BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar
Manik Kecamatan Silinda Kabupaten serdang Bedagai. Spiritualitas adalah suatu
kepercayaan akan adanya hubungan dengan suatu kekuasaan yang lebih tinggi,
memiliki kekuatan, mengandung aspek tentang Tuhan, dan memiliki sumber
kekuatan yang tidak terbatas dan terdiri dari dimensi vertikal dan dimensi
horizontal (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004).
Skema 1. Kerangka konseptual spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai.
Spiritualitas lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup
1. Hubungan dengan Tuhan
2. Hubungan dengan diri sendiri
3. Hubungan dengan orang lain
4. Hubungan dengan lingkungan /alam
Tinggi
2. Defenisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.
No. Variabel Defenisi
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan
hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Populasi dan Sampel
2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti
yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, peristiwa dan gejala yang
terjadi di dalam masyarakat atau di dalam alam (Notoatmodjo, 2010). Populasi
dalam penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan
hidupnya yang berada di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai. Menurut data dari Kepala Desa Pagar Manik jumlah lansia
Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan hidup sebanyak 50 orang lansia.
2.2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau terdiri dari sebagian
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang sesuai dengan kriteria yang
akan diteliti. Penelitian ini menggunakan tekhnik sampling jenuh (total sampling)
agar hasil yang didapatkan representatif dan untuk membuat generalisasi dengan
kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2010).
Kriteria inklusi
1. Lansia yang tinggal di Desa Pagar Manik Kecamatan silinda Kabupaten
serdang Bedagai dan bersuku Batak.
2. Sudah kehilangan pasangan hidup diatas 6 bulan
3. Bersedia menjadi responden
4. Mampu berbahasa Indonesia
5. Mampu berkomunikasi.
Pada saat pengumpulan data jumlah responden yang didapat adalah 44
orang dikarenakan ada tiga orang lansia yang tidak bisa di jumpai peneliti karena
ternyata sudah berdomisili ditempat lain bersama dengan anaknya, dan terdapat
juga seorang lansia yang meninggal pada bulan Maret 2014 sebelum peneliti
selesai melakukan pengumpulan data, dan sisanya sebanyak lima orang lansia
tidak bersedia menjadi responden, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 41 orang.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 4 Dusun. Penelitian ini dilakukan di
penelitian dan para lansia ini adalah mayoritas Suku batak yang telah kehilangan
pasangan hidupnya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah
sampel yang memadai sesuai dengan kriteria peneliti. Penelitian ini telah
dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2014.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan setelah proposal penelitian disetujui oleh
fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, mendapat surat etik dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, setelah selesai
melakukan uji reliabilitas instrumen di Desa Pamah Kecamatan silinda, dan
terakhir mendapat surat ijin dari Kepala Desa Pagar Manik. Seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian agar semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi responden. Peneliti terlebih dahulu menemui responden dan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Peneliti memberikan kebebasan
pada responden dalam menentukan dirinya sehingga penelitian yang dilaksanakan
menghargai kebebasan dari setiap responden (self determination).
Peneliti juga sangat menghormati pilihan responden antara mau atau tidak
menjadi responden penelitian, sehingga tidak ada paksaan dalam penelitian ini.
Peneliti juga memberikan surat persetujuan (Informed Consent) antara peneliti
dengan responden agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian yang
dilakukan, dan jika subjek bersedia maka ia harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut. Peneliti juga memberikan kesempatan bagi responden untuk
responden juga tidak dicantumkan (anonymity) dan hanya menggunakan kode
agar memberikan jaminan kepada responden bahwa data yang didapat akan dijaga
kerahasiaannya (Confidentiality). Semua data yang diperoleh dari responden akan
digunakan untuk kepentingan penelitian saja.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berguna untuk mendapatkan informasi dari responden tentang spiritualitas lansia
Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan
Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua
buah kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner spiritualitas.
Kuesioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, dan lama hidup menjanda atau duda. Kuesioner spiritualitas yang
digunakan mengacu pada tinjauan pustaka dari Bukhardt (1993 dalam Kozier,
Erb, Blais & Wilkinson, 2004), dan Potter, P. A. & Perry, A. G. (2007), dengan
modifikasi dari peneliti sendiri. Kuesioner spiritualitas terdiri dari pernyataan
tentang hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan
orang lain, dan hubungan dengan lingkungan atau alam. Penilaian yang dilakukan
memggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu: Tidak pernah
(TP), jarang (J), sering (S), dan sangat sering (SS). Jumlah semua pernyataan
adalah 24 yang keseluruhannya adalah pernyataan positif. Untuk pernyataan
positif nilai TP =1, J =2, S =3, dan SS =4. Penghitungan penentuan interval akan
P=
P adalah panjang kelas dengan nilai tertinggi (96) dikurangi nilai terendah (24)
sehingga didapat rentang kelas dan banyak kelas adalah 2 kelas yaitu tinggi dan
rendah, sehingga didapat hasil tinggi (61-96) dan rendah (24-60).
6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Validitas isi dilakukan atas isinya untuk
memastikan apakah isi instrumen mengukur secara tepat keadaan yang ingin
diukur (Purwanto, 2007 dalam Siswanto, Susila, dan Suyanto, 2013). Pengujian
validitas pada penelitian ini menggunakan pengujian validitas isi (Content
Validity) yang dilakukan dengan menggunakan pendapat dari ahli (Judgment
Experts) untuk mengukur kevaliditasan instrumen penelitian yaitu kuesioner
(Sugiyono, 2010). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi
oleh salah satu dosen yang memiliki pengetahuan khusus dibidang spiritualitas di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yaitu ibu Nunung Febriany
Sitepu, S.kep, Ns, MNS.
Perubahan awal yang dilakukan adalah mengurangi pernyataan menjadi 24
dari 30 pernyataan yang disusun peneliti karena dinilai kurang relevan dan
memiliki makna yang sama sehingga mungkin akan menjadi bias pada hasil
dalam setiap pernyataan agar lebih sesuai, dan akhirnya seluruh pernyataan dinilai
valid dan seluruh pernyataan diberi nilai 4 kecuali pernyataan nomor 7, 11, dan 28
diberi nilai 3, jika dihitung nilai validitasnya (content validity index) yaitu nilai
skor hitung (93) dibagi nilai tertinggi (96) adalah 0.96, sehingga dinyatakan telah
valid secara validitas isi oleh ahlinya.
b. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah
baik. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya atau
benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang hasilnya
akan tetap sama (Arikunto, 2010). Uji reliabilitas telah dilakukan sebelum
pengumpulan data kepada 20 orang lansia pada tanggal 5-25 Februari 2014 di
desa sebelah yaitu Desa Pamah Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini
menggunakan rumus Uji Alpha Cronbach (Cronbach’s Alpha Coeffient), yang
dianalisa menggunakan proses komputerisasi.
Dari hasil uji yang dilakukan jika didapat nilai r alpha yang lebih besar dari
r tabel maka seluruh pernyataan dinyatakan reliabel (Arikunto, 2010). Suatu
instrumen dikatakan reliabel bila nilai reliabilitasnya > 0.7 (Polit & Hungler,
1995). Hasil uji reliabel yang dilakukan untuk penelitian ini adalah 0.803
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat ijin dari
fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara, lalu mendapat surat etik dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, dan mendapat ijin dari
Kepala Desa Pagar Manik. Selanjutnya peneliti menemui responden dan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Jika calon responden
bersedia menjadi menjadi responden maka diawali dengan mengisi lembar
informed consent, dan kemudian mengambil data dari kuesioner spiritualitas yang
diisi oleh responden.
Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden jika ada hal-hal
yang tidak diketahui atas pertanyaannya. Peneliti mengunjungi responden
masing-masing kerumahnya untuk membagikan kuesioner, saat pengisian kuesioner
responden didampingi oleh salah satu anggota keluarganya agar para lansia
tersebut tidak sedih jika harus mengingat suami atau istrinya yang sudah
meninggal. Responden yang tidak pandai membaca ataupun sudah rabun maka
peneliti akan membacakan kuesionernya kepada responden. Setelah responden
selesai mengisi kuesioner yang ada maka peneliti kembali memeriksa
kelengkapan data yang telah diisi, sehingga apabila terdapat data yang kurang
lengkap akan langsung dilengkapi oleh peneliti. Setelah memastikan semua data
telah diisi oleh responden maka peneliti mengucapkan terimaksih atas
8. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah para responden mengisi kuesioner yang
diberikan. Analisa data diawali dengan editing, yaitu memeriksa kembali
kebenaran data yang telah terkumpul kemudian dilanjutkan dengan pemberian
kode (coding) yaitu pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang telah di
kategorikan. Kemudian data yang sudah diberi kode akan dimasukkan (entri)
kedalam program komputer dan tahap selanjutnya adalah melakukan pembersihan
data apabila terdapat kesalahan saat pemasukan data kekomputer (cleaning).
Tahap selanjutnya adalah melakukan tekhnik analisis, yaitu analisis deskriptif
untuk menggambarkan suatu data secara sistematis.
Data akan dianalisis menggunakan tekhnik komputerisasi. Analisa deskriptif
yang digunakan akan menggambarkan spiritualitas lansia Suku Batak terhadap
kehilangan pasangan hidup. Data yang didapat akan ditampilkan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dan persentasi.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian beserta pembahasan mengenai
spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup yang telah
dilaksanakan oleh peneliti mulai tanggal 27 Februari hingga 31 Maret 2014
terhadap 41 orang lansia Suku Batak sebagai responden di Desa Pagar Manik
Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Penyajian data dalam penelitian
ini akan ditampilkan secara deskriptif yaitu karakteristik responden dan
spiritualitas pada lansia Suku Batak.
1. Hasil Penelitian
1.1 Deskriptif karakteristik responden
Responden pada penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang telah
kehilangan pasangan hidupnya yang bertempat tinggal di Desa Pagar Manik
Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai dengan jumlah responden
sebanyak 41 orang. Karakteristik responden yang diteliti meliputi usia, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lama hidup menjanda/duda.
Hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dari 41 orang responden
yang diteliti, mayoritas responden termasuk kedalam kelompok usia setengah
baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang responden (82.9%)
dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok usia tua (old) yaitu
usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas responden lansia berjenis
Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan terakhir SD sebanyak 28
orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani sebanyak 35 orang (85.4%), dan
lamanya responden telah kehilangan pasangan hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak
17 orang (41.4%). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi responden yaitu lansia Suku Batak di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Usia 6. Lama hidup menjanda/ duda
1.2 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa
Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai
Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup
dikategorikan tinggi dan rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapat bahwa mayoritas lansia memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi
sebanyak 27 orang (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki spiritualitas
rendah sebanyak 14 orang (34.1%). Spiritualitas lansia suku batak akibat
kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tinggi 27 65.9
2. Rendah 14 34.1
1.2.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak
akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki
dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang
responden (58.5%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:
spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan
pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tinggi 17 41.5
2. Rendah 24 58.5
1.2.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku
Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan
Silinda Kabupaten Serdang Bedagai
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki
dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri tinggi yaitu sebanyak 27 orang
responden (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:
hubungan dengan diri sendiri rendah yaitu 14 orang (34.1%). Dimensi
spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tinggi 27 65.9
2. Rendah 14 34.1
1.2.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak
akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki
dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain tinggi yaitu sebanyak 31 orang
(75.6%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan
dengan orang lain rendah yaitu 10 orang (24.4%). Dimensi spiritualitas: hubungan
dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup
dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Orang lain lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tinggi 31 75.6
1.2.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku
Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan
Silinda Kabupaten Serdang Bedagai
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki
dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam tinggi yaitu sebanyak 32
orang (78%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas:
hubungan dengan lingkungan/alam rendah yaitu 9 responden (22%). Dimensi
spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Lingkungan/alam lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tinggi 32 78
2. Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini menjelaskan tentang makna hasil penelitian
dan membandingkannya dengan penelitian sebelumnya atau dengan literatur yang
ada. Pembahasan hasil penelitian menjelaskan tentang karakteristik demografi dan
spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar
Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.
2.1 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum didapatkan bahwa spiritualitas
lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa pagar Manik
Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 27 orang lansia (65.9%)
berada pada tingkat spiritualitas tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Ebersole & Hess (1997) dalam Young & Koopsen (2007) yang
menyatakan bahwa spiritualitas merupakan faktor terpenting bagi lansia untuk
beradaptasi karena kehilangan orang tercinta, dan menurut Kozier, Erb, Blaiss &
Wilkinson (1995) dimana perkembangan spiritualitas lansia yang matang akan
membantu lansia dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Peneliti juga berasumsi
bahwa para lansia pada umumnya tinggal dan dirawat dengan baik oleh anak dan
keluarga yang lain setelah kehilangan pasangan hidupnya, sehingga para lansia ini
masih merasa berharga dan tidak akan merasa kesepian. Hal ini juga yang
memberikan dampak positif terhadap spiritualitas para lansia Suku Batak yang
telah kehilangan pasangan hidup, dengan sistem kekerabatan dan nilai agama
Berdasarkan penelitian didapatkan juga bahwa mayoritas lansia tergolong
kedalam kelompok usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan
jumlah 34 orang responden (82.9%), hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh
Taylor, et, all (1997) bahwa perkembangan spiritualitas pada tahap ini sudah lebih
matang, berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan keagamaan, sehingga membuat
individu lebih mampu untuk mengatasi masalah. Pertumbuhan spiritualitas pada
lansia menunjukkan perkembangan perasaan identitas, penciptaan, dan
pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain, dengan Tuhan, mampu
menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental (Young
dan Koopsen, 2007).
Berdasarkan penelitian juga didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Fatimah (2010) bahwa umur harapan hidup pada wanita 79.3
tahun dan umur harapan hidup pada laki-laki 72.7 tahun, dilanjutkan dengan
pernyataan Suardiman (2011) bahwa angka harapan hidup pada wanita 4-7 tahun
lebih panjang daripada laki-laki sehingga menyebabkan jumlah janda lebih
banyak daripada jumlah duda, dan menyatakan bahwa para wanita lebih mampu
mengatasi kondisi menjadi janda, karena memiliki hubungan persahabatan yang
erat dan mendalam dengan orang lain, dan umumnya sudah terbiasa memiliki
hubungan sosial yang luas dibanding dengan para duda.
Berdasarkan lamanya hidup menjanda/duda , lansia yang sudah
menjanda/duda selama 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%). Lamanya proses
tahun lamanya. Reaksi kesedihan yang terus menerus biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut 3-5 tahun setelah
pengalaman kehilangan orang terdekat (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004).
Kemungkinan para lanjut usia merasa dapat menerima untuk mengenali kesedihan
karena kehilangan pasangan hidup. Lansia sering mengalami banyak kepuasaan
hidup yaitu kegunaan dan kenikmatan hidup berakhir pada usia tua, semakin lama
seseorang hidup maka akan semakin banyak membentuk ikatan cinta (Rando,
1986, Kastenbaum, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Peneliti berasumsi bahwa
lamanya waktu hidup sebagai seorang janda/duda bagi seorang lansia
menyebabkan lansia tersebut sudah dapat menyesuaikan dirinya kembali.
