ada yang pernah selalu teratur berobat. Tidak

t e r d a p a t n y a p e n d e r i t a y a n g b e l u m p e r n a h

mengkonsumsi OAT sebelum diagnosis MDR TB

ditegakkan mungkin disebabkan oleh karena pada

program PMDT ini penderita yang dicurigai menderita

MDR TB lebih diutamakan untuk masuk ke dalam

program dan dilakukan pemeriksaan sputum uji

resistensi terhadap OAT.

Banyak penelitian yang mendapatkan bahwa

riwayat pernah mengkonsumsi OAT sebelumnya dan

ketidakteraturan mengkonsumsi OAT merupakan faktor

yang berhubungan dengan terjadinya MDR TB seperti

16 15

pada penelitian Otto dkk. di Sudan dan Elizabeth dkk.

19

di Brazil. Penelitian Surendra dkk. pada tahun 2011 di

India mendapatkan prevalensi MDR TB di antara

penderita TB paru kategori II adalah sebesar 20,4%.

Karena tingginya angka ini, disarankan agar pada

penderita TB kategori II dapat dilakukan screening resistensi OAT dengan cara yang lebih cepat yaitu tes

molekular.

Dari 14 subjek penelitian ini didapatkan 1

penderita TB paru MDR disertai HIV dan 3 orang

penderita TB paru MDR disertai DM. Kasus HIV dan DM

sering bersamaan dengan TB. Hal ini disebabkan

karena gangguan imunitas pada penderita DM dan HIV.

Diabetes melitus merupakan salah satu faktor risiko

20 21

untuk TB-MDR. Penelitian Bashar dkk. di Bellevue,

New York mendapatkan bahwa penderita TB dengan

DM mempunyai risiko untuk mendapatkan MDR TB

sebesar 8,6 kali lebih banyak dibandingkan penderita

TB tanpa DM.

Kombinasi HIV dengan TB juga sudah banyak

diketahui dan penderita HIV lebih sering terjadi

22

reaktivasi TB. Penelitian meta analisis oleh Sujit dkk. di

Amerika mendapatkan bahwa secara keseluruhan tidak

ada hubungan antara MDR TB dan HIV atau MDR TB

sekunder dengan HIV. Tapi ada hubungan antara MDR

TB primer dengan HIV.

Karakteristik pola resistensi penderita MDR TB

adalah resisten terhadap rifampisin dan INH sebanyak 4

orang (28,58%), resisten terhadap rifampisin, INH dan

etambutol sebanyak 2 orang (14,28%), resisten

terhadap rifampisin, INH, streptomisin sebanyak 3

orang (21,42%) dan resisten terhadap rifampisin, INH,

etambutol, streptomisin dan kanamisin sebanyak 2

dikutip dari 23

orang (14,28%). Penelitian di Jamshoro dari

tahun 2008 hingga 2009, mendapatkan pada

penderitaTB kategori II terjadi resistensi obat sebanyak

95% penderita, sedangkan penderita TB kategori I

ditemukan resistensi obat sebanyak 17,64% penderita

TB. Secara total pada penderita TB paru kategori I dan

II, resistensi terhadap INH dijumpai pada 51,22%

penderita TB, resistensi terhadap rifampisin terjadi pada

15,4% penderita TB, resistensi terhadap etambutol

terjadi pada 13,33% penderita TB, resistensi terhadap

pirazinamide pada 9% penderita TB, resisten terhadap

streptomisin pada 3,85% penderita TB. Kasus MDR TB

terdapat pada 42,10% penderita TB paru kategori I dan

II dengan rincian MDR TB pada 5,88% penderita TB

kategori I dan MDR TB terjadi pada 57,50% penderita

23

TB kategori II.

Dari uraian di atas terlihat gambaran karakteristik

penderita MDR TB yang mengikuti program PMDT di

RSUP H. Adam Malik Medan serta perbandingan

karakteristik di daerah atau negara lain. Hal penting dari

penelitian ini ke depannya adalah bagaimana

tatalaksana kita terhadap MDR TB ini yang mencakup

pencegahan terhadap terjadinya MDR TB, penemuan

(7)

penanganan kasus termasuk penentuan rejimen

obat-obat OAT second line, penyediaan obat yang berkesinambungan dan berkualitas, penanganan efek

samping obat hingga adanya pengawas minum obat

(PMO) yang berpengaruh pada kepatuhan penderita

minum obat. Pencegahan terhadap terjadinya MDR TB

dan pencegahan terhadap penularan menjadi hal yang

sangat penting.

