• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEK PENDIDIKAN NILAI DAN PEMAKNAAN PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROYEK PENDIDIKAN NILAI DAN PEMAKNAAN PE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROYEK PENDIDIKAN NILAI DAN PEMAKNAAN PENGALAMAN

HIDUP KAUM MUDA KATOLIK INDONESIA DALAM DUNIA MODERN

I. PENGANTAR

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak terbendung telah membuat dunia ini seperti sebuah desa kecil yang dapat dijelajahi hanya dalam hitungan detik. Dampaknya adalah tidak ada lagi ruang tersembuyi bagi publik. Kekhasan dan keunikan suatu tempat dapat diekspos sedemikian rupa sehingga menjadi hal yang umum. Akibatnya, kekhasan dan keunikan itu hilang. Muncullah budaya global. Budaya global ini identik dengan perkembangan dunia modern/modernitas. Proses penyebaran dan penanaman nilai-nilai dunia modern inilah yang kita kenal dengan globalisasi.

Hempasan arus globalisasi telah menerpa setiap orang lebih-lebih pada kaum muda. Globalisasi menawarkan nilai-nilai seperti konsumerisme, individualisme, hedonisme dan sebagainya. Karena itu, terjadilah persaingan nilai dalam masyarakat. Dalam medan persaingan nilai-nilai inilah ketahanan kaum muda diuji sebab dalam kesehariannya mereka bergulat dengan globalisasi. Namun, tidak jarang kaum muda yang masih dan sedang berada dalam proses penemuan jati diri hanyut dan tenggelam dalam arus globalisasi itu. Dampaknya adalah mereka kehilangan identitas diri, hidup tanpa harapan dan masa depan yang jelas.

Oleh karena itu, kaum muda perlu dibantu untuk dapat bersikap arif dan bijaksana dalam menentukan pilihan dan posisi hidupnya dalam medan persaingan nilai-nilai. Untuk membentuk kepribadian mereka yang arif dan bijaksana itu merupakan suatu proses yang terus menerus. Persoalannya adalah bagaimana proses ini harus dijalankan? Sejauh mana kaum muda sendiri telah berusaha untuk bersikap arif dan bijaksana? Sejauh mana orang tua ataupun para pendidik, pembina, pendamping kaum muda telah menanamkan nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan itu dalam hidup mereka? Inilah persoalan-persoalan yang akan kita bahas selanjutnya. Untuk itu, kita harus tahu apa yang dimaksud dengan globalisasi, bagaimana realitas hidup kaum muda di dalamnya dan hal apa saja yang mereka butuhkan untuk tetap berdiri kokoh dalam arus globalisasi yang dahsyat itu.

II. REALITAS KAUM MUDA DI TENGAH ARUS GLOBALISASI

(2)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan teknologi memang bertujuan untuk perkembangan hidup manusia sendiri. Hal ini hanya mungkin bila perkembangan itu sungguh-sungguh dipandang sebagai mekanisme atau sarana demi perbaikan nasib manusia. artinya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu dikontrol secara bijaksana oleh manusia. Namun, yang terjadi adalah manusia tidak mampu mengendalikan arus perkembangan itu sehingga manusia menjadi budak teknologi, tenggelam di dalamnya dan menggantungkan nasib kepada ciptaannya sendiri. Akibatnya, hidup manusia diselimuti oleh kecemasan, kegelisahan dan ketakutan.1 Salah satu perkembangan teknologi yang sangat dahsyat dan

mencemaskan adalah perkembangan teknologi informasi. Perkembangan ini akan menghancurkan keseluruhan tatanan nilai dalam suatu masyarakat jika tidak ditanggapi dengan sikap yang bijaksana. Atau paling sedikit dampaknya adalah relativisme nilai. Akibatnya, orang tidak lagi mempunyai pegangan hidup karena segala sesuatu yang dilakukannya tidak lagi mempunyai nilai dan makna. Sebab itu, lahirlah budaya instan yang mengabaikan nilai dan makna suatu proses.

Berdasarkan dampaknya bagi kaum muda, globalisasi dapat diartikan dalam perspektif positif maupun negatif. Dalam perspektif positif, globalisasi dapat dilihat sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi hidup kaum muda. Dengan segala kemajuan itu, kaum muda bisa berkerja secara lebih efektif dan efisien baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, bisa menjalin relasi tanpa harus dibatasi oleh jarak dan waktu, bisa mengakses berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan, bisa bertukar pikiran tanpa harus bertemu muka dsb. Contoh, bayangkan saja perbedaan kualitas dan kuantitas dari hasil menulis dengan mesin ketik era 90-an ke bawah dengan komputer. Atau dari komputer program lotus dengan yang sekarang ini (vista)! Semua perkembangan ini dibawa atau dialirkan oleh apa yang kita sebut globalisasi.