Kebutuhan spiritualitas pada lansia umumnya dilakukan dengan mengisi
waktu untuk beribadah, karena dengan beribadah para lansia mendapatkan
ketenangan jiwa dan kedamaian (Setiti, 2007). Sedangkan berdasarkan latar
belakang budaya, seluruh responden bersuku Batak. Suku Batak memiliki
tuntunan agama dan nilai luhur yang menempatkan lanjut usia sebagai seorang
yang harus dihormati, dihargai, dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga
(Situmeang, 2007). Para lansia yang sudah janda/duda akan dirawat dengan baik
oleh keluarganya dan senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar
manusia, hal ini akan membuat para lansia tersebut tidak merasa kesepian, dan hal
ini juga didukung dengan sistem kepercayaan masyarakat Batak yang meyakini
adanya Tuhan yang Maha Tinggi yang disebut dengan Mula Jadi Nabolon dan
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa sebanyak 14 orang lansia
(34.1%) memiliki tingkat spiritualitas yang rendah akibat kehilangan pasangan
hidupnya. Hal ini bisa terjadi karena dampak kehilangan pada lansia khususnya
kehilangan karena kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat
berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan (Hidayat,
2009), khususnya bagi seorang duda yang kurang terlibat dalam kegiatan
keagamaan yang merupakan suatu sumber dukungan sosial dan kekuatan dari
Tuhan (Berk, 2007; 619 dalam Young dan Koopsen, 2007). Peneliti juga
berasumsi bahwa spiritualitas seorang juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup,
dimana pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu kehilangan pasangan hidup
dianggap sebagai suatu cobaan dan mempengaruhi spiritualitas lansia. Krisis dan
perubahan juga sangat mempengaruhi spiritualitas seorang lansia, proses penuaan
dan kehilangan yang dialami oleh lansia dapat menghilangkan spiritualitas
seseorang dan bersifat sangat emosional ( Craven & Hirnle, 1996). Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Hidayat (2004) bahwa kondisi kehilangan pasangan
hidup karena kematian akan mengakibatkan gangguan emosional dimana lansia
akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya. Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan bahwa lansia yang tidak matur dalam spiritualitas akan
menunjukkan kelemahan fisik, merasa putus asa, dan berkurangnya minat dalam
2.1.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup
Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki dimensi
spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang responden
(58.5%). Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Hamid (2000)
bahwa seiring bertambahnya usia seseorang keikutsertaan dalam upacara
keagamaan akan meningkat karena kelompok usia pertengahan dan lansia
mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha lebih
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Meskipun demikian
hasil ini didukung dengan nilai Budaya Batak yang menjadikan prioritas nilai
budaya yang pertama adalah kekerabatan dan yang kedua adalah religi, kedua
nilai prioritas ini menjadi ciri dan identitas bersama orang Batak (Harahap, 1940).
Nilai religi mencakup kehidupan keagamaan yang kemudian mengatur
hubungannya dengan Maha Pencipta yang posisinya berada lebih rendah
dibandingkan dengan nilai kekerabatan atau keakraban pada masyarakat batak
(Situmeang, 2007).
Tingkat spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan rendah disebabkan
oleh sebagian besar lansia jarang membaca kitab suci/buku-buku rohani yaitu 27
orang (65.9%), dan juga jarang bernyanyi lagu-lagu rohani setelah kematian
suami/istrinya yaitu 22 orang (53.7%), dan masih banyak juga para lansia yang
jarang mengikuti kegiatan kelompok-kelompok keagamaan di lingkungannya
yaitu 24 orang (58.5%). Peneliti berasumsi bahwa para lansia pada penelitian ini
memang sebagian besar lansia memiliki pendidikan yang rendah yaitu SD
sebanyak 28 orang (68.3%), ditambah lagi dengan penurunan penglihatan yang
dialami lansia yang mempersulit lansia dalam melakukan ritual ibadah seperti
membaca kitab suci yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Penuruan
kesehatan fisik para lansia seperti penurunan penglihatan pada umumnya,
sehingga menyebabkan para lansia ini tidak mampu melihat ataupun membaca
dengan baik, dan kurang aktif dalam kegiatan sosial. Hal ini didukung oleh
pernyataan Hardywinoto dan Setiabudhi (2012), dimana kondisi fisik lansia akan
mengalami perubahan yang tidak dapat dihindari, perubahan akan terlihat pada
jaringan dan organ tubuh, seperti kulit berkeriput, penglihatan semakin menurun,
pendengaran juga berkurang, tulang keropos dan mudah patah, otot jantung
bekerja tidak efisien, dan otak menyusut sehingga reaksi menjadi lambat.
Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada kemunduran psikis yang akhirnya
akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial lansia.
