i
ISBN: 978-602-361-004-4
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
SASTRA, PENDIDIKAN KARAKTER DAN
INDUSTRI KREATIF
di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 31 Maret 2015
Penyunting:
Miftakhul Huda
Miftahul Huda
Diselenggarakan oleh:
Program Studi Magister Pengkajian Bahasa Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Bekerjasama dengan
Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
Penerbit:
ii
ISBN: 978-602-361-004-4
Hak Cipat © Pada Program Studi Magister Pengkajian Bahasa, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hak Penerbitan pada Muhammadiyah University Press Universitas
Muhammadiyah Surakarta
© 2015
Editor
: 1. Miftakhul Huda
2. Miftahul Huda
Tata Letak
: Restu dan Tim MUP
Desain Cover
: Restu Febriantura
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
Prosiding Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan
Industri Kreatif di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 31 Maret 2015
/ Huda dkk. (ed.) Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2015.
vi + 315 hlm; 29 cm
ISBN: 978-602-361-004-4
iii
ISBN: 978-602-361-004-4
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Prosiding
Seminar Nasional sesuai rencana. Seluruh makalah yang terdapat dalam prosiding
ini telah dipresentasikan dalam kegiatan seminar pada tanggal 31 Maret 2015 di
Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Magister
Pengkajian Bahasa Universitas Muhammadiyah Surakarta yang bekerjasama
dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa tengah ini
mengambil tema ”Sastra,
Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif”. Untuk itu dalam seminar nasional
ini disajikan 4 (empat) makalah utama, yaitu:
1.
“
Penantang dan Pembegal Pembelajaran Sastra
” Oleh Prof. Dr.
Suwardi Endraswara, M.Pd dari
2.
“
Pengembangan Sastra sebagai Industri Kreatif
” oleh Prof. Dr. Ali
Imron Al-
Ma’ruf, M.Hum
3.
“
Sastra dan Pendidikan Karakter Bangsa Multikultural
”
oleh Dr.
Pujiharto
4.
“Me
dia Dan Kuasa: Representasi Timpang Kaum Yahudi Dan
Muslim Dalam Film
Schindler’s List
Dan
The Kingdom”
oleh Dr. M.
Thoyibi, MS
Selain makalah utama tersebut, dalam seminar ini juga disampaikan makalah
hasil-hasil penelitian dari para dosen maupun guru yang berkaitan dengan bidang
sastra.
Akhirnya, semoga prosiding ini dapat bermanfaat sebagai media
penyebaran hasil-hasil kajian dan penelitian bidang sastra dan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
iv
ISBN: 978-602-361-004-4
JADWAL SEMINAR NASIONAL
“
SASTRA, PENDIDIKAN KARAKTER DAN INDUSTRI KREATIF
”31 Maret 2015
No.
Pukul
Kegiatan
1.
08.00-08.15
Registrasi peserta
2.
08.15-08.30
Pembukaan
3.
08.30-09.00
1. Sambutan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
2. Sambutan Direktur Sekolah Pascasarjana UMS
4.
09.00-10.30
Pleno I
1.
Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Pd
2.
Prof. Dr. Ali Imron Al-M
a’ruf, M.Hum
Moderator: Dra. Main Sufanti, M.Pd
5.
10.30-12.00
Pleno II
1.
Dr. Pujiharto
2.
M. Thoyibi
Moderator: Drs. Abdillah Nugroho, M.Hum.
6.
