Koridor : Bali-Nusa Tenggara
Fokus
: Perikanan
LAPORAN AKHIR TAHUN
PRIORITAS NASIONAL MASTER PLAN PERCEPATAN DAN
PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
2011 – 2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025)
PERIKANAN/BALI-NUSA TENGGARA
STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI WILAYAH
DAN MASYARAKAT NELAYAN TRADISIONAL PULAU TERLUAR BERBASIS OPTIMASI KEUNGGULAN LOKAL
DI KABUPATEN ROTE NDAO
Tahun ke-2 dari rencana 3 tahun
Dr. Chaterina A. Paulus, S.Pi, M.Si/0019088405
Ir. Yohanis Umbu L. Sobang, M.Si/0007126607
Ir. Marthen R. Pellokila, MP, Ph.D/0017036505
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sesuai Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) Tahun Anggaran 2016
RINGKASAN
Strategi Percepatan Ekonomi Wilayah dan Masyarakat Nelayan Tradisional Pulau Terluar Berbasis Optimasi Keunggulan Lokal di Kabupaten Rote Ndao 1
Oleh
Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2
Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan 1) untuk mengetahui kinerja
pendapatan rumah tangga nelayan dari 3 (tiga) model usaha di Desa Nembrala
Kabupaten Rote Ndao, 2) menganalisis status keberlanjutan dari model usaha yang
dikembangkan, dan 3) menganalisis skenario prospektif dari indeks keberlanjutan yang
didapatkan dari analisis multidimensional. Penelitian dilakukan menggunakan metode
survey melalui teknik wawancara dan observasi. Responden dalam penelitian ini
sebanyak 35 orang yang diambil secara purposive (sengaja).
Hasil penelitian diperoleh bahwa kombinasi usaha antara usaha perikanan yang
merupakan mata pencaharian utama nelayan dengan usaha ternak babi dengan usaha
tenun dapat meningkatkan pendapatan nelayan dari Rp. 1,427,250±280,668.7 menjadi
Rp. 3,428,670.455,- pada kombinasi tanpa inovasi dan Rp. 5,321,806.61 pada
kombinasi usaha dengan inovasi. Hasil analisis usaha ternak babi dengan menggunakan
Rap-Ternak_Nembrala (MDS) diperoleh indeks keberlanjutan usaha ternak babi di
Nemberala untuk dimensi ekologi sebesar 30,82% dengan status kurang berkelanjutan,
dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61% dengan status kurang berkelanjutan,
dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87% dengan status cukup berkelanjutan,
dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83% dengan status cukup berkelanjutan, dan
dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status berkelanjutan. Hasil analisis usaha
tenun ikat dengan menggunakan Rap-Tenun Ikat_Nembrala (MDS) diperoleh indeks
keberlanjutan usaha tenun ikat di Nemberala untuk dimensi ekologi sebesar 30,82%
dengan status kurang berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61%
dengan status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87%
dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83%
dengan status cukup berkelanjutan, dan dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status
berkelanjutan. Sedangkan untuk hasil analisis usaha perikanan dengan menggunakan
Rap-Tangkap_Nembrala (MDS) diperoleh indeks keberlanjutan usaha perikanan
berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 69,25% dengan status cukup berkelanjutan,
dimensi sosial budaya sebesar 61,89% dengan status cukup berkelanjutan, dimensi
infrastruktur dan teknologi sebesar 69,39% dengan status cukup berkelanjutan, serta
dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 52% dengan status cukup berkelanjutan.
Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha ternak babi diperoleh 4 (empat)
faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor
tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Tingkat Pemberdayaan Masyarakat, (2) Jumlah RT
Peternak Babi, (3) Penyuluhan tentang Teknologi Budidaya Ternak Babi dari Dinas
Teknis, dan (4) Partisipasi Keluarga. Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha tenun
ikat diperoleh 4 (empat) faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan
ketergantungan antar faktor tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Dukungan sarana & prasarana
tenun, (2) Paten Motif Rote Ndao, (3) Ketersediaan kelompok usaha tenun, dan (4)
Keberadaan Balai Pelatihan. Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha perikanan
tangkap diperoleh 2 (dua) faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan
ketergantungan antar faktor tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Ukuran ikan yang ditangkap,
dan (2) Kelayakan usaha penangkapan ikan.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut:
(1) motif Ti’ilangga pada tenun ikat dapat dijadikan hak paten dari KUB Amerta Ndao
dari sisi kebaharuan bentuk motif ti’ilangga, pewarnaan alami maupun skala besaran
tenun ikat, dan (2) dalam upaya peningkatan pendapatan nelayan tradisional dapat
dilakukan melalui pengembangan diversifikasi kombinasi antara usaha perikanan (UP),
usaha tenun ikat (UT), dan usaha ternak babi (UTB) perlu didesiminasi pada skala yang
lebih luas dengan melibatkan pemerintah daerah beserta yang akan dilakukan pada
tahun ke 3.
Kata kunci: nelayan tradisional, usaha alternatif, multidimensional, Rote Ndao
1)
Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) Tahun Anggaran 2016
2)
SUMMARY
The Strategy of Regional Economic and Traditional Fishermen Acceleration Based Optimization of Local Excellence in Rote Ndao Regency1)
By
Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2
A study has been carried out aimed 1) to determine the performance of
household income of fishermen from three (3) business model in the Village Nembrala
Rote Ndao, 2) analyze the status of the sustainability of the business model is
developed, and 3) analyzing scenarios prospective of the sustainability index that
obtained from multidimensional analysis. The study was conducted using a survey
method through interview and observation techniques. Respondents in this study were
35 people taken purposively (intentionally).
The result showed that the business combination between fishing effort which is the
main livelihood of fishermen the effort pigs with a loom can increase fishermen's
income of Rp. ± 280,668.7 1,427,250 to Rp. 3,428,670.455, - in combination without
innovation and Rp. 5,321,806.61 in the business combination with innovation. The
results of the business analysis pigs using Rap-Ternak_Nembrala (MDS) business
sustainability index gained pigs in Nemberala for ecological dimension of 30.82% with
a status less sustainable, legal and institutional dimensions of 36.61% with a status less
sustainable, infrastructure dimension and technology amounted to 63.87% with a status
quite sustainable, social and cultural dimensions of 65.83% with a culture of continuous
sufficient status, and economic dimensions of 79.71% with a sustainable status. The
results of the analysis of the business using the ikat-weaving Rap Ikat_Nembrala (MDS)
acquired the business sustainability index weaving in Nemberala for ecological
dimension of 30.82% with a status less sustainable, legal and institutional dimensions of
36.61% with less sustainable status, dimensions infrastructure and technology amounted
to 63.87% with a status quite sustainable, social and cultural dimensions of 65.83% with
a culture of continuous sufficient status, and economic dimensions of 79.71% with a
sustainable status.
As for the results of the analysis of fisheries by using Rap-Tangkap_Nembrala
(MDS) obtained the sustainability index to fishing in Nemberala for ecological
with a status quite sustainable, the social dimension of culture of 61.89% with a status
quite sustainable, infrastructure and technology dimensions of 69.39% with a fairly
sustainable status, as well as legal and institutional dimensions of 52% with a status
quite sustainable.
Based on the analysis of prospective businesses pigs obtained four (4) key factors /
determinants that have a strong influence and interdependence factor is not too strong,
namely: (1) Level Community Empowerment, (2) Number RT Pig Farmer, (3)
Extension of Pigs Livestock Farming technology of the Technical Department, and (4)
Family Participation. Based on the analysis of prospective businesses ikat obtained four
(4) key factors / determinants that have a strong influence and interdependence factor is
not too strong, namely: (1) Support facilities and infrastructure weaving, (2) Patent
Motif Rote Ndao, (3) Availability weaving business groups, and (4) Presence Training
Center. Based on the results of a prospective analysis of fishery business acquired two
(2) key factors / determinants that have a strong influence and interdependence factor is
not too strong, namely: (1) size of fish caught, and (2) Feasibility of fishing effort.
Based on the conclusion, it can be recommended as follows: (1) Ti'ilangga on
ikat motifs can be used as a patent of KUB Amerta kebaharuan Ndao of the motifs form
ti'ilangga, natural dyeing and weaving massive scale, and (2) in an effort to increase the
income of traditional fishing can be done through the development of a diversified
combination of fishing effort (UP), business ikat (UT), and the efforts of pigs (UTB)
needs to be disseminated on a wider scale with the involvement of local government
and that will be done in the 3rd.
Keywords: peasant fisher, alternative livelihoods, multidimensional, Rote Ndao
1) National Priorities Research Master Plan for the Acceleration and Expansion of
Indonesian
Economic Development (MP3EI) Fiscal Year 2015
2)
PRAKATA
Puji dan Syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas perkenananNya, sehingga penelitian ini dapat dilakukan sampai dengan penulisan
laporan ini. Dalam rangka meningkatkan ekonomi wilayah dan nelayan pulau terluar di
Rote Ndao, maka perlu dilakukan terobosan penelitian dengan mempelajari potensi
diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki
potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan untuk
meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan penghidupan
masyarakat nelayan pesisir di Rote Ndao. Untuk itu telah dilakukan penelitian tahun II
yang bertujuan untuk 1) mengetahui kinerja model cabang usaha terpilih meliputi aspek
sosial budaya, ekonomi, dan pasar, dan 2) menilai indeks keberlanjutan model usaha
yang telah diterapkan pada tahun 1 dan mendapatkan strategi untuk mengembangkan
model yang telah diterapkan. Terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu perkenankan kami untuk menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Dirjen DIKTI yang telah memberikan kepercayaan dan dana untuk melakukan
penelitian ini khususnya melalui program MP3EI.
2. Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah memfasilitasi dan memberikan
kepercayaan untuk melakukan kegiatan penelitian ini.
3. Ketua Lembaga Penelitian Undana yang telah membantu proses pelaksanaan
penelitian ini.
4. Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP), yang telah memotivasi stafnya
untuk giat melakukan penelitian dan menyediakan fasilitas untuk penelitian.
5. KUB Amerta Desa Nembrala yang telah berpartisipasi selama berlangsungnya
penelitian melalui tenaga, waktu, material sehingga penelitian dapat diselesaikan.
6. Mahasiswa S1 FKP dan Fakultas Peternakan Undana yang telah terlibat dalam
penelitian serta membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Akhirnya kami berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan, namun kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagai bagian dari keterbatasan kami.
Kupang, 30 Oktober 2016
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN ………
RINGKASAN ………. ii
SUMMARY ………. iv
PRAKATA ………. vi
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR TABEL ………. viii
DAFTAR GAMBAR ………. ix
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
BAB 1. PENDAHULUAN ………. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 3
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………. 7
BAB 4. METODE PENELITIAN ………. 8
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ………. 10
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 56
DAFTAR PUSTAKA ………. 58
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Pertambahan berat badan harian ternak babi tanpa inovasi dan dengan inovasi
……… 10
Tabel 2. Akumulasi pertambahan bobot hidup dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama penelitian
……… 11
Tabel 3. Pendapatan usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal
………
11 Tabel 4. Rataan pendapatan (dalam rupiah) kombinasi
usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)
………
12
Tabel 5. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis
Monte Carlo dengan Analisis Rap-
Tabel 7. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis
Monte Carlo dengan Analisis Rap-
Tabel 9. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis
Monte Carlo dengan Analisis Rap-
Tabel 11. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao
……… 46
Tabel 12. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Tenun Ikat di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao
……… 49
Tabel 13. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala, Kabupaten Rote Ndao
……… 15
Gambar 2. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi
……… 16
Gambar 3. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi
……… 18
Gambar 4. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi
……… 20
Gambar 5. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi
……… 22
Gambar 6. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi
……… 24
Gambar 7. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala
Gambar 9. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Tenun
……… 28
Gambar 10. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun
……… 30
Gambar 11. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun
Gambar 12. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun
……… 34
Gambar 13. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun
……… 35
Gambar 14. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Tenun di Desa Nembrala
Gambar 16. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Tangkap
……… 39
Gambar 17. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap
……… 40
Gambar 18. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap
……… 41
Gambar 19. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap
……… 42
Gambar 20. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap
……… 43
Gambar 21. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala
……… 44
Gambar 22. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala
……… 47
Gambar 23. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Tenun Ikat di Desa Nembrala
……… 51
Gambar 24. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Kuesioner Penilaian Status Keberlanjutan dari Usaha Ternak, Tenun Ikat, dan Perikanan Tangkap di Desa Nemberala
……… 61
Lampiran 2. Personalia Tenaga Pelaksana dan Kualifikasi
……… 64
Lampiran 3. Artikel Pada International Conference On Technology, Innovation, And Society (ICTIS) 2016
……… 79
Lampiran 4. Poster pada Seminar Nasional Lembaga Penelitian Undana - Kupang
……… 85
Lampiran 5. Leaflet Pedoman Teknis Ternak Babi ……… 86 Lampiran 6. Artikel Seminar Nasional Lembaga
Penelitian Undana - Kupang
……… 87
Lampiran 7. Produk Tenun Ikat Motif Ti’I Langga yang akan dipatenkan pada Tahun 3
……… 94
Lampiran 8. Akta Kelompok AMERTA Nembrala ……… 95
Lampiran 9. Artikel Internasional yang akan di Submitted ke Climate Risk Management terindeks Scopus
……… 96
Lampiran 10. Proposal Bantuan Dana Pemerintah Daerah pada KUB AMERTA
……… 104
Lampiran 11. Surat Undangan untuk menghadiri dan mempresentasikan Studi Kasus Penelitian di Pulau Rote pada Short Course “Local Economic Development” di Kyalami, South Africa
……… 113
UU nomor 31 tahun 2004 tentang pemberdayaan nelayan belum memberikan
kesempatan yang maksimal kepada nelayan kecil dan tradisional, baik dalam
menghadapi persoalan terbatasnya akses pemanfaatan sumberdaya ikan, menghadapi
persaingan dengan pengusaha perikanan, mengatasi irama musim yang tidak menentu
melalui diversifikasi usaha, serta mengatasi kesulitan pemasaran karena kualitas ikan
tangkapan yang cepat rusak (Atmaja, 2010).
Pulau Rote sebagai pulau terselatan Indonesia memiliki banyak potensi
sumberdaya alam dan sosial budaya yang dapat dikembangkan dengan nilai ekonomis
tinggi namun pengelolaannya belum optimal (BPS Rote Ndao, 2013). Faktor pembatas
untuk melakukan eksplorasi kelautan dan perikanan di pulau Rote sebagai pulau terluar
adalah dampak ekologis dari tercemarnya Laut Timor akibat tumpahan minyak dan
peralihan kawasan budidaya menjadi kawasan pariwisata (Paulus, 2014). Perilaku
kehidupan masyarakat nelayan dengan kondisi lingkungannya memiliki hubungan yang
sangat erat. Komunitas masyarakat nelayan dengan lingkungan alam yang memiliki
kelimpahan stok sumberdaya akan memiliki perilaku (sosiologi) yang berbeda dengan
komunitas masyarakat nelayan pada kondisi stok sumberdaya alam dan lingkungan
yang terbatas seperti komunitas masyarakat nelayan pada pulau kecil terluar di
Kabupaten Rote Ndao.
Sebaliknya, kelimpahan dan keterbatasan stok sumberdaya alam dan lingkungan
tidak menjamin kesejahteraan hidup masyarakat nelayan lebih baik. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan yang lebih
terfokus pada kesadaran tentang kondisi lingkungannya atau melihat hubungan yang
sangat erat antara perubahan perilaku masyarakat nelayan (sosiologi masyarakat
nelayan) dengan perubahan-perubahan lingkungan di sekitarnya (sosio-ekologi).
Keterkaitan antara faktor-faktor ekologi dan proses sosial adalah sangat penting sebagai
dasar untuk mendesain model bagi manajemen berkelanjutan komunitas masyarakat
nelayan sebagai kehidupan yang masih tradisional.
Solusi dari permasalahan yang dihadapi Kabupaten Rote Ndao adalah
diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki
potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan, sehingga
dapat meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan
Tujuan khusus dari penelitian ini, adalah :
1. Memetakan potensi sumberdaya lokal dengan nilai ekonomi tinggi yang dimiliki
dan dapat diakses masyarakat nelayan pulau terluar untuk mendorong kesejahteraan
dan komoditi ekspor wilayah pulau terluar (tahun 1).
2. Mengidentifikasi cabang usaha dan komoditi yang paling memungkinkan untuk
pengembangannya berdasarkan skala prioritas dan indeks keberlajutan (tahun 1).
3. Mengetahui kinerja cabang usaha terpilih meliputi aspek sosial budaya, ekonomi,
dan pasar (tahun 2).
4. Menemukan model percepatan ekonomi masyarakat nelayan dan wilayah terluar
Pulau Rote yang dapat diaplikasikan pada mayarakat pulau terluar (tahun 2). .
5. Mengetahui dampak diseminasi dan aplikasi terhadap kinerja cabang usaha terpilih
untuk percepatan ekonomi masyarakat nelayan dan wilayah terluar Pulau Rote
(tahun 3).
6. Menata kelembagaan di tingkat masyarakat nelayan pulau terluar untuk
pengembangan usaha ekonomi produktif yang bersinergi dengan pemerintah daerah
dan pihak swasta (LSM dan Bank) pada tahun ke 3.
Urgensi atau Keutamaan Penelitian
Kabupaten Rote Ndao sebagai kabupaten terluar yang memiliki kekayaan alam
yang sangat besar namun belum dikelola secara optimal, sehingga kelimpahan
sumberdaya alam dan sosial budaya sangat kontras dengan tingginya kasus kemiskinan
masyarakat nelayan pesisir (BPS Rote Ndao, 2013) dan illegal fishing yang
berkepanjangan yang dapat memicu konflik dengan negara tetangga (Australia).
Dalam upaya optimalisasi potensi wilayah pulau terluar seperti halnya di pulau
Rote perlu dilakukan pemetaan dan permodelan potensi sumberdaya yang tersedia dan
dapat diakses oleh masyarakat nelayan serta memiliki peluang pengembangannya untuk
percepatan ekonomi wilayah melalui pengembangan komoditi ekspor sebagai unggulan
wilayah meliputi pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif.
Luaran dari penelitian ini adalah 1) peta potensi keunggulan lokal dan model
pengembangan potensi untuk mendorong percepatan peningkatan ekonomi masyarakat
nelayan pulau terluar dan peluang ekspor, 2) Model dan jenis usaha produktif
masyarakat nelayan pulau terluar dengan pola kemitraan dan kelembagaan yang
menguntungkan, 4) publikasi ilmiah dan integrasi hasil penelitian dalam bahan ajar, 5)
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum dan Potensi Konplik Wilayah Terluar
Kabupaten Rote Ndao merupakan daerah kepulauan yang memiliki satu pulau
terluar dan terdepan Indonesia yaitu Pulau Ndana. Keberadaan Pulau Rote sebagai
pulau terselatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Australia di Laut
Timor, hubungan kedua negara ini senantiasa dihadapkan pada pelanggaran kedaulatan
baik oleh warga negaranya maupun oleh institusi yang mewakili negaranya itu sendiri.
Pelanggaran kedaulatan tersebut berujung pada terciptanya ketegangan hubungan
diplomatik kedua negara.
Ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh kedua negara dalam hal realisasi
kedaulatan bukanlah faktor utama penyebab ketegangan, akan tetapi rambu-rambu
hubungan internasional yang pernah berlangsung tidak bisa diabaikan. Salah satu
pelanggaran kedaulatan yang kerap dilakukan oleh warga negara Indonesia di wilayah
kedaulatan Australia adalah aktivitas illegal yang dilakukan oleh masyarakat nelayan
tradisional Indonesia, seperti melakukan tindakan penangkapan satwa-satwa atau
binatang yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan Australia (Thontowi,
2002). Masyarakat nelayan tradisional Indonesia yang sering berkunjung ke wilayah
perairan Australia, khususnya Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah berasal dari daerah
Pulau Rote, Flores, Buton, Sabu, Timor, Alor, Sulawesi dan Maluku. Dengan demikian,
adanya kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan tradisional Indonesia sejak
berabad-abad tahun yang lalu ini merupakan peluang yang besar bagi terjadinya konflik
antara Indonesia dan Australia, sebagai negara-negara yang masing-masing memiliki
kedaulatan.
Selama 7 tahun terakhir, tercatat kurang lebih lima kasus terbesar dari
pelanggaran batas wilayah penangkapan oleh kurang lebih 250 masyarakat nelayan
tradisional Indonesia pada setiap kasus (kebanyakan masyarakat nelayan Rote).
Menurut Adhuri (2005), paling tidak ada beberapa isu utama yang harus kita pahami
untuk mengerti konflik atau pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh masyarakat
nelayan Indonesia:
(1) Conflicting Claims. Meskipun Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia telah
melakukan perjanjian-perjanjian, namun masyarakat nelayan, khususnya
masyarakat nelayan dari Nusa Tenggara Timur menganggap bahwa fishing ground
(2) Pasar Internasional Sumberdaya Laut. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor
keberadaan pasar internasional ikut andil dalam mendorong aktivitas masyarakat
nelayan tradisional Indonesia di wilayah perairan Australia. Mengingat,
sumberdaya yang ditangkap seperti teripang, trochus, dan sirip hiu bukan lah
komoditas yang dikonsumsi secara langsung oleh mereka, melainkan untuk dijual
ke luar negeri, yaitu pasar Cina.
