• Tidak ada hasil yang ditemukan

II.A.2 3 Laporan Penelitian MP3EI Tahun 2016 Ketua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "II.A.2 3 Laporan Penelitian MP3EI Tahun 2016 Ketua"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Koridor : Bali-Nusa Tenggara

Fokus

: Perikanan

LAPORAN AKHIR TAHUN

PRIORITAS NASIONAL MASTER PLAN PERCEPATAN DAN

PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

2011 – 2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025)

PERIKANAN/BALI-NUSA TENGGARA

STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI WILAYAH

DAN MASYARAKAT NELAYAN TRADISIONAL PULAU TERLUAR BERBASIS OPTIMASI KEUNGGULAN LOKAL

DI KABUPATEN ROTE NDAO

Tahun ke-2 dari rencana 3 tahun

Dr. Chaterina A. Paulus, S.Pi, M.Si/0019088405

Ir. Yohanis Umbu L. Sobang, M.Si/0007126607

Ir. Marthen R. Pellokila, MP, Ph.D/0017036505

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sesuai Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) Tahun Anggaran 2016

(3)
(4)

RINGKASAN

Strategi Percepatan Ekonomi Wilayah dan Masyarakat Nelayan Tradisional Pulau Terluar Berbasis Optimasi Keunggulan Lokal di Kabupaten Rote Ndao 1

Oleh

Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan 1) untuk mengetahui kinerja

pendapatan rumah tangga nelayan dari 3 (tiga) model usaha di Desa Nembrala

Kabupaten Rote Ndao, 2) menganalisis status keberlanjutan dari model usaha yang

dikembangkan, dan 3) menganalisis skenario prospektif dari indeks keberlanjutan yang

didapatkan dari analisis multidimensional. Penelitian dilakukan menggunakan metode

survey melalui teknik wawancara dan observasi. Responden dalam penelitian ini

sebanyak 35 orang yang diambil secara purposive (sengaja).

Hasil penelitian diperoleh bahwa kombinasi usaha antara usaha perikanan yang

merupakan mata pencaharian utama nelayan dengan usaha ternak babi dengan usaha

tenun dapat meningkatkan pendapatan nelayan dari Rp. 1,427,250±280,668.7 menjadi

Rp. 3,428,670.455,- pada kombinasi tanpa inovasi dan Rp. 5,321,806.61 pada

kombinasi usaha dengan inovasi. Hasil analisis usaha ternak babi dengan menggunakan

Rap-Ternak_Nembrala (MDS) diperoleh indeks keberlanjutan usaha ternak babi di

Nemberala untuk dimensi ekologi sebesar 30,82% dengan status kurang berkelanjutan,

dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61% dengan status kurang berkelanjutan,

dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87% dengan status cukup berkelanjutan,

dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83% dengan status cukup berkelanjutan, dan

dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status berkelanjutan. Hasil analisis usaha

tenun ikat dengan menggunakan Rap-Tenun Ikat_Nembrala (MDS) diperoleh indeks

keberlanjutan usaha tenun ikat di Nemberala untuk dimensi ekologi sebesar 30,82%

dengan status kurang berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61%

dengan status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87%

dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83%

dengan status cukup berkelanjutan, dan dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status

berkelanjutan. Sedangkan untuk hasil analisis usaha perikanan dengan menggunakan

Rap-Tangkap_Nembrala (MDS) diperoleh indeks keberlanjutan usaha perikanan

(5)

berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 69,25% dengan status cukup berkelanjutan,

dimensi sosial budaya sebesar 61,89% dengan status cukup berkelanjutan, dimensi

infrastruktur dan teknologi sebesar 69,39% dengan status cukup berkelanjutan, serta

dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 52% dengan status cukup berkelanjutan.

Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha ternak babi diperoleh 4 (empat)

faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor

tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Tingkat Pemberdayaan Masyarakat, (2) Jumlah RT

Peternak Babi, (3) Penyuluhan tentang Teknologi Budidaya Ternak Babi dari Dinas

Teknis, dan (4) Partisipasi Keluarga. Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha tenun

ikat diperoleh 4 (empat) faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan

ketergantungan antar faktor tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Dukungan sarana & prasarana

tenun, (2) Paten Motif Rote Ndao, (3) Ketersediaan kelompok usaha tenun, dan (4)

Keberadaan Balai Pelatihan. Berdasarkan hasil analisis prospektif usaha perikanan

tangkap diperoleh 2 (dua) faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan

ketergantungan antar faktor tidak terlalu kuat, yaitu: (1) Ukuran ikan yang ditangkap,

dan (2) Kelayakan usaha penangkapan ikan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut:

(1) motif Ti’ilangga pada tenun ikat dapat dijadikan hak paten dari KUB Amerta Ndao

dari sisi kebaharuan bentuk motif ti’ilangga, pewarnaan alami maupun skala besaran

tenun ikat, dan (2) dalam upaya peningkatan pendapatan nelayan tradisional dapat

dilakukan melalui pengembangan diversifikasi kombinasi antara usaha perikanan (UP),

usaha tenun ikat (UT), dan usaha ternak babi (UTB) perlu didesiminasi pada skala yang

lebih luas dengan melibatkan pemerintah daerah beserta yang akan dilakukan pada

tahun ke 3.

Kata kunci: nelayan tradisional, usaha alternatif, multidimensional, Rote Ndao

1)

Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) Tahun Anggaran 2016

2)

(6)

SUMMARY

The Strategy of Regional Economic and Traditional Fishermen Acceleration Based Optimization of Local Excellence in Rote Ndao Regency1)

By

Paulus, Chaterina A.2, Yohanis U. Sobang2 , Marthen R. Pellokila2

A study has been carried out aimed 1) to determine the performance of

household income of fishermen from three (3) business model in the Village Nembrala

Rote Ndao, 2) analyze the status of the sustainability of the business model is

developed, and 3) analyzing scenarios prospective of the sustainability index that

obtained from multidimensional analysis. The study was conducted using a survey

method through interview and observation techniques. Respondents in this study were

35 people taken purposively (intentionally).

The result showed that the business combination between fishing effort which is the

main livelihood of fishermen the effort pigs with a loom can increase fishermen's

income of Rp. ± 280,668.7 1,427,250 to Rp. 3,428,670.455, - in combination without

innovation and Rp. 5,321,806.61 in the business combination with innovation. The

results of the business analysis pigs using Rap-Ternak_Nembrala (MDS) business

sustainability index gained pigs in Nemberala for ecological dimension of 30.82% with

a status less sustainable, legal and institutional dimensions of 36.61% with a status less

sustainable, infrastructure dimension and technology amounted to 63.87% with a status

quite sustainable, social and cultural dimensions of 65.83% with a culture of continuous

sufficient status, and economic dimensions of 79.71% with a sustainable status. The

results of the analysis of the business using the ikat-weaving Rap Ikat_Nembrala (MDS)

acquired the business sustainability index weaving in Nemberala for ecological

dimension of 30.82% with a status less sustainable, legal and institutional dimensions of

36.61% with less sustainable status, dimensions infrastructure and technology amounted

to 63.87% with a status quite sustainable, social and cultural dimensions of 65.83% with

a culture of continuous sufficient status, and economic dimensions of 79.71% with a

sustainable status.

As for the results of the analysis of fisheries by using Rap-Tangkap_Nembrala

(MDS) obtained the sustainability index to fishing in Nemberala for ecological

(7)

with a status quite sustainable, the social dimension of culture of 61.89% with a status

quite sustainable, infrastructure and technology dimensions of 69.39% with a fairly

sustainable status, as well as legal and institutional dimensions of 52% with a status

quite sustainable.

