• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual - Spiritualitas Lansia Suku Batak Akibat Kehilangan Pasangan Hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual - Spiritualitas Lansia Suku Batak Akibat Kehilangan Pasangan Hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan

spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar

Manik Kecamatan Silinda Kabupaten serdang Bedagai. Spiritualitas adalah suatu

kepercayaan akan adanya hubungan dengan suatu kekuasaan yang lebih tinggi,

memiliki kekuatan, mengandung aspek tentang Tuhan, dan memiliki sumber

kekuatan yang tidak terbatas dan terdiri dari dimensi vertikal dan dimensi

horizontal (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004).

Skema 1. Kerangka konseptual spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten

Serdang Bedagai.

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat

kehilangan pasangan hidup

1. Hubungan dengan Tuhan

2. Hubungan dengan diri sendiri

3. Hubungan dengan orang lain

4. Hubungan dengan lingkungan  /alam 

Tinggi 

(2)

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

No. Variabel Defenisi

(3)
(4)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif yang bertujuan

untuk mengetahui spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan

hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti

yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, peristiwa dan gejala yang

terjadi di dalam masyarakat atau di dalam alam (Notoatmodjo, 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan

hidupnya yang berada di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten

Serdang Bedagai. Menurut data dari Kepala Desa Pagar Manik jumlah lansia

Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan hidup sebanyak 50 orang lansia.

2.2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau terdiri dari sebagian

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang sesuai dengan kriteria yang

akan diteliti. Penelitian ini menggunakan tekhnik sampling jenuh (total sampling)

(5)

agar hasil yang didapatkan representatif dan untuk membuat generalisasi dengan

kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2010).

Kriteria inklusi

1. Lansia yang tinggal di Desa Pagar Manik Kecamatan silinda Kabupaten

serdang Bedagai dan bersuku Batak.

2. Sudah kehilangan pasangan hidup diatas 6 bulan

3. Bersedia menjadi responden

4. Mampu berbahasa Indonesia

5. Mampu berkomunikasi.

Pada saat pengumpulan data jumlah responden yang didapat adalah 44

orang dikarenakan ada tiga orang lansia yang tidak bisa di jumpai peneliti karena

ternyata sudah berdomisili ditempat lain bersama dengan anaknya, dan terdapat

juga seorang lansia yang meninggal pada bulan Maret 2014 sebelum peneliti

selesai melakukan pengumpulan data, dan sisanya sebanyak lima orang lansia

tidak bersedia menjadi responden, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 41 orang.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda

Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 4 Dusun. Penelitian ini dilakukan di

(6)

penelitian dan para lansia ini adalah mayoritas Suku batak yang telah kehilangan

pasangan hidupnya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah

sampel yang memadai sesuai dengan kriteria peneliti. Penelitian ini telah

dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2014.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan setelah proposal penelitian disetujui oleh

fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, mendapat surat etik dari

Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, setelah selesai

melakukan uji reliabilitas instrumen di Desa Pamah Kecamatan silinda, dan

terakhir mendapat surat ijin dari Kepala Desa Pagar Manik. Seluruh populasi

dijadikan sampel penelitian agar semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk

menjadi responden. Peneliti terlebih dahulu menemui responden dan menjelaskan

maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Peneliti memberikan kebebasan

pada responden dalam menentukan dirinya sehingga penelitian yang dilaksanakan

menghargai kebebasan dari setiap responden (self determination).

Peneliti juga sangat menghormati pilihan responden antara mau atau tidak

menjadi responden penelitian, sehingga tidak ada paksaan dalam penelitian ini.

Peneliti juga memberikan surat persetujuan (Informed Consent) antara peneliti

dengan responden agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian yang

dilakukan, dan jika subjek bersedia maka ia harus menandatangani lembar

persetujuan tersebut. Peneliti juga memberikan kesempatan bagi responden untuk

(7)

responden juga tidak dicantumkan (anonymity) dan hanya menggunakan kode

agar memberikan jaminan kepada responden bahwa data yang didapat akan dijaga

kerahasiaannya (Confidentiality). Semua data yang diperoleh dari responden akan

digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

berguna untuk mendapatkan informasi dari responden tentang spiritualitas lansia

Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan

Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua

buah kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner spiritualitas.

Kuesioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, dan lama hidup menjanda atau duda. Kuesioner spiritualitas yang

digunakan mengacu pada tinjauan pustaka dari Bukhardt (1993 dalam Kozier,

Erb, Blais & Wilkinson, 2004), dan Potter, P. A. & Perry, A. G. (2007), dengan

modifikasi dari peneliti sendiri. Kuesioner spiritualitas terdiri dari pernyataan

tentang hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan

orang lain, dan hubungan dengan lingkungan atau alam. Penilaian yang dilakukan

memggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu: Tidak pernah

(TP), jarang (J), sering (S), dan sangat sering (SS). Jumlah semua pernyataan

adalah 24 yang keseluruhannya adalah pernyataan positif. Untuk pernyataan

positif nilai TP =1, J =2, S =3, dan SS =4. Penghitungan penentuan interval akan

(8)

P=

P adalah panjang kelas dengan nilai tertinggi (96) dikurangi nilai terendah (24)

sehingga didapat rentang kelas dan banyak kelas adalah 2 kelas yaitu tinggi dan

rendah, sehingga didapat hasil tinggi (61-96) dan rendah (24-60).

6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Validitas isi dilakukan atas isinya untuk

memastikan apakah isi instrumen mengukur secara tepat keadaan yang ingin

diukur (Purwanto, 2007 dalam Siswanto, Susila, dan Suyanto, 2013). Pengujian

validitas pada penelitian ini menggunakan pengujian validitas isi (Content

Validity) yang dilakukan dengan menggunakan pendapat dari ahli (Judgment

Experts) untuk mengukur kevaliditasan instrumen penelitian yaitu kuesioner

(Sugiyono, 2010). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi

oleh salah satu dosen yang memiliki pengetahuan khusus dibidang spiritualitas di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yaitu ibu Nunung Febriany

Sitepu, S.kep, Ns, MNS.

Perubahan awal yang dilakukan adalah mengurangi pernyataan menjadi 24

dari 30 pernyataan yang disusun peneliti karena dinilai kurang relevan dan

memiliki makna yang sama sehingga mungkin akan menjadi bias pada hasil

(9)

dalam setiap pernyataan agar lebih sesuai, dan akhirnya seluruh pernyataan dinilai

valid dan seluruh pernyataan diberi nilai 4 kecuali pernyataan nomor 7, 11, dan 28

diberi nilai 3, jika dihitung nilai validitasnya (content validity index) yaitu nilai

skor hitung (93) dibagi nilai tertinggi (96) adalah 0.96, sehingga dinyatakan telah

valid secara validitas isi oleh ahlinya.

b. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah

baik. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya atau

benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang hasilnya

akan tetap sama (Arikunto, 2010). Uji reliabilitas telah dilakukan sebelum

pengumpulan data kepada 20 orang lansia pada tanggal 5-25 Februari 2014 di

desa sebelah yaitu Desa Pamah Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

yang sesuai dengan kriteria penelitian. Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini

menggunakan rumus Uji Alpha Cronbach (Cronbach’s Alpha Coeffient), yang

dianalisa menggunakan proses komputerisasi.

Dari hasil uji yang dilakukan jika didapat nilai r alpha yang lebih besar dari

r tabel maka seluruh pernyataan dinyatakan reliabel (Arikunto, 2010). Suatu

instrumen dikatakan reliabel bila nilai reliabilitasnya > 0.7 (Polit & Hungler,

1995). Hasil uji reliabel yang dilakukan untuk penelitian ini adalah 0.803

(10)

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat ijin dari

fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara, lalu mendapat surat etik dari

Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, dan mendapat ijin dari

Kepala Desa Pagar Manik. Selanjutnya peneliti menemui responden dan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Jika calon responden

bersedia menjadi menjadi responden maka diawali dengan mengisi lembar

informed consent, dan kemudian mengambil data dari kuesioner spiritualitas yang

diisi oleh responden.

Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden jika ada hal-hal

yang tidak diketahui atas pertanyaannya. Peneliti mengunjungi responden

masing-masing kerumahnya untuk membagikan kuesioner, saat pengisian kuesioner

responden didampingi oleh salah satu anggota keluarganya agar para lansia

tersebut tidak sedih jika harus mengingat suami atau istrinya yang sudah

meninggal. Responden yang tidak pandai membaca ataupun sudah rabun maka

peneliti akan membacakan kuesionernya kepada responden. Setelah responden

selesai mengisi kuesioner yang ada maka peneliti kembali memeriksa

kelengkapan data yang telah diisi, sehingga apabila terdapat data yang kurang

lengkap akan langsung dilengkapi oleh peneliti. Setelah memastikan semua data

telah diisi oleh responden maka peneliti mengucapkan terimaksih atas

(11)

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah para responden mengisi kuesioner yang

diberikan. Analisa data diawali dengan editing, yaitu memeriksa kembali

kebenaran data yang telah terkumpul kemudian dilanjutkan dengan pemberian

kode (coding) yaitu pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang telah di

kategorikan. Kemudian data yang sudah diberi kode akan dimasukkan (entri)

kedalam program komputer dan tahap selanjutnya adalah melakukan pembersihan

data apabila terdapat kesalahan saat pemasukan data kekomputer (cleaning).

Tahap selanjutnya adalah melakukan tekhnik analisis, yaitu analisis deskriptif

untuk menggambarkan suatu data secara sistematis.

Data akan dianalisis menggunakan tekhnik komputerisasi. Analisa deskriptif

yang digunakan akan menggambarkan spiritualitas lansia Suku Batak terhadap

kehilangan pasangan hidup. Data yang didapat akan ditampilkan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan persentasi.

(12)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian beserta pembahasan mengenai

spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup yang telah

dilaksanakan oleh peneliti mulai tanggal 27 Februari hingga 31 Maret 2014

terhadap 41 orang lansia Suku Batak sebagai responden di Desa Pagar Manik

Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Penyajian data dalam penelitian

ini akan ditampilkan secara deskriptif yaitu karakteristik responden dan

spiritualitas pada lansia Suku Batak.

1. Hasil Penelitian

1.1 Deskriptif karakteristik responden

Responden pada penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang telah

kehilangan pasangan hidupnya yang bertempat tinggal di Desa Pagar Manik

Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai dengan jumlah responden

sebanyak 41 orang. Karakteristik responden yang diteliti meliputi usia, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lama hidup menjanda/duda.

Hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dari 41 orang responden

yang diteliti, mayoritas responden termasuk kedalam kelompok usia setengah

baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang responden (82.9%)

dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok usia tua (old) yaitu

usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas responden lansia berjenis

(13)

Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan terakhir SD sebanyak 28

orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani sebanyak 35 orang (85.4%), dan

lamanya responden telah kehilangan pasangan hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak

17 orang (41.4%). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi responden yaitu lansia Suku Batak di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Usia 6. Lama hidup menjanda/ duda

(14)

1.2 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa

Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

dikategorikan tinggi dan rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

didapat bahwa mayoritas lansia memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi

sebanyak 27 orang (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki spiritualitas

rendah sebanyak 14 orang (34.1%). Spiritualitas lansia suku batak akibat

kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten

Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 27 65.9

2. Rendah 14 34.1

1.2.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak

akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda

Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki

dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang

responden (58.5%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:

(15)

spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan

pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 17 41.5

2. Rendah 24 58.5

1.2.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku

Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan

Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki

dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri tinggi yaitu sebanyak 27 orang

responden (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:

hubungan dengan diri sendiri rendah yaitu 14 orang (34.1%). Dimensi

spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat

(16)

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 27 65.9

2. Rendah 14 34.1

1.2.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak

akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda

Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki

dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain tinggi yaitu sebanyak 31 orang

(75.6%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan

dengan orang lain rendah yaitu 10 orang (24.4%). Dimensi spiritualitas: hubungan

dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Orang lain lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 31 75.6

(17)

1.2.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku

Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan

Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki

dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam tinggi yaitu sebanyak 32

orang (78%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:

hubungan dengan lingkungan/alam rendah yaitu 9 responden (22%). Dimensi

spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat

kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Lingkungan/alam lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 32 78

(18)