12.00-13.00
ISHAMA
v
ISBN: 978-602-361-004-4
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ... i
Halaman Penyunting ... ii
Kata Pengantar ... iii
Jadwal Seminar Nasional ... iv
Daftar Isi ... v
MAKALAH UTAMA
Mengintai Pembegal dan Pembangkang Pembelajaran Sastra
Suwardi Endraswara1
Pengembangan Sastra Sebagai Industri Kreatif: Studi Kasus Novel
Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Ali Imron Al-
Ma’ruf
12
Sastra dan Pendidikan Karakter Bangsa Multikultural
Pujiharto
26
Media Dan Kuasa: Representasi Timpang Kaum Yahudi Dan Muslim
Dalam Film
Schindler’s List
Dan The Kingdom
M. Thoyibi
33
MAKALAH PENDAMPING
Superstition Against Slavery: A Hegemonic Study on
Afro-American Society 1850
–
1870
in Charles W. Chesnutt’s Novel
the Conjure WomanAbdillah Nugroho
41
Analisis Cerpen “Senyum” Dalam Kumpulan Cerpen
Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto (Sebuah Alternatif MateriPembelajaran Sastra)
Abdul Ngalim
55
Diskursus Realitas Sosial Sebagai Pembentuk Karakter Manusia
dalam Cerpen “
Robohnya Surau Kami” Karya A. A. Navis
Alfian Setya Nugraha
65
Pergeseran Nilai dan Pesan Humanisme Sastra Penerbitan Novel
Mutakhir (Studi Terhadap Novel Queer)
vi
ISBN: 978-602-361-004-4
Using Nursery Rhymes and Songs to Teach English to Young
Children
Endang Fauziati
81
The Scarlet Letter dalam Sebuah Proses Ekranisasi
Giyatmi, Ratih Wijayava
91
Pengembangan Moral dan Peran Ilustrasi dalam Bacaan Anak Karya
Walt Disney
Hanny Luvytasari
101
Telepon Genggam: antara Perempuan dan Realitas Sosial
Harjito
115
Pengembangan Industri Kreatif Anak-Anak Dalam Pendidikan
Komunitas Berbasis Kecerdasan Bahasa
Heru Kurniawan
121
Nasionalisme: Sebuah Resistensi Ruang dalam Puisi “Sebuah Jaket
Berlumur Darah”
Imam Baihaqi
132
Tokoh Binatang Kura-Kura dalam Karya Sastra Anak sebagai Media
Muatan Pendidikan Karakter Anak
Kiki Riskita Sari
138
Penyisipan Pembelajaran Teks Sastra Dalam Pembelajaran Teks
Nonsatra Dalam Buku Siswa Bahasa Indonesia SMA
Main Sufanti
152
Keindahan Bahasa Alquran: Telaah Kesamaan Bunyi Pada Kata
Terakhir Qs Almuzzammil (73) dan Terjemahannya
Markhamah
161
Wujud Tindak Tutur Direktif dan Kadar Kesantunan dalam Naskah
Drama Rumah Di Tubir Jurang Karya S.Yoga: Kajian Pragmatik
Sastra
Miftahul Huda
172
Budaya Pada Novel
Memang Jodoh dan Siti NurbayaKarya Marah
Rusli Serta Tradisi Pernikahan Minangkabau: Perspektif Kajian
Sastra Bandingan
Miftakhul Huda
184
Filsafat Dan Sastra Lokal (Bugis) Dalam Perspektif Sejarah
vii
ISBN: 978-602-361-004-4
Puisi Esai Karena Aku Ingin Berubah: Studi Genre Baru Dan
Kontekstualisasi Makna
Muthoifin
203
Kajian Feminisme Novel
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci AnginKarya Tere Liye dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Sastra
Primasari Wahyuni
211
Penggalian Nilai-Nilai Kemanusiaan Dalam Pembelajaran Kritik
Sastra Berbasis Pedagogi Ignasian
Septina Krismawati
221
Politik Lokal dalam Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal
Sugiarti
231
Fungsi Mitos sebagai Media Pendidikan Karakter: Studi Mitos
Kolong Wewe
Sugihastuti
243
Membangun Karakter Bangsa
Melalui Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Sastra
Suratno
259
Perekonstruksian Akhlak Bangsa Melalui Pembelajaran Apresiasi
Sastra Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Tri Andayani
278
Konstruksi Ideologi Patriarkhi Dalam Cerpen Koran Mingguan
Karya Pengarang Perempuan Indonesia
Turahmat, Evi Chamalah
288
Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Karakter Novel
Dasamuka KaryaJunaedi Setiyono
Umi Faizah
298
Unsur Intrinsik Cerita Anak (Cernak) Untuk Pendidikan Karakter
Anak
Winda Dwi Hudhana
307
Harmonisasi Hubungan Tuhan dengan Manusia dalam
Serat Sastra Gendhing, Pembacaan Hermeneutik Sastra Jawa TransendentalSeminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
115
ISBN: 978-602-361-004-4
TELEPON GENGGAM: ANTARA PEREMPUAN DAN REALITAS
SOSIAL
use mobile phones are the age and social class. At the age of 60 years, the mobile phones
are used for communicate with family. At adult age between 20-40 years, mobile phones are used for establish a love story. In the middle social class, mobile phones are used for communicate. At the lower social class, mobile phones are used to raise the social classes. The texts are not only reflect the social reality, but also serve to reflect social reality by make allusions to behavior of people in the use of mobile phones.