Kondisi Sosial Ekonomi wilayah dan Masyarakat Rote Ndao
Kabupaten Rote Ndao merupakan pulau kecil dengan luas 1.278 km2 memiliki
potensi kelautan dan perikanan yang besar, dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Rote Ndao yang
mencapai 13 % (BPS Rote, 2013). Namun demikian ternyata kualitas kehidupan para
masyarakat nelayan masih sangat memperihantinkan, sebagian besar masuk dalam
kategori penduduk miskin. Sebanyak 67,38% dari total 124.835 penduduknya hidup
sebagai petani/masyarakat nelayan subsistem, dengan pendapatan kurang dari
Rp.15.000 per hari (Sembiring, 2012).
Efek domino yang timbul dari kemiskinan di Pulau Rote adalah busung lapar
yang tercatat mencapai 10 anak setiap tahun, angka kematian bayi mencapai 7,5/1000
kelahiran hidup dan angka kematian ibu sekitar 421/100.000 kelahiran hidup. Salah satu
jawaban terhadap kondisi paradoksial ini dijumpai dalam penelitian terhadap kehidupan
ekonomi sosial yang dilakukan oleh Therik (2008) di Desa Papela (pusat masyarakat
nelayan di sebelah timur Rote) dan Carnegie (2008) di Desa Oelua (pusat masyarakat
nelayan di sebelah barat Rote) yang berargumentasi bahwa permasalahan kemiskinan
yang dihadapi oleh para masyarakat nelayan di kedua kantong masyarakat nelayan ini
bukan hanya terletak pada produksi/produktifitas perikanan yang rendah tetapi masih
terdapat banyak faktor lainnya seperti faktor hubungan patron-klien yang merugikan
bahkan cenderung eksploitatif yang mempengaruhi negosiasi biaya dan pembagian
keuntungan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok ikan. Sementara itu
Fox & Sen (1999), Stacey (1999; 2001) dan Balint (2005) cenderung menyalahkan
pemerintah Australia atas kebijakan pengelolaan perikanan di area MOU Box 1974
yang tidak hanya membatasi pemanfaatan teknologi perikanan tetapi juga semakin
memarginalkan masyarakat nelayan tradisional.
Persoalan yang menjadi akar kemiskinan masyarakat nelayan berdasarkan
mitra) adalah tingginya ketergantungan terhadap kegiatan penangkapan. Faktor-faktor
ketergantungan ini sangat beragam. Akan tetapi, jika ketergantungan itu terjadi di
tengah-tengah masih tersedianya pekerjaan lain di luar sektor perikanan, tentu hal ini
mengurangi daya tahan masyarakat nelayan dalam menghadapi tekanan-tekanan
ekonomi yang ada. Salah satu akibat dari tekanan ekonomi pada masyarakat nelayan
masyarakat nelayan Pulau Rote adalah adanya kegiatan penangkapan yang dilakukan
masyarakat nelayan Rote pada wilayah perairan antara Laut Timor dan Northern
Territory (Australia).
Keragaman sumber pendapatan sangat membantu kemampuan masyarakat
nelayan dalam beradaptasi terhadap kemiskinan. Masyarakat nelayan terkadang kurang
menyadari bahwa kondisi ekosistem perairan mudah berubah setiap saat, sehingga dapat
berpengaruh terhadap pendapatannya. Di samping itu, rendahnya keterampilan
masyarakat nelayan untuk melakukan diversifikasi usaha penangkapan dan keterikatan
yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap turut memberikan kontribusi
terhadap timbulnya kemiskinan masyarakat nelayan.
Pranata yang terbentuk pada masyarakat nelayan pesisir Pandansimo, Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menjadi model diversifikasi sumber pendapatan.
Selain menangkap ikan, masyarakat nelayan juga bertani dan beternak sehingga ketika
musim paceklik terjadi, mereka tidak kehilangan sumber pendapatan (Rakhmanda,
2014).
Pengembangan diversifikasi usaha bertujuan untuk menambah sumber
pendapatan keluarga dan mengembangkan usaha yang berpotensi ekspor, khususnya
bagi masyarakat nelayan pesisir dan wanita masyarakat nelayan yang suami atau
keluarganya memiliki mata pencaharian sebagai masyarakat nelayan, agar pada musim
paceklik tiba, mereka memiliki sumber penghasilan lain untuk mempertahankan
ekonomi keluarga. Dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga
masyarakat nelayan, diperlukan kontribusi wanita masyarakat nelayan dalam
menciptakan dan mengelola usaha ekonomi produktif bernilai ekspor sebagai mata
pencarian alternatif. Optimasi sumberdaya melalui diversifikasi usaha berbasis
keunggulan lokal seperti budidaya laut, pertanian, peternakan, industri kreatif, dan
pariwisata di Pulau Rote perlu dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat nelayan dan percepatan ekonomi wilayah sehingga mencegah kasus illegal
PETA JALAN (ROAD MAP) PENELITIAN
Pulau Rote di provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan pulau terluar bagian Selatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Australia. Sebagaimana dengan pulau lain di Indonesia, warga pesisir pulau Rote menggantungkan hidupnya pada potensi hasil laut dengan pola eksploitasi yang masih tradisional. Karena dorongan ekonomi sering terjadi konflik antara Indonesia dan Australia dengan adanya masyarakat nelayan dari pulau Rote yang melewati batas negara Indonesia dan Australia. Fenomena rendahnya taraf hidup masyarakat nelayan khususnya di pulau Rote sangat berpotensi memicu konflik antar negara akibat eksploitasi hasil laut yang melewati batas negara (Adhuri, 2005).
Kegiatan penelitian tahun 1, pemetaan potensi yang dimiliki wilayah pulau terluar dengan nilai ekonomis yang dapat dikembangkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dan komoditi ekspor, pendekatan menggunakan metode survey meliputi wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis melalui metode skoring dan ranking untuk mendapatkan alternatif usaha yang paling berpotensi meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar (Rote). Selanjutnya untuk mendapatkan model pengembangan sesuai potensi lokal yang ada, maka dilakukan analisis hirarki proses (AHP) sesuai petunjuk Saaty
Luaran tahun 1, peta potensi keunggulan lokal dan model pengembangan potensi untuk mendorong percepatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar dan peluang ekspor yang dapat diujicoba pada penelitian tahun ke 2, publikasi pada jurnal akreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat.
Kegiatan penelitian tahun ke 2, ujicoba model pengembangan potensi terbaik yang dihasilkan pada tahun 1 melalui inovasi teknologi sesuai dengan potensi usaha yang dikembangkan.
Selanjutnya dilakukan analisis indikator
keberhasilan model diperoleh dengan
melakukan analisis perbandingan pola
pengembangan usaha yang telah ada dan dilakukan oleh masyarakat nelayan (kontrol). Setelah mendapatkan analisis keberhasilan, dilakukan penilaian status keberlanjutan dari model yang dikembangkan, perlu dilakukan
pendekatan multidimensional scaling (MDS)
(Kavanagh, 2001) akan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Rote (IKB-Rote) dan analisis prospektif (Paulus, 2012).
Luaran pada tahun ke 2, Model/jenis usaha yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk
peningkatan ekonomi masyarakat nelayan, nilai indeks keberlanjutan dari usaha yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Pulau Rote, publikasi jurnal terakreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat dalam penelitian, rancangan pola kemitraan dan kelembagaan dengan pihak pemerintah dan swasta untuk mendorong percepatan adopsi model oleh masyarakat nelayan pulau terluar.
