BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Kemampuan Berbicara 2.1.1.1. Pengertian Berbicara
Bromley (1992) menyebutkan empat macam bentuk bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa berbeda dengan kemampuan berbicara. Bahasa merupakan suatu tata bahasa yang rumit dan bersifat sistematik (tata kata dan kalimat), sedangkan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-kata. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima), juga ada yang bersifat ekspresif (dinyatakan). Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi, sedangkan contoh bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan suatu informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain.
yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya (Adzani, 2016).
Sedangkan menurut (Suhartono, 2005) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud yang disampaikan tersebut dapat dipahami oleh orang lain yang mendengarkannya.
2.1.1.2. Perkembangan Bicara
Perkembangan bicara anak adalah perkembangan bicara yang berhubungan dengan fonologis, morfologi, sintaksis, leksikal, semantik dan pragmantik (Monks dkk., 2001).
a. Perkembangan fonologis, berkaitan dengan pengguasaan sistem suara/bunyi.
b. Perkembangan morfologis, berkaitan dengan pengguasaan pembentukan kata-kata.
c. Perkembangan sintaksis, berkaitan dengan pegguasaan tata bahasa.
d. Perkembangan leksikal, berkaitan dengan pengguasaan dan perluasan kekayaan kata-kata serta pengetahuan mengenai arti kata-kata.
e. Perkembangan prakmatik, berkaitan dengan pengguasaan bahasa dalam mengekspresikan minat dan maksud untuk mencapai tujuan.
benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat dalam kemampuan berbicaranya.
Menurut Montesori (dalam Suyadi, 2010) ketika anak belajar bahasa melalui interaksi dengan orang dewasa, anak-anak tidak hanya mempelajari redaksi kata dan kalimat, melainkan juga struktur kata dan kalimat itu sendiri. Perkembangan bahasa pada anak sebagian besar hanya bisa diperoleh anak melalui interaksi, percakapan maupun dialog dengan orang dewasa. Melalui berbagai aktivitas anak-anak akan mendapatkan model berbahasa, memperluas pengertian, mencakup kosakata yang ekspresif, dan menjadi motivasi anak-anak dalam berinteraksi dengan orang lain atau kehidupan sosial.
Menurut Suyadi (2010) perkembangan bahasa yang baik adalah ketika anak-anak bertindak sebagai rekan percakapan dan masuk ke dalam pembicaraan atau dialog yang sebenarnya.
2.1.1.3. Aspek Perkembangan Bahasa dan Bicara
2010 ; Soetjiningsih, 2012) :
a. Menggunakan preposisi “di atas”, “di dalam”, dan “di
bawah”.
b. Mengucapkan kalimat dengan struktur yang lebih kompleks.
c. Pengucapannya hampir seluruhnya bisa dipahami. d. Mulai menggunakan kata kerja bentuk lampau dengan
tepat.
e. Membicarakan kegiatan, kejadian dan orang yang tidak terjadi atau tidak ada di sekitarnya.
f. Mengubah intonasi suara dan struktur kalimat disesuaikan dengan pemahaman pendengarnya.
g. Mengucapkan sajak atau lagu sederhana.
h. Menceritakan cerita yang sudah dia kenal ketika melihat gambar pada buku.
i. Menyebutkan kegunaan sesuatu.
j. Mengucapkan kalimat dengan lima sampai tujuh kata; bisa juga kalimat yang lebih panjang.
k. Menjawab telepon dengan tepat, memanggil orang yang ditelepon atau menerima pesan singkat.
l. Lebih banyak menggunakan kata kerja dari pada kata benda.
indikator keberhasilan kemampuan berbahasa menurut PERMENDIKBUD No. 146 Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Menceritakan kembali apa yang didengar dengan kosakata yang terbatas.
2. Melaksanakan perintah sederhana sesuai dengan aturan yang disampaikan (misal: aturan makan bersama). 3. Menggunakan kalimat pendek untuk berinteraksi
dengan anak atau orang dewasa untuk menyatakan apa yang dilihat dan dirasa.
4. Menceritakan gambar yang ada dalam buku.
5. Berbicara sesuai dengan kebutuhan (kapan harus bertanya, berpendapat).
2.1.2. Bercakap-cakap
2.1.2.1. Pengertian Bercakap-cakap
Moeslichatoen (1999) bercakap-cakap berarti saling
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal
atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif.
Sedangkan menurut Gordon & Browne (1985) dikatakan
bahwa bercakap-cakap dapat pula diartikan sebagai dialog
atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan ekspresif
dalam suatu situasi.
Bercakap-cakap ialah mengeluarkan maksud dengan kata-kata yang biasanya berbentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih, atau ada kalanya seorang tokoh berbicara kepada dirinya sendiri atau kepada pembaca dan pendengar.