Based on the analysis of prospective businesses pigs obtained four (4) key factors /

determinants that have a strong influence and interdependence factor is not too strong,

namely: (1) Level Community Empowerment, (2) Number RT Pig Farmer, (3)

Extension of Pigs Livestock Farming technology of the Technical Department, and (4)

Family Participation. Based on the analysis of prospective businesses ikat obtained four

(4) key factors / determinants that have a strong influence and interdependence factor is

not too strong, namely: (1) Support facilities and infrastructure weaving, (2) Patent

Motif Rote Ndao, (3) Availability weaving business groups, and (4) Presence Training

Center. Based on the results of a prospective analysis of fishery business acquired two

(2) key factors / determinants that have a strong influence and interdependence factor is

not too strong, namely: (1) size of fish caught, and (2) Feasibility of fishing effort.

Based on the conclusion, it can be recommended as follows: (1) Ti'ilangga on

ikat motifs can be used as a patent of KUB Amerta kebaharuan Ndao of the motifs form

ti'ilangga, natural dyeing and weaving massive scale, and (2) in an effort to increase the

income of traditional fishing can be done through the development of a diversified

combination of fishing effort (UP), business ikat (UT), and the efforts of pigs (UTB)

needs to be disseminated on a wider scale with the involvement of local government

and that will be done in the 3rd.

Keywords: peasant fisher, alternative livelihoods, multidimensional, Rote Ndao

1) National Priorities Research Master Plan for the Acceleration and Expansion of

Indonesian

Economic Development (MP3EI) Fiscal Year 2015

2)

(8)

PRAKATA

Puji dan Syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas perkenananNya, sehingga penelitian ini dapat dilakukan sampai dengan penulisan

laporan ini. Dalam rangka meningkatkan ekonomi wilayah dan nelayan pulau terluar di

Rote Ndao, maka perlu dilakukan terobosan penelitian dengan mempelajari potensi

diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki

potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan untuk

meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan penghidupan

masyarakat nelayan pesisir di Rote Ndao. Untuk itu telah dilakukan penelitian tahun II

yang bertujuan untuk 1) mengetahui kinerja model cabang usaha terpilih meliputi aspek

sosial budaya, ekonomi, dan pasar, dan 2) menilai indeks keberlanjutan model usaha

yang telah diterapkan pada tahun 1 dan mendapatkan strategi untuk mengembangkan

model yang telah diterapkan. Terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak, oleh karena itu perkenankan kami untuk menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Dirjen DIKTI yang telah memberikan kepercayaan dan dana untuk melakukan

penelitian ini khususnya melalui program MP3EI.

2. Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah memfasilitasi dan memberikan

kepercayaan untuk melakukan kegiatan penelitian ini.

3. Ketua Lembaga Penelitian Undana yang telah membantu proses pelaksanaan

penelitian ini.

4. Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP), yang telah memotivasi stafnya

untuk giat melakukan penelitian dan menyediakan fasilitas untuk penelitian.

5. KUB Amerta Desa Nembrala yang telah berpartisipasi selama berlangsungnya

penelitian melalui tenaga, waktu, material sehingga penelitian dapat diselesaikan.

6. Mahasiswa S1 FKP dan Fakultas Peternakan Undana yang telah terlibat dalam

penelitian serta membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Akhirnya kami berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan, namun kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagai bagian dari keterbatasan kami.

Kupang, 30 Oktober 2016

(9)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN ………

RINGKASAN ………. ii

SUMMARY ………. iv

PRAKATA ………. vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

BAB 1. PENDAHULUAN ………. 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 3

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………. 7

BAB 4. METODE PENELITIAN ………. 8

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ………. 10

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 56

DAFTAR PUSTAKA ………. 58

(10)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Pertambahan berat badan harian ternak babi tanpa inovasi dan dengan inovasi

……… 10

Tabel 2. Akumulasi pertambahan bobot hidup dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama penelitian

……… 11

Tabel 3. Pendapatan usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal

………

11 Tabel 4. Rataan pendapatan (dalam rupiah) kombinasi

usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)

………

12

Tabel 5. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis

Monte Carlo dengan Analisis Rap-

Tabel 7. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis

Monte Carlo dengan Analisis Rap-

Tabel 9. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis

Monte Carlo dengan Analisis Rap-

Tabel 11. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao

……… 46

Tabel 12. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Tenun Ikat di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao

……… 49

Tabel 13. Faktor-faktor Kunci yang Berpengaruh dalam Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala - Kab. Rote Ndao

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala, Kabupaten Rote Ndao

……… 15

Gambar 2. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi

……… 16

Gambar 3. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi

……… 18

Gambar 4. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi

……… 20

Gambar 5. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi

……… 22

Gambar 6. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Ternak Babi

……… 24

Gambar 7. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala

Gambar 9. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Tenun

……… 28

Gambar 10. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun

……… 30

Gambar 11. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun

(12)

Gambar 12. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun

……… 34

Gambar 13. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tenun

……… 35

Gambar 14. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Tenun di Desa Nembrala

Gambar 16. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square) Usaha Tangkap

……… 39

Gambar 17. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap

……… 40

Gambar 18. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap

……… 41

Gambar 19. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap

……… 42

Gambar 20. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square) Usaha Tangkap

……… 43

Gambar 21. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala

……… 44

Gambar 22. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala

……… 47

Gambar 23. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Tenun Ikat di Desa Nembrala

……… 51

Gambar 24. Hasil Analisis Tingkat Kepentingan Faktor- faktor yang Berpengaruh pada Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Desa Nembrala

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Kuesioner Penilaian Status Keberlanjutan dari Usaha Ternak, Tenun Ikat, dan Perikanan Tangkap di Desa Nemberala

……… 61

Lampiran 2. Personalia Tenaga Pelaksana dan Kualifikasi

……… 64

Lampiran 3. Artikel Pada International Conference On Technology, Innovation, And Society (ICTIS) 2016

……… 79

Lampiran 4. Poster pada Seminar Nasional Lembaga Penelitian Undana - Kupang

……… 85

Lampiran 5. Leaflet Pedoman Teknis Ternak Babi ……… 86 Lampiran 6. Artikel Seminar Nasional Lembaga

Penelitian Undana - Kupang

……… 87

Lampiran 7. Produk Tenun Ikat Motif Ti’I Langga yang akan dipatenkan pada Tahun 3

……… 94

Lampiran 8. Akta Kelompok AMERTA Nembrala ……… 95

Lampiran 9. Artikel Internasional yang akan di Submitted ke Climate Risk Management terindeks Scopus

……… 96

Lampiran 10. Proposal Bantuan Dana Pemerintah Daerah pada KUB AMERTA

……… 104

Lampiran 11. Surat Undangan untuk menghadiri dan mempresentasikan Studi Kasus Penelitian di Pulau Rote pada Short Course “Local Economic Development” di Kyalami, South Africa

……… 113

(14)

UU nomor 31 tahun 2004 tentang pemberdayaan nelayan belum memberikan

kesempatan yang maksimal kepada nelayan kecil dan tradisional, baik dalam

menghadapi persoalan terbatasnya akses pemanfaatan sumberdaya ikan, menghadapi

persaingan dengan pengusaha perikanan, mengatasi irama musim yang tidak menentu

melalui diversifikasi usaha, serta mengatasi kesulitan pemasaran karena kualitas ikan

tangkapan yang cepat rusak (Atmaja, 2010).

Pulau Rote sebagai pulau terselatan Indonesia memiliki banyak potensi

sumberdaya alam dan sosial budaya yang dapat dikembangkan dengan nilai ekonomis

tinggi namun pengelolaannya belum optimal (BPS Rote Ndao, 2013). Faktor pembatas

untuk melakukan eksplorasi kelautan dan perikanan di pulau Rote sebagai pulau terluar

adalah dampak ekologis dari tercemarnya Laut Timor akibat tumpahan minyak dan

peralihan kawasan budidaya menjadi kawasan pariwisata (Paulus, 2014). Perilaku

kehidupan masyarakat nelayan dengan kondisi lingkungannya memiliki hubungan yang

sangat erat. Komunitas masyarakat nelayan dengan lingkungan alam yang memiliki

kelimpahan stok sumberdaya akan memiliki perilaku (sosiologi) yang berbeda dengan

komunitas masyarakat nelayan pada kondisi stok sumberdaya alam dan lingkungan

yang terbatas seperti komunitas masyarakat nelayan pada pulau kecil terluar di

Kabupaten Rote Ndao.

