KAJIAN PEMANF
KAJIAN PEMANF
KAJIAN PEMANF
KAJIAN PEMANF
KAJIAN PEMANFAA
AA
AAT
AA
AA
T
T
TAN RU
T
AN RU
AN RU
AN RUANG KAWASAN
AN RU
ANG KAWASAN
ANG KAWASAN
ANG KAWASAN
ANG KAWASAN
KARST CIT
KARST CIT
KARST CIT
KARST CIT
KARST CITA
A
A
A
AT
TAH - RAJ
T
T
T
AH - RAJ
AH - RAJ
AH - RAJ
AH - RAJAMAND
AMANDAL
AMAND
AMAND
AMAND
AL
AL
AL
ALA
A
A
A
A UNTUK
UNTUK
UNTUK
UNTUK
UNTUK
PER
PER
PER
PER
PERT
T
T
T
TAMB
AMB
AMB
AMB
AMBANG
ANG
ANGAN D
ANG
ANG
AN D
AN D
AN D
AN DAN INDUSTRI PENGOL
AN INDUSTRI PENGOL
AN INDUSTRI PENGOL
AN INDUSTRI PENGOLAHAN
AN INDUSTRI PENGOL
AHAN
AHAN
AHAN
AHAN
KAPUR
KAPUR
KAPUR
KAPUR
KAPUR DI KAB
DI KAB
DI KAB
DI KABUP
DI KAB
UP
UP
UPA
UP
ATEN BANDUNG BARA
A
A
A
TEN BANDUNG BARA
TEN BANDUNG BARA
TEN BANDUNG BARA
TEN BANDUNG BARAT
T
T
T
T,,,,,
JAWA BARA
JAWA BARA
JAWA BARA
JAWA BARA
JAWA BARAT
T
T
T
T
Bambang Yunianto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jenderal Sudirman No. 623 Bandung 40211
Tlp. (022)6030483; Fax. (022)6003373;
Naskah masuk : 16 Januari 2009, revisi pertama : 18 Februari 2009, revisi kedua : 30 Maret 2009 dan revisi terakhir : April 2009
SARI
Kawasan karst Citatah - Rajamandala terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Secara geohidrologi, sebagian besar kawasan tersebut merupakan daerah resapan air dengan akuifer produktif sedang penyebaran luas, kecil penyebaran setempat, serta akuifer produktif setempat. Akibat pemanfaatan ruang untuk pertambangan dan industri (pengolahan kapur) yang melebihi ruang yang ditetapkan, kawasan tersebut dikhawatirkan akan rusak dengan cepat. Gejala rusaknya kawasan tersebut, antara lain beberapa mata air hilang, perbukitan kapur yang tandus dan terjal serta sebagian telah musnah, situs Gua Pawon terancam, dan timbulnya konflik sosial masyarakat.
Akibat kekosongan dan kelemahan perda di tingkat kabupaten, Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, dan Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pun tidak cukup mampu membendung kerusakan kawasan ini.
Kaitan hal tersebut, kebijakan penataan ruang kawasan karst Citatah – Rajamandala yang memperhatikan asas konservasi dan perlindungan lingkungan perlu dirumuskan kembali. Pemecahan permasalahan pertambangan dilakukan dengan menetapkan kawasan pertambangan pada daerah yang aman dari fungsi karst tersebut (di luar karst klas I dan II), termasuk alokasi wilayah untuk pertambangan rakyat. Sedangkan permasalahan industri (pengolahan kapur) perlu ditertibkan sesuai zona industri dalam tata ruang.
Kata kunci: kawasan karst, tata ruang, kawasan pertambangan, zona industri, kawasan lindung
ABSTRACT
The area of Citatah – Rajamandala karst is located on Cipatat District, Bandung Barat Regency. According of geohidrology, most of the area are region of water absortion of the accuifer that consist medium productivity aquifer with wide spreading, small and productivity aquifer are locally spreading. Due to the spatial using for mining and industry (Limestone preparation) which exced of the spatial be determined, the area is worried will be damage fastly. Indication of area damaged, these are lost of some water spring, lost of a part of limestone hill, lost of Gua Pawon archaeological site, and potencial to create social conflict.
Based to this reason, the policy of spatial use of Citatah – Rajamandala karst area that consider of conservation principle and environmental protection must be reformulated. Solution problem in mining industry be held by mining determine the area on safe for karst fungtion (outside of I and II class karst), including alocation area of small scale mining. Wereas, industrial problem (limestone industry) have to be arranged according to indus-trial zone on the spatial use.
Keywords: karst, area of karst, spatial use, mining area, industrial zone, protective area, conservation, environ-mental protection
Pawon, dan timbulnya benih-benih konflik sosial di masyarakat.
Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, dan Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pun tidak cukup mampu mencegah kerusakan kawasan ini. Padahal pasal 62, huruf a Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2006 menetapkan bahwa kawasan karst Citatah-Tagog Apu dan Gua Pawon sebagai kawasan yang harus dilindungi, pasal 14 Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002 telah mengatur setiap perencanaan pengembangan wilayah pada kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi, Kawasan resapan air dan kawasan karst wajib mendapatkan pertimbangan geologi dari Dinas terkait. Sementara itu, sejak masih bergabung dengan Kabupaten Bandung (induk), Perda Kabupaten Bandung No. 12 Tahun 2001 tentang Tata Ruang pun juga tidak mampu menata dan mengamankan kawasan tersebut.
