BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya.
Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan
tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,
masa lansia, sampai pada kematian. Salah satu di antara tahap tersebut adalah
masa yang disebut dengan dewasa dini (Hurlock ,1999). Individu dewasa dini
adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukan dalam masyarakat bersama dewasa lainnya. Salah satu tugas
perkembangan pada masa dewasa dini yaitu mulai memilih pasangan hidup dan
kemudian membentuk sebuah keluarga. Biasanya, individu dewasa dini
menginginkan hubungan cinta mereka dikokohkan dalam sebuah pernikahan (Kail
& Cavanaugh, 2000).
Pernikahan beda budaya merupakan fenomena yang semakin marak di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara
dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Kondisi
keberagaman seperti ini memungkinkan terjadinya suatu interaksi sosial di antara
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada
hubungan perkawinan (Soimin, 2002). Salah satu kota di Indonesia yang memiliki
Sumatera Utara. Mayoritas penduduk kota tersebut adalah suku Jawa, suku-suku
dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo) dan juga keturunan India dan Tionghoa
(Wikipedia, 2012). Tabel berikut ini menunjukkan jumlah proporsi penduduk kota
Medan yang berdasarkan pada etnis.
Tabel 1. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000
Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000
*Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%
Tiap-tiap suku memiliki konsep dan aturan mengenai perkawinan yang
berbeda satu sama lainnya, seperti mengenai pengaturan pembatasan jodoh,
mahar, tata upacara dan sebagainya. Salah satu perbedaan yang mencolok
ditemukan di dalam masyarakat suku Tamil dengan suku Batak Toba. Suku Tamil
cenderung lebih adaptif dengan kelompok etnis lain di Sumatera Utara, salah
satunya dengan adanya pernikahan eksogami dengan etnis Jawa, Karo, Nias,
Tionghoa dan Batak Toba (Lubis, 2005). Lain halnya dengan suku Batak Toba
yang memegang kuat norma endogami (Bangun, 1982). Perkawinan yang
dianggap ideal oleh masyarakat suku Batak Toba adalah perkawinan yang
dilakukan sesama orang Batak Toba. Perkawinan dengan orang yang bukan Batak
pernyataan seorang wanita Tamil yang memperoleh persetujuan dari orangtuanya
untuk menikah dengan pria Batak Toba :
“…Orangtua saya fair, mereka welcome dengan suku lain..karena sebelumnya kakak saya juga menikah dengan orang Jawa. Kata mereka, saya bisa menikah dengan siapa saja asal seiman, walau beda suku itu ga masalah, yang penting dia itu sayang saya dan sayang keluarga.”
(Komunikasi personal, 03 Desember 2011)
Pernikahan beda etnis menghadapi masalah yang hampir sama dengan
pernikahan sama etnis, namun ada perbedaan pada beberapa area masalah.
Menurut Markoff (1977), masalah-masalah tersebut meliputi komunikasi verbal
dan non verbal, perbedaan nilai dan konsep pernikahan, keputusan pasangan yang
didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan individual pasangan atau didasarkan pada
tradisi atau persetujuan sosial keluarga. Permasalahan lainnya adalah reaksi
keluarga, teman dan masyarakat terhadap pernikahan beda etnis. Sung (1990)
menambahkan bahwa streotip yang dipegang oleh masyarakat mengenai etnis
individu dan pasangan merupakan salah satu tantangan dalam pernikahan beda
etnis. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Arman (bukan nama sebenarnya),
pria Tamil yang menikah dengan wanita Batak Toba :
“…Mertua saya sempat stres karena keluarga istri saya bertanya-tanya kenapa anaknya mau menikah dengan orang India. Mereka bilang orang India itu peminum, pemabuk, semua perilaku yang negatif...padahal kan ga semua orang India peminum, salah satunya ya saya. Malahan orang Batak peminum juganya..”
(Komunikasi personal, 5 Juni 2012)
Pada umumnya, pasangan dalam pernikahan sama etnis maupun beda etnis
khusus dalam tugas dan tujuannya. Menurut Dalton (2001), dalam hubungan
personal seperti pernikahan, dukungan sosial dapat berlangsung secara
terus-menerus sepanjang waktu dengan kehadiran orang-orang yang berarti yang
memberikan perhatian dan keterikatan (generalized support). Dukungan sosial
juga dapat berupa perilaku menolong yang diberikan untuk individu dalam
menghadapi stressor tertentu (specific support). Masa transisi menuju orangtua (parenthood) merupakan salah satu tahap dalam siklus kehidupan pernikahan
yang dapat menimbulkan masalah (stressor) jika tidak dijalankan dengan baik.
Hal ini disebabkan karena masa transisi tersebut membawa banyak perubahan dan
penyesuaian, seperti pola, tanggung jawab dan rutinitas yang baru bagi pasangan
suami istri (DeGenova,2008).
Dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau
pendampingan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu untuk
menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam
kehidupan, baik dalam pernikahan maupun jaringan sosial (Pierce, dalam Kail &
Cavanaugh, 2000). Dalam hubungan pernikahan, dukungan sosial telah
dihubungkan dengan manfaat hubungan seperti kepuasan hubungan yang lebih
besar dan stabilitas seperti kesehatan mental dan fisik. Dalam keluarga, dukungan
sosial diasosiasikan dengan peningkatan hubungan anak-anak dan kepuasan
hidup, kegembiraan, adaptasi dan keberfungsian sosial yang lebih baik (Gardner
& Cutrona, 2004). Sepanjang rentang kehidupan, dukungan sosial penting untuk
mempertahankan dan memelihara hubungan yang sehat di dalam keluarga
Banyak pasangan beda etnis yang berhasil dan bertahan di dalam
pernikahan meskipun mereka berpotensi menghadapi masalah di dalam maupun
di luar hubungan tersebut. Salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan
tersebut adalah tersedianya dukungan sosial dari keluarga, teman maupun
masyarakat. Hubungan yang intim seperti hubungan dengan anggota keluarga dan
teman-teman dekat cenderung akan lebih menyediakan dukungan daripada
kenalan-kenalan (E. G., Dakof & Taylor, 1990). Anggota keluarga, khususnya
orangtua dan pasangan adalah sumber utama dari dukungan sosial baik secara
umum (generalized support) maupun secara khusus (specific support). Keluarga
dan pasangan dinilai memiliki komitmen yang lebih besar dan memiliki
pengetahuan yang lebih dalam mengenai individu yang diberikan dukungan jika
dibandingkan dengan sumber dukungan yang lain (Dalton, 2001). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Maya, seorang wanita Batak Toba yang menikah dengan pria
Tamil :
“Namanya juga kalau masuk ke keluarga suami, yah saya jadi perlu harus belajar banyak tentang mereka, karena beda jauh dengan orang kita Batak…banyak hal yang berubah..bisa buat stres juga lah kalau ga ada orang yang mau bantuin kita..Keluarga saya dan suami lah memang, orang yang seharusnya bisa kita harapkan untuk membantu,yang bisa diajak untuk tukar pikiran, cerita-cerita kalau kita lagi senang atau susah.. ”
(Komunikasi personal, 12 September 2012)
Menurut Kane (dalam Friedman, 1998), dukungan sosial keluarga sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya sehingga
dalam proses ini akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik. Dukungan
sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang proses kehidupan dan
tahap-tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kuantitas dukungan sosial
dalam fase perkawinan sangat berbeda dengan banyak dan jenis-jenis dukungan
sosial yang dibutuhkan ketika keluarga sudah berada dalam fase kehidupan
terakhir.
Dukungan sosial keluarga dapat membuat keluarga mampu berfungsi lebih
baik serta meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga di daalam semua tahap
siklus kehidupan. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga juga melibatkan
kewajiban yang lebih besar untuk adanya balasan (timbal-balik) dan memiliki
potensi yang lebih besar untuk berkonflik (Dalton,2001). Keluarga dapat menjadi
pemberi dukungan yang utama bagi seseorang dalam menemukan kualitas serta
kuantitas bantuan yang didapatnya (Caplan dalam Maldonado, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, dilihat bahwa pernikahan beda etnis
menghadapi masalah yang lebih kompleks daripada pernikahan sama etnis,
terkhusus dari keluarga dan masyarakat. Dukungan sosial dari keluarga dapat
mempengaruhi bagaimana pasangan mengatasi hambatan dan tantangan di dalam
pernikahannya. Dukungan sosial memberi pengaruh untuk keberhasilan dalam
mempertahankan hubungan beda budaya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat
bagaimana gambaran dukungan sosial keluarga pada pernikahan beda etnis (Batak
Toba-Tamil).
B. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang
penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu : “Bagaimana gambaran
dukungan sosial keluarga pada pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil) ?” :
- Dukungan sosial apa sajakah yang diterima pasangan dari keluarga?
- Dukungan sosial apa sajakah yang dibutuhkan pasangan dari keluarga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dukungan sosial
keluarga pada pasangan pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil).
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan hasil penelitian ini
akan mampu memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan
secara khusus akan mampu menambah khasanah ilmu pada bidang psikologi
perkembangan terutama yang berkaitan dengan gambaran dukungan sosial
keluarga pada pernikahan beda etnis (Batak Toba-Tamil). Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang
berminat meneliti lebih lanjut mengenai pasangan yang berlatar belakang etnis
2. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pasangan beda etnis Batak
Toba-Tamil untuk mengidentifikasi dukungan sosial yang diterima dari
keluarga di dalam pernikahan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi keluarga pasangan beda etnis
Batak Toba-Tamil agar mereka dapat memberikan dukungan sosial yang
sesuai seperti yang dibutuhkan oleh pasangan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat khususnya bagi
wanita atau pria yang belum menikah sebagai informasi penting jika ingin
melaksanakan perkawinan beda etnis Batak Toba-Tamil.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan
pembuatan paradigma penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kualitatif,
pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur
penelitian.
Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi Data
Bab ini menjabarkan hasil dari analisis data ke dalam bentuk penjelasan
yang lebih terperinci dan runtut disertai dengan data yang
mendukungnya.
Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai
dukungan sosial kelurga pada pernikahan beda etnis (Batak
Toba-Tamil). Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian
sebagaimana yang telah dituangkan dalam perumusan masalah
penelitian. Saran berupa saran-saran praktis sesuai dengan hasil dan
masalah-masalah penelitian, dan saran-saran metodologis untuk