• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR NON MIGAS INDONESIA KE JEPANG TAHUN 1986-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR NON MIGAS INDONESIA KE JEPANG TAHUN 1986-2008"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR

NON MIGAS INDONESIA KE JEPANG TAHUN 1986-2008

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

FITRIA TISNA KUMALASARI

F.1106031

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan kepada :

1. Ayah (Alm.) dan Ibu tersayang dan terkasih 2. Kakak dan adikku

(5)

HALAMAN MOTTO

Syukur adalah jalan yang mutlak untuk mendatangkan lebih banyak kebaikan dalam hidup anda.

(Marci Shimoff)

Tolong menolonglah kamu dalam hal kebajikan dan bertaqwa, serta jangan tolong menolong dalam hal dosa dan kejahatan.

(QS. Al Maidah : 2)

Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang Tahun 1986-2008”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi. Namun berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis manghaturkan terima kasih kepada : 1. Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. M.Com, Ak. Bambang Sutopo, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(7)

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staff dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan dan pelayanan kepada penulis.

6. Kedua orang tua dan keluarga besar yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis.

7. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 Non Reguler dan semua sahabatku terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Juni 2010

(8)
(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian………... 50

B. Jenis dan Sumber Data………. 50

C. Definisi Variabel Operasional……….. 50

D. Metode Pengumpulan Data……….. 52

E. Metode Analisis Data……….. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Variabel………... 61

B. Analisis Data dan Pembahasan……… 70

1. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Non Migas Indonesia……….. 70 2. Pembahasan Hasil……… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 82

B. Saran……… 84

DAFTAR PUSTAKA 86

(10)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1 Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2005-2007 (juta US$) ... 2

1.2 Perkembangan Nilai Ekspor non migas Indonesia Tahun 1996-2008 (juta US$) ... 4

1.3 Nilai Ekspor ke Jepang, AS, dan Singapura pada Tahun 2004-2008 (juta US$) ... 5

3.2 Ilustrasi Keunggulan Absolut dari Adam Smith ... 14

2.2 Ilustrasi Tingkat Efisiensi Tenaga Kerja David Ricardo ... 17

2.3 Ilustrasi Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja David Ricardo ... 17

2.4 Perhitungan Efisiensi Tenaga Kerja Relatif ... 18

4.1 Perkembangan ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang dari Tahun 1986-2008 (juta US$) ... 59

4.2 Perkembangan Impor Indonesia dari Jepang pada Tahun 1980-2008 (juta US$) ... 64

4.3 Perkembangan Inflasi di Jepang dari Tahun 1986-2008 (%) ... 66

4.4 Perkembangan Kurs Yen terhadap Dollar dari Tahun 1986-2008 (yen) 68 4.5 Perkembangan Pendapatan Perkapita Jepang dari Tahun 1986-2008 (dollar) ... 69

4.6 Tampilan Hasil Estimasi Model Akhir ... 71

4.7 Hasil Perhitungan Koefisien Beta ... 75

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Daerah Kritis Ujit………..………. 54

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F……… 56

Gambar 3.3 Daerah Ho Diterima dan Ditolak Uji Autokorelasi

(13)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR NON MIGAS INDONESIA KE JEPANG TAHUN 1986-2008

ABSTRAK

Fitria Tisna Kumalasari F1106031

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh impor, inflasi, kurs dan pendapatan perkapita negara tujuan yaitu Jepang terhadap ekspor non migas Indonesia. penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka dengan menggunakan data time series tahun 1989 sampai 2008. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda guna dapat mengukur arah dan besaran pengaruh beberapa variabel bebas (independent variabel) terhadap perkembangan ekspor non migas Indonesia (dependent variabel). Pengolahan data data dilakukan dengan program Econometric Views (E-Views) versi 4.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) impor berpengaruh positif dan signifikan, setiap peningkatan 1% impor akan meningkatkan ekspor non migas Indonesia ke jepang sebesar 0,322065%; (2) inflasi berpengaruh negative, setiap kenaikan 1% inflasi akan menurunkan ekspor non migas ke jepang sebesar 0,088218%; (3) kurs berpengaruh positif dan signifikan, setiap peningkatan 1% kurs akan meningkatkan ekspor non migas Indonesia ke jepang sebesar 3,029065%; (4) pendapatan perkapita Jepang berpengaruh positif dan signifikan, setiap peningkatan 1% pendapatan perkapita jepang akan meningkatkan ekspor non migas Indonesia ke jepang sebesar 3,439601%.

Berdasarkan temuan – temuan tersebut maka diajukan saran - saran. Bagi pemerintah, hendaknya menjaga kestabilan inflasi. Dan untuk pelaku bisnis hendaknya menjaga daya saing produk agar dapat bersaing dengan negara lain.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, artinya bahwa negara tersebut melakukan transaksi ekonomi dengan pihak luar negeri atau yang sering disebut dengan perdagangan internasional yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan serta memenuhi kebutuhan dalam negeri. Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan selera atau pola konsumsi antar negara, dan timbulnya perdagangan internasional terutama sekali karena suatu negara bisa menghasilkan barang tertentu secara lebih efisien daripada negara lain (Boediono, 1993).

Adanya keterkaitan dan ketergantungan serta persaingan global menyebabkan kehidupan dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi internasional (Hamdy Hadi, 2004). Dengan kata lain dalam era global dan perdagangan bebas saat ini dapat dikatakan tidak ada lagi negara-negara

yang “autarki”, yaitu negara yang hidup terisolasi tanpa mempunyai

hubungan ekonomi, keuangan maupun perdagangan internasional (ekspor dan impor).

(15)

Peningkatan ekspor merupakan kegiatan utama untuk menghasilkan devisa untuk membiayai pembangunan di sektor riil maupun non riil.

Ekspor Indonesia pada awalnya didominasi oleh produk-produk minyak dan gas bumi (migas). Sejak tahun 1974 sampai tahun 1986 pembiayaan ekonomi Indonesia banyak tergantung dari penerimaan minyak dan gas bumi. Keadaan yang demikaian menyebabkan perekonomian Indonesia sangat peka terhadap perubahan harga migas di pasar Internasional.

Pergeseran ekspor Indonesia terjadi sejak tahun 1989, dengan kontribusi ekspor non migas lebih besar. Hal ini di sebabkan karena tahun 1982 harga minyak turun hingga 50 persen sehingga pendapatan negara dari sektor ekspor migas menurun. Ini memicu pemerintah mencari alternatif sebagai pengganti ekspor migas yang terus merosot. Salah satunya adalah mengembangkan dan meningkatkan ekspor non migas (Lestiyono, 2007). Pada tabel 1.1 akan memperlihatkan neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2005-2007.

Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Indonesia tahun 2005-2007 (juta US$)

S

Peran perdagangan internasional Indonesia sangat besar. Hal ini terlihat pada tabel 1.1 dimana neraca perdagangan Indonesia dari tahun

(16)

2005-2007 mengalami surplus. Pada tahun 2005 ekspor Indonesia sebesar 86.995 juta US$ sedangkan impornya 69.462 juta US$ dapat disimpulkan Indonesia memperoleh surplus sebesar 17.533 juta US$. Pada tahun 2006 ekspor Indonesia sebesar 103.528 juta US$ sedangkan impornya sebesar 73.868 juta US$ dapat disimpulkan Indonesia memperoleh surplus sebesar 29.660 juta US$. Pada tahun 2007 ekspor Indonesia sebesar 118.014 juta US$ sedangkan impornya sebesar 84.930 juta US$ dapat disimpulkan Indonesia memperoleh surplus sebesar 33.084 juta US$. Pada neraca perdagangan Indonesia tahun 2005-2007 ekspor non migas Indonesia slalu mengalami kenaikan hal ini terbukti pada tahun 2005 sebesar 66.753 juta US$ dan pada tahun 2007 telah mencapai 93.142 juta US$. Ekspor non migas masih mendominasi dari nilai total ekspor dalam neraca perdagangan.