Namun, seringkali orang mengartikan globalisasi dalam perspektif yang negatif. Hal ini tampak jelas dari pilihan pasangan kata globalisasi yakni “arus”, “badai”, “pusaran” dsb. Globalisasi dilihat sebagai suatu bencana yang menghancurkan tatanan nilai dalam masyarakat. Dalam tulisannya mengenai “Orang Muda Katolik Indonesia dalam Pusaran Arus Globalis” Dr. Eko Armada Riyanto menyatakan bahwa globalisasi sungguh-sungguh menghempaskan semua orang (tentu termasuk kaum muda) pada kemiskinan dan keterseokan. Oleh karena itu, ia

(3)

menyatakan bahwa kaum muda harus memiliki semangat antusiaisme, ketabahan, ketekunan, dialogalitas,, inovasi, invensi, visi dan nilai, keahlian dan konsisten dalam menanggapi dan mengalami globalisasi agar tidak terjerumus di dalamnya.2 Senanda dengan itu, Prof. Dr. Pareira

juga yang melihat realitas globalisasi sebagai bentuk dominasi ilmu/teknologi, uang/ekonomi, senjata/kekuasaan dari negara-negara maju (barat) terhadap negara-negara berkembang/lemah. Menurutnya, globalisasi senantiasa mendampingi hidup kaum muda Karena itu, beliau mengajak kaum muda untuk mencintai kebijaksanaan sebab dengan sikap bijaksana kaum muda dapat bersikap kritis dan selektif terhadap tawaran-tawaran dunia. Hal senada pula diharapkan kepada pendamping kaum muda sehingga tidak terjadi orang buta menuntun orang buta.3 Jadi jelas

bahwa dampak globalisasi sungguh-sungguh merupakan “bencana”, “penyakit” menular ataupun musuh bagi apa yang disebut primitif.4 Dalam sudut pandang ini, globalisasi yang identik dengan

perkembangan dunia modern menawarkan berbagai macam nilai seperti konsumerisme, hedonisme, sekularisme, individualisme, materialisme, ateisme, lacisme, sektarianisme dan sebagainya.5 Nilai-nilai ini berkembang seiring dengan perkembangan dunia modern. Karena itu,

globalisasi senantiasa dilihat dan dialami sebagai ancaman bagi kelangsungan nilai-nilai tertentu. Sebagai contoh, nilai hedonisme yang dibawa oleh arus globalisasi akan mengarahkan kaum muda pada perilaku menyimpang dari tatanan nilai dan norma masyarakat mengenai kesucian ikatan perkawinan dengan seks bebas, obat-obatan, narkoba dsb. Begitu pula nilai konsumerisme dan materialisme akan menghancurkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong dan perjuangan dengan mentalitas instan dan terserah aku (egois).

Namun demikian, globalsiasi harus ditanggapi secara positif. Mengapa? Globalisasi itu dialami oleh semua orang. Pergulatan dalam arus globalisasi antara lain adalah pergulatan dalam aneka nilai. Dan, tidak jarang bahwa nilai-nilai itu berdampak positif bagi perkembangan hidup seseorang. Oleh karena itu, setiap orang harus memberi tanggapan atas nilai-nilai ini untuk menentukkan sikap dan arah hidupnya khususnya kaum muda. Dengan demikian, nilai-nilai itu dapat dipilih-dipilah demi perkembangan hidup seseorang khususnya kaum muda. Bahkan pandangan negatif tentang globalisasi itu pun dapat dilihat sebagai bentuk sikap yang arif dan

2 A. Denny Firmanto & Yustinus (editor), Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi, Malang: STFT &Dioma, 2007, hlm 33-44.

3 Ibid, hlm. 63-74

4 Primitiv yang dimaksudkan adalah nilai-nilai tradisional yang dihidupi oleh suatu masyarakat tertentu.

(4)

bijaksana sejauh orang tidak hanya berhenti pada tataran teoritis. Jadi, setiap orang hendaknya bersikap antusias terhadap arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau globalisasi.