2.1.2.2. Manfaat Bercakap-cakap
Moeslichatoen (1999) menyatakan bahwa metode bercakap-cakap mempunyai manfaat :
a. Meningkatkan keberanian anak untuk
mengaktualisasikan diri dengan menggunakan
kemampuan berbahasa secara ekspresif, menyatakan
pendapat, menyatakan perasaan, menyatakan keinginan,
dan kebutuhan secara lisan.
b. Meningkatkan keberanian anak untuk menyatakan
dan anak lain.
c. Meningkatkan keberanian anak untuk mengadakan
hubungan dengan anak lain atau dengan gurunya agar
terjalin hubungan sosial yang menyenangkan.
d. Dengan seringnya anak mendapat kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya, perasaannya, dan
keinginannya maka hal ini akan semakin meningkatkan
kemampuan anak membangun jati dirinya.
Dengan seringnya kegiatan bercakap-cakap diadakan,
semakin banyak informasi baru yang diperoleh anak yang
bersumber dari guru atau anak lain. Penyebaran informasi
dapat memperluas pengetahuan dan wawasan anak tentang
tujuan dan tema yang ditetapkan guru. Selanjutnya
Moeslichatoen (1999) juga menyatakan makna penting bagi
perkembangan anak Taman Kanak-Kanak karena
bercakap-cakap dapat :
a. Meningkatkan ketrampilan berkomunikasi dengan
orang lain.
b. Meningkatkan ketrampilan dalam melakukan kegiatan
bersama.
c. Meningkatkan ketrampilan menyatakan perasaan, serta menyatakan gagasan pendapat secara verbal.
d. Membantu perkembangan dimensi sosial, emosi dan
2.1.2.3. Tujuan Bercakap-cakap
Dhieni (2008) & Moeslichatoen (1999) menyatakan dengan menggunakan metode bercakap-cakap, pengembangan tujuan bahasa yang ingin di capai antara lain:
a. Mengembangkan kecakapan dan keberanian anak dalam menyampaikan pendapatnya pada siapapun. b. Memberi kesempatan kepada anak untuk berekspresi
secara lisan.
c. Menambah perbendaharaan kata d. Melatih daya tangkap anak.
e. Memperbaiki lafal dan ucapan anak.
f. Menambah pengetahuan dan pengalaman anak didik.
g. Menambah perbendaharaan/kosa kata.
h. Melatih daya pikir dan fantasi anak.
i. Memberikan kesenangan kepada anak.
j. Merangsang anak untuk belajar membaca dan menulis.
2.1.2.4. Pelaksanaan Kegiatan Bercakap-cakap
Menurut Moeslichatoen (2004:104) langkah-langkah kegiatan bercakap-cakap dapat dibagi dalam 3 tahap : a. Kegiatan Pra-Pengembangan
1. Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang siap dipergunakan, untuk membantu anak meningkatkan keberanian mengungkapkan pikiran, perasaan, keinginan, dan sikap dalam kaitan tema yang diperbincangkan dan mendekatkan hubungan antarpribadi kelompok anak dalam kegiatan bercakap-cakap.
2. Kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan kegiatan bercakap-cakap :
- Guru mengkomunikasikan kepada siswa tujuan
kegiatan bercakap-cakap.
- Untuk pemanasan guru mengajak siswa untuk
menyanyikan lagu sesuai dengan tema.
- Guru memperjelas apa yang harus dilakukan
anak–anak dalam kegiatan bercakap-cakap yakni keberanian berbicara dan kesungguhan mendengar bicara anak lain.
b. Kegiatan Pengembangan
Dalam kegiatan ini guru menjadi fasilitator, anak diberi stimulus untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan guru dengan cerita atau percakapan yang menyenangkan, sehingga anak tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah pembelajaran.
Pada kegiatan ini guru mengevaluasi kegiatan yang dilakukan hari ini. Dalam kegitan ini anak banyak mendapat pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dari cerita yang dibacakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode bercakap-cakap mempunyai tahap-tahap dalam kegiatannya. Kegiatan yang dilakukan harus dikemas dalam bentuk yang menarik agar pembelajarannya tidak membosankan bagi anak.
2.1.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercakap-cakap Menurut Nurbiana Dhieni,dkk (2007:7.7) Kelebihan dari metode bercakap-cakap antara lain ;
a. Anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan ide-ide dan pendapatnya.
b. Anak mendapat kesempatan untuk menyumbangkan gagasannya.
c. Hasil belajar dengan metode bercakap-cakap bersifat fungsional karena topik/tema yang menjadi bahan percakapan terdapat dalam keseharian dan lingkungan anak.
d. Mengembangkan cara berfikir kritis dan sikap hormat atau menghargai pendapat orang lain.
kemampuan belajarnya pada taraf yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan dari metode bercakapcakap antara lain ;
a. Membutuhkan waktu yang cukup lama.
b. Memerlukan ketajaman dalam menangkap inti pembicaraan.
c. Dalam prakteknya, percakapan akan selalu didominasi oleh beberapa orang saja.