Sangat beralasan, arahan yang disampaikan Gubernur Jawa Barat pada saat pelantikan Bupati Bandung Barat. Bupati/ wakil bupati yang terpilih agar memperhatikan masalah konservasi, mengingat dalam tata ruang Provinsi Jawa Barat posisi Kabupaten Bandung Barat termasuk dalam kawasan konservasi Bandung Utara, yaitu sebagai kawasan resapan air. Namun, masalah tersebut bukan pekerjaan yang mudah bagi kabupaten yang baru berumur 2 tahun, dengan kondisi serba terbatas, baik dari segi sumber daya manusia, anggaran maupun fasilitas kantor yang kurang memadai.
Maksud penulisan ini adalah menginventarisasi permasalahan mengenai pemanfaatan ruang Kawasan Karst Citatah - Rajamandala sesuai kebijakan tata ruang (terutama kebijakan perlindungan geologi) dan kebijakan lain yang terkait baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, sebagai bahan masukan bagi
1. PENDAHULUAN
Kawasan karst Citatah - Rajamandala, masuk wilayah Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Sebelum Kabupaten Bandung Barat memisahkan diri dari Kabupaten Bandung, kawasan karst Citatah -Rajamandala merupakan sumber pendapatan bagi Kabupaten Bandung. Berbagai fasilitas publik dibangun di daerah ini, seperti; Pusdik Brigif TNI AD, Indonesia Power (Pembangkit Tenaga Listrik),
Pilot Plan Pengolahan Mineral Puslitbang tekMIRA, dan TPA Sampah Sarimukti (BPS Kabupaten Bandung, 2007).
perbaikan kebijakan yang terkait dengan permasalahan tersebut.
2. METODOLOGI
Secara umum metodologi yang digunakan adalah pendekatan multidisiplin ilmu, dengan menggunakan berbagai parameter keilmuan dalam membahas permasalahan utama yang dikaji. Inventarisasi data melalui teknik observasi, wawancara berpanduan, dokumentasi, dan diskusi. Pengolahan data menggunakan teknik kategorisasi, kompilasi, dan tabelisasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitis. Sedangkan dalam merekonstruksikan pemecahan permasalahan dan masukan bagi perbaikan kebijakan ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional dan berlandaskan kepada arah kebijakan tata ruang nasional.
Data yang mendukung penulisan ini berupa data primer maupun sekunder hasil survai lapangan. Data primer berupa hasil wawancara langsung dengan berbagai pihak yang terkait dengan permasalahan pemanfaatan Kawasan Karst Citatah - Rajamandala, seperti Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, Bappeda Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung, Camat Cipatat, Kepala Desa Gunung Masigit dan Citatah, LSM, serta wakil
masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Sedangkan data sekunder berasal dari instansi terkait, baik di tingkat kabupaten (Bandung Barat dan Bandung) maupun Provinsi Jawa Barat, serta tingkat nasional.
3. KAWASAN KARST CITATAH – RAJAMANDALA DAN
PEMANFAATANNYA
a. Kondisi Kawasan Karst Citatah – Rajamandala
Kawasan karst Citatah – Rajamandala masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat (Gambar 1). Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten Bandung Barat, dengan luas wilayah 10.320 ha berupa lahan sawah 1.794 ha dan tanah darat 8.526 ha.
Berdasarkan data dari Kecamatan Cipatat, jumlah penduduk sampai Juli 2008 berjumlah 114.647 jiwa, terdiri laki-laki 57.787 jiwa dan perempuan 56.860 jiwa, dengan mata pencaharian sebagai petani 11.274 orang, buruh tani 4.160 orang, buruh pabrik 10.036 orang, TNI/POLRI 91 orang, dan PNS 412 orang. Data penduduk yang bekerja sebagai penambang tidak tercatat, namun sudah termasuk dalam data buruh pabrik di atas (Kecamatan Cipatat, 2007).
Sumber: Koesoemadinata (2000)
G a m b a r 1. Ka wa sa n Ka rst C ita ta h–Ra ja m a nd a la d i Ke c a m a ta n C ip a ta t, Ba nd ung Ba ra t Foto: R.P. Koesoemadinata (2000)
Gunung Masigit
Pasir Pawon
Pr. Pabeasan
Kecamatan Cipatat saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, karena didukung oleh infrastruktur perhubungan yang cukup memadai, lokasi wilayah yang dilalui jalan perlintasan dan dekat dengan ibukota kabupaten, serta potensi sumber daya alam yang cukup, seperti bahan tambang, pertanian, perkebunan coklat, karet dan tanaman keras lainnya.
Sumberdaya alam yang diusahakan di Kecamatan Cipatat antara lain; pertambangan bahan galian Golongan C berjumlah 36 usaha, industri besar 15 usaha, dan industri kecil 50 usaha. Pertambangan galian Golongan C yang jumlahnya mencapai 36 usaha adalah kegiatan pertambangan yang berizin bupati dan camat, meliputi bahan galian marmer dengan luas 88,87 ha, pasir 40,9 ha, kapur 9 ha, andesit 1 ha dan kuarsa 7,9 ha. Sedangkan industri besar yang berjumlah 15 usaha dan industri kecil 50 usaha tidak diperoleh data yang rinci, tetapi didalamnya sudah termasuk industri pengolahan kapur yang berkembang pesat seiring dengan kegiatan pertambangan.
Di Kecamatan Cipatat terdapat obyek Wisata Cipanas, dan Situs/Purbakala Gua Pawon. Selain itu, di wilayah ini terdapat beberapa fasilitas pemerintah dan publik, antara lain; Pusdik Brigif TNI AD, Indo-nesia Power (Pembangkit Tenaga Listrik), Pilot Plan
Pengolahan Mineral Puslitbang tekMIRA, dan TPA Sampah Sarimukti yang menampung sampah dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi.
Arahan pengembangan Kecamatan Cipatat, adalah: a) sebagai sentra tanaman keras dan palawija, sentra ternak sapi dan domba serta sentra beras; b) bahan galian Golongan C perlu dibenahi dalam proses penggalian, sehingga tidak merusak lingkungan; dan c) pelayanan masyarakat yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur memerlukan perbaikan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan, pendidikan maupun prasarana infrastruktur lainnya. Dalam kaitan permasalahan pertambangan bahan galian Golongan C di Kecamatan Cipatat termasuk permasalahan yang diagendakan, dan diperlukan adanya pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dari dinas teknis yang terkait di tingkat kabupaten (Kecamatan Cipatat, 2007).
b. Pemanfaatan Ruang untuk Pertambangan dan Industri
Usaha pertambangan yang beroperasi di kawasan karst Citatah - Rajamandala, meliputi pertambangan
yang berizin bupati berupa Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atau Kuasa Pertambangan (KP), izin Camat Cipatat, dan lainnya berupa PETI. Berdasarkan data Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat tahun 2008, jumlah SIPD/ KP 15 perusahaan, sebagian warisan dari Kabupaten Bandung (Tabel 1), Izin Camat Cipatat 15 perusahaan (Tabel 2), dan PETI 8 usaha. Namun, hasil survai lapangan jumlah PETI ini melebihi 8 usaha, terutama terdapat di Desa Gunungmasigit dan Desa Citatah (Tabel 3). PETI di sini, adalah penambangan tanpa izin maupun atas sepengetahuan kepala desa setempat. Kegiatan PETI sudah sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar, karena sebagian menggunakan alat berat untuk mengupas dan membongkar tanah penutup yang sangat membahayakan lingkungan dan keselamatan penambang. Sebetulnya, untuk izin camat/ tambang rakyat, penggunaan alat berat dan bahan peledak tidak diperbolehkan.
Dalam UU No. 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, sesuai pasal 20 ayat (1) disebutkan bahwa, sebelum Kabupaten Bandung Barat menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan UU, semua perda dan Peraturan Bupati Bandung tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
Untuk kegiatan pertambangan dengan izin camat, memang ada dasar hukumnya, yaitu Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati kepada Camat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. Pelimpahan sebagian kewenangan ini meliputi 25 bidang, termasuk bidang pertambangan dan energi. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut sebetulnya untuk “pertambangan rakyat”, bagi masyarakat setempat, bukan untuk pertambangan skala menengah, atau besar menggunakan alat berat dan peledakan.
Akibat kegiatan penambangan tidak terkendali, khususnya PETI telah menyebabkan kerusakan kawasan karst Citatah – Rajamandala, seperti hilangnya sumber mata air, bukit-bukit kapur gundul, terjal dan sebagian rata dengan tanah, serta ancaman terhadap situs Gua Pawon (Gambar 2, 3, 4 dan 5).
Industri pengolah kapur di sini sangat diuntungkan, sehingga cukup pesat perkembangannya. Hal ini karena mudahnya mendapatkan bahan baku kapur secara kontinyu, dengan harga murah dari sumber penambang yang cukup banyak. Harga kapur di daerah ini cukup murah, karena jarak ke penjual dekat, biaya transportnya murah.
