BAB II
PERMODALAN PERSEROAN TERBATAS DAN PERMODALAN DALAM KOPERASI
A. Kedudukan PT sebagai Badan Hukum
Perseroan terbatas merupakan suatu subjek hukum yang diakui oleh
pemerintah Indonesia dalam bentuk badan hukum. Perkumpulan dari beberapa
orang yang kemudian membuat suatu ikatan yang kemudian menjalankan
fungsinya sesuai dengan tujuan dari dibentuknya badan hukum tersebut. Secara
pengertian, PT memiliki arti “badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.23
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebagai aturan awal dari
PT tidak mengatakan secara tegas akan keberadaan PT sebagai badan hukum akan
tetapi memberikan penjelasan pertanggung jawaban suatu saham dalam perseroan,
“Modal perseroan dibagi atas saham-saham atau Sero-sero atas nama atau
blangko. Para persero atau pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab Dari pengertian
diatas dapat dipahami bahwa perseroan terbatas adalah sebuah badan hukum yang
didalamnya terdapat persekutuan modal yang dibentuk berdasarkan adanya
perjanjian terhadap suatu kegiatan tertentu yang memiliki jumlah saham.
23
lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu”.24
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai
aturan yang digunakan sekarang secara tegas menyebutkan bahwa PT adalah
sebagai badan hukum yang terkandung dalam Pasal 1 UU PT, dengan demikian
tidak perlu diragukan akan kedudukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum.
Berikut arti dari badan hukum menurut beberapa ahli:
Kemudian pada Pasal 45
KUHD “para pengurus tidak bertanggung jawab lebih daripada untuk menunaikan
sebaik-baiknya tugas yang diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung
jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga atas perikatan perseroan”, kembali lagi
tidak ada pernyataan tegas akan bentuk dari perseroan terbatas tersebut namun
KUHD mengakui adanya kekayaan terpisah dari modal dan kekayaan pribadi dan
juga mengenai pertanggung jawaban modal di perseroan terbatas sebatas jumlah
modal/saham yang dimiliki oleh tiap-tiap pemiliki saham.
25
1. Teori Fictie dari von Sasvigny, badan hukum adalah semata-mata buatan
negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subjek
hukum, badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu
pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan
sama dengan manusia
2. Teori Harta Kekayaan bertujuan dari Brinz, menurutnya hanya manusia saja
yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya
24
Pasal 40 KUHD
25
hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi
pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan
hukum sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan
sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh tujuan atau
kekayaan kepunyaan suatu tujuan
3. Teori Organ Daro Otto Van Gierke, bahwa badan hukum adalah suatu realitas
sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam
pergaulan hukum. Tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan
hukum ini juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk
melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang
mereka putuskan adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini
menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan
manusia.
4. Teori Propriete Collective dari Planiol yaitu hak dan kewajiban badan hukum
itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama.
Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta
kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak
hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian tidak dapat dibagi, tetapi
juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhannya. Disini dapat
dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu
kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka
Perseroan Terbatas t dijalankan dan dilaksanakan oleh Direksi. Pengelolaan
atau pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, ini sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU
PT direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam Pasal 92 ayat (1) UU
PT dikemukakan mengenai fungsi direksi dalam pengurusan PT untuk
kepentingan PT yaitu direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum berdasarkan tugas dan fungsi
Direksi, bahwa badan hukum PT itu memiliki kehendak atau kemauan sesuai
dengan kepentingan PT melalui alat-alatnya. Ini sesuai dengan teori organ yang
dikemukakan oleh Daro Otto Van Gierke. Direksi yang merupakan bagian organ
atau alat dari badan hukum, dibentuk dan dipilih untuk menjalankan segala
kepentingan PT, baik kepentingan itu untuk melakukan perjanjian atau melakukan
hal yang lain berhubungan dengan kepentingan PT. Berikut organ-organ yang ada
di dalam suatu perseroan terbatas, yaitu:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan,yang mana
kewenangannya tersebut tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris.
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam
perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan
perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasari pada
kepentingan usaha perseroan dalam jangka panjang.
Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur
organisasi perseroan misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan,
peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi perseroan, hak dan kewajiban
para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian atau penggunaan
keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS.
Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS
menjalankan kekuasaan perseroan secara de facto, secara eksklusif kewenangan
diatur dalam anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang
memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di
dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS. Berikut
wewenang RUPS sesuai UU PT, yaitu :
a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34)
b. Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang
mempunyai tagihan terhadap perseroan menggunakan hak tagihnya
sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah
diambilnya (Pasal 35)
c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (Pasal 38)
e. Memutuskan pengurangan modal perseroan (Pasal 44 ayat (1)
f. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh direksi. (Pasal 64 ayat (3))
g. Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan. (Pasal 71)
h. Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan ke
cadangan khusus. (Pasal 73)
i. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit,
perpanjangan waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan. (Pasal 89 ayat
(1))
j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara direksi
dalam hal direksi terdiri atas 2 anggota direksi atau lebih. (Pasal 92 ayat
(5))
k. Mengangkat anggota direksi. (Pasal 94 ayat (1))
l. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota
direksi. (Pasal 96 ayat (1))
m. Memutuskan tentang kewenangan direksi untuk mewakili perseroan dalam
hal direksi lebih dari 1 orang. (Pasal 98 ayat (3))
n. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan
jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50%
jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik
o. Menyetujui dapat atau tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit
atas perseroan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 104)
p. Memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan
alasannya. (Pasal 105)
q. Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota
Direksi yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris. (Pasal 106 ayat (6))
r. Mengangkat anggota dewan komisaris. (Pasal 111)
s. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota dewan komisaris. (Pasal 113)
t. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan
pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(Pasal 118 ayat (1))
u. Mengangkat komisaris independen. (Pasal 120 ayat (2))
v. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk
perseroan. (Pasal 125 ayat (4))
w. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan perseroan. (Pasal 127 ayat (1))
x. Memutuskan tentang pembubaran perseroan. (Pasal 142 ayat (1))
2. Dewan komisaris
Dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT. Dewan komisaris
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi.
Dalam melaksanakan tugas, dewan komisaris bertanggung jawab kepada RUPS.
Pertanggungjawaban dewan komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan. Kinerja dewan komisaris
dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun secara mandiri
oleh dewan komisaris. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode
tutup buku.
Dewan komisaris adalah organ pengawas mandiri. Menurut ketentuan Pasal
1 angka 6 UU PT jelas bahwa ada keharusan bagi setiap perseroan mempunyai
dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah melakukan pengawasan
atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan tersebut
pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi
nasehat kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi
eksekutif. Sekalipun anggaran dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan
direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan komisaris, persetujuan dimaksud
bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada dewan
komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa
orang pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UU PT yang
melarang anggota dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang
saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan
kedudukan direksi dan dewan komisaris adalah setara. Komisaris adalah
penasihta direksi. Untuk mencapai efektifitas fungsi komisaris tersebut maka
ditetapkan pula persyaratan untuk menjadi komisaris yang adalah sama untuk
menjadi direksi.26
Dewan komisaris melakukan pengawasan, maka dewan komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut
diberikan sekali setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab
keluar, berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini
berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut ditegaskan dalam
Pasal 115 UU PT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan komisaris
bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan
direksi atas kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi
kepailitan perseroan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilakukan direksi. Selanjutnya
diatur pula dalam Pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab tersebut berlaku juga Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi.
Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam
bidang pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dilakukan direksi dan
pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung jawab direksi terdapat
dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan
komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.
26
bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi
mantan anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat
telah menyebabkan perseroan dinyatakan pailit. Berikut rincian wewenang dewan
komisaris dalam UU PT, yaitu:
a. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun
usaha, dan memberi nasihat kepada direksi. (Pasal 108 ayat (1))
b. Dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. (Pasal
114 ayat (1))
c. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dewan
komisaris dalam hal melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilaksanakan oleh direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap
anggota dewan komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab
dengan anggota direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. (Pasal 115
ayat (1)).
Dewan komisaris wajib (Pasal 116), yaitu :
a. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya;
b. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau
keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain;
c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan
3. Direksi
Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggungjawab penuh atas
pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.27
Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas
dan wewenang setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi
secara tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 97 ayat (4) UU PT. Namun tugas
dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan
perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan
dengan pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UU PT
dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya
tidak mempunyai akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan
direksi tanpa persetujuan RUPS atau dewan komisaris tetap mengikat perseroan Dalam melaksanakan tugasnya, direksi bertanggung
jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban direksi kepada RUPS merupakan
perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan.
Kinerja direksi dievaluasi oleh dewan komisaris baik secara individual
maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun oleh
Komite Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tahun
buku. Hasil penilaian kinerja direksi oleh dewan komisaris disampaikan dalam
RUPS.
27
sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berarti
bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang merupakan
suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.
Perseroan adalah subyek hukum dan perseroan sebagai ciptaan hukum
adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk
menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98
ayat (2) UU PT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan.
Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa
menjaga dan membela kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan
tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi secara tanggung renteng
dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi menjalankan kewajibannya
dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan. Berikut kewenagan beserta
kewajiban direksi, yaitu :
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. (Pasal 92 ayat (1))
b. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan. (Pasal 97 ayat (1))
c. Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(Pasal 98 ayat (1))
Direksi wajib (Pasal 100 ayat (1)):
a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan;
c. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan dan
dokumen perseroan lainnya
d. Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham
yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar
khusus. (Pasal 101 ayat (1))
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk (Pasal 102 ayat (1)):
a. Mengalihkan kekayaan perseroan;
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari
50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih,
baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
c. Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan
Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan
melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam
surat kuasa. (Pasal 103)
Penjelasan mengenai tugas dari masing-masing organ perseroan terbatas
membuktikan bagaimana organ-organ tersebut adalah suatu kesatuan yang
memiliki tanggung jawab dan saling bekerjan sama dalam menjalankan perseroan
agar tercapai perseroan yang sehat serta mandiri. Perseroan sebagai badan usaha
tidak memiliki hak tanggung jawab seperti subjek hukum lainnya, perorangan,
maka berikut ciri-ciri dari bentuk badan hukum tersebut, yaitu:
1. Memiliki harta kekayaan yang terpisah
Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari
harta kekayaan para perseronya dan didapat dari pemasukan para persero
(pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal
yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan
sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan dalam hubungan hukumnya di
masyarakat, misalnya dalam rangka membuat perjanjian-perjanjian dengan pihak
ketiga. Kekayaan terpisah membawa akibat sebagai berikut:28
a. Kreditur pribadi dari persero dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak
untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu
b. Para persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih
piutang badan hukum dari pihak ketiga
c. Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak
diperkenankan
d. Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero
dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat terjadi, seperti halnya
antara badan hukum dengan pihak ketiga
28
e. Pada kepailitan, hanya kreditur badang hukum itu saja yang dapat menuntut
harta kekayaan yang terpisah itu.
2. Mempunyai tujuan
Perseroan terbatas merupakan subjek hukum yang memiliki tujuan tertentu,
ini dapat dilihat dari anggaran dasarnya.29
Kepentingan sendiri yang dimaksud adalah merupakan hak-hak
subjektifnya sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum yang dialaminya dan
kepentigan itu adalah kepentingan yang dilindungi hukum.
Ini dapat dilihat dari usaha perusahaan
tersebut seperti PT. Bank BRI. Secara jelas perseroan ini bergerak di bidang
perbankan.
3. Mempunyai kepentingan sendiri
30
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perseroan terdiri dari
organ-organ perseroan yang memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing.
Masing-masing organ akan mempertanggung jawabkan setiap tindakannya kepada Maka dengan
demikian peseroan memiliki kepentingan sendiri yang dapat mempertahankan
kepentingannya terhadap pihak ketiga.
4. Mempunyai organisasi yang teratur
29
Ibid.
30
organ yang lain karena masing-masing organ akan selalui diawasi. Dengan
demikian patutlah dikatakan bahwa perseroan terbatas memiliki organisasi yang
teratur.
B. Kedudukan Koperasi sebagai Badan Hukum
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi.31
Sama halnya dengan PT, koperasi dibentuk dengan adanyan
perikatan/perjanjian antara pendirinya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) dan
(2) UU Koperasi yaitu Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua
puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Badan hukum tidak hanya sebatas pada PT akan tetapi dapat
berbentuk lain sesuai dengan peraturan yang ada.
Koperasi memiliki status yang sama dengan PT yang berstatus badan
hukum yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki hak dan tanggung jawab
di depan hukum, dengan demikian koperasi merupakan subjek hukum.
Berdasarkan UU Koperasi memberikan legitimasi kepada Koperasi menjadi badan
hukum yang memiliki wewenang dalam menjalankan fungsinya yang memiliki
modal/saham yang disetor oleh pemilik saham.
31
Anggota sebagai modal awal Koperasi dan Koperasi Sekunder didirikan oleh
paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. Seperti yang telah disebutkan diawal
bahwa setiap berbadan hukum, harta kekayaan antara harta pribadi dengan harta
kekayaan badan hukum dipisahkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) diatas telah disebutkan
“……dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai
modal awal Koperasi”, dengan demikian kedudukan Koperasi sebagai badan
hukum telah memenuhi syarat untuk menjalankan hak dan tanggung jawab.
Koperasi dijalankan atau dikelola oleh pengurus, ini sesuai dengan Pasal 1
ayat (1) UU Koperasi, pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang
bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan
tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dengan demikian fungsi dari pengurus
adalah menjalankan Koperasi sebaik mungkin sesuai dengan kepentingan
Koperasi.
Dalam Pasal 4 UU Koperasi, tertuang tujuan koperasi Indonesia, yaitu
bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan
perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
Koperasi dalam pendiriannya berpegang teguh pada asas dan
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.32
Melihat tujuan dari koperasi yang tertuang dalam Pasal 4 UU Koperasi
koperasi berjalan tidak keluar dari koridor perekonomian Indonesia. Demokratis
terhadap seluruh anggota koperasi dengan mendukung rasa keadilan tanpa
terkecuali. Dapat dipahami apa sebenarnya tujuan dari koperasi ini terbentuk dari
uraian berikut:
Dengan
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu adanya
prinsip keterbukaan anggota dalam koperasi. Siapa saja dapat untuk menjadi
anggota koperasi.
33
a. Koperasi Indonesia berusaha ikut membantu para anggotanya untuk dapat
meningkatkan penghasilannya
b. Koperasi Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan semakin
meningkatkan pertambahan penduduk, membawa dampak meningkatnya pula
pengangguran, karena berkurangnya atau semakin sulitnya lapagan pekerjaan.
c. Koperasi Indonesia dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat. Sebagai
badan usaha yang mengutamakan usaha bersama dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup para anggotanya, maka dalam kegiatan usahanya koperasi
berusaha mempersatukan usaha bersama tersebut dengan baik.
d. Koperasi Indonesia dapat berperan serta meningkatkan tarah hidup rakyat.
Tujuan utama koperasi adalah meningkatkan taraf hidup para anggota
32
Revrisond Baswir. Koperasi Indonesia, (cetakan kedua), (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000), hlm. 40..
33
tercukupi, koperasi berusaha untuk ikut meningkatkan taraf hidup masyarakat
pada umumnya.
e. Koperasi Indonesia dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat.
Koperari dapat memberikan pendidikan kepada rakyat dengan jalan mendidik
para anggota koperasi terlebih dahulu, dan kemudian secara berantai para
anggota koperasi dapat mengamalkan pengetahuannya terebut kepada
masyarakat lainnya
f. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi. Koperasi
dapat memberikan kemampuan yang besar untuk dapat mempertinggi
kesejahteraan rakyat banyak.
g. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi. Dalam
perannya sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi dituntut
berperan menyeluruh di semua lapangan usaha dan mampu mejangkau
sektor-sektor ekonomi fital yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
h. Koperasi Indonesia dapat berperan serta dalam membangun tatanan
perekonomian nasional
i. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai alat Pembina insane masyarakat
untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam
mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Organ koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus dan pengawas.
Masing-masing organ telah diatur di dalam UU Koperasi, yaitu:
Pasal 1 ayat (5) UU Koperasi, rapat anggota memiliki arti yaitu perangkat
organisasi koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Wewenang rapat anggota dapat dilihat dari Pasal 33 UU Koperasi. Yang harus
diketahui pula bahwa, rapat anggota adalah pemengang kekuasaan tertinggi di
koperasi.34
a) Menetapkan kebijakan umum koperasi
Berikut wewenang rapat anggota dalam koperasi tersebut:
b) Mengubah anggaran dasar
c) Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengawas dan pengurus
d) Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja
koperasi
e) Menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus
untuk dan atas nama koperasi
f) Meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban pengawas dan
pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing
g) Menetapkan pembagian selisih hasil usaha
h) Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran koperasi,
dan
i) Menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
2. Pegawas
34
Pasal 1 ayat (6) UU Koperasi menjelaskan bahwa pengawas adalah
perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat
kepada pengurus. Pengawas bertugas untuk:35
a) Mengusulkan calon pengurus
b) Memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan
Koperasi yang dilakukan oleh pengurus, dan
d) Melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota
Sedangkan wewenang dari pengawas koperasi, adalah:36
a) Menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian
anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar
b) Meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari pengurus
dan pihak lain yang terkait
c) Mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja
koperasi dari pengurus
d) Memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakukan
perbuatan hukumtertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan
e) Dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan
alasannya
35
Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
36
3. Pengurus
Pasal 1 ayat (7) UU Koperasi memberikan arti bahwa pengurus adalah
perangkat organisasi koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi, serta mewakili koperasi baik di
dala maupun di luar. Pengurus bertugas:37
a) Mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar
b) Mendorong dan memajukan usaha anggota
c) Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
d) Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
untuk diajukan kepada rapat anggota
e) Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi koperasi untuk
diajukan kepada rapat anggota
f) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
g) Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien
h) Memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengawas, buku daftar
pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi, dan risalah rapat
anggota, dan
i) Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan
koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.
37
Pengurus juga berwenang untuk mewakili koperasi di dalam maupun di luar
pengadilan.38
1. Jenis-jenis modal
Pengurus memiliki peran penting di dalam koperasi karena
penguruslah yang menjalankan roda badan usaha koperasi ini, oleh karena itu
apabila dibandingkan kedudukan pengurus sama dengan kedudukan direksi yang
berada di perseroan.
C. Permodalan dalam PT Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Ada 3 (tiga) jenis modal dalam Perseroan Terbatas, yaitu:
a. Modal dasar
b. Modal ditempatkan
c. Modal disetor
Ketiga modal diatas berbeda bukan karena berasal dari mana modal itu
berasal akan tetapi lebih kepada strukturalnya, yaitu modal yang
ditujukan/diarahkan kepada persero itu sendiri. Modal PT berasal tetap dari
pendiri perseroan itu sendiri, tidak dari pihak lain, berbeda dengan koperasi yang
mengklasifikasikan modal yang diberikan kepada diarahkan ke koperasi dan dari
mana modal itu berasal.
1) Modal dasar
Modal dasar dalam Peseroan Terbatas diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU
PT, yaitu modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
38
Perkataan modal memberikan variasi makna tergantung dari sudut pandang akan
tetapi apabila dihubungkan dengan perseroan, modal memiliki arti sesuatu yang
diperoleh perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of
shares). Uang itulah yang digunakan perseroan melancarkan kegiatan susah dan
bisnis yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.39
(1) Saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya
Modal dasar perseroan pada
prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan.
Anggaran Dasar sendiri yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang
dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam Anggaran Dasar,
merupakan nilai nominal yang murni.
2) Modal dikeluarkan/ditempatkan
Modal ditempatkan memiliki arti jumlah sahan yang sudah diambil pendiri
atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan
ada pula yang belum dibayar.dengan demikian modal ditempatkan adalah modal
yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham itu
telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.
3) Modal disetor
Modal disetor memilki makna:
39
(2) Jadi modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang
saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai
modal yang ditempatkan dari modal dasar Perseroan
2. Ketentuan Besaran Modal PT
Besaran modal PT masih tergantung pada struktural dari modal yang telah
disebutkan namun besaran modal tersebut dapat saja berubah sesuai dengan
Anggaran Dasar atau peraturan pemerintah. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Modal dasar
Jumlah nominal modal disetor yang dimaksud di dalam Pasal 31 ayat (1)
UU PT adalah sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dalam lanjutan
Pasal 31 ayat (2) dan (3), dinyatakan bahwa undang-undang yang mengatur
kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan
yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar dan perubahan besarnya modal
dasar ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Nominal modal disetor dapat tidak
sejumlah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tergantung dengan kegiatan
usaha yang telah ditentukan dengan peraturan pemerintah akan tetapi apabila
sesuai dengan UU PT, maka harus sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) diatas. Dapat
diberi contoh modal disetor yang nilai nominalnya lebih dari Rp.50.000.000 (lima
puluh juta rupiah), yaitu modal disetor dalam persyaratan membentuk bank
umum. Dalam Pasal 4 ayat (1) SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir tentang Bank
Umum tanggal 12 Mei 1999, dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan
bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp.3.000.000.000,00 (tiga triliun
Anggaran Dasar PT juga dapat mempengaruhi jumlah nominal modal
disetor tersebut, namun tidak dapat dibawah dari Rp.50.000.000,- (lima puluh
juga rupiah) karena sudah ditentukan nilai minimalnya dalam Pasal 31 ayat (1)
diatas. Modal dasar
b. Modal dikeluarkan/ditempatkan
Menurut UU PT menyatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima
persen) dari modal dasar harus ditempatkan. Pada Pasal 33 ayat (1) UU PT
mengatakan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
Modal ditempatkan merupakan kesanggupan pemegang saham untuk
menanamkan modalnya ke perusahaan, sehingga ini dapat dikatakan bukanlah
modal riil yang benar-benar sudah ada di perusahaan.