2.1.3. Boneka Jari
2.1.3.1. Pengertian Boneka Jari
Boneka jari adalah boneka yang dapat dimasukkan kejari tangan, bentuknya kecil seukuran jari tangan orang dewasa (Gunarti, dkk, 2010). Jenis boneka yang digunakan adalah boneka jari yang terbuat dari potongan kain flanel. Boneka jari adalah media yang dapat digunakan oleh guru berupa boneka yang terbuat dari kain flanel yang dapat dimasukkan kejari tangan yang memiliki karakter dan bentuk yang tertentu. Tujuan permainan boneka jari menurut Zaman, dkk (2011) dalam yaitu untuk mengembangkan bahasa anak, mempertinggi keterampilan dan kreativitas anak, mengajak anak belajar bersosialisasi, dan bergotong royong di samping melatih keterampilan jari jemari tangan.
sesuai dengan pembelajaran yang akan diberikan oleh guru. Menurut Sujiono (2011), anak pada usia 3-6 tahun senang mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urut dan mudah dipahami. Dengan demikian, pada saat memberikan pelajaran, anak diminta untuk memainkan boneka jari tersebut melalui cerita sederhana. Cerita yang dapat dibawakan dapat disesuaikan dengan teman-tema yang dikembangkan berdasarkan tingkat perkembangan anak.
2.1.3.2. Manfaat Boneka Jari
Boneka sebagai media cerita memiliki banyak kelebihan dan keuntungan. Anak-anak pada umumnya menyukai boneka, sehingga cerita yang dituturkan lewat karakter boneka jelas akan mengundang minat dan perhatiannya. Anak-anak juga bisa terlibat dalam permainan boneka dengan ikut memainkan boneka. Hal ini berarti, boneka bisa menjadi pengalih perhatian anak sekaligus media untuk berekspresi atau menyatakan perasaannya. Bahkan boneka bisa mendorong tumbuhnya fantasi atau imajinasi anak (Gunawan : 2010).
Dalam Jurnalnya, Setiowati (2015) menyatakan bahwa, manfaat dari bermain boneka jari antara lain;
3. Meningkatkan ketrampilan berbahasa. 4. Meningkatkan ketrampilan Sosial. 5. Melatih kemandirian.
Manfaat yang lain dari boneka jari antara lain : 1. Melatih konsentrasi.
2. Mengasah imajinasi. 3. Melatih logika berpikir. 4. Memperbanyak kosakata.
2.2. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut :
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan mengajar diantaranya kemampuan yang dimiliki anak, pendekatan yang digunakan maupun ketepatan pemilihan metode untuk mengajar. Metode yang digunakan dalam kegiatan mengajar sangatlah mempengaruhi perkembangan anak. Penggunaan metode yang tepat dapat menciptakan kondisi belajar yang bermakna dan dapat mengembangkan setiap kemampuan anak.
Keterampilan bicara yang baik akan mempengaruhi kepercayaan diri anak, sehingga anak dapat mengikuti semua proses belajar mengajar dengan baik.
Untuk itu bercakap-cakap adalah salah satu metode yang dapat digunakan utnuk mengembangkan keterampilan bicara pada anak. Dengan bercakap-cakap anak mampu mengungkapkan pendapatnya.
2.3. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang berjudul Mengembangkan Kemampuan Berbicara Menggunakan Media Boneka Jari oleh Sukartini, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri pada tahun 2015, menemukan bahwa: melalui upaya mengembangkan kemampuan berbicara menggunakan media boneka jari pada anak-anak kelompok A Paud Menur Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung Tahun ajaran 2014/2015 membawa hasil yang signifikan, karena pada tindakan siklus III ketuntasan belajar mencapai 83,33%.
media gambar pada siklus I sebesar 69,12% yaitu kategori sedang kemudian pada siklus II menjadi 80,8% yang berada pada kategori tinggi. Jadi terjadi peningkatan keterampilan berbicara anak setelah diterapkan metode bercakap-cakap berbantuan media gambar sebesar 11,68%.
Penelitian ini dilakukan Peningkatan Kemampuan Berkomunikasi Anak Melalui Metode Bercakap – Cakap oleh Dewi Rahayu, Mahasiwi Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012 Pada Kelompok B di Ra Nurul Hikmah Ringinharjo Sragen Tahun Ajaran 2011 / 2012. Hasil analisis data menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan prosentase kemampuan berkomunikasi dari prasiklus sampai dengan siklus III, yakni rata-rata kemampuan berkomunikasi anak pada prasiklus 45,04%, pada siklus I mencapai 55,08%, pada siklus II mencapai 65%, dan pada siklus III mencapai 75,12%.
Dari ketiga hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan di atas, terdapat kesamaan penelitian yang akan dilakukan oleh penetili, yaitu perkembangan kemampuan bicara, metode bercakap-cakap dan media boneka jari. Akan tetapi dari ketiga penelitian tersebut tidak semuanya sama dengan masalah yang akan diteliti.
boneka jari dan tidak menyebutkan metode yang digunakan. Sedangkan penelitian kedua menggunakan media gambar dan menggunakan metode bercakap-cakap. Sementara penelitian ketiga sama-sama menggunakan metode bercakap-cakap namun untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi.