• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah - Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Semen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah - Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Semen"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Das (2008) mengatakan tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral padat dengan zat cair, yang membentuk sistem tiga, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram fase tanah

Gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V

dan berat total W, sedangkan Gambar 2.1 (b) memperlihatkan hubungan berat dan

volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :

𝑊𝑊= 𝑊𝑊𝑠𝑠+𝑊𝑊𝑤𝑤 (2.1)

dan

𝑉𝑉= 𝑉𝑉𝑠𝑠+𝑉𝑉𝑤𝑤 +𝑉𝑉𝑎𝑎 (2.2)

𝑉𝑉𝑣𝑣 =𝑉𝑉𝑤𝑤 +𝑉𝑉𝑎𝑎 (2.3)

Dengan:

(2)

𝑊𝑊𝑤𝑤 = berat air

𝑉𝑉𝑠𝑠 = volume butiran padat 𝑉𝑉𝑤𝑤 = volume air

𝑉𝑉𝑎𝑎 = volume udara

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Moisture Water Content)

Kadar air (𝑤𝑤𝑠𝑠) adalah persentase perbandingan berat air (𝑊𝑊𝑤𝑤) dengan berat

Porositas (𝑛𝑛) merupakan persentase perbandingan antara volume rongga

(3)

𝑉𝑉 = Volume total

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)

Angka Pori (𝑒𝑒) adalah perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑉𝑣𝑣) dengan

volume butiran (𝑉𝑉𝑠𝑠) dalam tanah. Angka pori tanah (𝑒𝑒) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑒𝑒= 𝑉𝑉𝑣𝑣

𝑉𝑉𝑠𝑠 (2.6)

Dimana:

𝑒𝑒 = Porositas 𝑉𝑉𝑣𝑣 = Volume rongga 𝑉𝑉𝑠𝑠 = Volume butiran

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)

Berat volume basah (𝛾𝛾𝑏𝑏) adalah perbandingan antara berat butiran tanah

termasuk air dan udara (𝑊𝑊) dengan volume total tanah (𝑉𝑉). Berat volume tanah (𝛾𝛾𝑏𝑏) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑏𝑏 = 𝑊𝑊𝑉𝑉 (2.7)

Dimana:

(4)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑) adalah perbandingan antara berat butiran tanah

(𝑊𝑊𝑠𝑠) dengan volume total tanah (𝑉𝑉). Berat volume tanah (𝛾𝛾𝑏𝑏) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑑𝑑 = 𝑊𝑊𝑉𝑉𝑠𝑠 (2.8)

Dimana:

𝛾𝛾𝑑𝑑 = Berat volume kering 𝑊𝑊𝑠𝑠 = Berat butiran tanah 𝑉𝑉 = Volume total tanah

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (𝛾𝛾𝑠𝑠) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑊𝑠𝑠) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑉𝑠𝑠). Berat volume butiran padat (𝛾𝛾𝑠𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑠𝑠 = 𝑊𝑊𝑉𝑉𝑠𝑠

𝑠𝑠 (2.9)

Dimana:

𝛾𝛾𝑠𝑠 = Berat volume padat 𝑊𝑊𝑠𝑠 = Berat butiran tanah

(5)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (𝐺𝐺𝑠𝑠) adalah perbandingan antara berat volume butiran

tanah (𝛾𝛾𝑠𝑠) dengan berat volume air (𝛾𝛾𝑤𝑤) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (𝐺𝐺𝑠𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝐺𝐺𝑠𝑠 = 𝛾𝛾𝛾𝛾𝑤𝑤𝑠𝑠 (2.10)

Dimana:

𝛾𝛾𝑠𝑠 = Berat volume padat 𝛾𝛾𝑤𝑤 = Berat volume air 𝐺𝐺𝑠𝑠 = Berat jenis tanah

Adapun penilaian serta batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organic 2,62 - 2,68 Lempung organic 2,58 - 2,65 Lempung tak organic 2,68 - 2,75

Humus 1,37

(6)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat Kejenuhan suatu (𝑆𝑆) adalah perbandingan antara volume air (𝑉𝑉𝑤𝑤)

dengan volume total rongga pori tanah (𝑉𝑉𝑣𝑣). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka 𝑆𝑆 = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (𝑆𝑆) dapat dinyatakan dalam persamaan:

𝑆𝑆 (%) = 𝑉𝑉𝑤𝑤

𝑉𝑉𝑣𝑣 𝑥𝑥 100 (2.11)

Dimana:

𝑆𝑆 = Derajat Kejenuhan 𝑉𝑉𝑤𝑤 = Berat volume air

𝑉𝑉𝑣𝑣 = volume total rongga pori tanah

Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25

Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

(7)

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan

Swedia, Atterberg pada tahun 1911. Batas-batas Atterberg digunakan untuk

mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan

engineering behavior tanah berbutir halus.

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung, yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg

2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan

cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang

(8)

sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat

dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Alat uji batas cair

2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (plastic limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan

(9)

Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).

2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan

𝑆𝑆𝑆𝑆 = �(𝑚𝑚1−𝑚𝑚2)

𝑚𝑚2 −

(𝑣𝑣1−𝑣𝑣2)𝛾𝛾𝑤𝑤

𝑚𝑚2 � 𝑥𝑥 100 % (2.12)

dengan

𝑚𝑚1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

𝑚𝑚2 = berat tanah kering oven (gr)

𝑣𝑣1 = volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑐𝑚𝑚3)

𝑣𝑣2 = volume tanah kering oven (𝑐𝑐𝑚𝑚3)

𝛾𝛾𝑤𝑤 = berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

(10)

PI = LL - PL (2.13)

Dimana:

PI = Indeks plastisitas LL = Batas cair

PL = Batas plastis

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2002)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif < 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah

Klasisfikasi tanah sangat membantu dalam perencanaan karena dapat membantu para engineer untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan perilaku tanah selama masa konstruksi ataupun selama pembebanan. Hal ini dikarenakan pengklasifikasian tanah didasarkan oleh sifat-sifat teknis tanah dan akumulasi pengalaman-pengalaman para insinyur terdahulu (Holtz dan Kovacs, 1981).

(11)

dan plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.

2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified

Pada sistem unified, tanah akan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir

kasar jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomor 200, dan akan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

G = kerikil (gravel)

S = pasir (sand)

C = lempung (clay)

M = lanau (silt)

O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay)

Pt = gambut (peat)

W = bergradasi baik (well-graded)

P = bergradasi buruk (poor-graded)

H = plastisitas tinggi (high-plasticity)

(12)

Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation

Official) membagi tanah ke dalam 7 kelompok yaitu A-1 sampai dengan A-7.

(13)

empiris kemudian dievaluasi terhadap indeks kelompoknya. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.

Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah

2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama.

Beberapa kegunaan pemadatan tanah (compaction) adalah:

1. Meningkatkan kekuatan geser. 2. Mengurangi kompresibilitas. 3. Mengurangi permeabilitas. 4. Mengurangi potensi likuifaksi.

5. Kontrol swelling dan shrinking.

(14)

Pada tanah granuler mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Sedangkan pada Pada tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah. Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,

yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort

(Bowles, 1984).

Hubungan berat volume kering (𝛾𝛾𝑑𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝛾𝑏𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝛾𝑑𝑑 =1 + 𝑤𝑤𝛾𝛾𝑏𝑏 (2.14)

Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder

mould dengan volume 9,34 x 104 𝑚𝑚3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan

tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25

kali pukulan.

Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan

(15)

Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test

Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compresion Test) merupakan salah satu

cara laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur seberapa kuat tanah menerima kuat tekan yang diberikan hingga tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya, uji kuat ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut.

(16)

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

𝜏𝜏𝑓𝑓 = 𝜎𝜎12 = 𝑞𝑞2𝑢𝑢 = 𝑐𝑐𝑢𝑢 (2.15)

Dimana:

𝜏𝜏𝑓𝑓 = Kuat geser

𝜎𝜎1 = Tegangan utama 𝑞𝑞𝑢𝑢 = kuat tekan bebas tanah

𝑐𝑐𝑢𝑢 = kohesi

Pada Gambar 2.8 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian

Unconfined Compresion Test (UCT).

Gambar 2. 8 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)

(17)

Tabel 2.4 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 2002)

Konsistensi 𝒒𝒒𝒖𝒖 (kN/m2)

Lempung keras >400

Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah

ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang

terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

𝜏𝜏𝑓𝑓 =𝑐𝑐+ 𝜎𝜎tan∅ (2.16)

dimana : c = kohesi

(18)

Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.

2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan

contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah

kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded

(19)

diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio

(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut

diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired

sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

𝑆𝑆𝑡𝑡 = 𝑞𝑞𝑢𝑢𝑎𝑎𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎

𝑞𝑞𝑢𝑢𝑘𝑘𝑒𝑒𝑘𝑘𝑢𝑢𝑠𝑠𝑎𝑎𝑘𝑘𝑎𝑎𝑛𝑛 (2.17)

dimana, St = kesensitifan

(20)

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sensitifitas lempung (Das, 2008)

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit,

berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

𝜀𝜀 = ∆𝑆𝑆𝑆𝑆0 (2.18)

Dimana :

(21)

∆L = Perubahan panjang (cm)

Lo = Panjang mula-mula (cm)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :

𝐴𝐴 = 1− 𝜀𝜀𝐴𝐴0 (2.19)

Dimana :

A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :

𝜎𝜎= 𝑃𝑃

k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

𝑆𝑆𝑡𝑡 = 𝜎𝜎′𝜎𝜎 (2.21)

Dimana :

St = Nilai sensitivitas tanah

σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)

(22)

2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung

Beberapa sumber dari penulis buku mengatakan tentang definisi tanah lempung antara lain:

1. Das (2008), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm.

Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).

Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran

(23)

Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.12 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain

dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite

(24)

a. Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung

karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya

berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan

diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr. Silica tetrahedral

merupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu

lembaran alumina oktahedran (gibbsite) dan membentuk satu unit dasar

dengan tebal sekitar 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder.

Gambar 2.13 Struktur Kaolinite (Das, 2008).

b. Montmorillonite mempunyai susunan kristal yang terbentuk dari susunan

dua lempeng silika tetrahedral yang mengapit satu lempeng alumina

(25)

daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å

(0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya Van Der

Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa

montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat

sehingga mudah mengalami proses pengembangan.

Gambar 2.14 Struktur Montmorillonite (Das, 2008).

c. Illite.

Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite

mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan. Illite

memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus

sebagai pengikat.

• Pada lempeng tetrahedral terdapat ± 20% pergantian silikon (Si)

(26)

• Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana

montmorillonite.

Gambar satuan unit illite ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut ini.

Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 2008)

Mineral lempung dapat berbentuk berbeda, hal ini dikarenakan oeh substitusi dari katkation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Apabila ion-ion yang disubstitusikan memiliki ukuran yang sama disebut ishomorphous. Dan

jika anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation

diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium

disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation,

maka mineral tersebut disebut brucite.

2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung

Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi.

(27)

lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktivitas.

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:

𝐴𝐴 = 𝑃𝑃𝑃𝑃

𝑓𝑓𝑘𝑘𝑎𝑎𝑘𝑘𝑠𝑠𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑛𝑛𝑎𝑎ℎ𝑎𝑎𝑒𝑒𝑚𝑚𝑙𝑙𝑢𝑢𝑛𝑛𝑙𝑙

Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Pada nilai 1,25<A<0,75 tanah digolongkan normal sedangkan tanah dengan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Bowles, 1984)

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,

3 .Flokulasi dan disperse

(28)

4 .Pengaruh Zat cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu sisi dan muatan negatif disisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada Gambar 2.16 berikut.