2. Pembahasan

Pembahasan pada penelitian ini menjelaskan tentang makna hasil penelitian

dan membandingkannya dengan penelitian sebelumnya atau dengan literatur yang

ada. Pembahasan hasil penelitian menjelaskan tentang karakteristik demografi dan

spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar

Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

2.1 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum didapatkan bahwa spiritualitas

lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa pagar Manik

Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 27 orang lansia (65.9%)

berada pada tingkat spiritualitas tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Ebersole & Hess (1997) dalam Young & Koopsen (2007) yang

menyatakan bahwa spiritualitas merupakan faktor terpenting bagi lansia untuk

beradaptasi karena kehilangan orang tercinta, dan menurut Kozier, Erb, Blaiss &

Wilkinson (1995) dimana perkembangan spiritualitas lansia yang matang akan

membantu lansia dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Peneliti juga berasumsi

bahwa para lansia pada umumnya tinggal dan dirawat dengan baik oleh anak dan

keluarga yang lain setelah kehilangan pasangan hidupnya, sehingga para lansia ini

masih merasa berharga dan tidak akan merasa kesepian. Hal ini juga yang

memberikan dampak positif terhadap spiritualitas para lansia Suku Batak yang

telah kehilangan pasangan hidup, dengan sistem kekerabatan dan nilai agama

(19)

Berdasarkan penelitian didapatkan juga bahwa mayoritas lansia tergolong

kedalam kelompok usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan

jumlah 34 orang responden (82.9%), hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh

Taylor, et, all (1997) bahwa perkembangan spiritualitas pada tahap ini sudah lebih

matang, berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan keagamaan, sehingga membuat

individu lebih mampu untuk mengatasi masalah. Pertumbuhan spiritualitas pada

lansia menunjukkan perkembangan perasaan identitas, penciptaan, dan

pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain, dengan Tuhan, mampu

menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental (Young

dan Koopsen, 2007).

Berdasarkan penelitian juga didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis

kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), hal ini sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Fatimah (2010) bahwa umur harapan hidup pada wanita 79.3

tahun dan umur harapan hidup pada laki-laki 72.7 tahun, dilanjutkan dengan

pernyataan Suardiman (2011) bahwa angka harapan hidup pada wanita 4-7 tahun

lebih panjang daripada laki-laki sehingga menyebabkan jumlah janda lebih

banyak daripada jumlah duda, dan menyatakan bahwa para wanita lebih mampu

mengatasi kondisi menjadi janda, karena memiliki hubungan persahabatan yang

erat dan mendalam dengan orang lain, dan umumnya sudah terbiasa memiliki

hubungan sosial yang luas dibanding dengan para duda.

Berdasarkan lamanya hidup menjanda/duda , lansia yang sudah

menjanda/duda selama 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%). Lamanya proses

(20)

tahun lamanya. Reaksi kesedihan yang terus menerus biasanya reda dalam 6-12

bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut 3-5 tahun setelah

pengalaman kehilangan orang terdekat (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004).

Kemungkinan para lanjut usia merasa dapat menerima untuk mengenali kesedihan

karena kehilangan pasangan hidup. Lansia sering mengalami banyak kepuasaan

hidup yaitu kegunaan dan kenikmatan hidup berakhir pada usia tua, semakin lama

seseorang hidup maka akan semakin banyak membentuk ikatan cinta (Rando,

1986, Kastenbaum, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Peneliti berasumsi bahwa

lamanya waktu hidup sebagai seorang janda/duda bagi seorang lansia

menyebabkan lansia tersebut sudah dapat menyesuaikan dirinya kembali.

Kebutuhan spiritualitas pada lansia umumnya dilakukan dengan mengisi

waktu untuk beribadah, karena dengan beribadah para lansia mendapatkan

ketenangan jiwa dan kedamaian (Setiti, 2007). Sedangkan berdasarkan latar

belakang budaya, seluruh responden bersuku Batak. Suku Batak memiliki

tuntunan agama dan nilai luhur yang menempatkan lanjut usia sebagai seorang

yang harus dihormati, dihargai, dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga

(Situmeang, 2007). Para lansia yang sudah janda/duda akan dirawat dengan baik

oleh keluarganya dan senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar

manusia, hal ini akan membuat para lansia tersebut tidak merasa kesepian, dan hal

ini juga didukung dengan sistem kepercayaan masyarakat Batak yang meyakini

adanya Tuhan yang Maha Tinggi yang disebut dengan Mula Jadi Nabolon dan

(21)