c. Modal disetor
Mengenai jumlah modal disetor adalah sama dengan modal yang
ditempatkan yaitu 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, ini sesuai
dengan Pasal 33 ayat (1), “Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor
penuh”. Dapat diberikan contoh mengenai modal disetor ini, yaitu apabila modal
dasar berjumlah Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) maka modal disetor
adalah dari pemegang saham adalah 25% dari modal dasar tersebut yaitu
Rp.12.500.000 (dua belas juta rupiah). Modal disetor adalah adalah modal riil
bukanlah modal riil, karena ini merupakan modal yang masih dalam bentuk
kesanggupan perusahaan semata dalam memiliki secara keseluruhan modal yang
dimiliki.
3. Penambahan dan Pengurangan Modal PT
Perseroan dapat meningkatkan modalnya dengan cara melakukan
penambahan yang prosesnya berdasarkan atas persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Menurut Pasal 41 UU PT, RUPS dapat menyerahkan
kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan
RUPS tersebut dalam rangka peningkatan modal Perseroan untuk jangka paling
lama 1 (satu) tahun, dengan catatan bahwa penyerahan kewenangan teresbut
sewaktu-waktu dapat ditarik oleh RUPS.
Penambahan modal dapat dilakukan pada modal dasar, modal ditempatkan
dan modal disetor. Pada modal dasar berdasarkan Pasal 42 ayat (1), RUPS untuk
penambahan “modal dasar” disamakan kualitas dan bentuknya dengan RUPS
“perubahan” anggaran dasar. Oleh karena itu agar keputusan RUPS untuk
menambah modal dasar sah:
a. Harus tunduk kepada ketentuan Pasal 88 jo. Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat
(2) huruf d UU PT
b. Oleh karena itu, RUPS dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum
2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan haks suara, hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 dari jumlah
c. Keputusan RUPS harus mendapat “persetujuan menteri” (Pasal 21 ayat (1) UU
PT).
Penambahan modal ditempatkan dan modal disetor berbeda dengan RUPS
penambahan modal dasar. RUPS penambahan modal ditempatkan dan disetor,
tidak dikategorikan RUPS perubahan anggaran dasar, tetapi disamakan dengan
RUPS biasa sebagaimana uang diatur dalam Pasal 86 UU PT dengan demikian
keputusan RUPS sah apabila RUPS dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih
dari ½ bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh
lebih ½ bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan kecuali ditentukan
lebih besar dalam anggaran dasar. Wajib memberitahukan penambahan modal
ditempatkan dan disetor kepada menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan
serta untuk diumumkan oleh Menteri dan TBN RI.
Pengurangan modal yang dimaksud adalah sesuai dengan Pasal 44 ayat (1)
UU PT Terbatas yaitu keputusan RUPS untuk pengurangan modal perseroan
adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan
kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan
dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”.
Penjelasan Pasal 44 UU PT adalah pengurangan yang menyagkut dengan
pengurangan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Sama halnya
dengan penambahan modal, pengurangan juga mempengaruhi anggaran dasar
D. Permodalan Dalam Koperasi
1. Sumber modal
Modal koperasi meliputi sumber modal dari:40
a. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota
kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota oleh anggota kepada
koperaasi yang besarnya untuk masing-masing anggota adalah sama. Simpanan
pokok ini tidak dapat diambil kembali oleh anggota selama yang bersangkutan
masih menjadi anggota koperasi. Tidak ada ketentuan pasti dalam UU
Koperasi mengenai jumlah simpanan pokok. Besar jumlah simpanan pokok
tergantung dalam anggaran dasar.