(17)

ekspor migas maupun non migas Indonesia pada tahun 1996-2008 (juta

2008 107,894.1 98,644.4 17.26

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, BPS (telah diolah)

(18)

kemajuan yang sangat pesat terbukti pada tahun 2004 ekspor non migas Indonesia 55.939,3 juta US$ dan untuk tahun 2008 ekspor non migas Indonesia mencapai 107.894,1 juta US$. Hal ini juga terbukti pada neraca perdagangan Indonesia yang mengalami kenaikan.

Tujuan ekspor non migas Indonesia menurut negara tujuan adalah negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan beberapa negara-negara Erpoa lainnya. Tabel 1.3 menunjukkan nilai ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura pada tahun 2005-2008.

Tabel 1.3 Nilai Ekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Singapura pada 2006 12,198.60 27.5764 10,682.50 12.35394 7,824.20 10.68953 2007 13,092.80 7.330349 11,311.30 5.886263 8,990.40 14.90504 2008 13,795.50 5.367072 12,531.00 10.78302 10,104.60 12.39322

Sumber: Departemen Perdagangan, diolah.

(19)

merupakan negara-negara tujuan utama ekspor non migas Indonesia. Akan tetapi Jepang merupakan negara yang paling signifikan dalam perkembangan ekspor non migas Indonesia.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penelitian ini berjudul“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR NON MIGAS INDONESIA KE JEPANG TAHUN 1986

SAMPAI 2008”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh impor, kurs, inflasi, dan pendapatan per kapita Jepang terhadap ekspor non migas Indonesia ke Jepang? 2. Faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi ekspor non

migas Indonesia ke Jepang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh impor, kurs, inflasi, pendapatan per kapita Jepang terhadap ekspor non migas Indonesia ke Jepang. 2. Mengetahui faktor apa yang dominan terhadap ekspor non migas

(20)

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan tentang ekspor non migas di Indonesia. 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dengan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Permintaan dan Penawaran

Berdasarkan anggapan-anggapan tertentu, perdagangan antar negara dapat juga dipandang dari segi permintaan dan penawaran. Tegasnya perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan penawaran disebabkan oleh perbedaan kualitas dan kuantitas faktor-faktor produksi negara yang satu dengan yang lain. Perbedaan permintaan dapat disebabkan perbedaan pendapatan dan kesukaan(cita rasa, preferensi)

Approach ini menggunakan beberapa angapan, yaitu sebagai berikut: 1. Pasar dengan persaingan sempurna

(22)

Grafik 1 Timbulnya Perdagangan Internasional

Keterangan:

(23)

Proses kesamaan tingkat dua macam harga ini akan berlangsung terus, sehingga jumlah yang diekspor dari negara A yaitu B1, B4, sedang jumlah yang diimpor dari negara A oleh negara B adalah K1.K4, dan harga kesetimbangannya adalah OP.

Bila peranan ongkos angkutan diperhatikan, maka harga di kedua negara itu tidak sama tingginya. Perbedaannya sebesar ongkos angkut itu sendiri. Bila P3.P4 ongkos, maka volume perdagangan antara A dan B akan berkurang. Ekspor dari negara A sebesar B2.B3, dan impor negara B sebesar K3.K2. Jadi, ongkos-ongkos angkut akan menyebabkan perbedaan harga dan volume perdagangan menjadi kecil.

2. Pekembangan Teori Perdagangan

Perdaganngan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara tidak memenuhi semua kebutuhan dari hasil produksi dalam negaranya sendiri sehingga diperlukan transaksi perdagangan. Hal ini terjadi karena setiap negara dengan mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumberdaya alam, modal, sumberdaya manusia, teknologi, konfigurasi geografis, struktur ekonomi dan lain sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional (Halwani, 2003).

(24)

kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Hal ini memungkinkan karena ada barang yang hanya dapat diproduksi di daerah dan iklim tertentu, atau karena suatu negara mempunyai kombinasi faktor-faktor produksi lebih baik dari negara lainnya, sehingga negara itu dapat menghasilkan barang yang lebih bersaing (Amir M.S. 2000).

Pada dasarnya, perdagangan internasional bisa terjadi apabila kedua belah pihak memperoleh manfaat atau keuntungan dalam perdagangan tersebut. perdagangna internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap negara untuk mengkspor barang-barang yang faktor produksinya langka atau mahaljika diproduksi daklam negari.

Evolusi teori perdagangan internasional dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Teori Pra Klasik: Merkantilisme, 2) teori Klasik: Adam smith, David Ricardo, 3) Teori Modern: teori H-O, 4) Alternative Theory: M Porter, R D’Aveni dll. Penjabaran masing-masing teori perdaganngan internasional adalah sebagai berikut:

2.1 Teori Merkantilisme (David Hume)

Menurut paham merkantilisme, tiap negara yang berkeinginan untuk maju harus melakukan perdagangan dengan negara lain. Sumber kekayaan negara akan diperoleh melalui surplus perdagangan di luar negeri yang akan diterima dalam bentuk logam mulia.

(25)

peningkatan industri di dalam negeri. Ide pokok merkantilisme adalah sebagai berikut:

1. Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat bila ekspor lebih besar daripada impor.

2. Surplus yang di peroleh dari selisih (X-M) atau ekspor netto yang positif tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya logam mulia (sebagai alat pembayaran/uang) yang dimiliki Negara.

3. Logam mulia yang melimpah digunakan oleh negara/raja untuk memperluas perdagangan di luar negeri dengan kolonisasi.

(Hamdy Hadi: 2004)

Merkantilisme menitikberatkan pada 2 kebijakan penting yaitu: 1. Kebijakan merkantilisme dalam usaha untuk memperoleh monopoli

perdagangan, monopoli perdagangan tersebut dapat diperoleh dengan memiliki armada perdagangan atau armada perang yang kuat.

(26)

Kritik David Hume terhadap merkantilisme adalah sebagai berikut: kekayaan atau kemakmuran suatu negara yang diukur dari banyaknya logam mulia tidak sepenuhnya benar. Maka jika logam mulia banyak berarti jumlah uang beredar banyak. Jika jumlah uang beredar banyak sedangkan produksi tetap atau tidak berubah maka akan terjadi inflasi atau kenaikan harga. Inflasi akan menaikan harga barang-barang eksporsehingga kuantitas ekspor menurun. Sementara harga barang impor akan lebih besar dari ekspor terjadi deficit yang menyebabkan logam mulia yang dimiliki akan berkurang.

Kebijakan merkantilisme pada saat ini masih dijalankan oleh banyak negara (termasuk negara-negara maju), yaitu kebijakan proteksi untukmelindungi dan mendorong ekonomi dan industri dalam negara dengan banyak menggunakan hambatan non-tarif seperti: penerapan syarat-syarat dan sertifikasi tertentu, ketentuan teknis, peraturan kesehatan/karantina, dikaitkan dengan isu-isu lingkungan hidu, hak asasi manusia dan lain-lain (Hamdy Hadi: 2004)

2.2 Teori Keunggulan Mutlak/ Absolute Advantage (Adam Smith)

(27)

produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, sedangkan untuk produk yang tidak memiliki keunggulan mutlak sebaiknya impor saja.

Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan mutlak dan tidak memproduksi atau malakukan impor jenis barang dimana negara lain yang memproduksi barang sejenis. Atau denagn kata lain, suatu negara akan mengekspor (mengimpor) suatu jenis barang. Jika negara tersebut tidak dapat memproduksi secara lebih efisien atau lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Sehingga teori ini menekankan bahwa efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, dalam proses produksi sangat menentukan keunggulan atau daya saing.

Sebagai contoh di dunia nyata ada dua negara yaitu Indonesia (INA) dan Amerika Serikat (AS) kedua negara tersebut sama-sama memproduksi dua jenis barang, yakni barang (A) kain dengan harga Pa dan barang B (komputer) dengan harga Pb tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang digunakan untuk memproduksi dua jenis barang tersebut (kain dan komputer)

Tabel 2.1 Ilustrasi Keunggulan Absolut dari Adam Smith

Sumber: Tulus Tambunan, 2001

Negara Kemungkinan Produksi DTDN

A (Kain) B (Komputer) A/B B/A

INA 90 60 1,50 0,67

(28)

Seperti yang ditunjukan pada tabel 2.1, Indonesia dapat memproduksi maksimum 90 unit kain (A) per satu orang tenaga kerja dan atau memproduksi maksimum 60 unit komputer (B) per satu orang tenaga kerja. Rasio ini menunjukan bahwa Indonesia lebih baik dalam memproduksi A dibandingkan B. Tingkat produktivitas atau efisiensi dalam penggunaan input (tenaga kerja) di industri A lebih tinggi dibanding industri B. Jika tidak ad aperdagangan internasional, dua barang tersebut dapat diperdagangkan dipasar domestikdengan perbandingan sebagai berikut: 1,5A untuk 1B atau 2/3B untuk 1A. Artinya biaya alternatif (opportunity cost) untuk membuat 1B maka mengorbankan 1,5A. Dalam harga relatif dapat ditulis: (Pb/Pa) INA = 1,5. Misalnya, Pb = 100 maka Pa = 66,6. Perbandingan ini disebut dasar tukar dalam negeri (DTDN). Jadi di Indonesia, B mempunyai harga jual yang lebih tinggi, karena memproduksi B lebih mahal daripada memproduksi A. Sebaliknya di AS, A mempunyai harga jual lebih tinggi disbanding B, karena biaya produksi A lebih mahal daripada biaya produksi B. Di pasar domestik AS, dasar tukar dalam negeri adalah: 0,5A untuk 1B atau 2B untuk 1A. Dalam harga relatif dapat ditulis: (Pb/Pa)AS = 0,5. perbedaan rasio harga (biaya produksi) tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolute atas Amerika Serikat dalam memproduksi kain (A), sebaliknya AS memiliki keunggulan absolut atas Indonesia dalam memproduksi computer (B).

(29)

keuntungan jika menjual (mengekspor) kain (A) ke Amerika Serikat karena 1A dapat ditukar dengan 2B, dibandingkan hanya 2/3B untuk 1A jika tidak ada perdangan internasional. Jadi keuntungan Indonesia adalah 1,33B; b) Amerika Serikat memperoleh keuntungan jika menjual computer (B) ke Indonesia, karena 1B akan memperoleh 1,5A, dibandingkan hanya 0,5A untuk 1B jika tidak ada perdagangan internasional. Jika keuntungan AS adalah 1A.

Dari contoh tersebut diperoleh bahwa (Pb/Pa) AS  (Pb/Pa) INA, atau (Pb) INA (Pb) AS dan (Pa) INA (Pa) AS. Perbedaan harga tersebut merupakan syarat terjadinya perdangan internasional. Jika hara dari jenis barang yang sama tidak berbeda antarnegara, maka tidak ada alasan untuk melakukan perdagangan internasional, atau masing-masing negara tidak akan menikmati manfaat perdagangan internasional (Tulus Tambunan,2001).

2.3 Teori Keunggulan Komparatif/ Comparative Adventage (David Ricardo)

(30)

Sebagai contoh, berdasarkan efisiensi tenaga kerja di Indonesia untuk memproduksi 1 unit A. Seorang pekerja hanya membutuhkan 1 hari kerja dan untuk memproduksi 1 unit B diperlukan 2 hari kerja. Di AS untuk memproduksi 1 unit A dan 1 unit B masing-masing diperlukan waktu 4 dan 3 hari kerja. Atau berdasarkan produktivitas tenaga kerja, di INA 1 hari kerja dapat menghasilkan1A dan 1/2B, dan di AS 1 hari kerja dapat menghasilkan 1/4A dan 1/3B. Seperti dapat dilihat pada tabel 2.2, DTDN di INA adalah 2A untuk 1B atau 0,5B untuk 1A, atau (Pb/Pa)INA = 2, sedangkan DTDN di AS adalah (Pb/Pa)AS = 3/4. Jadi di INA mempunyi harga jual lebih tinggi ddan di AS yang mempunyai harga jual lebih tinggi adalah A.

Tabel 2.2 Ilustrasi Tingkat Efisiensi Tenaga Kerja David Ricardo

Sumber; Tulus Tambunan, 2001

Tabel 2.3 Ilustrasi Tingkat Produktivitas tenaga Kerja David Ricardo

Sumber; Tulus Tambunan, 2001

Dari contoh pada tabel 2.2 dan 2.3, dengan teori keunggulan absolut dari Adam Smith, perdagangan antara INA dan AS tidak dapat terjadi

(31)

karena artinya hanya INA yang dapat melakukan ekspor. Jika perdagangan antara kedua negara tersebut tetap dilakukan, misalnya karena AS sangat membutuhkan kain, maka gain from trade hanya dapat dinikmati Indonesia.

Namun David Ricardo menyatakan bahwa perdagangan tetap dapat terjadi dengan penjelasan sebagai berikut: berdasarkan tingkat efisiensi tenaga kerja dalam memproduksi A dan B masing-masing negara, selanjutnya dicari untuk barang yang mana Indonesia (atau AS) lebih unggul terhadap Amerika Serikat (atau INA), dalam arti tingkat efisiensi tenaga kerjanya paling tinggi. Hasil perhitungan efisiensi tenaga kerja relatif dapat dilihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4 Perhitungan Efisiensi Tenaga Kerja Relatif

Negara Produksi: jumlah jam kerja per satu unit

A B

INA 1(A) INA/1(A) AS = 1/4 1(B) INA/ 1(B) AS = 2/3 AS 1(A) AS/1(A) INA = 4 1(B) AS/1(B) INA = 3/2

Sumber; Tulus Tambunan, 2001

(32)

Jadi dapat disimpulkan, bahwa meskipun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan Amerika Serikat untuk barang A(kain) dan barang B(komputer), perdagangan internasional tetap bisa terjadi dan saling menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara jika terdapat perbedaan dalam tingkat efisiensi tenaga kerja (cost comparative advantage) dan atau produktivitas tenaga kerja (production comnparative advantage).

2.4 Teori Hecksher-Ohlin/ H-O

Teori Hecksher dan Ohlin (H-O) disebut juga teori proporsi faktor (factor propotion) atau teori ketersediaan factor (factor endowment). Dasar pemikiran teori ini adalah perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Amerika Serikat terjadi karena opportunity cost antara kedua negara tersebut berbeda. Perbedaan biaya alternative tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi. Jadi karena factor endowment yang berbeda, maka sesuai hukum pasar harga faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Amerika.