Kegiatan tahun ke 3, diseminasi penerapan model pengembangan usaha melalui pola kemitraan dan model kelembagaan (pelatihan dan pendampingan usaha). Model kelembagaan
dibuat berdasarkan analisis interpretatif
struktural modeling (ISM) (Marimin, 2004)
dengan mengidentifikasi hubungan kontekstual antar sub elemen dari suatu sistem berdasarkan gagasan/ide atau struktur penentu dalam sebuah masalah yang komplek (Saxena et al., 1992).
Luaran tahun ke 3, usaha produktif masyarakat masyarakat nelayan pulau terluar (Pulau Rote), penguatan karakter dan ketahanan bangsa dalam
konteks kesatuan NKRI, hubungan yang
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk :
1. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar melalui optimasi
keunggulan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena masyarakat nelayan
pulau terluar merupakan aset terdepan yang perlu mendapat perhatian dari
pemerintah Indoensia.
2. Mengurangi angka kemiskinan, melalui pengembangan usaha produktif dan kreatif
dengan mengoptimalkan berbagai sumberdaya lokal (pertanian, peternakan,
perikanan, pariwisata, dan industri kreatif) yang berdampak pada peningkatan
pendapatan masyarakat nelayan, sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan di
pedesaan (pesisir) sesuai dengan arah kebijakan nasional.
3. Membuka lapangan kerja baru dan percepatan ekonomi wilayah pulau terluar,
adanya usaha produktif dan kreatif yang bernilai ekspor akan memberikan motivasi
berusaha bagi angkatan kerja yang ada seperti tenaga kerja perempuan dan
anak-anak putus sekolah, sehingga dapat mengurangi masalah penggangguran baik pada
angkatan kerja tidak terdidik maupun angkatan kerja terdidik.
4. Desain model dari penelitian ini dapat menjadi basis pengambilan keputusan dan
kebijakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pembangunan yang
berpihak pada masyarakat nelayan pulau terluar.
5. Akses teknologi dan informasi, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan komunikasi
antar ilmuan dan mendorong akses tekonogi oleh masyarakat nelayan pedesaan
(pesisir pulau terluar) melalui publikasi pada media-media ilmiah terakreditasi,
BAB 4. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei untuk
pemetaan dan permodelan pada tahun ke 1, pada tahun ke 2, pendekatan penelitian
dilakukan melalui metode eksperimen dengan membandingkan antara usaha masyarakat
nelayan yang diinovasi dan tanpa inovasi teknologi. Pada tahun ke 3 untuk diseminasi
model pengembangan dilakukan melalui pendekatan pelatihan teknologi dan FGD
untuk perumusan rancangan kebijakan dan kerjasama kemitraan.
Tahapan Metodologi (Bagan) Penelitian yang diusulkan : Tahun I
Tahap Kegiatan Luaran Indikator
I Koordinasi dengan
- Data responden penelitian (masyarakat
nelayan)
- Data informan kunci penelitian meliputi
tokoh masyarakat nelayan, tokoh
agama, tokoh adat, LSM, unsur
- Data sosial ekonomi masyarakat
nelayan
- Data profil dan jenis usaha yang digeluti
masyarakat nelayan
- Data potensi sumberdaya yang dapat
diakses oleh masyarakat nelayan
meliputi sumberdaya alam (pertanian dan perkebunan, peternakan, perikanan), sumberdaya manusia (umur, jumlah
tanggungan keluarga, tingkat
pendidikan formal, bentuk pelatihan teknologi usaha yang pernah diikuti),
sumberdaya manajemen (kelompok
usaha, bantuan usaha, akses terhadap permodalan usaha), dan sumberdaya hukum meliputi aturan-aturan yang ada berkaitan dengan pelaksanaan usaha masyarakat nelayan.
III Tabulasi dan
analisis Data
Data hasil analisis - Simpangan baku
- Rataan, persentase, ranking, dan skor
- AHP (Saaty,1993)
IV Pemantauan
(Monitoring dan Evaluasi)
Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan
- Log Book Penelitian
Terpublikasi - Nama Jurnal
- Data tentang jenis dan bentuk usaha dari
kelompok yang terlibat dalam kegiatan uji coba model
Data hasil analisis - Simpangan baku
- Rataan, persentase
- ANOVA menggunakan SAS (Cody and
Smith,1997) - Hasil uji lanjut
- Menentukan indeks keberlanjutan dari
model yang dicobakan (IKB-Rote)
- Mengembangkan analisis prospektif dari
IKB-Rote
IV Pemantauan
(Monitoring dan Evaluasi)
Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan
- Log Book Penelitian
perancangan model kemitraan dan
kelembagaan dalam pengembangan
usaha para masyarakat nelayan serta naskah jejaring/kerjasama
- Dokumen pelatihan dan pendampingan
usaha
II Tabulasi dan
analisis Data
Data hasil analisis - Analisis deskriptif kualitatif
- Rataan, persentase
- Model kelembagaan dari analisis ISM
III Pemantauan
(Monitoring dan Evaluasi)
Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
1. Hasil Uji Coba
Pertambahan berat badan harian ternak babi ujicoba
Uji coba inovasi perbaikan pakan, kandang, dan kesehatan pada ternak babi dilokasi
penelitian, diperoleh pertambahan berat badan harian terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pertambahan berat badan harian ternak babi tanpa inovasi dan dengan inovasi
No
Bobot Badan Awal (kg) Pertambahan berat badan harian
(kg/hari)
Berdasarkan pertambahan berat badan harian ternak babi ujicoba pada Tabel 1, terlihat
bahwa pada ternak babi tanpa inovasi diperoleh rataan pertambahan berat badan harian
yang lebih rendah yaitu 0.329±0.062 kg/ekor/hari dari pada pertambahan berat badan
harian ternak dengan inovasi sebesar 0.605±0.054 kg/ekor/hari.
Pendapatan usaha ternak babi ujicoba
Berdasarkan pada pertambahan berat badan harian ternak ujicoba yang dikonversikan
selama 4 bulan pemeliharaan dan jika diasumsikan bahwa harga kilogram bobot hidup
ternak babi dilokasi penelitian sebesar Rp25,000,-/kg/bobot hidup, maka diperoleh
bobot badan akhir dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama
Tabel 2. Akumulasi pertambahan bobot hidup dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama penelitian
No
Bobot Badan Akhir (kg) Potensi pendapatan (Rp)
UTB tanpa
Jumlah 769 1166.2 19225000 29155000
Rataan 64.08 97.18 1589545 2415909
Simpangan
baku 10.13 7.88 283432.4 211204
Sumber: Data Primer diolah (2016)
Berdasarkan pada Tabel 2 di atas, bahwa rataan bobot badan akhir ternak babi ujicoba
yang mendapat inovasi lebih tinggi yaitu 97.18±7.88 kg dibanding ternak tanpa ujicoba
hanya 64.08±10.13 kg. Berdasarkan bobot badan akhir ternak babi ujicoba, diperoleh
rataan pendapatan usaha ternak babi yang mendapat inovasi lebih tinggi yaitu
Rp.2,415,909±211,204 dibanding dengan tanpa inovasi sebesar
Rp.1,589,545±283,432.4
Usaha tenun ikat
Dalam ujicoba inovasi permodalan pada usaha tenun ikat di lokasi penelitian, diperoleh
pendapatan seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pendapatan usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal
No Pendapatan Usaha Tenun Ikat (Rp)
Tanpa Inovasi Modal Inovasi Modal
8 425000 1300000
Jumlah 3295000 9300000
Rataan 411875 2066667
Simpangan baku 78510.12 184197.1
Sumber: Data primer diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 3 diatas, diperoleh bahwa penerimaan usaha tenun ikat dengan inovasi permodalan lebih tinggi yaitu Rp. 411,875±78,510.12 dibanding dengan Rp. 2,066,667±184,197.1
Pendapatan usaha kombinasi Usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)
Berdasarkan hasil ujicoba pada kombinasi usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi
(UTB), dan Usaha tenun ikat (UT) diperoleh rataan pendapatan seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan pendapatan (dalam rupiah) kombinasi usaha perikanan (UP), Usaha
ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)
UP UTB UT
Rataan 1,427,250 1,589,545 2,415,909 41,1875 2,066,667
Simpangan baku 280,668.7 283,432.4 211,204 78,510.12 184,197.1
UP+UTB
Rataan 2,428,776.3 3,255,139.9 5,321,806.6 2,905,897.5 3,428,670.45 5,321,806.6
Sumber: Data primer diolah (2016)
Berdasarkan pada Tabel 4 di atas, diperoleh bahwa rataan pendapatan usaha
perikanan selama 4 bulan ujicoba sebesar Rp. 1,427,250±280,668.7, usaha ternak babi
tanpa dan dengan inovasi masing-masing Rp. 1,589,545±283,432.4 dan Rp.