Industri pengolahan kapur, yang tidak punya lahan SIPD/ KP sangat tergantung pada hasil tambang yang berasal dari usaha PETI. Namun, para penambang tidak bisa lepas dari mereka, karena industri pengolah kapur dapat memainkan harga semaunya. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penambang yang ingin menjual hasil tambangnya. Akibatnya, agar
Ta b e l 1. Pe rusa ha a n Ta m b a ng Be rizin Bup a ti (SIPD) d i Ke c a m a ta n C ip a ta t Pe r Juni 2008
No Nama Perusahaan Lokasi Bahan Luas No SIPD/KP Keterangan /Pengusaha Galian (ha) Tanggal. Masa Berlaku
1 PT. Bandung Marmer Kamp. Bojong Marmer 9.09 545/475-KP.P/KLH/2008 Aktif Jl. Raya Pamucatan No. 464 Honje 11 Juni 2008 s/d 28 Juli 2012
Ciburuy Desa Citatah (4 Tahun)
2 PT. Bende Style Kamp. Tangguluh Marmer 14.24 545/02-KP.P/DLH/2004 Aktif Jl. Raya Cibubur No. 730 dan Lampegan 20 April 2004 s/d 20 April 2008
Padalarang Desa Gunung Masigit (4 Tahun)
3 PT. Nyalindung I Kamp. Cipada Pasir 4.5 540/Kep.73-KLH/2008 Belum Aktif
Jl. Raya Purwakarta Desa Nyalindung 3 April 2008 s/d 3 April 2013
Padalarang (5 Tahun)
4 PT. Nyalindung II Kamp. Cibarengkok Pasir 14.2 540/Kep.73-KLH/2008 Belum Aktif Jl. Mangga No. 2 Bandung Desa Nyalindung 3 April 2008 s/d 3 April 2013
(5 Tahun)
5 PT. Pumarin Blok Gunung Guha Marmer 24.9 545/08-KP.P/DLH/2008 Aktif
Jl. Mangga No. 2 Bandung Kelompok Gunung 3 April 2008 s/d 3 April 2018
Kasur Desa Cipatat (10 Tahun)
6 PT. Pumarin Blok Gunung Guha Marmer 3 545/kep.67-KLH/2008 Belum Aktif
Jl. Mangga No. 2 Bandung Kelompok Gunung 24 Maret 2008 s/d 24 Maret 2018
Kasur Desa Cipatat (10 thn)
7 PT. Akarna Marindo Blok Gunung Guha Marmer 20 545/01-KP.P/DLH/2004 Aktif Jl. Sirna galih No. 9 dan Blok Sanghiang 20 April 2004 s/d 0 April 2008
Bandung Lawang Desa (4 Tahun)
Gng Masigit
8 CV. Pangrango Kamp. Antalihin, Pasir 3 545/08-KP/DLH/2005, Aktif
Mandiri Desa Kertamukti 29 Desember 2005 s/d
(Sadiman) 29 Desember 2008 (3 Tahun)
9 CV. Bintang Mas Blok Cijamelong Pasir 5 545/B.04-SIPD/distamn/2002, Tidak Aktif (H. Tayubi & Desa Gunung 9 Januari 2002 s/d 9 Januari 2007 (Masa berlaku
HJ. Cusu Rosida Masigit (5 Tahun) ijin habis)
Kp. Pojok No. 249 Cimahi
10 PT. Pusaka Marmer Blok Gunung Miyud Marmer 6.24 545/474-KP.P/2008 Aktif
Indoraya s/d 9 Juni 2013 (4 Tahun)
Desa Citatah
11 H. Syarifudin KP. Cijamelong Pasir 5.2 545/01-KP.P/DLH/2004 Aktif
Heriyansah 5 Juni 2004 s/d 5 Juni 2006
Desa Gunung Masigit (2 Tahun)
12 PT. Sumber Daya Alam KP. Cicosok Kuarsa 7.9 545/07-SIPD/ Distamb/2002 Tidak Aktif
(H. Haryanto) Desa Citatah 9 Januari 2002 s/d 9 Januari 2007 (Bangkrut)
(5 Thn)
13 Andrie Yohansha Blok Gunung Guha Marmer 8.4 545/03-KP.P/KLH/2008, Aktif Blok Gn. Sanghiang, 14 Maret 2008 s/d
Desa Citatah 16 Pebruari 2012 (4 Tahun)
14 H. Yanyan Kusdian Kp. Cikatomas Pasir 5 545/05-KP/DLH/2005, Aktif
Desa Citatah 28 Nopember 2005 s/d
28 Nopember 2010 (5 Tahun)
15 CV. Abdi Nusantara Kp. Cibuntu/Cijawer, Marmer 3 545/06-KP/DLH/2005, Tidak Aktif
(Nugroho) Desa Citatah 28 Nopember 2005
s/d 28 Nopember 2010 (5 Tahun)
Ta b e l 2. Pe rusa ha a n Ta m b a ng Be rizin C a m a t d i Ke c a m a ta n C ip a ta t Pe r Juni 2008
No. Pengusaha/ Lokasi Bahan Galian Luas Tgl Masa No. SIPD Perusahaan (Ha) Berlaku
1 Ading Blok Haurlega, Batu Brangkal 1 14 Maret 2008 545/17/P3D
Ds. GnMasigit (Batu Kapur)
2 Asep Tarman Blok Mumunggang, Batu Brangkal 1 14 Maret 2008 545/16/P3D
Ds. Ciatatah (Batu Kapur)
3 Deni Hendra Blok. Cibarengkok, Pasir 1 31 Maret 2008 545/20/P3D
Ds. Nyalindung
4 Asep Budi Blok Gunung Leit, Batu Gamping/ 1 1-April-08 545/22/P3D
Ds. Citatah batu Kapur
5 Deden Suharya Blok Cisadalah, Batu Gamping/ 1 31 Maret 2008 545/21/P3D
Ds. Gn Masigit Kapur