b. Simpanan wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap
anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang nilainya
untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota
yang lebih mampu dari segi keuangan, dapat memberikan lebih kepada
koperasi dibanding anggota lainnya, sebagai simpanan wajibnya. Besar jumlah
simpanan wajib tidak dimuat dalam UU Koperasi, ini disesuaikan dalam
anggaran dasar berapa besar simpanan wajib.
c. Dana cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil
Usaha, yang dimaksudkan untuk memupukan modal sendiri untuk menutup
kerugian koperasi jika diperlukan. Sehubungan dengan itu, dana cadangan
koperasi ini tidak boleh dibagikan kepada anggota, meskipun terjadi
40
pembubaran koperasi. Besar jumlah dana cadangan ini juga tergantung dari
anggaran dasar yang dibuat, karena jumlah dana cadangan ini tergantung
besarnya surplus hasil usaha maka tidak dapat ditentukan besarnya. Ini
tergantung dari besarnya surplus hasil usaha (Pasal 78 ayat (1) UU Koperasi).
d. Hibah yaitu sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang
yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak
mengikat. Setiap orang dapat mengibahkan uang atau barang, ketentuan besar
hibah tidak ditentukan dalam UU Koperasi, karena dapat dipahami bahwa
hibah dapat diberikan oleh siapa saja.
e. Modal Pinjaman Koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
1) Anggota dan calon anggota
Yaitu suatu pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi maupun dari
calon anggota koperasi yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota
2) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian
kerjasama antarkoperasi
Yaiu pinjaman yang diperoleh dari koperasi lain, koperasi lain dan
anggotanya atau dari anggota koperasi lain.
3) Bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perudang-undangan yang berlaku
Mondal pinjaman ini dapat pula berasal dari pinjaman bank dan pinjaman
4) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sebagai suatu kegiatan yang mencari keuntungan ekonomi , koperasi dapat
mengeluarkan obligasi yang dapat dijual kepada masyarakat.
5) Sumber lain yang sah
Modal pinjaman yang berasal dari sumber lain yang sah adalah suatu
pinjaman dari bukan anggota koperasi yang dilakukan dengan tidak melalui
penawaran umum.
Koperasi sebagai badan usaha harus memiliki modal ekuitas sebagai modal
koperasi secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri merupakan
modal ekuitas sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang.41
41
Muhammad Gede, Teori Akuntansi (Jakarta: Penerbit Almahira, 2005), hlm. 168 2. Ketentuan penambahan modal
Penambahan modal dalam koperasi dikenal dengan penyertaan modal, ini
termuat di dalam Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi, modal penyertaan adalah
penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk
menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan
usahanya”.
Ada beberapa hal yang dapat dipahami pada Pasal 1 ayat (11) UU Koperasi
a. Penambahan modal/modal penyertaan dapat diberikan dalam bentuk uang atau
benda/barang yang memiliki nilai tertentu
b. Penambahan modal/modal penyertaan dapat dilakukan oleh subjek hukum,
yaitu dalam bentuk perorangan atau badan hukum.
Selanjutnya, penambahan modal atau di dalam UU Koperasi dikenal dengan
modal penyertaan, dapat dilakukan oleh 2 bentuk bentuk subjek hukum lainnya,
yaitu pemerintah dalam bentuk badan hukum publiknya dan masyarakat, ini
sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) UU Koperasi, koperasi dapat menerima Modal
Penyertaan dari: a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau b. masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal
Penyertaan”.
Pemerintah atau masyarakat akan menanggung segala resiko yang terjadi
pada koperasi yang telah diberikan modal penyertaan sebatas nilai modal
penyertaan, oleh karena itu adanya suatu keterikatan atas resiko yang terjadi pada
Koperasi kepada pemerintah atau masyarakat juga terjadi pada keuntungan yang
diterima oleh koperasi. Pasal 75 ayat (2) UU Koperasi, menyatakan Pemerintah
dan/atau masyarakat wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab
terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai
modal penyertaan yang ditanamkan dalam koperasi. Selanjutnya Pasal 75 ayat 3
UU Koperasi kewajiban tersebut diatas berlaku juga dalam hal Pemerintah
dan/atau masyarakat turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan
modal penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang
dan/atau masyarakat berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari
usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan. dengan cara melakukan perjanjian