Gambar 2.16 Sifat dipolar molekul air (Das, 2008)

Karena molekul air bersifat dipolar, permukaan partikel lempung menarik moleku air secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan

hydrogen bonding, yaitu:

1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

(29)

Gambar 2.17 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Hardiyatmo, 2002) Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeable kation. Exchangeable cation adalah

keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan

daya tarik exchangeable cation yang besar daripada kaolinite. Kalsium dan

magnesium merupakan Exchangeable cation yang paling dominan pada tanah,

sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada

beberapa factor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation,

besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3> Ca+2> Mg+2> NH +4> K+> H+> Na+> Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)

Contohnya pada kapur (CaOH), dimana sodium tanah lempung diganti

oleh kalsium, dimana kalsium memiliki daya berganti (replacing power) yang

(30)

2.2.1.2Pertukaran ion tanah lempung

Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water.

Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia

dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada Gambar.2.18.

Gambar 2.18 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan partikel lempung

2.2.2 Semen 2.2.2.1Umum

2.2.2.2Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu

(31)

Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.

2 Semen hidrolik.

Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.3Semen Portland

Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.4Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :

1. Semen Portland Biasa

(32)

2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.

3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :

a. Panas hidrasi rendah

b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

c. Susut akibat proses pengeringan rendah

(33)

5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland Blended

Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain

gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly

ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen Portland blended adalah : a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)

b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement)

d. Semen Super Masonry

(34)

Table 2.8 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement

Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992

2.2.3 Abu Ampas Tebu (AAT) 2.2.3.1Ampas tebu

Ampas tebu (bagasse of sugar cane) merupakan limbah hasil penggilingan

(35)

Gambar 2.19 Proses penggilingan tebu Sumber: http://web.ipb.ac.id

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah, yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu: ampas tebu (bagasse), abu boiler dan

blotong (filter cake). Berdasarkan data FAO

(36)

Tabel 2.7 Produksi dan Produktivitas Tebu dan Gula

R* = Rangking. (Sumber:

Ampas tebu memiliki beberapa kegunaan, antara lain: 1. Digunakan sebagai bahan bakar boiler

2. Digunakan sebagai pupuk

3. Digunakan sebagai energi alternatif (biomassa) 4. Digunakan sebagai bahan pembuat kertas nonkayu 5. Digunakan sebagai pakan ternak (tetes tebu) 6. Dll

Ampas tebu (bagasse) ini memiliki aroma yang segar dan tidak

menimbulkan bau busuk karena ampas tebu mudah dikeringkan. Limbah padat yang kedua adalah blotong. Blotong merupakan endapan limbah pemurnian nira sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Blotong memiliki bentuk seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah.

Limbah ampas tebu (bagasse) yang berlebih dapat membawa masalah bagi

(37)

area yang luas. Ampas tebu mengandung karena di dalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas dan mudah terbakar. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel,ampas tebu juga dibakar secara berlebihan (inefisien) untuk mengatasi

kelebihan ampas.

Berdasarkan siaran pers No :S. 563/II/PIK-1/2005 yang dikeluar kan oleh Departemen Kehutanan, menyatakan bahwa potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar. Hal ini disebabkan oleh luas tanaman tebu di Indonesia adalah 395.399,44 ha ,yang tersebar di pulau Sumatera seluas 99.383,42 ha, pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, pulau Kalimantan seluas 13.970 ha, dan pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton ampas tebu. Sehingga dari total luas tanaman tebu, potensi yang dapat tersedia mencapai 39.539.994 ton per tahun.

2.2.3.2Abu ampas tebu

Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran

(38)

Rata – rata ampas tebu yang diperoleh dari proses giling 32 % tebu. Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 24 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 7,68 juta ton ampas per tahun.

Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah uruk (Noerwasito, 2004).

2.2.3.3Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II

Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II merupakan pabrik gula terbesar di Sumatera Utara selain Kuala Madu. PGSS menghasilkan gula cukup besar dengan dukungan dari 5 kebun yakni Sei Semayang, Bulu Cina, Helvetia, Klumpang dan Saentis. Produk gula yang dihasilkan sampai sekarang hanya untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri saja, khususnya daerah yang terdapat di pulau Sumatera.

Berdasarkan pengelompokan gula negara, Pabrik Gula Sei Semayang dikategorikan dalam D pengelompokan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.59/ Kpst/EKK /10/1977 yang mengelompokan pabrik gula berdasarkan kapasitas :

(39)

limbah abu ampas tebu Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II umumnya dibuang begitu saja dihalam pabrik. Masyarakat sekitar biasanya menggunakan abu ampas tebu ataupun limbah hasil penggilingan tebu lain seperti blotong sebagai pupuk. Ini membuat limbah abu ampas tebu terbuang sia-sia karena tidak dimanfaatkan secara optimal. Produksi gula pada Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Data Produksi Gula PTPN II tahun 2012

(40)

Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu

Senyawa kimia Persentase(%)

SiO2 71

Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan persyaratan dan memiliki mutu yang baik.

(41)

dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

Stabilisasi memiliki 3 (tiga) cara yaitu: mekanis, fisis dan penambahan campuran (admixture)) seperti cara dengan menggunakan lapisan tambah pada

tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan pemampatan

di lapangan serta dapat juga dengan melakukan memompaan air tanah sehingga air tanah mengalami penurunan. Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi, abu cangkak sawit, abu ampas tebu, fly ash, bitumen dan

bahan-bahan lainnya. Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixture) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kekuatan b. Mengurangi deformabilitas c. Menjaga stabilitas volume d. Mengurangi permeabilitas e. Mengurangi erodibilitas f. Meningkatkan durabilitas

2.2.4.1Stabilisasi Tanah dengan Semen

(42)

Pada penelitian ini digunakan semen dengan jenis Portland cement tipe-I

dan abu ampas tebu. Kelebihan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah adalah :

a. Meningkatkan kekuatan dan kekakuan (stiffness)

b. Stabilitas volume yang lebih baik c. Meningkatkan durabilitas

2.2.4.2Proses kimia pada stabilisasi tanah dengan Semen

Suardi (225) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut:

a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;

Jika Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat.

(43)

b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat; Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2

Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah

ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.

2.2.4.3Stabilisasi Tanah Dengan abu ampas tebu

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat

Gambar

Gambar 2.1 Diagram fase tanah
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo,  2002)
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo,  2002)
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Peforma Sosial merupakan perilaku organisasi yang ditujukan untuk mendemonstrasikan kerja sama dan kesopanan dengan orang lain.. • Peforma Politis merupakan perilaku organisasi

Berdasarkan hasil wawancara singkat antara peneliti dengan beberapa guru bahasa Inggris di SMP Negeri 14 Cirebon, ditemukan kesimpulan bahwa kecenderungan Kurikulum

Furthermore the interaction with other long-term environmental factors (rainwater) as well as the impact of sudden environmental events (earthquakes, flood,

dan atau sanggahan dalam bentuk apapun juga, sehubungan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan Penerima Kuasa berdasarkan surat kuasa ini serta segala akibatnya

Test Purpose: Requirement /req/eowcs/getCapabilities-response-coverageSummary: In the response to a successful GetCapabilities request containing an EO Coverage in a

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan kepala sekolah terhadap program literasi berbasis Pendidikan Agama Islam di SMK Bhakti Nusantara

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kualitas tidur pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi

Secara geografis sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana, dan salah satu bencana yang sering tejadi adalah bencana hidrometeorologi