6 Dedi hidayat Kp. GnMasigit, Galian Batu 1 31 Maret 545/19/P3D
Ds. GnMasigit
7 Rendi A. Mochamad S Blok Lemahneundeut Bahan Galian Pasir 1 15-April-08 545/23/P3D Kp Tonjong,
Ds. Nyalindung
8 Osid Warid Blok Kp. Balekambang, Galian Pasir 1 28-April-08 545/25/P3D
Ds. Cirawamekar
9 Odang Sudrajat Blok Kp Karang Panganten, Galian Batu Kapur 1 24-April-08 545/24/P3D Ds. GnMasigit
10 Drs. James Hartono Setio Blok Lampengan, Bahan Galian 1 6 Mei 2008 545/26/P3D
Ds. GnMasigit Batu Kapur
11 Oyet Blok Lampengan, Batu Kapur 1 4 Juni 2008 545/29/P3D
Ds. GnMasigit
12 Ikoh Blok Lampengan, Batu Kapur/ 1 4 Juni 2008 545/30/P3D
Ds. GnMasigit Batu Gamping
13 Engkos Kosaasih Blok Jerukmipis, Bahan Galian 1 6 Mei 2008 545/27/P3D
Ds. GnMasigit Batu Kapur
14 Rapendi Saryana Blok Tanggulun, Galian Hitam 1 7 Juli 2008 545/34/P3D
Ds. Citatah (Batu Andesit)
15 Elan Sumarna Blok Cibukur, Pasir 1 25 Juli 2008 545/33/P3D
Ds. GnMasigit
Sumber Kantor LH Kabupaten Bandung Barat Per Juni 2008
Ta b e l 3. PETI d a n Pe rusa ha a n Ta m b a ng Be rizin C a m a t d i Ke c a m a ta n C ip a ta t, Lo ka si De sa G unung Ma sig it d a n De sa C ita ta h, A g ustus 2008
Desa
Koordinat Jenis Bahan Izin Gunung Masigit Galian
1 Asep Suherman 107o 26’ 16.368” -6o 49’ 45.372” Kapur Camat
2 Asep A / Husein 107o 26’ 7.332” -6o 49’ 41.232” Kapur Camat
3 Redi Nursaid 107o 26’ 5.388” -6o 49’ 38.568” Kapur Camat
4 Husein 107o 26’ 5.244” -6o 49’ 36.12” Kapur Camat
5 Maman Mandra 107o 26’ 6.072” -6o 49’ 33.888” Kapur Camat
6 Ading 107o 26’ 56.64” -6o 49’ 36.156” Kapur Camat
7 Ading 107o 25’ 53.256” -6o 49’ 36.948” Kapur Camat
8 Zakaria Jaya 107o 26’ 8.556” -6o 50’ 5.568” Kapur Camat
9 Engkos Kosasih 107o 26’ 23.64” -6o 50’ 12.768” Kapur Camat
10 Hj. Holiah 107o 26’ 22.596” -6o 50’ 19.896” Kapur Camat
G a m b a r 2. Sung a i b a wa h ta na h G ua Sa ng ia ng tiko ro ke ring ka re na b e b e ra p a m a ta a ir m a ti, ting g a l sa tu d i Pa sir Pa wo n
G a m b a r 3. Ke rusa ka n ling kung a n a kib a t p e na m b a ng a n d e ng a n p e le d a ka n d a n a la t b e ra t d i G unung Ma sig it ya ng tid a k te rke nd a li
Ta b e l 3. La njuta n ...
Desa Koordinat Jenis Bahan Izin Gunung Masigit Galian
21 Alam - - Kapur Tanpa Izin (PETI) 22 Deni Alansyah - - Kapur Tianpa izin (PETI)
Citatah
1 Pa Ideng 107o 26’ 58.992” -6o 50’ 1.392” Kapur Camat
2 Karmana 107o 25’ 49.8” -6o 49’ 36.912” Kapur Camat
3 Iwan / Andi 107o 25’ 47.496” -6o 49’ 33.78” Kapur Desa (PETI)
4 Endin 107o 25’ 49.404” -6o 49’ 32.016 Kapur Desa (PETI)
5 Amin 107o 25’ 49.836” -6o 49’ 28.56” Kapur Tanpa Izin (PETI)
6 Maman Mandra 107o 25’ 45.372” -6o 49’ 32.052” Kapur Tanpa Izin (PETI)
7 Maman Mandra 107o 25’ 38.244” -6o 49’ 31.62” Kapur Tanpa Izin (PETI)
8 Nandang 107o 25’ 35.364” -6o 49’ 36.732” Kapur Tanpa Izin (PETI)
9 Atang 107o 25’ 34.5” -6o 49’ 38.46” Kapur Desa (PETI)
10 Asep Bos 107o 25’ 32.124” -6o 49’ 39.576” Kapur Camat
11 Ganjar 107o 25’ 31.908” -6o 49’ 38.748” Kapur Desa (PETI)
12 Asep Bos 107o 25’ 33.492” -6o 49’ 39.972” Kapur Camat
13 Paryat 107o 25’ 37.56” -6o 49’ 43.32” Kapur Desa (PETI)
14 Karmana 107o 25’ 36.624” -6o 49’ 40.116” Kapur Camat
15 Jahidin 107o 25’ 42.024” -6o 49’ 45.732” Kapur Desa (PETI)
16 H. Yayan 107o 24’ 17.244” -6o 44’ 40.584” Pasir Tanpa Izin (PETI)
17 H. Epep 107o 26’ 12.012” -6o 49’ 23.448” Pasir Tanpa Izin (PETI)
18 Pasir Purabaya 107o 28’ 35.22” -6o 51’ 7.056” Pasir Tanpa Izin (PETI)
harga mampu bersaing, para penambang berusaha menekan biaya operasi, dengan cara mengabaikan kewajiban-kewajiban pajak dan iuran pertambangan serta tanpa melakukan reklamasi lahan bekas tambang. Pada akhirnya, kegiatan pengolahan bahan tambang secara tidak langsung mempunyai andil terhadap kerusakan lingkungan.
4. PERMASALAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN PEMBAHASAN
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 1 dijelaskan bahwa, yang dimaksud penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam perencanaan tata ruang ditempuh suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Sedangkan, di dalam pemanfaatan ruang dilakukan upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Agar dapat memahami persoalan mengenai pemanfaatan ruang kawasan karst Citatah – Rajamandala telah menyimpang, maka perlu dijelaskan di sini mengenai azas dan tujuan dari penataan ruang itu sendiri. Dalam pasal 2 UU RI No. 26 Tahun 2007 disebutkan, bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: 1) keterpaduan; 2) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; 3) keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; 4) keterbukaan; 5) kebersamaan dan kemitraan; 6) pelindungan kepentingan umum; 7) kepastian hukum dan keadilan; dan 8) akuntabilitas. Sedangkan, pasal 3 menyebutkan, bahwa ‘penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: 1) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 3) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Berdasarkan asas dan tujuan dari kegiatan penataan ruang tersebut, terlihat ada yang ‘salah dalam pemanfaatan ruang kawasan tersebut untuk kegiatan pertambangan, yaitu diabaikannya kawasan karst yang harusnya dilindungi. Hal ini akan lebih jelas, kalau dilihat dari produk hukum daerah mengenai tata ruang, baik yang dikeluarkan oleh Provinsi Jawa Barat maupun Kabupaten Bandung.
Menurut Perda Provinsi Jawa Barat No. No. 2/ 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi, pasal 1 nomor 13 sampai 16, yang dimaksud Kawasan Karst
G a m b a r 4. Ind ustri p e ng o la h ka p ur d e ng a n la ta r b e la ka ng ta m b a ng ka p ur d i G unung Ma sig it
adalah kawasan batuan karbonat (batuan gamping dan atau dolomit) yang memperlihatkan bentang alam karst, atau morfologi karst, yaitu bentang alam batuan karbonat yang ditandai oleh bukit berbangun kerucut dan menara, lembah dolina, gua, stalaktit dan stalakmit serta sungai bawah tanah. Kawasan karst dibagi 3 kelas, yaitu: 1) Kawasan Karst Kelas I mempunyai ciri-ciri: a. Berfungsi sebagai penyimpanan air tanah secara permanen; b. Banyak jaringan aliran sungai bawah tanah; c. Banyak goa yang mengandung speleotem, peninggalan sejarah, objek budaya dan objek wisata; d. Mempunyai nilai tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 2) Kawasan Karst Kelas II mempunyai ciri-ciri: a. Berfungsi sebagai pengimbah air fisik yang pengambilan bahan bakunya bawah tanah; b. Banyak goa dan jaringan aliran sungai bawah tanah yang sudah kering dan runtuh/rusak; c. Sebaran batuannya sangat terbatas tapi mengandung unsur-unsur ilmiah bernilai tinggi. 3) Kawasan Karst Kelas III tidak
memiliki ciri/kriteria seperti kawasan Karst Kelas I dan Kelas II, termasuk batuan karbonat yang masih dalam proses karsifikasi luar tingkat awal.
Sesuai terminologi di atas, pada kawasan karst Citatah - Rajamandala terdapat karst kelas I dan kelas II. Hal ini dikuatkan oleh Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 pasal 62, huruf a. Kawasan cagar alam geologi, yaitu: nomor 1) Cagar Alam Geologi Gua Pawon, di Kabupaten Bandung, dan huruf b. Kawasan karst, yaitu: nomor 1) Citatah-Tagog Apu, di Kabupaten Bandung. Berarti sesuai perda di atas kawasan karst Citatah - Rajamandala harus mendapat perlindungan Lingkungan Geologi, yaitu upaya melindungi: a) keberadaan sifat serta jenis lingkungan geologi dari dampak kegiatan manusia/ pembangunan; dan b) hasil pembangunan dari unsur lingkungan geologi yang membahayakan. Zonasi karst Citatah – Rajamandala dapat dilihat pada Gambar 6.
G a m b a r 6. Zo na si Ka rst C ita ta h – Ra ja m a nd a la Ke la s 1 d a n 2
Sumber: Bramantyo (2008)
Pr. Pawon Pr. Sangiangtikoro
Gunung Masigit
Pr. Bancana
Karangpanganten
Pr. Cikamunin g
Gunung Hawu
Pr. Pabeasan G.
Manik
G. Guha
G. Guha
Pr. Balukbuk
ZONASI KARST CITATAH-RAJAMANDALA
Kelas 1
Sesuai Perda Provinsi Jawa Barat No. 2/ 2002, pasal 14, setiap perencanaan pengembangan wilayah yang berada pada wilayah yang telah ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi, Kawasan resapan Air dan Kawasan Karst wajib mendapatkan pertimbangan geologi dari Dinas terkait. Mengenai upaya-upaya konservasi dan perlindungan dalam pendayagunaan diatur dalam pasal 15, ayat (1) Konservasi dimaksudkan untuk melindungi unsur Lingkungan Geologi yang dilaksanakan melalui penetapan wilayah yang secara geologis tertutup bagi pengembangan wilayah; dan ayat (2) Pendayagunaan dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan melalui pemberian pertimbangan geologi terhadap setiap pengembangan wilayah.
Mengacu pada perda di atas, patut dipertanyakan kesesuaian pemanfaatan kawasan karst Citatah -Rajamandala saat ini? Faktanya, kawasan karst Citatah - Rajamandala saat ini penuh dengan kegiatan penambangan dan industri pengolahan kapur. Bukit-bukit kapur menjadi tandus dan terjal, sebagian lagi hampir rata dengan tanah. Situs Gua Pawon yang menyimpan histori manusia purba Pawon mulai terancam, digerogoti oleh kegiatan penambangan.