Sebaliknya, kelimpahan dan keterbatasan stok sumberdaya alam dan lingkungan

tidak menjamin kesejahteraan hidup masyarakat nelayan lebih baik. Oleh karena itu,

diperlukan suatu model pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan yang lebih

terfokus pada kesadaran tentang kondisi lingkungannya atau melihat hubungan yang

sangat erat antara perubahan perilaku masyarakat nelayan (sosiologi masyarakat

nelayan) dengan perubahan-perubahan lingkungan di sekitarnya (sosio-ekologi).

Keterkaitan antara faktor-faktor ekologi dan proses sosial adalah sangat penting sebagai

dasar untuk mendesain model bagi manajemen berkelanjutan komunitas masyarakat

nelayan sebagai kehidupan yang masih tradisional.

Solusi dari permasalahan yang dihadapi Kabupaten Rote Ndao adalah

diversifikasi usaha berbasis keunggulan lokal yang menguntungkan dan memiliki

potensi percepatan peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat nelayan, sehingga

dapat meminimalisir kegiatan melaut yang dapat merugikan kehidupan dan

(15)

Tujuan khusus dari penelitian ini, adalah :

1. Memetakan potensi sumberdaya lokal dengan nilai ekonomi tinggi yang dimiliki

dan dapat diakses masyarakat nelayan pulau terluar untuk mendorong kesejahteraan

dan komoditi ekspor wilayah pulau terluar (tahun 1).

2. Mengidentifikasi cabang usaha dan komoditi yang paling memungkinkan untuk

pengembangannya berdasarkan skala prioritas dan indeks keberlajutan (tahun 1).

3. Mengetahui kinerja cabang usaha terpilih meliputi aspek sosial budaya, ekonomi,

dan pasar (tahun 2).

4. Menemukan model percepatan ekonomi masyarakat nelayan dan wilayah terluar

Pulau Rote yang dapat diaplikasikan pada mayarakat pulau terluar (tahun 2). .

5. Mengetahui dampak diseminasi dan aplikasi terhadap kinerja cabang usaha terpilih

untuk percepatan ekonomi masyarakat nelayan dan wilayah terluar Pulau Rote

(tahun 3).

6. Menata kelembagaan di tingkat masyarakat nelayan pulau terluar untuk

pengembangan usaha ekonomi produktif yang bersinergi dengan pemerintah daerah

dan pihak swasta (LSM dan Bank) pada tahun ke 3.

Urgensi atau Keutamaan Penelitian

Kabupaten Rote Ndao sebagai kabupaten terluar yang memiliki kekayaan alam

yang sangat besar namun belum dikelola secara optimal, sehingga kelimpahan

sumberdaya alam dan sosial budaya sangat kontras dengan tingginya kasus kemiskinan

masyarakat nelayan pesisir (BPS Rote Ndao, 2013) dan illegal fishing yang

berkepanjangan yang dapat memicu konflik dengan negara tetangga (Australia).

Dalam upaya optimalisasi potensi wilayah pulau terluar seperti halnya di pulau

Rote perlu dilakukan pemetaan dan permodelan potensi sumberdaya yang tersedia dan

dapat diakses oleh masyarakat nelayan serta memiliki peluang pengembangannya untuk

percepatan ekonomi wilayah melalui pengembangan komoditi ekspor sebagai unggulan

wilayah meliputi pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif.

Luaran dari penelitian ini adalah 1) peta potensi keunggulan lokal dan model

pengembangan potensi untuk mendorong percepatan peningkatan ekonomi masyarakat

nelayan pulau terluar dan peluang ekspor, 2) Model dan jenis usaha produktif

masyarakat nelayan pulau terluar dengan pola kemitraan dan kelembagaan yang

menguntungkan, 4) publikasi ilmiah dan integrasi hasil penelitian dalam bahan ajar, 5)

(16)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum dan Potensi Konplik Wilayah Terluar

Kabupaten Rote Ndao merupakan daerah kepulauan yang memiliki satu pulau

terluar dan terdepan Indonesia yaitu Pulau Ndana. Keberadaan Pulau Rote sebagai

pulau terselatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Australia di Laut

Timor, hubungan kedua negara ini senantiasa dihadapkan pada pelanggaran kedaulatan

baik oleh warga negaranya maupun oleh institusi yang mewakili negaranya itu sendiri.

Pelanggaran kedaulatan tersebut berujung pada terciptanya ketegangan hubungan

diplomatik kedua negara.

Ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh kedua negara dalam hal realisasi

kedaulatan bukanlah faktor utama penyebab ketegangan, akan tetapi rambu-rambu

hubungan internasional yang pernah berlangsung tidak bisa diabaikan. Salah satu

pelanggaran kedaulatan yang kerap dilakukan oleh warga negara Indonesia di wilayah

kedaulatan Australia adalah aktivitas illegal yang dilakukan oleh masyarakat nelayan

tradisional Indonesia, seperti melakukan tindakan penangkapan satwa-satwa atau

binatang yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan Australia (Thontowi,

2002). Masyarakat nelayan tradisional Indonesia yang sering berkunjung ke wilayah

perairan Australia, khususnya Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah berasal dari daerah

Pulau Rote, Flores, Buton, Sabu, Timor, Alor, Sulawesi dan Maluku. Dengan demikian,

adanya kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan tradisional Indonesia sejak

berabad-abad tahun yang lalu ini merupakan peluang yang besar bagi terjadinya konflik

antara Indonesia dan Australia, sebagai negara-negara yang masing-masing memiliki

kedaulatan.

Selama 7 tahun terakhir, tercatat kurang lebih lima kasus terbesar dari

pelanggaran batas wilayah penangkapan oleh kurang lebih 250 masyarakat nelayan

tradisional Indonesia pada setiap kasus (kebanyakan masyarakat nelayan Rote).

Menurut Adhuri (2005), paling tidak ada beberapa isu utama yang harus kita pahami

untuk mengerti konflik atau pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh masyarakat

nelayan Indonesia:

(1) Conflicting Claims. Meskipun Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia telah

melakukan perjanjian-perjanjian, namun masyarakat nelayan, khususnya

masyarakat nelayan dari Nusa Tenggara Timur menganggap bahwa fishing ground

(17)

(2) Pasar Internasional Sumberdaya Laut. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor

keberadaan pasar internasional ikut andil dalam mendorong aktivitas masyarakat

nelayan tradisional Indonesia di wilayah perairan Australia. Mengingat,

sumberdaya yang ditangkap seperti teripang, trochus, dan sirip hiu bukan lah

komoditas yang dikonsumsi secara langsung oleh mereka, melainkan untuk dijual

ke luar negeri, yaitu pasar Cina.

Kondisi Sosial Ekonomi wilayah dan Masyarakat Rote Ndao

Kabupaten Rote Ndao merupakan pulau kecil dengan luas 1.278 km2 memiliki

potensi kelautan dan perikanan yang besar, dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Rote Ndao yang

mencapai 13 % (BPS Rote, 2013). Namun demikian ternyata kualitas kehidupan para

masyarakat nelayan masih sangat memperihantinkan, sebagian besar masuk dalam

kategori penduduk miskin. Sebanyak 67,38% dari total 124.835 penduduknya hidup

sebagai petani/masyarakat nelayan subsistem, dengan pendapatan kurang dari

Rp.15.000 per hari (Sembiring, 2012).