Inilah realitas yang telah, sedang dan akan terus dihadapi oleh kaum muda. Keseharian mereka ada dalam pergumulan nilai-nilai di mana mereka dihadapkan pada pilihan: atau menerima atau menolak atau apatis (cuek, acuh tak acuh dsb). Menerima dalam arti kaum muda terlibat secara langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai macam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai yang menyertainya. Penerimaan nilai-nilai ini menuntut dari kaum muda sikap yang arif dan bijaksana dalam arti bersikap kritis dan selektif. Sikap ini harus dimiliki oleh kaum muda Indonesia khususnya kaum muda Katolik.6 Dengan

demikian, mereka akan berdiri teguh dan kokoh serta tidak terbawa hempasan arus globalisasi. Dalam situasi yang demikian, proyek utama Gereja adalah membantu mereka agar tidak hanyut dan terjerumus dalam arus globalisasi yang dapat membahayakan hidupnya. Inilah yang dimaksud dengan proyek pendidikan nilai. Kaum muda perlu dibantu untuk bersikap kritis akan nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia modern. Mereka perlu dibantu agar dapat mengerti, memahami, membedakan dan menilai setiap tawaran nilai yang ditawarkan masyarakat sekitarnya. Dalam konteks inilah diperlukan proses pendidikan nilai khususnya dalam terang iman Kristiani. Dengan demikian, kita berharap bahwa Gereja akan mempunyai masa depan yang jelas dengan fondasi yang kuat yaitu kaum muda yang kritis dan selektif.

III. PROYEK PENDIDIKAN NILAI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI

Kata proyek berasal dari istilah latin “proicio” (pro dan iacio) yang berarti melempar ke muka atau ke depan. Oleh karena itu, pengertian proyek berhubungan dengan sesuatu di masa depan atau di masa yang akan datang. Proyek juga bisa diartikan sebagai studi pastoral dengan mengajukan sasaran jangka panjang.

Suatu proyek dimulai dari masa mendatang. Mengapa? masa mendatanglah yang mengembangkan masa kini, yang ideallah (tujuan) yang membuat realita bergerak, tujuanlah yang mengerahkan semua aktivitas yang akan/sedang dikerjakan. Jadi kegiatan pastoral mengandaikan orang mengetahui terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai atau yang telah dicanangkannya.7

6 Kaum muda di sini adalah mereka yang berada dalam usia sekolah yaitu usia 13 s.d. 30 tahun. (Pedoman Karya

Pastoral Kaum Muda, Jakarta: Komisi Kepemudaan Konferensi Wali Gereja Indonesia, hlm. 8.)

(5)

Berhubungan dengan pastoral kaum muda, proyek dapat kita artikan sebagai aktivitas pembinaan dan pendampingan yang akan/sedang dilakukan oleh Gereja terhadap kaum muda berdasarkan kesadaran bahwa kaum muda adalah fondasi Gereja di masa yang akan datang. Karena itu, tujuan ideal yang hendak dicapai dari kegiatan pastoral ini adalah terbentuknya/lahirnya kaum muda yang sungguh-sungguh dapat menjadi fondasi yang kuat bagi Gereja khususnya dalam arus globalisasi. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukanlah pendidikan nilai. Dalam pendidikan nilai ini ada proses pemaknaan pengalaman. Persoalannya bagaimana proyek ini harus dijalankan?

Seorang pelaku pastoral kaum harus mengetahui dengan baik visi-misi pastoral kaum muda. Ada beberapa hal yang patut diperhatikan seorang pelaku pastoral sebelum membuat/menentukan visi-misi:

 Pelaku pastoral harus mengerti kegiatan seperti apa sebenarnya pastoral kaum muda itu Berdasarkan pengertian proyek pendidikan nilai di atas, pastoral kaum muda dapat dilihat sebagai kegiatan pembinaan dan pendampingan kaum muda dalam menginterpretasi dan mengintergrasikan segenap pengalaman hidupnya dalam terang nilai-nilai iman Kristiani. Karena itu, tujuan pastoral kaum muda adalah integrasi kehidupan iman dan hidup manusiawi kaum muda sehingga mereka dapat menatap masa depan dengan berani, bertanggung jawab dan kreatif. Dengan demikian akan terbentuk kepribadian kaum muda yang matang baik secara fisik, mental, emosional dan spiritual. Jadi, ada dua aspek yang harus diperhatikan oleh seorang Pembina/pendamping kaum muda yaitu hidup iman dan hidup manusiawi mereka.

 Pelaku pastoral harus memiliki segala potensi untuk menjalankan konsep pastoral yang ia ketahui dan tentukan berdasarkan kebutuhan kaum muda.