Hal penting dalam pencegahan adalah dapat

mendiagnosis TB paru kategori I hingga kemampuan

mengobati dan mengevaluasi terapi yang diberikan

sehingga terjadinya MDR TB pada penderita tersebut

dapat dicegah. Hal ini dapat terlihat dari penelitian

24

Sinaga tahun 2005 pada dokter umum praktek swasta

di Medan yang menangani TB paru yaitu masih ada

dokter yang tidak melakukan pemeriksaan sputum

mikroskopis untuk mendiagnosis dan rejimen terapi

yang tidak tepat dalam terapi TB. Hal ini juga menjadi

tanggung jawab pendidikan kedokteran untuk

menghasilkan dokter yang berkompeten dalam

penatalaksanaan tuberkulosis mulai dari mendiagnosis,

terapi dan evaluasi pengobatan. Selain itu pelatihan

ataupun seminar tentang TB maupun MDR TB sangat

perlu dilakukan secara berkala sehingga pengetahuan

para dokter dapat terus ditingkatkan.

Selain itu komitmen dari pemerintah memang

sangat dibutuhkan dengan menyediakan fasilitas yang

baik dalam hal diagnostik dan pengobatan MDR TB

yang dapat diakses oleh semua pihak, juga perlunya

sosialisasi atau penerangan terhadap masyarakat

tentang TB dan MDR TB sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat. Program PMDT adalah

program yang berusaha menjawab persoalan ini

sehingga diharapkan angka MDR TB dan penularan

dapat ditekan.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa:

1. Proporsi penderita MDR TB pada penelitian ini

sebesar 12,28%. Selain 14 penderita MDR TB, ada

2 orang menderita monoresisten dan 3 orang

poliresisten.

2. Karakteristik resistensi MDR TB pada penelitian ini

diperoleh resistensi pada rifampisin dan INH (RH)

sebanyak 4 orang (28,58%) dan resistensi terhadap

rifampisin, INH, streptomisin (RHS) dan rifampisin,

INH, etambutol, streptomisin (RHES)

masing-masing sebesar 3 orang (21,43%) serta resitensi

terhadap rifampisin, INH, etambutol (RHE) dan

rifampisin, INH, etambutol, streptomisin, kanamisin

(RHES+Km) masing-masing sebesar 2 orang

(14,28%).

3. Jenis kelamin penderita MDR TB terbanyak adalah

perempuan 9 orang (64,28%) dengan kelompok

umur terbanyak adalah 35-44 tahun sebesar 6

orang (42,86%).

4. Tingkat pendidikan penderita MDR TB terbanyak

adalah tamatan dari sekolah lanjutan tingkat atas

(SLTA) sebanyak 7 orang (50%), sedangkan

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah jenis

pekerjaan terbanyak yaitu 6 orang (42,78%).

Sementara status menikah adalah terbanyak

dibandingkan belum menikah yaitu 9 orang

(64,29%).

5. Berdasarkan riwayat mengkonsumsi OAT adalah

secara keseluruhan sampel MDR TB pernah

mengkonsumsi OAT lebih dari 1 bulan (100,00%).

Diantara 14 subjek penelitian yang memiliki riwayat

2 siklus pengobatan OAT sebanyak 6 orang

(42,86%). Terdapat 5 orang (35,71%) dengan

riwayat mengkonsumsi 3 siklus OAT. Selebihnya 3

orang (21,43%) memiliki riwayat mengkonsumsi

OAT. Selain itu semua penderita MDR TB ini pernah

tidak teratur mengkonsumsi OAT.

6. Karakteristik klinis dalam hal keluhan utama

penderita MDR TB yang terbanyak adalah keluhan

sesak napas, yaitu sebesar 8 orang (57,14%).

Keluhan utama batuk berdahak adalah sebesar 5

orang (35,71%). Keluhan utama batuk darah

berjumlah 1 orang (7,14%).

7. Karakteristik gambaran kelainan foto toraks bentuk

bercak mengawan (infiltrat/noduler) terdapat pada

hampir semua penderita MDR TB, yaitu sebesar 13

orang (92,85%) yang banyak disertai dengan

gambaran radiologis lainnya. Gambaran bentuk

kavitas didapatkan sebesar 6 orang (42,85%).

(8)

Gambaran hidropneumotoraks didapatkan sebesar

1 orang (7,14%).

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis

report. Geneva : WHO Press; 2012.

2. World Health Organization. Guidelines for the

programmatic management of drug-resistant

tuberculosis. Geneva : WHO Press; 2008.

3. World Health Organization. Global tuberculosis

control. Geneva : WHO Press; 2010.

4. World Health Organization. Multidrug and

extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010

Global report on surveillance and response.

Geneva: WHO Press; 2010.

5. World Health Organization. Global tuberculosis

control. Surveillance, planning, financing. Geneva :

WHO Press; 2008.

6. World Health Organization. Anti-tuberculosis drug

resistance in the world. Fourth global report.

Geneva: WHO Press; 2008.

7. Hendra-Sihombing, Sembiring H, Amir Z, Sinaga

BYM. Pola resistensi primer pada penderita TB paru

kategori I di RSUP H. Adam Malik, Medan. J Respir

Indo. 2012; 32:138-45.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Petunjuk teknis I. Pengendalian TB resisten obat.

Manajemen terpadu pengendalian TB resisten

obat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia; 2011.