(33)

dalam negeri, seperti minyak, batu bara, dan komoditas-komoditas lain. (Tulus Tambunan: 2001)

Muatan teori H-O yang utama adalah:

1. Dalam perdagangan Internasional yang melandasi keunggulan komperatif adalah bahwa setiap negara memiliki hadiah alam dari Tuhan yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga faktor-factor produksi tersebut akan memiliki distribusi yang tidak merata secara proporsional. 2. Perbedaan kepemilikan faktor produksi oleh setiap negara akan mendorong pemakaian faktor produksi dalam kombinasi yang memiliki intensitas yang berlainan. Setiap negara akan mengekspor barang yang memiliki intensitas faktor produksi melimpah.

Menurut model Neoklasik ini, perdagangan Internasional tidak bersumber pada perbedaan tingkat produktivitas atau perkembangan teknologi antar negara,melainkan pada perbedaan kelimpahan atau kekayaan faktor produksi. Negara yang memiliki banyak tenaga kerja akan berspesialisasi pada produksi yang bersifat padat karya terutama komoditi primer, serta mengimpor produk yang menggunakan faktor produksi yang langka di negaranya seperti produk manufaktur yang bersifat padat modal

(34)

Dalam rumusan model kelimpahan faktor, suatu negara diasumsikan pada awalnya akan beroperasi pada suatu titik tertentu dimana kurva batas kemungkinan produksi sangat ditentukan oleh kondisi permintaan domestik.

2.5 Competitive Advantage of Nation

Menurut M Porter, dalam era persaingan global saat ini, suatu negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki 4 faktor penentu yaitu:

1. Factor Conditions

Faktor conditions adalah sumber daya yang memiliki oleh suatu negara yang terdiri atas lima kategori berikut ini:

a. Human resources (SDM) b. Physical resources (SDA) c. Knowledge resources (IPTEK)

d. Capital resources (permodalan) / (SDC) e. Infrastructure resources (SDI)

2. Demand Condition

Permintaan merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu keunggulan daya saing atau competitive advantage suatu bangsa/perusahaan produk atau jasa yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud dengan demand conditions tersebut terdiri atas:

a. Composition of home demand

(35)

c. Rapid home market growth

d. Trend of International demand

3. Related and Supporting Industry

Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga keberadaan industri pemasok industri terkait, terutama dalam menjaga dan memelihara value chain.

4. Firm Strategy, Structure and rivalry

Strategi perusahaan, stuktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negari merupakan faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan. Rivalry yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektifitas, serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan.

Selain keempat faktor penentu dalam tingkat persaingan Internasional tersebut, keunggulan komparatif nasional juga dipengaruhi oleh faktor kebetulan (penemuan baru, perubahan kurs, konflik keamanan) dan tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah. Faktor luar lainnya yang penting dan sangat menentukan secara eksternal adalah faktor sumber daya manusia yang dibagi menjadi dua yaitu, system pemerintah (government) dan terdapatnya akses dan kesmpatan dalam melakukan suatu hal yaitu, perubahan (Hamdi Hadi : 2004).

(36)

Proses liberalisasi perdagangan dunia, baik secara regional maupun internasional yang berlangsung hingga saat ini telah menyebabkan persaingan global yang semakin ketat, bahkan menuju hyper competitive. Hal ini dibuktikan antara lain oleh adanya persaingan dan ancaman dari korea, Taiwan, Singapura dan negara lainnya. Persaingan dan ancaman tersebut dihadapi oleh industri elektronik dan otomotif Jepang, AS dan Eropa yang selama ini menguasai pasar dunia. Selain itu, persaingan yang sangat ketat juga terjadi di antara sesama negara yang sedang berkembang, khususnya untuk produk-produk industri ringan seperti tekstil dan produk tekstil, sepatu, agro industri, dan lain-lain.

Kondisi persaingan global yang hyper competitive tersebut memaksa setiap negara/perusahaan untuk menemukan suatu strategi yang tepat. Strategi yang tepat tersebut berupa perencanaan dan kegiatan operasional terpadu yang mengkaitkan lingkungan eksternal dan internal, sehingga dapat mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang denagn disertai keberhasilan dalam mempertahankan atau meningkatkan sustainable real income secara efekif dan efisien. Strategi ini dikenal atau disebut sebagai Sustainable Competitive Advantage atau SCA yaitu keunggulan daya saing

berkelanjutan (terus menerus). Akan tetapi, menurut Richard D’Aveni (1994),

pada situasi hyper competitive tidak ada lagi perusahaan atau negara yang dapat memiliki keunggulan daya saing berkelanjutan.

Sehubungan dengan pendapat Richard D’Aveni ini perlu

(37)

Pada situasi hyper competitive, keunggulan daya saing suatu perusahaan atau negara tetap didasarkan kepada keunggulan kompetitif dinamis, walaupun dengan periode/jangka waktu yang relatif pendek. Beberapa catatan penting dari teori ini adalah: (1) Pengertian SCA atau keunggulan daya saing berkelanjutan harus diartikan sebagai keunggulan yang diperoleh karena invention dan innovation secara terus menerus, sehingga tetap unggul dari pesaing; (2) invention dan innovation diperoleh dari hasil research dan development, baik yang bersifat scientific maupun applied; (3) Sustainable competitive advantage ini relatif lebih tepat dan paling menguntungkan untuk dilakukan dalam sektor agro industri karena sumber atau resource base-nya dapat diperbaharui atau renewable. Sustainable competitive advantage, yang diperoleh melalui invention dan innovation

Dengan demikian, selama suatu negara masih memiliki sustainable competitive advantage, maka negara tersebut akan dapat terus mengekspor produknya, dan tentunya akan lebih baik untuk mengimpor produk lain. 2.7 Competitive Liberalization

Keinginan masing-masing negara untuk dapat bekerja secara produktif, efisien dan efektif agar dapat bersaing di pasar global pada dekade terakhir ini telah mendorong terjadinya competitive liberazation terutama di kawasan Asia Pasifik. Khususnya di bidang perdagangan dan investasi.

(38)

ekonominya menjadi menarik bagi investor atau penanam modal asing (Hamdi Hady; 2004).

Persaingan liberalisasi yang dilakukan oleh masing-masing negara yang didasarkan pada comparative advantage dinamis dan atau competitive advantage menurut diagram diamond Porter’s akan menyebabkan suatu

negara dapat mengekspor atau lebih baik mengimpor dan mengekspor produk tertentu. Sebaliknya, negara lain lebih baik mengimpor dan mengekspor p-roduk tertentu, sehingga akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan bagi masing-masing negara.

3. Manfaat Perdagangan Internasional

(39)

Tujuan dilakukannya perdagangan internasional salah satunya adalah untuk mengatasi hambatan ekonomi yang banyak terjadi pada negara-negara di dunia. Terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja. Untuk negara yang sedang berkembang, perdagangan internasional sangatlah membantu dalam mengatasi masalah kemiskinan dan menurunkan angka ketergantungan, khususnya ketergantungan akan sumber dana bagi pembangunan, dengan cara dihasilkannya devisa bagi negara tersebut (Djojohadikusumo, 1985).

Tumbuhnya kegiatan perdagangan internasional suatu negara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di negara yang bersangkutan. Dan apabila suatu negara mengalami mengalami pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, maka akan meningkatkan pendapatan nasionalnya. Perdagangan internasionaljuga dapat memperluas pasar bagi barang-barang produksi domestik, yang bila diteruskan akan membawa implikasi pada perluasan lapangan kerja di dalam negeri dan transfer of technology.

(40)

negara. Sehingga akan mendorong suatu suatu negara untuk melakukan spesialisasi terhadap produk-produk yang dihasilkannya.