Dalam hal tata ruang di era otonomi daerah, yang kompeten adalah perda tata ruang di tingkat kabupaten/ kota, tanpa mengecilkan arti perda di tingkat provinsi (Perda Provinsi Jawa Barat No. 2/ 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah sedang direvisi). Perda Kabupaten Bandung Barat yang mengatur tata ruang masih dalam proses kajian dan penyusunan, saat ini belum selesai. Mengacu pada UU No. 12/ 2007, tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat, pasal 20 ayat (1), sebelum Kabupaten Bandung Barat menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan UU ini, semua Perda dan Peraturan Bupati Bandung tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Berarti, untuk memahami tata ruang kawasan karst Citatah-Rajamandala didasarkan Perda Kabupaten Bandung No. 12/ 2001 tentang Tata Ruang, masih dalam proses revisi. Pasal 31 ayat (1) kawasan pertambangan dalam perda tersebut hanya dialokasikan di Kecamatan Cipatat, dengan luas 62 ha atau 0,02% dari luas toal Kabupaten Bandung saat itu, sebelum pemekaran Kabupaten Bandung Barat.
Namun, luas izin pertambangan yang dikeluarkan oleh bupati (SIPD/ KP, termasuk izin dari Kabupaten Bandung yang statusnya aktif maupun belum aktif) serta Kecamatan Cipatat jauh melampaui angka
tersebut, mencapai 124,37 ha (data 2008 dari Kantor LH Kabupaten Bandung Barat). Luas pertambangan ini belum termasuk lahan yang diusahakan PETI, meskipun kurang dari 1.000 m2, tapi jumlahnya lebih
dari 15 usaha. Jadi, pemanfaatan ruang untuk kawasan pertambangan sudah melebihi ambang batas, telah mengabaikan beberapa asas dan tujuan penataan ruang itu sendiri, sehingga membahayakan kelestarian kawasan karst Citatah - Rajamandala, serta situs Gua Pawon.
Kaitan pemanfaatan ruang untuk industri, diatur dalam pasal 31 ayat (2) huruf b perda tersebut. Zona Industri tidak diarahkan ke kawasan karst Citatah -Rajamandala, tetapi dari 10 zona industri terdapat Zona Padalarang yang dekat dengan kawasan tersebut. Meskipun tidak sebanyak di Padalarang, namun industri pengolahan kapur di wilayah Cipatat cukup banyak. Dengan demikian, sama saja dengan pemanfaatan ruang pertambangan, banyaknya pengolahan kapur di kawasan ini menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap tata ruang untuk Zona Industri.
Selanjutnya, pemanfaatan ruang tersebut harus peduli terhadap lingkungan hidup. UU No. 23/ 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 18 ayat (1), mengatur kewajiban setiap usaha memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk memperoleh izin. Sedangkan, Permen ESDM No. 18/ 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, pasal 24, ayat (1) dan ayat (3), diatur kewajiban perusahaan menempatkan Jaminan Reklamasi sebelum melakukan kegiatan eksploitasi/ operasi produksi.
Kewajiban di atas tentu sudah dipenuhi oleh usaha penambangan dan pengolahan kapur, karena izinnya telah diterbitkan dinas teknis yang berwenang. Tinggal pelaksanaan di lapangan, sudah sesuai dokumen lingkungan atau belum. Selain itu, patut diperhatikan pengembangan masyarakat sekitar (Community Development) sebagai tanggung jawab sosial korporat (Corporate Social Responsibility/
CSR). Hal ini krusial, kalau diabaikan maka akan timbul konflik sosial antara perusahaan - masyarakat sekitar, yang bisa muncul sewaktu-waktu.
paling besar Rp. 5.000.000,00, dan pelanggar Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006, sanksinya diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,00, meskipun pelakunya dapat diancam pidana yang lebih tinggi dari sanksi perda tersebut. Sedangkan pelanggaran UU No. 23 Tahun 2007, ancaman pidana penjaranya paling lama 10 tahun sampai dengan 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 sampai dengan Rp750.000.000,00. Untuk pelanggaran UU RI No. 26 Tahun 2007, sanksi pidana penjaranya paling lama 3 tahun sampai 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00, sampai Rp. 5.000.000.000,00. Semuanya tinggal bagaimana peraturan tersebut diberlakukan dan ditegakkan agar kawasan tersebut dapat dikelola dengan benar.
Perlu disampaikan di sini, bagaimana hak masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan tata ruang, dan sejauh mana peran mereka? Dalam UU RI No. 26 Tahun 2007, pasal 60 cukup jelas kalau masyarakat berhak untuk tahu rencana tata ruang, berhak menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, berhak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang, berhak mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya, berhak mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang, dan berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Hak-hak masyarakat di atas dapat diapresiasikan dalam pelaksanaan peraturan tata ruang di daerahnya, begitu juga masyarakat yang berada di kawasan karst Citatah – Rajamandala.