Hasil diatas juga didukung dengan pernyataan Setijani dan Tri (1998 dalam
Agus & Novia, 2008) menyatakan bahwa masalah umum yang dihadapi para
lansia dalam beribadah biasanya dikarenakan keadaan kesehatan yang mulai
menurun, sehingga pada umumnya kesempatan untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan ibadat di masyarakat (pengajian, misa gereja, dll) serta kegiatan-kegiatan ibadah
secara pribadi ( Sholat untuk yang beragam islam, bernyanyi, membaca Kitab
Suci) mulai berkurang juga. Lansia yang pengetahuan dan pendalaman tentang
agama yang diyakininya kurang mendalam, maka mereka tidak akan dapat
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa 17 orang responden
(41.5%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan tinggi.
Kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan dapat diwujudkan
dengan doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang penting
bagi setiap individu dan dapat memberikan ketenangan pada individu yang
melakukannya (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
2.1.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak
akibat kehilangan pasangan hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa 27 orang responden (65.9%)
memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang tinggi. Hal ini
menujukkan bahwa para lansia Suku Batak yang telah kehilangan pasangan
hidupnya tetap mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, juga masih memiliki
harapan karena didukung juga oleh para keluarga lansia tersebut. Hasil ini juga
didukung oleh pernyataan Potter & Perry (2005), bahwa orang tua atau lansia
sering mengarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri mereka bagi
orang lain sebagai tugas spiritual, sejalan dengan makin dewasanya seseorang
mereka sering introspeksi untuk memperkaya nilai yang telah lama dianutnya.
Kesehatan spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan
kedamaian dan penerimaan tentang diri sendiri. Hasil penelitian ini juga didukung
dengan tuntunan nilai Budaya Batak bahwa lansia Suku Batak menyadari bahwa
waktunya hidup didunia sudah tidak lama lagi sehingga para lansia ini akan
mengusahakan hidupnya sendiri dengan berbuat baik dan benar kepada keluarga
Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 14 orang (34.1%)
lansia yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang
rendah. Ketika seorang individu tidak mempunyai hubungan yang baik dengan
dirinya sendiri seperti kepercayaan, makna kehidupan, khusunya harapan maka
individu tersebut akan merasa hampa, letih/lesu, tidak bersemangat, dan terasa
mati (Kozier, et all (1995). Hubungan yang rendah dengan diri sendiri juga bisa
terjadi ketika para lansia ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri
yang sebelumnya dilakukan oleh pasangan hidupnya, seperti yang didukung oleh
pernyataan Young dan Koopsen (2007) bahwa seorang janda/duda akan
mengalami pergantian peran yang sebelumnya dikuasai oleh pasangannya, juga di
dukung oleh Suardiman (2011) yang menyatakan bahwa laki-laki yang sudah
duda akan mengalami kesulitan dalam hal hubungan sosial, tugas rumah tangga,
dan merasa kurang bebas mengekspresikan emosinya.
2.1.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak
akibat kehilangan pasangan hidup
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak
31 orang (75.6%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain
yang tinggi. Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang
lain, termasuk keluarga, teman akrab, rekan ditempat kerja, amggota komunitas
masyarakat, dan lingkungan tetangga. Persahabatan mencakup komunitas yang
mempunyai kepercayaan yang sama dan menciptakan ikatan yang kuat dengan
orang lain sehingga menjadi sumber harapan bagi individu tersebut (Farran, et al,
seperti cinta kasih, dukungan sosial, perhatian pada anak-anak/orang sakit,
menunjungi orang yang meninggal, dapat memberikan hubungan yang positif dan
memberikan bantuan dan dukungan terhadap masalah yang dihadapi seseorang
(Kozier, et all, 1995).
Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang
memiliki hubungan dengan intensitas yang tinggi terhadap sesamanya. Kesadaran
akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat membuat kadar partisipasi
yang kuat untuk senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar manusia,
dan apabila ada salah seorang anggota masyarakat yang berduka maka para
masyarakat akan melakukan hak dan kewajibannya pada orang tersebut,
khususnya bagi para lansia yang sudah janda ataupun duda akan dirawat dengan
baik oleh keluarganya (Harahap, 1940). Hal ini juga sesuai dengan nilai Budaya
Batak yaitu masyarakat Suku Batak akan melakukan penghiburan kepada orang
yang sedang berduka termasuk para lansia yang kehilangan pasangan hidupnya
untuk melakukan penghiburan dan memberikan kata-kata nasihat kepada yang
berduka agar lebih berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan (Sinaga,
2010).