Pastoral kaum muda merupakan bentuk pastoral yang sangat kompleks. Kompleks karena subyek yang dituju adalah kaum muda yang kaya akan segala pengalaman dan sedang mengalami proses pematangan diri. Keseharian hidup mereka adalah pengalaman pergulatan dalam arus globalisasi di mana terdapat begitu banyak tawaran nilai-nilai baru dalam hidup mereka seperti yang telah kita bahas sebelumnya. Untuk itu, dalam berpastoral, dibutuhkan keahlian-keahlian tertentu. Keahlian di sini lebih dari sekedar profesionalisme. Seorang pendamping yang ahli adalah dia yang kreatif, yang mampu memaknai setiap pengalaman demi perbaikan-perbaikan selanjutnya.8 Dengan keahlian itu, seorang pembina kaum muda akan dapat merangkul kaum

(6)

muda dalam banyak hal. Misalnya, seorang pendamping kaum muda harus memiliki kecakapan teknologi bila ia mendampingi kaum muda yang hidup dalam situasi demikian. Lebih dari pada itu, seorang pendamping harus mempunyai potensi untuk menjadi teladan iman. Ia hendaknya menjadi inspirator dan motivator yang dapat menjalin relasi dengan setiap orang, dapat dipercaya, solider, dan dapat mengerti dan memahami kondisi kaum muda. Dengan demikian, keseharian hidupnya merupakan bentuk pewartaan pastoral yang sungguh-sungguh hidup dan mengena bagi kaum muda.

 Pelaku pastoral harus mengetahui apa saja yang dibutuhkan kaum muda.

Tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan keberhasilan pastoral kaum muda. Kebutuhan seringkali dapat menggambarkan realitas hidup kaum muda. Dengan mengetahui kebutuhan kaum muda, kegiatan pastoral tentu akan menjadi tepat sasaran dan efektif, terarah dan terstruktur. Selain itu, seorang pembina/pendamping kaum muda akan dapat memberdayakan segala potensi yang dia miliki untuk memenuhi kebutuhan itu secara holistik. Persoalannya adalah bagaimana kebutuhan kaum muda dapat diketahui sehingga kita dapat menentukan kebutuhan mereka?

Kita dapat mengetahui hal apa saja yang dibutuhkan kaum muda melalui penelitian, wawancara ataupun kuesioner. Hasil penelitian, wawancara ataupun kuesioner ini harus dianalisis sedemikian rupa sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa itulah hal yang dibutuhkan kaum muda. Namun, seringkali kebutuhan itu juga dapat terungkap dalam simbol-simbol atau tindakan yang terjadi dalam masyarakat. Sebab itu, secara sederhana dengan metode generalisasi kita dapat menentukan kebutuhan kaum muda. Dari hasil pengamatan itu, dibuatlah visi-misi pastoral baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

 Pelaku pastoral harus mampu mengintegrasikan pengalaman kaum muda dengan pengalaman iman.

(7)

muda untuk menemukan kekayaan dan pemaknaan pengalaman hidup bersama. Seringkali pengalaman itu adalah pengalaman kesusahan, penderitaan, sakit, kehilangan dsb. Pengalaman yang demikian memungkinkan mereka untuk menghayati diakonia dengan melakukan tindakan-tindakan karitatif. Tindakan-tindakan-tindakan karitatif yang dilakukan terus menerus ini disebut keutamaan. Dengan demikian, dalam relasinya dengan anggota jemaat yang lain, kaum muda senantiasa dituntut untuk bertobat terus menerus. Nilai pertobatan inilah yang harus diusahakan dan diperjuangkan dalam kegiatan pastoral kaum muda.

III. APKLIKASI NILAI-NILAI IMAN KRISTIANI DALAM DIRI KAUM

MUDA

IMAN HARAPAN CINTA KASIH

V. PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

melakukan analisis apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan mengubah posisi yang dilakukan pada pasien

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Terima kasih kepada ibu karena telah ikut berpartisipasi dalam penelitian skripsi saya tentang Analisis Pengaruh Karakteristik Sosial Ketenagakerjaan Pada Perempuan

Audry Devisanty Wuysang, M.Si, Sp.S Ilmu Penyakit Saraf Tutorial 1 Modul 2 (Nyeri

Hasil pengujian pada return harian indeks LQ45 menemukan bahwa tidak adanya pengaruh penurunan volatilitas pada underlying spot market di Indonesia karena keberadaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang dimilki peneliti selanjutnya/pembaca dalam bidang ilmu pendidikan, khususnya menyangkut penelitian

Bagaimanapun luas sernpitnya pengertian pendidikan, problem pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia, karena pendidikan

Demikian pula bilamana terjadi sebaliknya yakni semakin tidak baik gaya kepemimpinan transformasional yang ditampilkan bersamaan dengan tidak kuatnya komitmen