Untuk peran dunia usaha, masyarakat dan forum masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan kawasan lindung diatur dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006. Pada pasal 81, peran dunia usaha antara lain; a. memberikan kontribusi terhadap pemulihan kawasan lindung; b. bermitra usaha dengan masyarakat setempat dalam pengelolaan kawasan lindung; c. meningkatkan nilai ekonomis dari keberadaan kawasan lindung yang berfungsi ekologis; d. memperhatikan ambang batas, daya dukung dan daya lenting lingkungan. Mengenai peran masyarakat diatur dalam pasal 82, yaitu: a. menjadi
pelaku di lapangan untuk upaya pemulihan kawasan lindung yang kritis di daerahnya; b. menjaga dan melestarikan kawasan lindung di daerahnya; c. memelihara kawasan lindung di daerahnya; d. merumuskan, menentukan dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang hidup di masyarakat; e. meningkatkan nilai ekonomis dari keberadaan kawasan lindung yang berfungsi ekologis; f. berperan aktif dalam mengawasi masyarakat sekitar kawasan lindung yang ingin memanfaatkan kekayaan kawasan lindung bagi kepentingannya; g. berperan aktif dalam mengawasi para pendatang baik pengusaha maupun masyarakat yang berusaha di bidang kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan pertambangan agar kegiatannya tetap mematuhi ketentuan mengenai pengelolaan kawasan lindung. Yang penting di sini, bagaimana peran dunia usaha dapat direalisasikan, dan peran aktif masyarakat untuk ikut mengawasi pemanfaatan kekayaan kawasan lindung tersebut dapat tercipta, sehingga pemanfaatan kawasan karst Citatah – Rajamandala sesuai dengan peruntukan dan memperhatikan asas konservasi maupun lingkungan hidup.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
1) Kawasan karst Citatah - Rajamandala di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan geologi, terutama pada karst klas I dan II (Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2006, pasal 62, huruf a). Mengenai pengembangan terhadap kawasan tersebut juga telah diatur dalam Perda Provinsi Jabar No. 2 Tahun 2002. Tetapi akibat kekosongan perda tata ruang dan pertambangan, serta efek dari pelimpahan sebagian kewenangan perizinan pertambangan kepada kecamatan telah menyebabkan permasalahan dalam pemanfaatan ruang kawasan karst Citatah – Rajamandala.
3) Penyimpangan dalam pemanfaatan ruang kawasan karst Citatah – Rajamandala untuk pertambangan dan industri pengolahan kapur diperlukan revisi terhadap Perda Tata Ruang Kabupaten Bandung No. 1 Tahun 2001 sebagai pedoman bagi Pemda Kabupaten Bandung Barat. Wilayah pertambangan harus dialokasikan pada daerah yang aman dari kawasan karst yang sudah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan geologi (di luar karst klas I dan II), dan perlu disiapkan lahan untuk pertambangan rakyat.
4) Kegiatan pengolahan kapur perlu ditertibkan, dan diupayakan agar dekat dengan lokasi penambangan sehingga masalah lingkungan dapat diminimalkan.
5) Berhubung permasalahan ini sangat kompleks dan melibatkan banyak stakeholders, maka dalam penanganannya diperlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, tidak cukup di tingkat kabupaten tetapi juga sampai ke tingkat Provinsi Jawa Barat.
5.2. Saran
1) Re-lokasi penambangan ke tempat yang sesuai perlu kajian zonasi pertambangan. Dalam re-lokasi penambangan harus diare-lokasikan juga lahan pertambangan rakyat.
2) Industri pengolahan kapur, yang menyebabkan penambangan semakin tidak terkendali dan terjadi eksploitasi terhadap PETI (sebagian besar rakyat), diharuskan memiliki lahan SIPD/KP sendiri. Dengan KP/SIPD sendiri, industri pengolahan kapur tersebut punya tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan, meskipun lahannya sebagian dimitrakan kepada rakyat.
3) Penanganan kawasan karst Citatah -Rajamandala butuh tim yang handal, beranggotakan dari berbagai disiplin ilmu. Dalam proses implementasinya harus didukung semua pihak yang terkait. Permasalahan ini tidak cukup diserahkan kepada Pemda Kabupaten Bandung Barat, tetapi juga Kabupaten Bandung (induk) dan Provinsi Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Undang-Undang No. 12/ 2007, tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
______, Undang-Undang No. 26/ 2007, tentang Penataan Ruang.
______, Peraturan Pemerintah No. 26/ 2008 tentang Tata Ruang Nasional.
______, 2001. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 21 Tahun 2001 tentang Tata Ruang, Bandung.
_______, 2002. Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi.
_______, 2003. Perda Provinsi Jawa Barat No. 2/ 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
_______, 2004. Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati kepada Camat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung.
_______, 2004. Keputusan Bupati Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2004 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pertambangan kepada Kecamatan.
_______, 2006. Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Bappeda Kabupaten Bandung, 2001. Peta Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung Tahun 2001, Bandung.
Bappeda Kabupaten Bandung, 2001. Peta Pemanfaatan Ruang Kecamatan Cipatat Tahun 2001, Bandung.
BPS Kabupaten Bandung, 2007. Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2007, Bandung.
Bramantyo, B., 2008. Menyelamatkan Gua Pawon dan Perbukitan Karst Citatah – Rajamandala,
Bahan Audensi di Kabupaten Bandung Barat 7 Agustus 2008, Bandung.
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, 2008. Rekapitulasi Surat Izin Pertambangan Daerah (Izin Bupati) di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008.
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, 2008. Rekapitulasi Surat Izin Pertambangan Daerah (Izin Camat) di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008.
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, 2008. Rekapitulasi Pertambangan Tanpa Izin di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008.