4. Ekspor Non Migas

Pengertian ekspor non migas adalah ekspor produk-produk diluar minyak dan gas bumi yang terdiri produk-produk sektor pertanian, industri (manufaktur), pertambangan dan lainnya, seperti barang-barang seni (Departemen Perdagangan RI, 2001).

Komoditi ekspor non migas dikelompokkan menjadi komoditi primer dan non primer. Komoditi primer merupakan hasil dari sektor- sektor pertanian dan pertambangan, sedangkan komoditi non primer berasal dari sektor industri dan lainnya (BPS, 2000).

Kinerja ekspor non migas yang didominasi oleh produk-produk manufaktur mengindikasikan bahwa proses industrialisasi disuatu negara berjalan baik. Suatu negara dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan ekspor non migas khususnya ekspor manufaktur jika pertumbuhan ekspor rata-rata per tahun tinggi dan komposisinya tidak lagi didominasi oleh barang-barang sederhana (barang-barang baku/barang-barang setengah jadi), melainkan sebagaian besar sudah berupa produk-produk dengan nilai tambah dari hasil proses pengolahan yang efisien dan maju sehingga berdaya saing internasional (Tulus Tambunan, 2001).

5. Hambatan dalam Perdagangan Internasional

(41)

Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati suatu negara (Nopirin; 1995). Ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni:

1) Tarif Ad Valorem (ad valorem tariff)

Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai-nilai barang-barang yang di impor (misal: suatu negara memungut tarif 25% atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor)

2) Tarif Spesifik (specific tariff)

Tarif spesifik adalah tarif yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya; pungutan US$ 3 untuk setiap bahrel minyak).

3) Tarif Campuran (compound tariff)

Tarif campuran adalah gabungan dari kedua tari ad valorem dari tarif spesifik. Disamping mgenakan pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran juga memungut sekian persen lagi.

b. Kuota

(42)

jumlah volume terhadap barang yang masuk ke dalam negeri. Jenis kuota impor adalah:

a) Absolute atau unilateral kuota adalah kuota yang besar/kecilnya ditentukan sendiri sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain. Kuota semacam ini sering menimbulkan tindakan balasan oleh negara lain.

b) Negotiated atau bilateral kuota adalah kuota yang besar/kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antara 2 negara atau lebih.

c) Tarif kuota adalah gabungan antara tarif dan kuota. Untuk sejumlah tertentu barang yang diizinkan masuk (impor) dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi dikenakan tarif yang lebih tinggi.

d) Mixing kuota yakni membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir. Pembatasan ini untuk mendorong berkembangnya industri di dalam negeri.

Pembatasan barang yang diimpor menyebabkan berkurangnya barang impor tersebut di pasar dalam negeri, sedangkan permintaan relatif tetap. Keadaan ini mengakibatkan harga impor di pasar dalam negeri lebih tinggi daripada pasar dunia.

(43)

Subsidi adalah memberikan bantuan atau kemudahan bagi produksi dalam negeri sehingga hasil produksi dalam negeri menjadi lebih murah dari produk impor.

d. Buy Local Legislation

Yaitu adanya undang-undang di suatu negara yang mengharuskan penduduknya membeli produk dalam negeri.

e. Penerapan syarat-syarat dan sertifikasi tertentu

Syarat-syarat tertentu sengaja diberlakukan guna menghambat masuknya produk-produk impor. Seperti misalnya: Eropa dikenal dengan syarat non CFC, di Amerika ada syarat Ozon Friendly, Negara Timur Tengah memberlakukan sertifikasi halal, persyaratan sertifikat ISO (Inernational Standardization Operation) seperti ISO 9001 dan ISO 14000, dan lain-lain. f. Reciprocal Requirement

Dalam hal ini, suatu negara hanya mau mengimpor jika negara mitra dagang tersebut juga mau mengimpor dari negara yang bersangkutan. g. Larangan Impor

Adalah bentuk hambatan langsung yang merupakan bentuk yang paling ekstrim dari segala hambatan impor. Meskipun secara umum perdagangan luar negeri memberikan manfaat kepada perekonomian dan masyarakat, dalam prakteknya banyak negara yang menggunakan kebijakan menghambat impor, hal ini didasarkan dengan alasan:

(44)

terhadap produksi dalam negeri akan bertambah. Pertambahan permintaan itu akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi dan menurunkan pengangguran.

b) Menghapus defisit dalam neraca pembayaran. Menciptakan penghambat impor adalah salah satu langkah yang dapat dijalankan oleh pemerintah untuk mengatasi defisit dalam neraca pembayaran. c) Mensukseskan usaha mendiversifikasikan perekonomian. Tujuan ini

terutama dijalankan di negara-negara berkembang yang masih belum maju yang kegiatan di sektor pertanian dan mengekspor beberapa jenis bahan mentah. Struktur ekspor seperti itu menyebabkan kegiatan ekonomi negara-negara itu sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga da pasaran luar negeri.

d) Melindungi industri yang baru berkembang. Hal ini dilakukan sebagai lanjutan dari usaha mendiversifikasikan perekonomian, kegiatan-kegiatan ekonomi baru, terutama kegiatan-kegiatan di bidang industri, akan dikembangkan. Kekurangan pengalaman, tenaga kerja yang masih belum mencapai keterampilan tinggi, pasar yang masih terbatas, dan beberapa alasan lainnya menyebabkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang baru tersebut masih belum sanggup bersaingdenagn yang ada di negara lain.

(45)

tertentu. Seringkali harga barang impor lebih murah dari harga barang dalam negeri, hal ini akan cenderung menurunkan pendapatan masyarakat, yang dikarenakan harga barang dalam negeri akan ikut mengalami penurunan. Penurunan pendapatan tersebut dapat dihindari dengan menggunakan tarif yang tingginya adalah sedemikian rupa sehingga harga barang yang diimpor tidak berbeda atau lebih tinggi daripada harga barang yang sama yang dihasilkan di dalam negeri (Sadono Sukirno: 2002)

6. Definisi dan ruang Lingkup Ekspor

Definisi ekspor adalah:

a. Kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Daerah pabean adalah: Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang angkasa diatasnya, serta tempat-tempat tertentu didalamnya berlaku Undang-Undang No 10 Tahun 1995, tentang Kepabeanan (SK Menperindag No. 146/MPP/IV/1999).

b. Mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Nopirin, 1995).

c. Kegiatan jual beli yang dilakukan dengan negara/bangsa lain dengan pembayaran valuta asing (Amir MS, 2000).

(46)

a) Sales’s Contract Process

1. Eksportir mempromosikan komoditas yang diekspornya melalui media promosi seperti pameran dagang, iklan di koran, majalah, radio, maupun televisi, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, atau melalui badan-badan khusus urusan promosi ekspor seperti Badan Pengembang Ekspor Nasional (BPEN), Lembaga Penunjang Ekspor (LPE), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia), Atase Perdagangan RI di tiap Kedutaan Besar RI di luar negeri, Atase Perdagangan asing di tiap Kedutaan Besar di Jakarta, Kamar Dagang dan Industri negara asing di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti American Chamber of Commerce (AMCHAM), China External Trade Association (CETRA), Japan External Trade Organization (JETRO), Korean Trade Agency (KOTRA) dan lain-lain. Tujuan promosi adalah untuk menarik minat calon importir terhadap komoditas yang diekspor.

2. Importir yang berminat mengirimkan surat permintaan harga atau Letter of Inquiry kepada eksportir. Letter of Inquiry Lazimnya berisikan permintaan penawaran harga dengan memberitahukan mutu barang yang diinginkan, kuantumyang ingin dibeli, harga satuan dan total harga dalam valuta asing (US$ atau lainnya), waktu pengiriman (shipment date), nama pelabuhan tujuan yang diinginkan.

(47)

berisiskan keterangan sesuai permintaan importir, seperti uraian barang, mutu, kuantum, waktu penyerahan, harga dan tempat penyerahan barang, syarat pembayaran, waktu pengapalan, cara pengepakan barang, brosur, dan bila perlu contoh barang yang ditawarkan. Penawaran itu juga menyebutkan apakah penawaran bersifat free offer ataukah firm offer.

4. Importir, setelah mempelajari dengan seksama offersheet dari eksportir, menempatkan surat pesanan dalam bentuk ordersheet atau purchase order kepada eksportir.

5. Eksportir menyiapkan kontrak jual beli ekspor (sale’s contract) sesuai dengan data dari offersheet dan ordersheet ditambah dengan keterangan seperti force majeur clause, klaim, syarat pengapalan seperti partial shipment, transhipment, wessel age, dan lain-lain. Kontrak tersebut ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan kepada importir untuk ditandatangani pula sebagai tanda persetujuan atas sale’s contract itu. Lazimnyasale’s contract dibuatkan dalam rangkap dua (two original).

(48)

b) Letter of Credit Opening Process

1. Importir meminta kepada bank devisanya untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah yang disepakati dalam sale’s contract dan sesuai dengan syarat-syarat pencairan yang disebut dalam sale’s contract dan merajuk pada ketentuan dari The Uniform Customs

and Practice of Document Letter of Credit dari kamar Dagang Internasional. Paris no. 500 atau UPC-DC-500. L/C yang dibuka adalah untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan usaha lain yang ditentukan eksportir, sesuai kesepakatan dalam sale’s contract. Bank devisa yang diminta importir membuka L/C itu disebut opening bank. Opening bank inilah yang bertanggung jawab melakuakan pembayaran atas L/C itu kepada eksportir penerima L/C. Importir yang meminta pembukaan L/C disebut aplicant.

(49)

3. Advising bank setelah menelitu keabsahan amanat pembukaan L/C yang diterimanya dari opening bank meneruskan amanat pembukaan L/C itu kepada eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari advising bank. Surat pengantar itu disabut L/C Advise, sedangkan eksportir penerima L/C disebut beneficiery dari L/C itu. Bila advising bank diminta dengan tertulis oleh opening bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C tersebut, maka advising bank juga disebut sebagai confirming bank.

c) Cargo Shipment Process

(50)

2. Shipping company, setelah selesai melakukan pemuatan barang ke atas kapal, menyerahkan bukti penerimaan barang, bukti kontrak angkutan, dan bukti pemilikan barang dalam bentuk Bill of Lading atau transport document lainnya kepada eksportir yang dalam pengangkutan ini disebut shipper.

3. Shipping company selanjutnya bertanggung jawab mengangkut muatan itu sampai ke pelabuhan tujuan, serta menyerahkannya dengan selamat dan utuh kepada penerima barang yang disebut dalam B/L di pelabuhan tujuan (destination port) yang juga disebutkan dalam B/L itu.

4. Importir selaku penerima barang (consignee), bila telah menerima dokumen pengapalan (shipping document) dari opening bank, mengurus izin impor (import clearance) kepada pihak Bea Cukai di pelabuhan tujuan. Kemudian importir menghubungi agen pelayaran (shipping agent) di pelabuhan tujuan di negaranya untuk menerima muatan itu.

5. Shipping agent menyerahkan muatan kepada importir segara setelah pelunasan biaya yang menjadi hak shipping agent bersangkutan. Dengan ini maka selesailah proses penerimaan barang oleh importir.

d) Shipping Documents Negotiation Process

(51)

Keterangan negara Asal (SKA) dan lain sebagainya seperti wessel (draft) serta surat pengantar negosiasi dokumen secara lengkap dan cermat. Semua dokumen pengapalan itu diserahkan eksportir kepada negotiation bank yang ditentukan dalam L/C untuk memperoleh pembayaran (payment).

2. Negotiating bank meneliti dengan seksama semua dokumen pengapalan yang diminta dalam syarat-syarat L/C. Bila semua cocok baik jumlah, jenis, maupun uraian sebagaimana yang dituntut oleh L/C, maka negotiating bank akan membayarkan sejumlah yang ditagih oleh eksportir dari dana L/C yang tersedia.

3. Negotiating bank meneruskan dokumen pengapalan yang sudah dilunasi itu kepada opening bank yang membuka L/C bersangkutan sebagai penagihan kembali uang yang sudah dibayarkan oleh negotiating bank tersebut kepada eksportir.

4. Opening bank memeriksa dengan seksama semua dokumen pengapalan itu dan bila ternyata sesuai dengan syarat-syarat L/C yang dibuka maka opening bank kemudian melunasi uang yang sudah dibayarkan oleh negotiating bank. Pembayaran pelunasan kembali ini disebut sebagai reimbursement.

(52)

Setelah itu opening bank akan menyerahkan seluruh dokumen pengapalan itu kepada importir untuk dipergunakan menerima barang bersangkutan dari perusahaan pelayaran dan Bea Cukai setempa (Amir, 2003).

B. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor

1. Impor

Impor adalah memasukkan barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah ke dalam peredaran dalam masyarakat yang di bayar dengan menggunakan valuta asing. Salah satu tujuan kegiatan impor adalah memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dengan cara mendatangkan barang yang belum tersedia di dalam negeri dari luar negeri. Sebelum berlakunya Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1/1967) dan Undang-undang Penanaman Modal dalam Negeri (UU No.6/1968) maka pola impor Indonesia berturut-turut terdiri dari barang konsumsi, bahan baku dan barulah disusul barang modal.

Setelah berlakunya undang-undang tentang PMA dan PMDN di atas maka pola impor Indonesia telah mengalami perubahan menjadi berturut-turut terdiri dari barang modal, bahan baku dan di susul dengan barang konsumsi (Amir M.S, 2003).

(53)

prasarana yang di perlukan untuk mendukung kapasitas produksi dalam negeri yang semakin berkembang juga memerlukan impor.

Impor berdasarkan golongan barang terdiri dari barang modal, barang konsumsi, dan bahan baku/penolong. Impor yang khususnya bahan modal, barang konsumsi, dan bahan baku akan mendorong peningkatan ekspor non migas Indonesia. Beberapa produk ekspor masih memiliki kandungan impor yang cukup tinggi. Perkembangan impor mencerminkan struktur produksi dalam negeri yang berkembang pesat. Pada tahun 1986/1987 kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi telah dapat mendorong ekspor non migas yang berkembang dengan pesat. Peningkatan ekspor non migas ini mengakibatkan impor bahan baku/ penolong meningkat selanjutnya untuk menambah kapasitas produksi, impor barang-barang modal meningkat pula (Jamli, 1992). 2. Kurs (Exchange Rate)

(54)

impornya rendah) karena didorong oleh nilai dollar yang tinggi sehingga menguntungkan (Nopirin; 1987).

(55)

Kegiatan ekonomi da Kebijakan Pemerintah (fiskal dan moneter) yang mempengaruhi pendapatan, harga dan bunga akan berpengaruh terhadap kurs. Disamping faktor-faktor ekonomi, kurs valuta asing juga dipengaruhi oleh faktor non ekonomi seperti faktor politis dan psikologi baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar.

Kurs memiliki efek positif terhadap ekspor. Semakin tinggi nilai kurs maka menyebabkan harga produk ekspor menjadi semakin murah dimata buyer luar negeri. Misalnya: kurs dari 1$ = Rp 2.500 menjadi 1$ = Rp 10.000. Jika kita menjual produk dengan harga Rp 1.000.000, sebelumnya buyer harus membayar 400$ maka setelah nilai kurs naik, buyer cukup membayar Rp 1.000.000 dengan 100$ adanay haraga yang semakin murah diminta buyer inilah yang menyebabkan permintaan akan naik yang selanjutnya ekspor akan meningkat. Dari sisi eksportir, naiknya inilah kurs (nilai mata uang sendir turun relative terhadap valuta asing) akan mendorong peningkatan produksi akibat keuntungan yang semakin meningkat. Harga jual ekspor biasanya ditetapkan dalam dollar, sehingga jika eksportir penjual produk dengan harga 400$, jika 1$ = Rp 2.500 maka akan menerima Rp 1.000.000, maka jika nilai rupiah merosot menjadi 1$ = Rp 10.000, dengan harga yang tetap (400$) maka eksportir akan menerima pembayaran dalam rupiah sebesar Rp 4.000.000.

(56)

yang lebih besar sementara bagi importir harga ekspor menjadi lebih murah (dalam Dollar). Semua kondisi tersebut berlangsung dengan asumsi menurunnya nilai tukar rupiah tidak diikuti oleh inflasi dalam negeri yang lebih besar.

3. Inflasi

Definisi singkat inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Berdasarkan sebab awal terjadinya, inflasi dibedakan menjadi dua yakni:

a) Demand-pull Inflation, adalah inflasi yang timbul karena kenikan permintaan total (aggregate demand) yang menyebabkan kenaikan harga dan juga menaikkan hasil produksi (output) dengan asumsi perekonomian belum mencapai full employment. Pada inflasi jenis ini, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainnya)

(57)

Efek inflasi terhadap output dapat positip maupun negatif. Inflasi dapat menyebabakan terjadinya kenaikan produksi karena kenaiakn harga output mendahului harga input/ faktor produksi sehingga keuntungan produksi naik, kenaikan keuntungan akan merangsang peningkatan produksi. Kondisi tersebut dapat terjadi sepanjang inflasi masih dapat ditolerir (inflasi dibawah satu digit). Namun bila laju inflasi cukup tinggi (hyper inflation), menyebabkan nilai uang riil turun dengan drastis dan jika diikuti dengan naiknya biaya produksi maka akan berakibat pada penurunan produksi (output).

Inflasi di dalam negari yang tidak dibarengi dengan tingkat jumlah uang beredar yang meningkat menyebabkan penawaran uang riil berkurang sehingga suku bunga akan naik akan naik yang menyebabkan investasi akan turun. Jika suku bunga naik diikuti oleh naiknya biaya-biaya produksi yang lain, seperti upah dan sebagainya maka produksi akan mengalami penurunan.

4. Produk Domestik Bruto per Kapita

(58)

Terdapat hubungan positif antara peningkatan PDB per kapita negara lain dengan ekspor dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia yang semakin tinggi menyebabkan permintaan akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Berubahnya pendapatan luar negeri dengan sendirinya akan menyebabkan berubahnya permintaan barang ekspor dalam negeri / income inelasticity of demand. Namun demikian, untuk komoditi yang termasuk inferior goods, maka kenaikan pendapat per kapita negara-negara tujuan ekspor justru akan mengurangi permintaan impor mereka. Dengan kata lain terdapat pengaruh negatif antara peningkatan pendapatan per kapita negara lain dengan ekspor dalam negeri (Sobri; 2001).

C. Penelitian Terdahulu

1. Ahmad Adi Nugroho, penelitian ini berjudul Analisis Ekspor Non Migas Indonesia (2000-2004). Variable X yaitu pendapatan per kapita negara tujuan, Cadangan devisa negara tujuan ekspor, jarak geografi. Sedangkan variable Y yaitu ekspor non migas. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder. Dari hasil analisis regresi didapat: pendapatan perkapita negara tujuan berpengaruh positif dan signifikan, cadangan devisa negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan signifikan, jarak geografi menunjukan nilai koefisien negatif.

(59)

ekspor non migas Indonesia. Teknik pengumpulan datanya menggunakan data sekunder. Dari hasil regresi didapat: variable kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor non migas Indonesia, variable inflasi tidak berpengaruh terhadap ekspor non migas Indonesia, variable impor berpengaruh positif terhadap ekspor non migas Indonesia.

3. Sekar Ayu Widyawati, penelitian ini berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kakao Indonesia ke Amerika Serikat tahun 1990-2007. Variable X yaitu GDP negara pengimpor, harga domestik kakao, harga internasional kakao, harga internasional gula, harga internasional soybean oil, sedangkan variable Y yaitu ekspor kakao. Hasil regresi didapat: GDP negara pengimpor (AS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke AS. Harga domestik kakao berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ekspor kakao Idonesia ke AS. Harga internasional kakao perpengaru positif dan signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke AS. Harga internasional gula memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke AS. Harga internasional soybean oil memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke AS.

(60)

industri kreatif Indonesia. Hasil regresi di dapat: perubahan cadangan devisa lima negara tujuan ekspor utama berpengaruh positif terhadap perubahan ekspor komoditi utama industri kreatif Indonesia, perubahan GDP lima negara tujuan ekspor utama berpengaruh positif terhadap perubahan ekspor komoditi utama industri kreatif Indonesia, perubahan kurs mata uang lima negara tujuan ekspor utama berpengaruh positif terhadap perubahan ekspor komoditi utama industri kreatif Indonesia. 5. M. Ridwan dan Wildan Syafitri, penelitian ini berjudul Analisis

(61)

dibandingkan di pasar internasional; b. Tidak banyak produk ekspor kayu lapis yang di ekspor ke Jepang. Hal ini menyebabkan, apresiasi Yen terhadap Dollar AS tidak banyak mempengaruhi perkembangan nilai total ekspor produk industri manufaktur Indonesia.

D. Kerangka Pemikiran

Perdagangan mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang di dasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud di sini. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menukar untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing. (Nopirin, 1995)

Dalam memenuhi pencapaian tujuan dari perdagangan harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi dari tujuan perdagangan diantaranya yaitu; impor, kurs, inflasi, pendapatan per kapita negara tujuan yaitu Jepang.

(62)

dollar) bagi buyer, sedangkan bagi eksportir akan menerima Rp lebih besar sehingga akan mendorong peningkatan ekspor. Pendapatan domestik bruto perkapita negara tujuan ekspor merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi ekspor Indonesia. Semakin tinggi PDB perkapita pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor maka permintaan terhadap produk-produk ekspor Indonesia akan meningkat.

Secara sistematis kerangka pemikiran diatas dapat disimpulkan:

E. Hipotesis.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diperkirakan impor, inflasi, kurs dan pendapatan per kapita Jepang berpengaruh terhadap ekspor non miga Indonesia.

2. Diperkirakan impor merupakan faktor yang paling dominan terhadap ekspor non migas Indonesia.

1. Impor 2. Kurs 3. Inflasi

4. Pendapatan per kapita negara tujuan yaitu Jepang

Ekspor non-migas Indonesia ke

(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor non migas Indonesia periode tahun 2008. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan input data tahun 1986-2008 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya (kurs, impor, inflasi dan pendapatan per kapita Jepang).

B. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series dari tahun 1986-2008, yaitu data-data seperti: ekspor non migas, kurs, impor, inflasi, dan pendapatan per kapita Amerika Serikat.

b. Sumber data

Sumber data realisasi ekspor non migas, kurs, impor, dan pendapatan per kapita Amerika Serikat yang diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik maupun dalam hal ini data yang di akses melalui internet.

C. Devinisi Variabel Operasional

(64)

a.Variabel Dependen

Ekspor non migas

Ekspor non migas adalah ekspor produk-produk selain minyak dan gas bumi. Variable ini diukur dengan menjumlahkan seluruh nilai ekspor komoditi non migas Indonesia selama satu tahun dalam US$, dengan pencatatan ekspor mengunakan syarat FOB (free on board).

b.Variabel Independen

a. Impor

Impor adalah memasukkan barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah. Variable ini diukur dengan menjumlahkan seluruh nilai impor Indonesia selama satu tahun, dinyatakan dalam US$. Komoditi impor terdiri barang konsumsi, bahan baku penolong dan barang modal.

b. Nilai tukar (Kurs)

Nilai tukar (kurs) adalah perbandingan antara mata uang dalam negeri dengan mata uang luar negeri. Kurs yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kurs US$ terhadap Yen. US$ dipilih penulis karena US$ merupakan hard currency yang paling stabil dan paling diakui sebagai mata uang untuk transaksi internasional oleh semua negara.

c. Inflasi

(65)

harga konsumen (IHK). Data inflasi dihitung dari inflasi tahunan di Indonesia dinyatakan dalam persen.

d. Pendapatan per kapita/GDP per kapita Negara tujuan yaitu Jepang (YJPNG)

GDP per kapita adalah nilai seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun dibagi jumlah penduduk di negara tersebut. PDB per kapita Jepang diambil dari International Monetery Fund (IMF), dinyatakan dalam juta US$.

D. Metode Pengumpulan Data

Dikarenakan data yang digunakan adalah data sekunder, yang sebelumnya telah tersedia di dinas/instansi yang terkait maka metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencari dan membaca literatur yang relevan dan berkaitan dengan penelitian skripsi. Relevansi didasarkan pada data yang telah disajikan oleh institusi yang bersangkutan dan telah teruji secara empiris, misalnya data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia dan data dari International Monetary Funds (IMF).

E. Metode Analisis Data

(66)

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor non migas dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada periode tersebut.

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh antar variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik, dan teori ekonometrika. Model alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika. Pengolahan data di lakukan dengan program Econometric Views (E-Views).

Model Regresi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

it

Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individual), uji F (uji bersama-sama), dan uji R² (uji koefisien determinasi).

a. Uji t (uji secara individu)

Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap / konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995)

(67)

Berarti suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependent.

b) Ho:1 0

Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.

ii. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut:

a) Nilai t table = t/2;NK……….... (3.1) Keterangan:

:

 derajat signifikansi

N : jumlah sample (banyaknya observasi) K : banyaknya parameter

Se i : standar error koefisien regresi iii. Kriteria pengujian

Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t

Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak

(68)

iv. Kesimpulan

a. Apabila nilai – t table < t hit < t table, maka Ho diterima. Artinya variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.

b. Apabia nilai t hit > +t table atau t hit < -t table, maka Ho ditolak.

Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

b. Uji f (Uji bersama-sama)

Uji f ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995) :

i. Menentukan Hipotesis

a) Ho:12 3 4 0

Berarti, semua variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Ho:1 2 3 4 0

Berarti, semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.

ii. Melakukan perhitungan nilai F sebagai berikut:

(69)

Keterangan:

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F

Ho diterima Ho ditolak

a) Apabila nilai F hit < F table, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. b) Apabila nilai F hit > F table, maka Ho ditolak dan Ha diterima,

(70)

c. Uji R² (Uji koefisien determinasi)

Nilai 2

R untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi ( 2

R ) antara nol dan satu (0 < R2 < 1). Jika koefisien determinasi 0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan koefisien determinan mendekati 1, artinya variabel independen semakin mepengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien determinasinya mendekati 1.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti antara beberapa / semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995). Salah satu asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa / semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinier, maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi.

(71)

membandingkan nilai korelasi setiap variabel penjelas (r2xi, xj) dengan nilai koefisien determinasi ( 2

R y, xi, xj,… xn). Jika R2y, xi, xj,…xn <

2

r xi, xj, maka terjadi masalah multikolinier dalam model, sedangkan jika danilai 2

R y, xi, xj,…xn > r2xi, xj. Maka tidak terjadi masalah multikolinear.

Cara lain untuk mengetahui ada tidaknya multikolinier adalah menggunakan pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis. Metode ini dikembangkan oleh Koutsoyiannis (1977) menggunakan metode coba-coba dalam memasukkan variabel bebas. Dari hasil coba-coba-coba-coba tersebut, selanjutnya akan diklasifikasikan dalam 3 macam (Aisyah, 2007), yaitu :

1) suatu variabel bebas dikatakan berguna 2) suatu variabel bebas dikatakan tidak berguna 3) suatu variabel bebas dikatakan merusak

b. Heteroskedastisitas

(72)

x2 tabel, maka tidak signifikan, berarti bahwa tidak terjadi masalah heteroskedatisitas. Sebaiknya jika Obs*R-squared > x2 tabel maka signifikan, berarti bahwa terjadi masalah heteroskedatisitas.

c. Autokorelasi

Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel penggangu pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan penggangu periode lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel dependen hanya diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan bukan oleh variabel gangguan (Gujarati, 1995).

Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menilai apakah dalam model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau tidak, yaitu metode Durbin-Watson test dan B-G test.

Gambar 3.3 Daerah Ho Diterima dan Ditolak uji Autokorelasi (Durbin-Watson)

Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah : Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negative.

Ragu- Ragu- Ragu ragu

Autokore- Tidak ada Autokore- Lasi (+) Autokorelasi lasi (-)

(73)

Untuk menguji hipotesis nol tidak ada autokorelasi, terdapat table Durbin-Watson (DW), dengan criteria hasil perhitungan DW statistic dibandingkan dengan table (DW), sebagai berikut:

Jika d < dL = Menolak Ho

Jika du < d < 4-du = tidak menolak Ho

Jika dL ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dL = pengujian tidak meyakinkan (inconclusive)

Gambar

Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Indonesia tahun 2005-2007 (juta US$)
Tabel 1.2 Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia Tahun
Tabel 1.3 Nilai Ekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Singapura pada Tahun 2004-2008 (juta US$)
Grafik 1  Timbulnya Perdagangan  Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET.. Surakarta

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model indeks tunggal pada 25 perusahaan yang menjadi objek, hanya terdapat satu saham yang memiliki ERB

[r]

Tujuan penulisan laporan akhir ini adalah untuk membuat Aplikasi Pemesanan Bahan Kimia Pertanian pada CV.. Gilang Perkasa Berbasis

Kasus DBD yang terjadi seringkali dikaitkan dengan pelaksanaan fogging atau pengasapan yang bertujuan untuk membasmi vektor Aedes sp serta memutus mata rantai

Penulisan ini membahas tentang perencanaan jalan baru yang menghubungkan dua daerah. Untuk menentukan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan Petunjuk Perencanaan

Mengingat bahwa iklan yang berupa gambar atau foto tanpa disertai kata-kata penjelas akan terasa sulit untuk dimengerti oleh konsumen yang menjadi sasaran iklan,

terbiasa mulai melaksanakan sebelum kegiatan dimulai sampai terlaksananya membaca Al- Qur’an yang mana siswa segera mengambil tempat dan berkumpul dengan