9. Munir SM, Nawas A, Soetoyo DK. Pengamatan

pasien tuberkulosis paru dengan multidrug resistant (MDR TB) di poliklinik paru RSUP Persahabatan. J

Respir Indo. 2010; 30:92-104.

10. Liu CH, Li L, Chen Z, Wang Q, Hu YL, Zhu B, et al.

Characteristic and treatment outcomes of patients

with MDR and XDR tuberculosis in a TB referral

hospital in Beijing: A 13-year experience. PLoS

ONE. 2011; 6: 19399.

11. Mitnick C, Bayona J, Palacios E, Shin S, Furin J,

Alcántara F, et al. Community-based therapy for

multidrug-resistant tuberculosis in Lima, Peru. N

Engl J Med. 2003; 348:119-28.

12. Ai X, Men K, Guo L, Zhang T, Zhao Y, Sun X, et al.

Factors associated with low cure rate of

tuberculosis in remote poor areas of Shaanxi

Province, China: A case control study. BMC.

2010;10:112.

13. Paixao LMM, Gontijo ED. Profile of notified

tuberculosis cases and factors associated with

treatment drop out. Rev Saude Publica. 2007; 41:

205-13.

14. Liang L, Wu Q, Gao L, Hao Y, Liu C, Xie Y, et al.

Factors contributing to the high prevalence of

multidrug-resistant tuberculosis: A study from

China. Thorax. 2012; 67:632-8.

15. Barroso EC, Mota RMS, Santos RO, Sousa ALO,

Barroso JB, Rodrigues JLN. Risk factors for

acquired multi drug-resistant tuberculosis. J

Pneumol. 2003; 29:89-97.

16. Otto PA, Agid A, Suzan, Mushtaha. MDR TB is in

town; and might be tugging along with XDR-TB.

South Sudan Med J. 2009;2:11-2.

17. Cha J, Lee HY, Lee KS, Koh WJ, Kwon OJ, Yi CA, et

al. Radiological findings of extensively

drug-resistant pulmonary tuberculosis in non-AIDS

adults: Comparisons with findings of multi

drug-resistant and drug-sensitive tuberculosis. Korean J

Radiol. 2009; 10:207-16.

18. Yeom JA, Jeong YJ, Jeon D, Kim KI, Kim CW, Park

HK, et al. Imaging findings of primary multi

drug-resistant tuberculosis: A comparison of findings of

drug-sensitive tuberculosis. J Comput Assist

Tomogr. 2009; 33:956-60.

19. Sharma SK, Kumar S, Saha PK, George N, Arora

SK, Gupta D, et al. Prevalence of multi

drug-resistant tuberculosis among category II pulmonary

tuberculosis patients. Indian J Med Res.

2011;133:312-5.

20. Sali AM, Merza MA. Risk factors for multi-drug

resistant tuberculosis: A review. Duhok Med J. 2010;

4:1-7.

21. Bashar M, Alcabes P, Rom WN, Condos R.

Increased incidence of multidrug-resistant

tuberculosis in diabetic patients on the Bellevue

chest service, 1987 to 1997. Chest. 2001;120:

(9)

22. Suchindran S, Brouwer ES, van Rie A. Is HIV

infection the risk factor for multi drug-resistant

tuberculosis? A systematic review. PLos ONE.

2009; 4: 5561.

23. Khoharo HK, Shaikh IA. Drug resistance pattern in

pulmonary tuberculosis. J Pak Med Assoc. 2011;

61:229-32.

24. Sinaga BYM. Penatalaksanaan tuberkulosis paru

oleh dokter umum yang berpraktek swasta di

Medan. Tesis Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran

Gambar

Tabel 1.Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik subjek penelitian
Tabel 4.Pola resistensi MDR TB (n=14)

Referensi

Dokumen terkait

Posisi kaki kanan berada di depan dan bersamaan dengan gerak tangan, di hentakkan maju kemudian kaki kiri maju satu langkah sejajar dengan kaki kanan bersamaan dengan kedua tangan

Hasil analisis dengan uji Anova pada taraf signifikan diperoleh p-value 0,066 > 0.01 sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi pengolahan tidak berpengaruh

Finally, the battle between the pleasure and reality principle which is seen through the characteristics of the main characters and the conflicts in the story are used to see

Di pandang dari segi fisioterapi, ada berbagai tingkat gangguan pada post tuberkulosis yaitu impairment berupa sesak napas, penurunan ekspansi thorak, adanya

Sesuai dengan Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (kontrak) hanya dapat

Sedangkan untuk mengetahui pendapatan yang berasal dari luar kegiatan menyadap dan pendapatan masing-masing anggota keluarga rumah tangga buruh tani penyadap karet

Perlunya kerjasama antara pihak terkait meliputi kepala sekolah, guru serta stake- holder di lingkungan sekolah, seperti Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, agar lebih

32/2007 Bukit Raya Menjadi Wil Kec Tanah Pinoh Barat Perbub No. 50/2011 Lintah Taum Menjadi Wil Kec Tanah Pinoh Barat