2,415,909±211,204, usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal masing-masing
Rp. 411,875±78,510.12 dan Rp. 2,066,667±184,197.1; sedangkan rataan untuk
pendapatan kombinasi antara usaha perikanan dan usaha ternak babi tanpa dan dengan
kombinasi antara usaha perikanan dan usaha tenun tanpa dan dengan inovasi modal
masing-masing Rp. 1,251,105.85 dan Rp. 2,905,897.5,-.
Rataan pendapatan kombinasi usaha perikanan dengan usaha ternak babi dengan
inovasi dan usaha tenun dengan inovasi modal diperoleh sebesar Rp. 5,321,806.61,
rataan pendapatan kombinasi usaha perikanan dengan usaha ternak babi dengan inovasi
dan usaha tenun dengan inovasi modal diperoleh sebesar Rp. 3,428,670.455,-. Hasil
penelitian ini menggambarkan bahwa dengan kombinasi usaha antara usaha perikanan
yang merupakan mata pencaharian utama nelayan dengan usaha ternak babi dengan
usaha tenun dapat meningkatkan pendapatan nelayan dari Rp. 1,427,250±280,668.7
menjadi Rp. 3,428,670.455,- pada kombinasi tanpa inovasi dan Rp. 5,321,806.61 pada
kombinasi usaha dengan inovasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Elfindri (2002) bahwa peningkatan sumber
pendapatan masyarakat nelayan dapat dilakukan melalui usaha alternatif di luar
perikanan terutama melibatkan tenaga kerja istri dan anak yang umumnya masih
memiliki waktu luang. Namun demikian pilihan usaha alternatif oleh nekayan sangat
tergantung pada potensi sumberdaya yang tersedia di sekitar mereka. Imron (2003)
menyatakan bahwa pekerjaan alternatif yang dilakukan nelayan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraannya, antara lain mengolah ikan/menjual ikan,
bertani/berkebun, beternak, dan berdagang komoditas non ikan. Pilihan usaha alternatif
nelayan dalam penelitian ini yaitu usaha ternak babi dan usaha tenun ikat, merupakan
pilihan rasional dan dapat diandalkan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat
nelayan untuk melakukan diversifikasi sumber pendapatan.
Hal ini sesuai pendapat Nikijuluw (2002) bahwa ada lima pendekatan
pemberdayaan masyarakat nelayan yaitu: (1) penciptaan lapangan kerja alternatif
sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga; (2) mendekatkan masyarakat dengan
sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri
(self financing mechanism); (3) mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru
yang lebih berhasil dan berdaya guna; (4) mendekatkan masyarakat dengan pasar; serta
(5) membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Kelima pendekatan
ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan,
kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat nelayan.
Penciptaan sumber mata pencaharian alternatif bagi nelayan melalui
pilihan-pilihan rasional berbasis sumberdaya yang tersedia merupakan strategi yang diharapkan
terhadap perubahan-perubahan eksternal yang cepat. Sejalan dengan pendapat Suyanto,
dkk (2005) yang menyatakan bahwa para nelayan (tradisional) bukan saja harus
berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang
panjang, tetapi lebih dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai
tekanan dan bentuk eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses
modernisasi di sektor perikanan.
2. Indeks Keberlanjutan dari Usaha Ternak Babi
Dalam penelitian usaha ternak babi di Desa Nembrala - Kabupaten Rote Ndao,
penentuan indeks keberlanjutan dibatasi pada lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi
ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan
kelembagaan dengan atribut dan nilai skoring hasil pendapat pakar dapat dilihat pada
Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rap-Ternak_Nembrala
(MDS) diperoleh indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 30,82% dengan
status kurang berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61% dengan
status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87% dengan
status cukup berkelanjutan, dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83% dengan status
cukup berkelanjutan, dan dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status berkelanjutan.
Agar nilai indeks ini di masa akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status
berkelanjutan, perlu perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif
berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi ekologi, hukum dan kelembagaan,
infrastruktur dan teknologi juga terhadap dimensi sosial budaya budaya. Atribut-atribut
yang dinilai sensitif oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah. Adapun
nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala seperti
Gambar 1. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala, Kabupaten Rote Ndao
a. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi ekologi terdiri dari lima atribut, yaitu (1) status kepemilikan lahan, (2)
ketersediaan pakan ternak babi, (3) jenis ternak babi, (4) pengelolaan limbah ternak dan
(5) sistem pemeliharaan ternak . Analisis leverage yang dipakai untuk melihat
atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekologi.
Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh semua atribut yang ada merupakan atribut
sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan ekologi. Gambar 2 menyediakan informasi
Gambar 2. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)
Ketersediaan lahan usaha merupakan atribut penting terkait dengan kelayakan
tempat usaha yang aman dan tidak menggangu ekosistem lingkungan dan menimbulkan
pencemaran terutama di lokasi penelitian sebagai wilayah pantai dan menjadi obyek
wisata, maka faktor lahan usaha ternak babi mutlak diperhatikan. Status kepemilikan
lahan yang jelas diperlukan karena berhubungan dengan aspek pemanfaatan dan
pengelolaan. Status lahan usaha yang tidak jelas menyebabkan usaha ternak babi tidak
berkelanjutan karena pemanfaatan lahan dapat berubah fungsi sesuai perkembangan
wilayah.
Ketersediaan pakan ternak babi sangat berperan dalam menjamin usaha ternak
babi yang berkelanjutan karena biaya produksi lebih dari 60% adalah biaya pakan.
Untuk penyediaan pakan ternak babi yang murah dan dapat diakses dengan mudah oleh
peternak mutlak diperlukan. Optimalisasi pemanfaatan pakan lokal seperti kelapa,
umbi-umbian, dedak padi, dedak jagung dapat menjadi alternatif untuk penyediaan
pakan ternak babi yang murah.
Leverage of Attributes
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Status kepemilikan lahan Ketersediaan pakan
ternak Jenis ternak babi Pengelolaan limbah
ternak Sistem pemeliharaan
ternak
A
tt
ri
bu
te
Jenis ternak babi yang diusahakan oleh peternak menjadi atribut penting yang
menjamin usaha secara berkelanjutan. Jenis ternak babi dengan tingkat adaptasi
terhadap lingkungan yang tinggi dapat menjamin keberlanjutan usaha. Karena itu
penggunaan jenis ternak lokal atau persilangan lebih berkelanjutan dibanding dengan
jenis babi ras walaupun dari sisi produksi lebih tinggi tetapi daya adaptasinya terhadap
lingkungan rendah.
Pengelolaan limbah ternak menjadi penting untuk menghindari pencemaran
lingkungan. Pengelolaan limbah ternak babi sangat terkait dengan sistim pemeliharaan.
Sistim pemeliharaan dengan mengandangkan ternak babi memungkinkan kemudahan
dalam pengelolaan limbah secara baik dibanding dengan sistim pemeliharaan secara
lepas, maka sulit untuk mengelola limbah ternak babi sehingga dapat menjadi media
pencemaran lingkungan.
Untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan usaha ternak babi pada sektor
ekologi di Desa Nemberala, maka upaya perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap
atribut-atribut yang sensitif sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap nilai indeks
keberlanjutan dimensi ekologi. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan
mempertahankan atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap
peningkatan keberlanjutan dimensi ekologi kawasan.
b. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi ekonomi terdiri dari lima atribut, yaitu (1) kelayakan usaha, (2) harga
pasar ternak babi, (3) kontribusi terhadap PAD, (4) rantai pemasaran, dan (5) akses
pasar. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap
nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu harga pasar ternak babi, rantai pemasaran, dan
kontribusi terhadap PAD. Hasil analisis leverage dimensi keberlanjutan ekonomi dapat
Gambar 3. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)
Usaha peternakan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mendukung atau
berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Untuk lebih meningkatkan status
keberlanjutan usaha ternak babi pada sektor ekonomi di Desa Nembrala, maka upaya
perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap atribut yang sensitif memberikan pengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, namun atribut-atribut lain yang
tidak sensitif berdasarkan analisis leverage juga perlu mendapatkan perhatian yang
serius untuk ditangani. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mempertahankan
atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap peningkatan
keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan, dan menekan atribut yang berdampak negatif
terhadap keberlanjutan.
Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan antara lain:
(1) akses pasar dan (2) kelayakan usaha; sedangkan atribut yang berdampak negatif
terhadap keberlanjutan adalah rantai pemasaran. Akses pasar yang mudah bagi peternak
sangat diperlukan, sehingga mereka mampu menjual produk pada waktu dan harga yang
Leverage of Attributes
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Kelayakan usaha Harga pasar ternak
babi Kontribusi terhadap
PAD Rantai pemasaran
Akses pasar
A
tt
ri
bu
te
tepat serta dapat menekan biaya pemasaran. Akses pasar sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan yang memadai. Oleh karena dalam
menjamin keberlanjutan usaha ternak babi di desa Nembrala, pihak pemerintah perlu
menjamin tersedianya pasar dan sarana prasarana perhubungan yang memadai.
Kelayakan usaha menjadi atribut yang perlu diperhatikan karena usaha ternak
babi yang dikelola dan layak secara ekonomi akan berdampak pada aktivitas usaha
ternak babi yang berkelanjutan karena dapat memberikan keuntungan yang layak bagi
pelaku usahanya. Kelayakan usaha sangat dipengaruhi oleh biaya dan harga produk.
Usaha yang dapat menekan biaya produksi dan mampu menjual produknya dengan
harga yang tinggi akan menjamin usaha tersebut layak untuk dikerjakan.
c. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi sosial budaya terdiri dari lima atribut, yaitu (1) tingkat pendidikan, (2)
jumlah rumah tangga peternak babi, (3) peran ternak babi sistem sosial budaya
masyarakat, (4) partisipasi keluarga, dan (5) tingkat pemberdayaan masyarakat. Hasil
Gambar 4. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)
Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap
nilai indeks keberlanjutan sosial budaya yaitu (1) tingkat pemberdayaan masyarakat, (2)
jumlah rumah tangga peternak babi dan (3) partisipasi keluarga. Tiga atribut sensitif ini
mempunyai hubungan yang erat dalam pengembangan usaha ternak babi di Nembrala.
Pemberdayaan masyarakat melalui usaha ternak babi dapat mendorong
peningkatan jumlah rumah tangga nelayan yang berusaha ternak babi sebagai usaha
ekonomi alternatif dalam peningkatan taraf hidup mereka, selanjutnya melalui aktivitas
usaha ternak babi oleh rumah tangga nelayan dapat mendorong peran serta anggota
keluarga terutama kaum wanita dan anak untuk mengelola usaha ternak babi,
selanjutnya untuk menjamin keberlanjutannya, maka pemberdayaan rumah tangga
nelayan terutama kaum wanita dan anak-anak perlu dilakukan secara berkelanjutan
sesuai skema pemberdayaan dari pemerintah, LSM, atau pihak swasta yang memiliki
komitmen untuk pemberdayaan ekonomi keluarga nelayan.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tingkat pendidikan Jumlah RT peternak
babi Tingkat pemberdayaan
masyarakat Partisipasi keluarga
Peran ternak babi dalam sistem sosial budaya masyarakat
A
tt
ri
bu
te
Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan adalah peran ternak babi dalam
sistem sosial budaya masyarakat. Peran ternak babi dalam sistem sosial budaya
masyarakat di pulau Rote dapat menjadi pemicu berkembangnya usaha ternak babi
karena didorong oleh meningkatnya kebutuhan ternak babi dalam ritual-ritual sosial
budaya masyarakat. Tingginya permintaan ternak babi untuk aktivitas sosial budaya
dapat meningkatkan harga jual ternak babi, sehingga dapat memberikan keuntungan
bagi peternak babi.
Pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan yang
bersifat bantuan kepada masyarakat dalam usaha ternak babi. Pemberdayaan masyarakat
ini dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan atau pelatihan, program
pendampingan dan pemberian bantuan sarana prasarana usaha ternak dan pemberian
insentif melalui jasa koperasi nelayan. Pemberdayaan masyarakat ini sangat erat
kaitannya dengan partisipasi keluarga dan jumlah rumah tangga peternak. Semakin
tinggi partisipasi anggota keluarga, maka jumlah rumah tangga peternak juga akan
meningkat sehingga peran masyarakat dalam pengelolaan dapat optimal. Keterlibatan
anggota keluarga nelayan khususnya kaum wanita dan anak-anak dalam usaha ternak
babi dapat memanfaatkan waktu luang yang dapat memberikan dampak ekonomi bagi
kelurga melalui penghasilan tambahan dari usaha ternak babi.
d. Status Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi infrastruktur dan teknologi terdiri dari lima atribut, yaitu: (1) dukungan
sarana & prasarana budidaya ternak babi, (2) tingkat penguasaan teknologi budidaya
ternak babi, (3) penyuluhan tentang teknologi budidaya ternak babi dari dinas teknis, (4)
ketersediaan industri pengolahan hasil, dan (5) ketersediaan pasar ternak. Hasil analisis
leverage dimensi keberlanjutan infrastruktur dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap
nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu (1) penyuluhan
tentang teknologi budidaya ternak babi dari dinas teknis, (2) tingkat penguasaan
teknologi budidaya ternak babi, dan (3) ketersediaan industri pengolahan hasil.
Ketiga atribut yang sensitif saling terkait satu sama lainnya, intensitas
penyuluhan teknologi usaha ternak babi secara intensif oleh dinas terkait dapat
mendorong kapasitas pengusaan teknologi dari peternak babi termasuk teknologi
daging babi seperti se’i babi berdampak pada peningkatan nilai tambah dari daging babi
dengan harga yang lebih mahal.
Penyuluhan tentang teknologi usaha ternak babi dapat dilakukan melalui dinas
teknis maupun pihak perguruan tinggi dan LSM yang berkomitmen dalam
pengembangan ternak babi sebagai alternatif usaha ekonomi masyarakat. Bentuk
penyuluhan yang perlu dilakukan untuk peningkatan kapasitas pengusaan teknologi oleh
peternak adalah penyuluhan partisipatif, dimana peternak dapat terlibat secara aktif
dalam seluruh kegiatan penyuluhan, sehingga proses adopsi teknologi dapat tercapai
dan berdampak meningkatnya kaapsitas peternak babi dalam mengelola ternak babi
lebih produktif dan optimal. Ketersediaan industri pengolahan hasil dapat dilakukan
oleh pihak swasta atau pemerintah yang menjamin peningkatan nilai tambah yang
berdampak pada peningkatan ekonomi baik bagi peternak babi ataupun bagi pengusaha
yang bergerak di bidang pengolahan dan bagi pemerintah dapat menjadi sumber
pendapatan baik melalui fee dari jasa RPH atau dari industri pengolahan yang
berdampak pada peningkatan ekonomi wilayah.
Gambar 5. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)
e. Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi hukum dan kelembagaan terdiri dari empat atribut, yaitu (1) ketersediaan
kelompok usaha ternak, (2) keberadaan balai penyuluh peternakan, (3) ketersediaan
koperasi peternak, dan (4) ketersediaan perda tentang usaha.
Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap
nilai indeks keberlanjutan hukum dan kelembagaan yaitu (1) ketersediaan kelompok
usaha ternak, (2) keberadaan balai penyuluh peternakan, dan (3) ketersediaan koperasi
peternak. Hasil analisis leverage dimensi keberlanjutan hukum dan kelembagaan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Kelembagaan menjadi salah satu faktor penentu dalam membuka peluang
membangun kemitraan usaha yang bersifat luas. Kelompok usaha ternak babi
merupakan kelembagaan yang tumbuh dari masyarakat sendiri, adanya usaha ternak
babi yang dilakukan secara berkelompok dapat mempermudah aspek pengembangan
karena bantuan dana atau teknologi dapat lebih efisien karena dikelola secara
berkelompok. Lembaga penyuluh peternakan juga menjadi atribut penting dalam
menjamin keberlanjutan usaha ternak babi, karena dapat menjadi penghubung antara
sumber teknologi dengan peternak babi dalam pemahaman dan implementasi berbagai
teknologi yang selalu berkembang dan mampu meningkatkan produktivitas usaha.
Kelembagaan koperasi ternak juga menjadi atribut penting karena kelangkaan modal
usaha bagi peternak masih menjadi kendala utama dalam pengembangan usaha mereka,
oleh karena itu melalui koperasi peternak dapat menyimpan modal bersama yang
Gambar 6. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)
f. Status Keberlanjutan Multidimensi
Hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala multidimensi keberlanjutan Desa
Nembrala untuk usaha ternak babi berdasarkan kondisi existing, diperoleh nilai indeks
keberlanjutan sebesar 67,63% dan termasuk dalam status cukup berkelanjutan. Nilai ini
diperoleh berdasarkan penilaian 24 atribut dari lima dimensi keberlanjutan yaitu
dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, dan hukum dan
kelembagaan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-Ternak_Nembrala mengenai
keberlanjutan usaha ternak babi di Desa Nembrala dapat dilihat pada Gambar 7.
Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks
keberlanjutan multidimensi berdasarkan analisis leverage masing-masing dimensi
sebanyak 17 atribut. Atribut-atribut ini perlu dilakukan perbaikan ke depan untuk
meningkatkan status keberlanjutan Desa Nembrala untuk pengembangan usaha ternak
babi. Perbaikan yang dimaksudkan adalah meningkatkan kapasitas atribut yang
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan
Leverage of Attributes
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Ketersediaan kelompok usaha
ternak Keberadaan balai penyuluh peternakan Ketersediaan koperasi
peternak Ketersediaan Perda tentang usaha ternak
A
tt
ri
bu
te
sebaliknya menekan sekecil mungkin atribut yang berpeluang menimbulkan dampak
negatif atau menurunkan nilai indeks keberlanjutan.
Gambar 7. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala
Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan usaha
ternak babi di Desa Nembrala pada taraf 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak
mengalami perubahan dengan hasil analisis Rap-Ternak_Rote (Multidimensional
Scaling = MDS). Hal ini berarti bahwa kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik
dalam hal pemberian skoring setiap atribut, variasi pemberian skoring karena perbedaan
opini relatif kecil, dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil,
serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai
indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Monte Carlo dengan Analisis Rap-Ternak_Nembrala
Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Keberlanjutan (%) Perbedaan
Infrastruktur dan Teknologi 63,87 63,12 0,75
Hukum dan Kelembagaan 36,61 35,49 1,12
Multi Dimensi 67,63 65,32 2,31
Hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala menunjukkan bahwa semua atribut yang
dikaji terhadap status keberlanjutan usaha ternak babi di Nembrala cukup akurat
sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stres yang hanya berkisar antara 12%
sampai 15% dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh berkisar antara 0,88
dan 0,95. Hal ini sesuai dengan Fisheries (1999), yang menyatakan bahwa hasil analisis
memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi
(R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi (R2) disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Nilai Stress & Koefisien Determinasi (R2) RapTernak_Nembrala
Parameter Dimensi Keberlanjutan
A B C D E F
Stress 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,12
R2 0,94 0,88 0,94 0,91 0,92 0,95
Iterasi 2 3 2 3 3 2
Keterangan : A = Dimensi Ekologi, B = Dimensi Ekonomi, C = Dimensi Sosial Budaya, D = Dimensi Infrastruktur-Teknologi, E = Dimensi Hukum-Kelembagaan, dan F = Multidimensi.
3. Indeks Keberlanjutan dari Usaha Tenun
Berdasarkan analisis multidimensional scaling Usaha Tenun Ikat didapatkan hasil sebagai berikut:
Dalam penelitian usaha tenun ikat di Desa Nembrala, penentuan indeks
keberlanjutan dibatasi pada lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi,
sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan dengan atribut
dan nilai skoring hasil pendapat pakar dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil
analisis dengan menggunakan Rap-Tenun_Nembrala (MDS) diperoleh indeks
keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 85,20% dengan status berkelanjutan,
dimensi ekonomi sebesar 75,63% dengan status berkelanjutan, dimensi sosial budaya
sebesar 49,98% dengan status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi
sebesar 35,08% dengan status kurang berkelanjutan, serta dimensi hukum dan
kelembagaan sebesar 40,66% dengan status kurang berkelanjutan. Agar nilai indeks ini