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa sebanyak 14 orang lansia

(34.1%) memiliki tingkat spiritualitas yang rendah akibat kehilangan pasangan

hidupnya. Hal ini bisa terjadi karena dampak kehilangan pada lansia khususnya

kehilangan karena kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat

berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan (Hidayat,

2009), khususnya bagi seorang duda yang kurang terlibat dalam kegiatan

keagamaan yang merupakan suatu sumber dukungan sosial dan kekuatan dari

Tuhan (Berk, 2007; 619 dalam Young dan Koopsen, 2007). Peneliti juga

berasumsi bahwa spiritualitas seorang juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup,

dimana pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu kehilangan pasangan hidup

dianggap sebagai suatu cobaan dan mempengaruhi spiritualitas lansia. Krisis dan

perubahan juga sangat mempengaruhi spiritualitas seorang lansia, proses penuaan

dan kehilangan yang dialami oleh lansia dapat menghilangkan spiritualitas

seseorang dan bersifat sangat emosional ( Craven & Hirnle, 1996). Hal ini juga

sesuai dengan pernyataan Hidayat (2004) bahwa kondisi kehilangan pasangan

hidup karena kematian akan mengakibatkan gangguan emosional dimana lansia

akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya. Hal ini juga sesuai

dengan pernyataan bahwa lansia yang tidak matur dalam spiritualitas akan

menunjukkan kelemahan fisik, merasa putus asa, dan berkurangnya minat dalam

(22)

2.1.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki dimensi

spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang responden

(58.5%). Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Hamid (2000)

bahwa seiring bertambahnya usia seseorang keikutsertaan dalam upacara

keagamaan akan meningkat karena kelompok usia pertengahan dan lansia

mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha lebih

mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Meskipun demikian

hasil ini didukung dengan nilai Budaya Batak yang menjadikan prioritas nilai

budaya yang pertama adalah kekerabatan dan yang kedua adalah religi, kedua

nilai prioritas ini menjadi ciri dan identitas bersama orang Batak (Harahap, 1940).

Nilai religi mencakup kehidupan keagamaan yang kemudian mengatur

hubungannya dengan Maha Pencipta yang posisinya berada lebih rendah

dibandingkan dengan nilai kekerabatan atau keakraban pada masyarakat batak

(Situmeang, 2007).

Tingkat spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan rendah disebabkan

oleh sebagian besar lansia jarang membaca kitab suci/buku-buku rohani yaitu 27

orang (65.9%), dan juga jarang bernyanyi lagu-lagu rohani setelah kematian

suami/istrinya yaitu 22 orang (53.7%), dan masih banyak juga para lansia yang

jarang mengikuti kegiatan kelompok-kelompok keagamaan di lingkungannya

yaitu 24 orang (58.5%). Peneliti berasumsi bahwa para lansia pada penelitian ini

(23)

memang sebagian besar lansia memiliki pendidikan yang rendah yaitu SD

sebanyak 28 orang (68.3%), ditambah lagi dengan penurunan penglihatan yang

dialami lansia yang mempersulit lansia dalam melakukan ritual ibadah seperti

membaca kitab suci yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Penuruan

kesehatan fisik para lansia seperti penurunan penglihatan pada umumnya,

sehingga menyebabkan para lansia ini tidak mampu melihat ataupun membaca

dengan baik, dan kurang aktif dalam kegiatan sosial. Hal ini didukung oleh

pernyataan Hardywinoto dan Setiabudhi (2012), dimana kondisi fisik lansia akan

mengalami perubahan yang tidak dapat dihindari, perubahan akan terlihat pada

jaringan dan organ tubuh, seperti kulit berkeriput, penglihatan semakin menurun,

pendengaran juga berkurang, tulang keropos dan mudah patah, otot jantung

bekerja tidak efisien, dan otak menyusut sehingga reaksi menjadi lambat.

Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada kemunduran psikis yang akhirnya

akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial lansia.

Hasil diatas juga didukung dengan pernyataan Setijani dan Tri (1998 dalam

Agus & Novia, 2008) menyatakan bahwa masalah umum yang dihadapi para

lansia dalam beribadah biasanya dikarenakan keadaan kesehatan yang mulai

menurun, sehingga pada umumnya kesempatan untuk mengikuti

kegiatan-kegiatan ibadat di masyarakat (pengajian, misa gereja, dll) serta kegiatan-kegiatan ibadah

secara pribadi ( Sholat untuk yang beragam islam, bernyanyi, membaca Kitab

Suci) mulai berkurang juga. Lansia yang pengetahuan dan pendalaman tentang

agama yang diyakininya kurang mendalam, maka mereka tidak akan dapat

(24)

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa 17 orang responden

(41.5%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan tinggi.

Kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan dapat diwujudkan

dengan doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang penting

bagi setiap individu dan dapat memberikan ketenangan pada individu yang

melakukannya (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

2.1.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak

akibat kehilangan pasangan hidup

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa 27 orang responden (65.9%)

memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang tinggi. Hal ini

menujukkan bahwa para lansia Suku Batak yang telah kehilangan pasangan

hidupnya tetap mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, juga masih memiliki

harapan karena didukung juga oleh para keluarga lansia tersebut. Hasil ini juga

didukung oleh pernyataan Potter & Perry (2005), bahwa orang tua atau lansia

sering mengarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri mereka bagi

orang lain sebagai tugas spiritual, sejalan dengan makin dewasanya seseorang

mereka sering introspeksi untuk memperkaya nilai yang telah lama dianutnya.

Kesehatan spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan

kedamaian dan penerimaan tentang diri sendiri. Hasil penelitian ini juga didukung

dengan tuntunan nilai Budaya Batak bahwa lansia Suku Batak menyadari bahwa

waktunya hidup didunia sudah tidak lama lagi sehingga para lansia ini akan

mengusahakan hidupnya sendiri dengan berbuat baik dan benar kepada keluarga

(25)

Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 14 orang (34.1%)

lansia yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang

rendah. Ketika seorang individu tidak mempunyai hubungan yang baik dengan

dirinya sendiri seperti kepercayaan, makna kehidupan, khusunya harapan maka

individu tersebut akan merasa hampa, letih/lesu, tidak bersemangat, dan terasa

mati (Kozier, et all (1995). Hubungan yang rendah dengan diri sendiri juga bisa

terjadi ketika para lansia ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri

yang sebelumnya dilakukan oleh pasangan hidupnya, seperti yang didukung oleh

pernyataan Young dan Koopsen (2007) bahwa seorang janda/duda akan

mengalami pergantian peran yang sebelumnya dikuasai oleh pasangannya, juga di

dukung oleh Suardiman (2011) yang menyatakan bahwa laki-laki yang sudah

duda akan mengalami kesulitan dalam hal hubungan sosial, tugas rumah tangga,

dan merasa kurang bebas mengekspresikan emosinya.

2.1.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak

akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak

31 orang (75.6%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain

yang tinggi. Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang

lain, termasuk keluarga, teman akrab, rekan ditempat kerja, amggota komunitas

masyarakat, dan lingkungan tetangga. Persahabatan mencakup komunitas yang

mempunyai kepercayaan yang sama dan menciptakan ikatan yang kuat dengan

orang lain sehingga menjadi sumber harapan bagi individu tersebut (Farran, et al,

(26)

seperti cinta kasih, dukungan sosial, perhatian pada anak-anak/orang sakit,

menunjungi orang yang meninggal, dapat memberikan hubungan yang positif dan

memberikan bantuan dan dukungan terhadap masalah yang dihadapi seseorang

(Kozier, et all, 1995).

Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang

memiliki hubungan dengan intensitas yang tinggi terhadap sesamanya. Kesadaran

akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat membuat kadar partisipasi

yang kuat untuk senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar manusia,

dan apabila ada salah seorang anggota masyarakat yang berduka maka para

masyarakat akan melakukan hak dan kewajibannya pada orang tersebut,

khususnya bagi para lansia yang sudah janda ataupun duda akan dirawat dengan

baik oleh keluarganya (Harahap, 1940). Hal ini juga sesuai dengan nilai Budaya

Batak yaitu masyarakat Suku Batak akan melakukan penghiburan kepada orang

yang sedang berduka termasuk para lansia yang kehilangan pasangan hidupnya

untuk melakukan penghiburan dan memberikan kata-kata nasihat kepada yang

berduka agar lebih berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan (Sinaga,

2010).