2.1.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku
Batak akibat kehilangan pasangan hidup
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 32 responden (78%)
memiliki hubungan yang tinggi dengan lingkungan/alam. Hubungan dengan
alam/lingkungan meliputi mengetahui tentang tanaman, rekreasi (menonton TV,
dapat menyelaraskan hubungan antara jasmani dan rohani sehingga timbul
perasaan kesenangan dan kepuasan dalam kebutuhan spiritualnya (Puchalski,
2004), hal ini terlihat dari hasil penelitian mayoritas lansia 21 orang (51.2%)
sangat sering bercocok tanam walaupun telah kematian pasangan hidup. Sebagian
lansia sering berjalan-jalan saat tidak memiliki kegiatan yaitu 23 orang (56.1%),
dan terdapat 19 orang (46.3%) sering menonton TV ataupun mendengarkan musik
di rumah jika merasa sendiri.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang
mengatur hakekat hubungan manusia dengan alam yang pada awalnya
membangun suatu perkampungan atau desa yang disebut dengan huta sehingga
memiliki hubungan yang akrab dengan alam, karena alam dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (Harahap, 1940), hal ini didukung dengan hasil
penelitian bahwa mayoritas pekerjaan responden sebanyak 35 orang (85.4%)
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka didapatkan
kesimpulan penelitian yaitu: mayoritas responden termasuk kedalam kelompok
usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang
responden (82.9%) dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok
usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas
responden lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), seluruh
responden beragama Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan
terakhir SD sebanyak 28 orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani
sebanyak 35 orang (85.4%), dan lamanya responden telah kehilangan pasangan
hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%).
Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa
Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai berada dalam
kategori tinggi yaitu sebanyak 27 orang (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan
dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada
dalam kategori rendah sebanyak 24 orang responden (58.5%). Dimensi
spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 27 orang
responden (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia
sebanyak 31 orang responden (75.6%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan
lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada
dalam kategori tinggi sebanyak 32 orang responden (78%).
2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan beberapa saran
sebagai perbaikan dan pemanfaatan penelitian mengenai spiritualitas lansia Suku
Batak akibat kehilangan pasangan hidup, yaitu:
1. Pelayanan keperawatan
Para perawat di Rumah Sakit Khususnya di komunitas diharapkan selalu
melakukan asuhan keperawatan secara holistik, khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan spiritualitas seorang lansia dengan pendekatan kultural, khususnya bagi
lansia yang telah mengalami kehilangan pasangan hidup, agar perawat dapat
membimbing para lansia yang sudah berstatus janda/duda tersebut menemukan
koping yang positif dan meningkatkan spiritualitasnya, sehingga dapat
memberikan pengaruh yang positif juga terhadap kesehatan lansia.
2. Institusi keperawatan
Bagi pendidikan keperawatan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
informasi tambahan tentang pengkajian spiritualitas dengan pendekatan kultural,
sehingga perlu diberikan penekanan materi tentang spiritualitas khususnya bagi
3. Peneliti selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi informasi tambahan
dan bisa sebagai bahan masukan jika akan melakukan penelitian dengan Suku
yang lain. berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa spiritualitas lansia Suku
batak akibat kehilangan pasangan hidup adalah tinggi, namun spiritualitas yang
berhubungan dengan Tuhan rendah, sehingga mungkin perlu diteliti tentang
kendala yang dihadapi para lansia khususnya Suku Batak dalam memenuhi
kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan.
3. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 41 orang, dan
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mungkin perlu diteliti dengan jumlah
sampel yang lebih banyak dan beragam. Pada penelitian ini juga lamanya hidup
menjanda/duda beragam dari 1 sampai 10 tahun sehingga memungkinkan para
lansia sudah beradaptasi dan memiliki spiritualitas yang baik, sehingga mungkin
bisa dilakukan penelitian dengan terlebih dahulu menentukan lamanya para lansia