Efek domino yang timbul dari kemiskinan di Pulau Rote adalah busung lapar

yang tercatat mencapai 10 anak setiap tahun, angka kematian bayi mencapai 7,5/1000

kelahiran hidup dan angka kematian ibu sekitar 421/100.000 kelahiran hidup. Salah satu

jawaban terhadap kondisi paradoksial ini dijumpai dalam penelitian terhadap kehidupan

ekonomi sosial yang dilakukan oleh Therik (2008) di Desa Papela (pusat masyarakat

nelayan di sebelah timur Rote) dan Carnegie (2008) di Desa Oelua (pusat masyarakat

nelayan di sebelah barat Rote) yang berargumentasi bahwa permasalahan kemiskinan

yang dihadapi oleh para masyarakat nelayan di kedua kantong masyarakat nelayan ini

bukan hanya terletak pada produksi/produktifitas perikanan yang rendah tetapi masih

terdapat banyak faktor lainnya seperti faktor hubungan patron-klien yang merugikan

bahkan cenderung eksploitatif yang mempengaruhi negosiasi biaya dan pembagian

keuntungan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok ikan. Sementara itu

Fox & Sen (1999), Stacey (1999; 2001) dan Balint (2005) cenderung menyalahkan

pemerintah Australia atas kebijakan pengelolaan perikanan di area MOU Box 1974

yang tidak hanya membatasi pemanfaatan teknologi perikanan tetapi juga semakin

memarginalkan masyarakat nelayan tradisional.

Persoalan yang menjadi akar kemiskinan masyarakat nelayan berdasarkan

(18)

mitra) adalah tingginya ketergantungan terhadap kegiatan penangkapan. Faktor-faktor

ketergantungan ini sangat beragam. Akan tetapi, jika ketergantungan itu terjadi di

tengah-tengah masih tersedianya pekerjaan lain di luar sektor perikanan, tentu hal ini

mengurangi daya tahan masyarakat nelayan dalam menghadapi tekanan-tekanan

ekonomi yang ada. Salah satu akibat dari tekanan ekonomi pada masyarakat nelayan

masyarakat nelayan Pulau Rote adalah adanya kegiatan penangkapan yang dilakukan

masyarakat nelayan Rote pada wilayah perairan antara Laut Timor dan Northern

Territory (Australia).

Keragaman sumber pendapatan sangat membantu kemampuan masyarakat

nelayan dalam beradaptasi terhadap kemiskinan. Masyarakat nelayan terkadang kurang

menyadari bahwa kondisi ekosistem perairan mudah berubah setiap saat, sehingga dapat

berpengaruh terhadap pendapatannya. Di samping itu, rendahnya keterampilan

masyarakat nelayan untuk melakukan diversifikasi usaha penangkapan dan keterikatan

yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap turut memberikan kontribusi

terhadap timbulnya kemiskinan masyarakat nelayan.

Pranata yang terbentuk pada masyarakat nelayan pesisir Pandansimo, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menjadi model diversifikasi sumber pendapatan.

Selain menangkap ikan, masyarakat nelayan juga bertani dan beternak sehingga ketika

musim paceklik terjadi, mereka tidak kehilangan sumber pendapatan (Rakhmanda,

2014).

Pengembangan diversifikasi usaha bertujuan untuk menambah sumber

pendapatan keluarga dan mengembangkan usaha yang berpotensi ekspor, khususnya

bagi masyarakat nelayan pesisir dan wanita masyarakat nelayan yang suami atau

keluarganya memiliki mata pencaharian sebagai masyarakat nelayan, agar pada musim

paceklik tiba, mereka memiliki sumber penghasilan lain untuk mempertahankan

ekonomi keluarga. Dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga

masyarakat nelayan, diperlukan kontribusi wanita masyarakat nelayan dalam

menciptakan dan mengelola usaha ekonomi produktif bernilai ekspor sebagai mata

pencarian alternatif. Optimasi sumberdaya melalui diversifikasi usaha berbasis

keunggulan lokal seperti budidaya laut, pertanian, peternakan, industri kreatif, dan

pariwisata di Pulau Rote perlu dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat nelayan dan percepatan ekonomi wilayah sehingga mencegah kasus illegal

(19)

PETA JALAN (ROAD MAP) PENELITIAN

Pulau Rote di provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan pulau terluar bagian Selatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Australia. Sebagaimana dengan pulau lain di Indonesia, warga pesisir pulau Rote menggantungkan hidupnya pada potensi hasil laut dengan pola eksploitasi yang masih tradisional. Karena dorongan ekonomi sering terjadi konflik antara Indonesia dan Australia dengan adanya masyarakat nelayan dari pulau Rote yang melewati batas negara Indonesia dan Australia. Fenomena rendahnya taraf hidup masyarakat nelayan khususnya di pulau Rote sangat berpotensi memicu konflik antar negara akibat eksploitasi hasil laut yang melewati batas negara (Adhuri, 2005).

Kegiatan penelitian tahun 1, pemetaan potensi yang dimiliki wilayah pulau terluar dengan nilai ekonomis yang dapat dikembangkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dan komoditi ekspor, pendekatan menggunakan metode survey meliputi wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis melalui metode skoring dan ranking untuk mendapatkan alternatif usaha yang paling berpotensi meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar (Rote). Selanjutnya untuk mendapatkan model pengembangan sesuai potensi lokal yang ada, maka dilakukan analisis hirarki proses (AHP) sesuai petunjuk Saaty

Luaran tahun 1, peta potensi keunggulan lokal dan model pengembangan potensi untuk mendorong percepatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar dan peluang ekspor yang dapat diujicoba pada penelitian tahun ke 2, publikasi pada jurnal akreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat.

Kegiatan penelitian tahun ke 2, ujicoba model pengembangan potensi terbaik yang dihasilkan pada tahun 1 melalui inovasi teknologi sesuai dengan potensi usaha yang dikembangkan.

Selanjutnya dilakukan analisis indikator

keberhasilan model diperoleh dengan

melakukan analisis perbandingan pola

pengembangan usaha yang telah ada dan dilakukan oleh masyarakat nelayan (kontrol). Setelah mendapatkan analisis keberhasilan, dilakukan penilaian status keberlanjutan dari model yang dikembangkan, perlu dilakukan

pendekatan multidimensional scaling (MDS)

(Kavanagh, 2001) akan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Rote (IKB-Rote) dan analisis prospektif (Paulus, 2012).

Luaran pada tahun ke 2, Model/jenis usaha yang

memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk

peningkatan ekonomi masyarakat nelayan, nilai indeks keberlanjutan dari usaha yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Pulau Rote, publikasi jurnal terakreditasi, buku ajar, dan produk ilmiah mahasiswa yang terlibat dalam penelitian, rancangan pola kemitraan dan kelembagaan dengan pihak pemerintah dan swasta untuk mendorong percepatan adopsi model oleh masyarakat nelayan pulau terluar.

Kegiatan tahun ke 3, diseminasi penerapan model pengembangan usaha melalui pola kemitraan dan model kelembagaan (pelatihan dan pendampingan usaha). Model kelembagaan

dibuat berdasarkan analisis interpretatif

struktural modeling (ISM) (Marimin, 2004)

dengan mengidentifikasi hubungan kontekstual antar sub elemen dari suatu sistem berdasarkan gagasan/ide atau struktur penentu dalam sebuah masalah yang komplek (Saxena et al., 1992).

Luaran tahun ke 3, usaha produktif masyarakat masyarakat nelayan pulau terluar (Pulau Rote), penguatan karakter dan ketahanan bangsa dalam

konteks kesatuan NKRI, hubungan yang

(20)

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk :

1. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat nelayan pulau terluar melalui optimasi

keunggulan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa dalam menjaga

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena masyarakat nelayan

pulau terluar merupakan aset terdepan yang perlu mendapat perhatian dari

pemerintah Indoensia.

2. Mengurangi angka kemiskinan, melalui pengembangan usaha produktif dan kreatif

dengan mengoptimalkan berbagai sumberdaya lokal (pertanian, peternakan,

perikanan, pariwisata, dan industri kreatif) yang berdampak pada peningkatan

pendapatan masyarakat nelayan, sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan di

pedesaan (pesisir) sesuai dengan arah kebijakan nasional.

3. Membuka lapangan kerja baru dan percepatan ekonomi wilayah pulau terluar,

adanya usaha produktif dan kreatif yang bernilai ekspor akan memberikan motivasi

berusaha bagi angkatan kerja yang ada seperti tenaga kerja perempuan dan

anak-anak putus sekolah, sehingga dapat mengurangi masalah penggangguran baik pada

angkatan kerja tidak terdidik maupun angkatan kerja terdidik.

4. Desain model dari penelitian ini dapat menjadi basis pengambilan keputusan dan

kebijakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pembangunan yang

berpihak pada masyarakat nelayan pulau terluar.

5. Akses teknologi dan informasi, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan komunikasi

antar ilmuan dan mendorong akses tekonogi oleh masyarakat nelayan pedesaan

(pesisir pulau terluar) melalui publikasi pada media-media ilmiah terakreditasi,

(21)

BAB 4. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei untuk

pemetaan dan permodelan pada tahun ke 1, pada tahun ke 2, pendekatan penelitian

dilakukan melalui metode eksperimen dengan membandingkan antara usaha masyarakat

nelayan yang diinovasi dan tanpa inovasi teknologi. Pada tahun ke 3 untuk diseminasi

model pengembangan dilakukan melalui pendekatan pelatihan teknologi dan FGD

untuk perumusan rancangan kebijakan dan kerjasama kemitraan.

Tahapan Metodologi (Bagan) Penelitian yang diusulkan : Tahun I

Tahap Kegiatan Luaran Indikator

I Koordinasi dengan

- Data responden penelitian (masyarakat

nelayan)

- Data informan kunci penelitian meliputi

tokoh masyarakat nelayan, tokoh

agama, tokoh adat, LSM, unsur

- Data sosial ekonomi masyarakat

nelayan

- Data profil dan jenis usaha yang digeluti

masyarakat nelayan

- Data potensi sumberdaya yang dapat

diakses oleh masyarakat nelayan

meliputi sumberdaya alam (pertanian dan perkebunan, peternakan, perikanan), sumberdaya manusia (umur, jumlah

tanggungan keluarga, tingkat

pendidikan formal, bentuk pelatihan teknologi usaha yang pernah diikuti),

sumberdaya manajemen (kelompok

usaha, bantuan usaha, akses terhadap permodalan usaha), dan sumberdaya hukum meliputi aturan-aturan yang ada berkaitan dengan pelaksanaan usaha masyarakat nelayan.

III Tabulasi dan

analisis Data

Data hasil analisis - Simpangan baku

- Rataan, persentase, ranking, dan skor

- AHP (Saaty,1993)

IV Pemantauan

(Monitoring dan Evaluasi)

Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan

- Log Book Penelitian

(22)

Terpublikasi - Nama Jurnal

- Data tentang jenis dan bentuk usaha dari

kelompok yang terlibat dalam kegiatan uji coba model

Data hasil analisis - Simpangan baku

- Rataan, persentase

- ANOVA menggunakan SAS (Cody and

Smith,1997) - Hasil uji lanjut

- Menentukan indeks keberlanjutan dari

model yang dicobakan (IKB-Rote)

- Mengembangkan analisis prospektif dari

IKB-Rote

IV Pemantauan

(Monitoring dan Evaluasi)

Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan

- Log Book Penelitian

perancangan model kemitraan dan

kelembagaan dalam pengembangan

usaha para masyarakat nelayan serta naskah jejaring/kerjasama

- Dokumen pelatihan dan pendampingan

usaha

II Tabulasi dan

analisis Data

Data hasil analisis - Analisis deskriptif kualitatif

- Rataan, persentase

- Model kelembagaan dari analisis ISM

III Pemantauan

(Monitoring dan Evaluasi)

Hasil pemantauan - Jadwal Pemantauan

(23)

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

1. Hasil Uji Coba

Pertambahan berat badan harian ternak babi ujicoba

Uji coba inovasi perbaikan pakan, kandang, dan kesehatan pada ternak babi dilokasi

penelitian, diperoleh pertambahan berat badan harian terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertambahan berat badan harian ternak babi tanpa inovasi dan dengan inovasi

No

Bobot Badan Awal (kg) Pertambahan berat badan harian

(kg/hari)

Berdasarkan pertambahan berat badan harian ternak babi ujicoba pada Tabel 1, terlihat

bahwa pada ternak babi tanpa inovasi diperoleh rataan pertambahan berat badan harian

yang lebih rendah yaitu 0.329±0.062 kg/ekor/hari dari pada pertambahan berat badan

harian ternak dengan inovasi sebesar 0.605±0.054 kg/ekor/hari.

Pendapatan usaha ternak babi ujicoba

Berdasarkan pada pertambahan berat badan harian ternak ujicoba yang dikonversikan

selama 4 bulan pemeliharaan dan jika diasumsikan bahwa harga kilogram bobot hidup

ternak babi dilokasi penelitian sebesar Rp25,000,-/kg/bobot hidup, maka diperoleh

bobot badan akhir dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama

(24)

Tabel 2. Akumulasi pertambahan bobot hidup dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama penelitian

No

Bobot Badan Akhir (kg) Potensi pendapatan (Rp)

UTB tanpa

Jumlah 769 1166.2 19225000 29155000

Rataan 64.08 97.18 1589545 2415909

Simpangan

baku 10.13 7.88 283432.4 211204

Sumber: Data Primer diolah (2016)

Berdasarkan pada Tabel 2 di atas, bahwa rataan bobot badan akhir ternak babi ujicoba

yang mendapat inovasi lebih tinggi yaitu 97.18±7.88 kg dibanding ternak tanpa ujicoba

hanya 64.08±10.13 kg. Berdasarkan bobot badan akhir ternak babi ujicoba, diperoleh

rataan pendapatan usaha ternak babi yang mendapat inovasi lebih tinggi yaitu

Rp.2,415,909±211,204 dibanding dengan tanpa inovasi sebesar

Rp.1,589,545±283,432.4

Usaha tenun ikat

Dalam ujicoba inovasi permodalan pada usaha tenun ikat di lokasi penelitian, diperoleh

pendapatan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pendapatan usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal

No Pendapatan Usaha Tenun Ikat (Rp)

Tanpa Inovasi Modal Inovasi Modal

(25)

8 425000 1300000

Jumlah 3295000 9300000

Rataan 411875 2066667

Simpangan baku 78510.12 184197.1

Sumber: Data primer diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 3 diatas, diperoleh bahwa penerimaan usaha tenun ikat dengan inovasi permodalan lebih tinggi yaitu Rp. 411,875±78,510.12 dibanding dengan Rp. 2,066,667±184,197.1

Pendapatan usaha kombinasi Usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)

Berdasarkan hasil ujicoba pada kombinasi usaha perikanan (UP), Usaha ternak babi

(UTB), dan Usaha tenun ikat (UT) diperoleh rataan pendapatan seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan pendapatan (dalam rupiah) kombinasi usaha perikanan (UP), Usaha

ternak babi (UTB), dan Usaha tenun ikat (UT)

UP UTB UT

Rataan 1,427,250 1,589,545 2,415,909 41,1875 2,066,667

Simpangan baku 280,668.7 283,432.4 211,204 78,510.12 184,197.1

UP+UTB

Rataan 2,428,776.3 3,255,139.9 5,321,806.6 2,905,897.5 3,428,670.45 5,321,806.6

Sumber: Data primer diolah (2016)

Berdasarkan pada Tabel 4 di atas, diperoleh bahwa rataan pendapatan usaha

perikanan selama 4 bulan ujicoba sebesar Rp. 1,427,250±280,668.7, usaha ternak babi

tanpa dan dengan inovasi masing-masing Rp. 1,589,545±283,432.4 dan Rp.

2,415,909±211,204, usaha tenun ikat tanpa dan dengan inovasi modal masing-masing

Rp. 411,875±78,510.12 dan Rp. 2,066,667±184,197.1; sedangkan rataan untuk

pendapatan kombinasi antara usaha perikanan dan usaha ternak babi tanpa dan dengan

(26)

kombinasi antara usaha perikanan dan usaha tenun tanpa dan dengan inovasi modal

masing-masing Rp. 1,251,105.85 dan Rp. 2,905,897.5,-.

Rataan pendapatan kombinasi usaha perikanan dengan usaha ternak babi dengan

inovasi dan usaha tenun dengan inovasi modal diperoleh sebesar Rp. 5,321,806.61,

rataan pendapatan kombinasi usaha perikanan dengan usaha ternak babi dengan inovasi

dan usaha tenun dengan inovasi modal diperoleh sebesar Rp. 3,428,670.455,-. Hasil

penelitian ini menggambarkan bahwa dengan kombinasi usaha antara usaha perikanan

yang merupakan mata pencaharian utama nelayan dengan usaha ternak babi dengan

usaha tenun dapat meningkatkan pendapatan nelayan dari Rp. 1,427,250±280,668.7

menjadi Rp. 3,428,670.455,- pada kombinasi tanpa inovasi dan Rp. 5,321,806.61 pada

kombinasi usaha dengan inovasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Elfindri (2002) bahwa peningkatan sumber

pendapatan masyarakat nelayan dapat dilakukan melalui usaha alternatif di luar

perikanan terutama melibatkan tenaga kerja istri dan anak yang umumnya masih

memiliki waktu luang. Namun demikian pilihan usaha alternatif oleh nekayan sangat

tergantung pada potensi sumberdaya yang tersedia di sekitar mereka. Imron (2003)

menyatakan bahwa pekerjaan alternatif yang dilakukan nelayan bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraannya, antara lain mengolah ikan/menjual ikan,

bertani/berkebun, beternak, dan berdagang komoditas non ikan. Pilihan usaha alternatif

nelayan dalam penelitian ini yaitu usaha ternak babi dan usaha tenun ikat, merupakan

pilihan rasional dan dapat diandalkan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat

nelayan untuk melakukan diversifikasi sumber pendapatan.

Hal ini sesuai pendapat Nikijuluw (2002) bahwa ada lima pendekatan

pemberdayaan masyarakat nelayan yaitu: (1) penciptaan lapangan kerja alternatif

sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga; (2) mendekatkan masyarakat dengan

sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri

(self financing mechanism); (3) mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru

yang lebih berhasil dan berdaya guna; (4) mendekatkan masyarakat dengan pasar; serta

(5) membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Kelima pendekatan

ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan,

kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat nelayan.

Penciptaan sumber mata pencaharian alternatif bagi nelayan melalui

pilihan-pilihan rasional berbasis sumberdaya yang tersedia merupakan strategi yang diharapkan

(27)

terhadap perubahan-perubahan eksternal yang cepat. Sejalan dengan pendapat Suyanto,

dkk (2005) yang menyatakan bahwa para nelayan (tradisional) bukan saja harus

berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang

panjang, tetapi lebih dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai

tekanan dan bentuk eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses

modernisasi di sektor perikanan.

2. Indeks Keberlanjutan dari Usaha Ternak Babi

Dalam penelitian usaha ternak babi di Desa Nembrala - Kabupaten Rote Ndao,

penentuan indeks keberlanjutan dibatasi pada lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi

ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan

kelembagaan dengan atribut dan nilai skoring hasil pendapat pakar dapat dilihat pada

Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rap-Ternak_Nembrala

(MDS) diperoleh indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 30,82% dengan

status kurang berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 36,61% dengan

status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 63,87% dengan

status cukup berkelanjutan, dimensi sosial budaya budaya sebesar 65,83% dengan status

cukup berkelanjutan, dan dimensi ekonomi sebesar 79,71% dengan status berkelanjutan.

Agar nilai indeks ini di masa akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status

berkelanjutan, perlu perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif

berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi ekologi, hukum dan kelembagaan,

infrastruktur dan teknologi juga terhadap dimensi sosial budaya budaya. Atribut-atribut

yang dinilai sensitif oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah. Adapun

nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala seperti

(28)

Gambar 1. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengembangan Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala, Kabupaten Rote Ndao

a. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pada dimensi ekologi terdiri dari lima atribut, yaitu (1) status kepemilikan lahan, (2)

ketersediaan pakan ternak babi, (3) jenis ternak babi, (4) pengelolaan limbah ternak dan

(5) sistem pemeliharaan ternak . Analisis leverage yang dipakai untuk melihat

atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekologi.

Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh semua atribut yang ada merupakan atribut

sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan ekologi. Gambar 2 menyediakan informasi

(29)

Gambar 2. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)

Ketersediaan lahan usaha merupakan atribut penting terkait dengan kelayakan

tempat usaha yang aman dan tidak menggangu ekosistem lingkungan dan menimbulkan

pencemaran terutama di lokasi penelitian sebagai wilayah pantai dan menjadi obyek

wisata, maka faktor lahan usaha ternak babi mutlak diperhatikan. Status kepemilikan

lahan yang jelas diperlukan karena berhubungan dengan aspek pemanfaatan dan

pengelolaan. Status lahan usaha yang tidak jelas menyebabkan usaha ternak babi tidak

berkelanjutan karena pemanfaatan lahan dapat berubah fungsi sesuai perkembangan

wilayah.

Ketersediaan pakan ternak babi sangat berperan dalam menjamin usaha ternak

babi yang berkelanjutan karena biaya produksi lebih dari 60% adalah biaya pakan.

Untuk penyediaan pakan ternak babi yang murah dan dapat diakses dengan mudah oleh

peternak mutlak diperlukan. Optimalisasi pemanfaatan pakan lokal seperti kelapa,

umbi-umbian, dedak padi, dedak jagung dapat menjadi alternatif untuk penyediaan

pakan ternak babi yang murah.

Leverage of Attributes

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Status kepemilikan lahan Ketersediaan pakan

ternak Jenis ternak babi Pengelolaan limbah

ternak Sistem pemeliharaan

ternak

A

tt

ri

bu

te

(30)

Jenis ternak babi yang diusahakan oleh peternak menjadi atribut penting yang

menjamin usaha secara berkelanjutan. Jenis ternak babi dengan tingkat adaptasi

terhadap lingkungan yang tinggi dapat menjamin keberlanjutan usaha. Karena itu

penggunaan jenis ternak lokal atau persilangan lebih berkelanjutan dibanding dengan

jenis babi ras walaupun dari sisi produksi lebih tinggi tetapi daya adaptasinya terhadap

lingkungan rendah.

Pengelolaan limbah ternak menjadi penting untuk menghindari pencemaran

lingkungan. Pengelolaan limbah ternak babi sangat terkait dengan sistim pemeliharaan.

Sistim pemeliharaan dengan mengandangkan ternak babi memungkinkan kemudahan

dalam pengelolaan limbah secara baik dibanding dengan sistim pemeliharaan secara

lepas, maka sulit untuk mengelola limbah ternak babi sehingga dapat menjadi media

pencemaran lingkungan.

Untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan usaha ternak babi pada sektor

ekologi di Desa Nemberala, maka upaya perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap

atribut-atribut yang sensitif sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap nilai indeks

keberlanjutan dimensi ekologi. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan

mempertahankan atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap

peningkatan keberlanjutan dimensi ekologi kawasan.

b. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pada dimensi ekonomi terdiri dari lima atribut, yaitu (1) kelayakan usaha, (2) harga

pasar ternak babi, (3) kontribusi terhadap PAD, (4) rantai pemasaran, dan (5) akses

pasar. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap

nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu harga pasar ternak babi, rantai pemasaran, dan

kontribusi terhadap PAD. Hasil analisis leverage dimensi keberlanjutan ekonomi dapat

(31)

Gambar 3. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)

Usaha peternakan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mendukung atau

berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Untuk lebih meningkatkan status

keberlanjutan usaha ternak babi pada sektor ekonomi di Desa Nembrala, maka upaya

perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap atribut yang sensitif memberikan pengaruh

terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, namun atribut-atribut lain yang

tidak sensitif berdasarkan analisis leverage juga perlu mendapatkan perhatian yang

serius untuk ditangani. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mempertahankan

atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap peningkatan

keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan, dan menekan atribut yang berdampak negatif

terhadap keberlanjutan.

Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan antara lain:

(1) akses pasar dan (2) kelayakan usaha; sedangkan atribut yang berdampak negatif

terhadap keberlanjutan adalah rantai pemasaran. Akses pasar yang mudah bagi peternak

sangat diperlukan, sehingga mereka mampu menjual produk pada waktu dan harga yang

Leverage of Attributes

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Kelayakan usaha Harga pasar ternak

babi Kontribusi terhadap

PAD Rantai pemasaran

Akses pasar

A

tt

ri

bu

te

(32)

tepat serta dapat menekan biaya pemasaran. Akses pasar sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan yang memadai. Oleh karena dalam

menjamin keberlanjutan usaha ternak babi di desa Nembrala, pihak pemerintah perlu

menjamin tersedianya pasar dan sarana prasarana perhubungan yang memadai.

Kelayakan usaha menjadi atribut yang perlu diperhatikan karena usaha ternak

babi yang dikelola dan layak secara ekonomi akan berdampak pada aktivitas usaha

ternak babi yang berkelanjutan karena dapat memberikan keuntungan yang layak bagi

pelaku usahanya. Kelayakan usaha sangat dipengaruhi oleh biaya dan harga produk.

Usaha yang dapat menekan biaya produksi dan mampu menjual produknya dengan

harga yang tinggi akan menjamin usaha tersebut layak untuk dikerjakan.

c. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pada dimensi sosial budaya terdiri dari lima atribut, yaitu (1) tingkat pendidikan, (2)

jumlah rumah tangga peternak babi, (3) peran ternak babi sistem sosial budaya

masyarakat, (4) partisipasi keluarga, dan (5) tingkat pemberdayaan masyarakat. Hasil

(33)

Gambar 4. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Sosial Budaya yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)

Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap

nilai indeks keberlanjutan sosial budaya yaitu (1) tingkat pemberdayaan masyarakat, (2)

jumlah rumah tangga peternak babi dan (3) partisipasi keluarga. Tiga atribut sensitif ini

mempunyai hubungan yang erat dalam pengembangan usaha ternak babi di Nembrala.

Pemberdayaan masyarakat melalui usaha ternak babi dapat mendorong

peningkatan jumlah rumah tangga nelayan yang berusaha ternak babi sebagai usaha

ekonomi alternatif dalam peningkatan taraf hidup mereka, selanjutnya melalui aktivitas

usaha ternak babi oleh rumah tangga nelayan dapat mendorong peran serta anggota

keluarga terutama kaum wanita dan anak untuk mengelola usaha ternak babi,

selanjutnya untuk menjamin keberlanjutannya, maka pemberdayaan rumah tangga

nelayan terutama kaum wanita dan anak-anak perlu dilakukan secara berkelanjutan

sesuai skema pemberdayaan dari pemerintah, LSM, atau pihak swasta yang memiliki

komitmen untuk pemberdayaan ekonomi keluarga nelayan.

Leverage of Attributes

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tingkat pendidikan Jumlah RT peternak

babi Tingkat pemberdayaan

masyarakat Partisipasi keluarga

Peran ternak babi dalam sistem sosial budaya masyarakat

A

tt

ri

bu

te

(34)

Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan adalah peran ternak babi dalam

sistem sosial budaya masyarakat. Peran ternak babi dalam sistem sosial budaya

masyarakat di pulau Rote dapat menjadi pemicu berkembangnya usaha ternak babi

karena didorong oleh meningkatnya kebutuhan ternak babi dalam ritual-ritual sosial

budaya masyarakat. Tingginya permintaan ternak babi untuk aktivitas sosial budaya

dapat meningkatkan harga jual ternak babi, sehingga dapat memberikan keuntungan

bagi peternak babi.

Pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan yang

bersifat bantuan kepada masyarakat dalam usaha ternak babi. Pemberdayaan masyarakat

ini dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan atau pelatihan, program

pendampingan dan pemberian bantuan sarana prasarana usaha ternak dan pemberian

insentif melalui jasa koperasi nelayan. Pemberdayaan masyarakat ini sangat erat

kaitannya dengan partisipasi keluarga dan jumlah rumah tangga peternak. Semakin

tinggi partisipasi anggota keluarga, maka jumlah rumah tangga peternak juga akan

meningkat sehingga peran masyarakat dalam pengelolaan dapat optimal. Keterlibatan

anggota keluarga nelayan khususnya kaum wanita dan anak-anak dalam usaha ternak

babi dapat memanfaatkan waktu luang yang dapat memberikan dampak ekonomi bagi

kelurga melalui penghasilan tambahan dari usaha ternak babi.

d. Status Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pada dimensi infrastruktur dan teknologi terdiri dari lima atribut, yaitu: (1) dukungan

sarana & prasarana budidaya ternak babi, (2) tingkat penguasaan teknologi budidaya

ternak babi, (3) penyuluhan tentang teknologi budidaya ternak babi dari dinas teknis, (4)

ketersediaan industri pengolahan hasil, dan (5) ketersediaan pasar ternak. Hasil analisis

leverage dimensi keberlanjutan infrastruktur dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap

nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu (1) penyuluhan

tentang teknologi budidaya ternak babi dari dinas teknis, (2) tingkat penguasaan

teknologi budidaya ternak babi, dan (3) ketersediaan industri pengolahan hasil.

Ketiga atribut yang sensitif saling terkait satu sama lainnya, intensitas

penyuluhan teknologi usaha ternak babi secara intensif oleh dinas terkait dapat

mendorong kapasitas pengusaan teknologi dari peternak babi termasuk teknologi

(35)

daging babi seperti se’i babi berdampak pada peningkatan nilai tambah dari daging babi

dengan harga yang lebih mahal.

Penyuluhan tentang teknologi usaha ternak babi dapat dilakukan melalui dinas

teknis maupun pihak perguruan tinggi dan LSM yang berkomitmen dalam

pengembangan ternak babi sebagai alternatif usaha ekonomi masyarakat. Bentuk

penyuluhan yang perlu dilakukan untuk peningkatan kapasitas pengusaan teknologi oleh

peternak adalah penyuluhan partisipatif, dimana peternak dapat terlibat secara aktif

dalam seluruh kegiatan penyuluhan, sehingga proses adopsi teknologi dapat tercapai

dan berdampak meningkatnya kaapsitas peternak babi dalam mengelola ternak babi

lebih produktif dan optimal. Ketersediaan industri pengolahan hasil dapat dilakukan

oleh pihak swasta atau pemerintah yang menjamin peningkatan nilai tambah yang

berdampak pada peningkatan ekonomi baik bagi peternak babi ataupun bagi pengusaha

yang bergerak di bidang pengolahan dan bagi pemerintah dapat menjadi sumber

pendapatan baik melalui fee dari jasa RPH atau dari industri pengolahan yang

berdampak pada peningkatan ekonomi wilayah.

Gambar 5. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Infrastruktur dan Teknologi yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)

(36)

e. Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pada dimensi hukum dan kelembagaan terdiri dari empat atribut, yaitu (1) ketersediaan

kelompok usaha ternak, (2) keberadaan balai penyuluh peternakan, (3) ketersediaan

koperasi peternak, dan (4) ketersediaan perda tentang usaha.

Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap

nilai indeks keberlanjutan hukum dan kelembagaan yaitu (1) ketersediaan kelompok

usaha ternak, (2) keberadaan balai penyuluh peternakan, dan (3) ketersediaan koperasi

peternak. Hasil analisis leverage dimensi keberlanjutan hukum dan kelembagaan dapat

dilihat pada Gambar 6.

Kelembagaan menjadi salah satu faktor penentu dalam membuka peluang

membangun kemitraan usaha yang bersifat luas. Kelompok usaha ternak babi

merupakan kelembagaan yang tumbuh dari masyarakat sendiri, adanya usaha ternak

babi yang dilakukan secara berkelompok dapat mempermudah aspek pengembangan

karena bantuan dana atau teknologi dapat lebih efisien karena dikelola secara

berkelompok. Lembaga penyuluh peternakan juga menjadi atribut penting dalam

menjamin keberlanjutan usaha ternak babi, karena dapat menjadi penghubung antara

sumber teknologi dengan peternak babi dalam pemahaman dan implementasi berbagai

teknologi yang selalu berkembang dan mampu meningkatkan produktivitas usaha.

Kelembagaan koperasi ternak juga menjadi atribut penting karena kelangkaan modal

usaha bagi peternak masih menjadi kendala utama dalam pengembangan usaha mereka,

oleh karena itu melalui koperasi peternak dapat menyimpan modal bersama yang

(37)

Gambar 6. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Hukum dan Kelembagaan yang dinyatakan dalam Bentuk Nilai Rms (Root Mean Square)

f. Status Keberlanjutan Multidimensi

Hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala multidimensi keberlanjutan Desa

Nembrala untuk usaha ternak babi berdasarkan kondisi existing, diperoleh nilai indeks

keberlanjutan sebesar 67,63% dan termasuk dalam status cukup berkelanjutan. Nilai ini

diperoleh berdasarkan penilaian 24 atribut dari lima dimensi keberlanjutan yaitu

dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, dan hukum dan

kelembagaan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-Ternak_Nembrala mengenai

keberlanjutan usaha ternak babi di Desa Nembrala dapat dilihat pada Gambar 7.

Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks

keberlanjutan multidimensi berdasarkan analisis leverage masing-masing dimensi

sebanyak 17 atribut. Atribut-atribut ini perlu dilakukan perbaikan ke depan untuk

meningkatkan status keberlanjutan Desa Nembrala untuk pengembangan usaha ternak

babi. Perbaikan yang dimaksudkan adalah meningkatkan kapasitas atribut yang

mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan

Leverage of Attributes

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Ketersediaan kelompok usaha

ternak Keberadaan balai penyuluh peternakan Ketersediaan koperasi

peternak Ketersediaan Perda tentang usaha ternak

A

tt

ri

bu

te

(38)

sebaliknya menekan sekecil mungkin atribut yang berpeluang menimbulkan dampak

negatif atau menurunkan nilai indeks keberlanjutan.

Gambar 7. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala

Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan usaha

ternak babi di Desa Nembrala pada taraf 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak

mengalami perubahan dengan hasil analisis Rap-Ternak_Rote (Multidimensional

Scaling = MDS). Hal ini berarti bahwa kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik

dalam hal pemberian skoring setiap atribut, variasi pemberian skoring karena perbedaan

opini relatif kecil, dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil,

serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai

indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Monte Carlo dengan Analisis Rap-Ternak_Nembrala

Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Keberlanjutan (%) Perbedaan

(39)

Infrastruktur dan Teknologi 63,87 63,12 0,75

Hukum dan Kelembagaan 36,61 35,49 1,12

Multi Dimensi 67,63 65,32 2,31

Hasil analisis Rap-Ternak_Nembrala menunjukkan bahwa semua atribut yang

dikaji terhadap status keberlanjutan usaha ternak babi di Nembrala cukup akurat

sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stres yang hanya berkisar antara 12%

sampai 15% dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh berkisar antara 0,88

dan 0,95. Hal ini sesuai dengan Fisheries (1999), yang menyatakan bahwa hasil analisis

memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi

(R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi (R2) disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Nilai Stress & Koefisien Determinasi (R2) RapTernak_Nembrala

Parameter Dimensi Keberlanjutan

A B C D E F

Stress 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,12

R2 0,94 0,88 0,94 0,91 0,92 0,95

Iterasi 2 3 2 3 3 2

Keterangan : A = Dimensi Ekologi, B = Dimensi Ekonomi, C = Dimensi Sosial Budaya, D = Dimensi Infrastruktur-Teknologi, E = Dimensi Hukum-Kelembagaan, dan F = Multidimensi.

3. Indeks Keberlanjutan dari Usaha Tenun

Berdasarkan analisis multidimensional scaling Usaha Tenun Ikat didapatkan hasil sebagai berikut:

Dalam penelitian usaha tenun ikat di Desa Nembrala, penentuan indeks

keberlanjutan dibatasi pada lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi,

sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan dengan atribut

dan nilai skoring hasil pendapat pakar dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil

analisis dengan menggunakan Rap-Tenun_Nembrala (MDS) diperoleh indeks

keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 85,20% dengan status berkelanjutan,

dimensi ekonomi sebesar 75,63% dengan status berkelanjutan, dimensi sosial budaya

sebesar 49,98% dengan status kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi

sebesar 35,08% dengan status kurang berkelanjutan, serta dimensi hukum dan

kelembagaan sebesar 40,66% dengan status kurang berkelanjutan. Agar nilai indeks ini

Gambar

Tabel 1. Pertambahan berat badan harian ternak babi tanpa inovasi dan dengan inovasi
Tabel 2. Akumulasi pertambahan bobot hidup dan potensi pendapatan dari ujicoba usaha ternak babi selama penelitian
Gambar 1.  Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengembangan   Usaha Ternak Babi di Desa Nembrala, Kabupaten Rote Ndao
Gambar 2. Peran Masing-Masing Atribut Aspek Ekologi Yang Dinyatakan Dalam             Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target hasil penelitian ini adalah (1) artikel berkala ilmiah untuk jurnal nasional maupun internasional (tahun I dan II); (2) suplemen buku ajar tentang Psikologi Keluarga: Psikologi

Saecara garis besar, mata pencaharian penduduk Kelurahan Kotakarang adalah sebagai nelayan karna letaknya yang berada dibibir pantai, yang dalam setiap melakukan

Pencatatan hutang di bank hanya tercantum di rekapitulasi jurnal harian, tidak ada pencatatan di jurnal harian kas. Pengakuan menggunakan dasar akrual. Belum sesuai SAK

Jadi, dapat kita simpulkan dari wawancara diatas bahwasanya IAIN benar berusaha menjalin hubungan baik dengan masyarakat. Baik secara pribadi, publikasi mengenai

Mengutip pendapat Gurnawan (2002: 184) dari jurnal Rohmadi (2014), pragmatik selain untuk menyampaikan amanat, tugas, dan kebutuhan penutur, tujuan komunikasi

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DRPM maupun dari sumber lainnya. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5

Kegiatan pengukuran indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pelatihan pertanian yang diberikan oleh BBPP Lembang yang hasilnya dituangkan dalam suatu

0016087202 SOSIALISASI STRATEGI KEBERLANJUTAN INDUSTRI DALAM MENGHADAPI KRISIS EKONOMI AKIBAT PANDEMI COVID-19 PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT MANDIRI Fakultas Ekonomi dan Bisnis 9