2.1.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku

Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 32 responden (78%)

memiliki hubungan yang tinggi dengan lingkungan/alam. Hubungan dengan

alam/lingkungan meliputi mengetahui tentang tanaman, rekreasi (menonton TV,

(27)

dapat menyelaraskan hubungan antara jasmani dan rohani sehingga timbul

perasaan kesenangan dan kepuasan dalam kebutuhan spiritualnya (Puchalski,

2004), hal ini terlihat dari hasil penelitian mayoritas lansia 21 orang (51.2%)

sangat sering bercocok tanam walaupun telah kematian pasangan hidup. Sebagian

lansia sering berjalan-jalan saat tidak memiliki kegiatan yaitu 23 orang (56.1%),

dan terdapat 19 orang (46.3%) sering menonton TV ataupun mendengarkan musik

di rumah jika merasa sendiri.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang

mengatur hakekat hubungan manusia dengan alam yang pada awalnya

membangun suatu perkampungan atau desa yang disebut dengan huta sehingga

memiliki hubungan yang akrab dengan alam, karena alam dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya (Harahap, 1940), hal ini didukung dengan hasil

penelitian bahwa mayoritas pekerjaan responden sebanyak 35 orang (85.4%)

(28)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka didapatkan

kesimpulan penelitian yaitu: mayoritas responden termasuk kedalam kelompok

usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang

responden (82.9%) dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok

usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas

responden lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), seluruh

responden beragama Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan

terakhir SD sebanyak 28 orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani

sebanyak 35 orang (85.4%), dan lamanya responden telah kehilangan pasangan

hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%).

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa

Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai berada dalam

kategori tinggi yaitu sebanyak 27 orang (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan

dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada

dalam kategori rendah sebanyak 24 orang responden (58.5%). Dimensi

spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat

kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 27 orang

responden (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia

(29)

sebanyak 31 orang responden (75.6%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan

lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada

dalam kategori tinggi sebanyak 32 orang responden (78%).

2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan beberapa saran

sebagai perbaikan dan pemanfaatan penelitian mengenai spiritualitas lansia Suku

Batak akibat kehilangan pasangan hidup, yaitu:

1. Pelayanan keperawatan

Para perawat di Rumah Sakit Khususnya di komunitas diharapkan selalu

melakukan asuhan keperawatan secara holistik, khususnya dalam pemenuhan

kebutuhan spiritualitas seorang lansia dengan pendekatan kultural, khususnya bagi

lansia yang telah mengalami kehilangan pasangan hidup, agar perawat dapat

membimbing para lansia yang sudah berstatus janda/duda tersebut menemukan

koping yang positif dan meningkatkan spiritualitasnya, sehingga dapat

memberikan pengaruh yang positif juga terhadap kesehatan lansia.

2. Institusi keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi

informasi tambahan tentang pengkajian spiritualitas dengan pendekatan kultural,

sehingga perlu diberikan penekanan materi tentang spiritualitas khususnya bagi

(30)

3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi informasi tambahan

dan bisa sebagai bahan masukan jika akan melakukan penelitian dengan Suku

yang lain. berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa spiritualitas lansia Suku

batak akibat kehilangan pasangan hidup adalah tinggi, namun spiritualitas yang

berhubungan dengan Tuhan rendah, sehingga mungkin perlu diteliti tentang

kendala yang dihadapi para lansia khususnya Suku Batak dalam memenuhi

kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan.

3. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 41 orang, dan

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mungkin perlu diteliti dengan jumlah

sampel yang lebih banyak dan beragam. Pada penelitian ini juga lamanya hidup

menjanda/duda beragam dari 1 sampai 10 tahun sehingga memungkinkan para

lansia sudah beradaptasi dan memiliki spiritualitas yang baik, sehingga mungkin

bisa dilakukan penelitian dengan terlebih dahulu menentukan lamanya para lansia

Gambar

Tabel 1. Definisi operasional spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang  Bedagai
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi  responden yaitu lansia Suku Batak di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga adalah berkonsep kepada nilai dan ajaran

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

Setelah user memasukkan data kode pembelian dan memilih supplier maka user akan diarahkan ke halaman form pembelian untuk menambahkan barang yang telah dibeli8.

Beruk : Tempat air yang dibuat dari buah kelapa yang sudah tua Ceper : Sarana upakara umat Hindu yang terbuat dari daun. kelapa dan berbentuk

Namun, faktor yang memengaruhi kemampuan koneksi matematis mahasiswa dalam menyelesaikan masalah open ended tidak hanya kecerdasan linguistik, melainkan juga faktor

CHAPTER III: THE APPROPRIATE SUBJECT MATTERS WITH LEVEL AGES 8-12 YEARS IN INTERACTIVE CD BY AKAL INTERAKTIF (SERIES: ENGLISH? NO PROBLEM!).. Subject Matters

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik. Universitas