Keywords: mobile phone, reflection, reality
1. PENDAHULUAN
Di Indonesia, pemujaan terhadap ponsel melebihi pemujaan terhadap tokoh politik dan selebritis. Di perhentian lampu lalulintas, berapa banyak orang yang masih mempermainkan telepon genggam. Apakah itu untuk menelepon, menulis sms, atau sekedar mengecek sesuatu. Bukan hanya pengendara bermobil, pengendara motor juga. Bahkan, ketika sedang melaju di atas mesin yang sedang menderu, masyarakat kita tetap merasa asyik dan nyaman ber-sms atau bertelepon. Masyarakat terpesona oleh daya magnet ponsel hingga tidak mempedulikan keselamatan nyawa manusia, baik keselamatan orang lain maupun keselamatan diri pribadi. Banyak anggota masyarakat yang sangat asyik ber-sms seraya menyeberang jalan yang ramai kendaraan.
Beberapa kejadian kecelakaan berkaitan dengan pemakaian telepon genggam dapat dipaparkan sebagai berikut. Di Batam, dua pelajar meninggal dunia karena bertabrakan dengan mobil. Penyebab terjadinya kecelakaan karena kedua korban bermain telepon genggam saat berkendara motor (http://www.
riaupos.co/44142-berita-main-hp-saat-bawa-motor,-tabrakan-lalu-meninggal. html#.VOhbnPmUdHY).
Di Brebes, seorang lelaki menabrak truk tronton. Penyebab kecelakaan adalah, korban bermain ponsel saat mengendaraai motornya (http://regional.kompas. com/read/2014/03/
18/1410225/Bermotor.Sambil.Main.Ponse l.Santoso.Tewas.Tabrak. Tronton). Di Kabupaten Tegal, dua remaja meninggal duna karena terlindas truk tronton. Korban menggunakan ponsel saat berkendara motor dan berniat menyalip truk. Di lokasi, ditemukan ponsel milik korban yang terjatuh (http://www.koran-sindo.com/read/ 955760/149/main-hp- saat-bawa-motor-dua-remaja-terlindas-truk-1422248686).
Tiga peristiwa tersebut terjadi di tahun 2014 dan 2015. Bukan hanya di Indonesia, di Amerika Serikat angka kecelakaan meningkat karena menelepon atau mengirim sms saat mengemudi (http://tekno.
liputan6.com/read/298097/angka-kecelakaan -akibat-ponsel-saat-mengemudi-meningkat).
Seminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
116
ISBN: 978-602-361-004-4
dan bagaimana relasinya dengan realitas sosial.
2. KAJIAN PUSTAKA
Rafahmi meneliti gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Telepon Genggam karya Joko Pinurbo
(http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/sastra -indonesia/article/view/10472). Dalam 32 puisi Joko Pinurbo terdapat empat gaya bahasa, yaitu perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
Tulisan ini tidak meneliti tentang gaya bahasa. Tulisan ini berfokus pada relasi fungsi telepon genggam dengan realita sosial. Tulisan ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dalam pendekatan sosiologi sastra, terdapat keterkaitan antara sastra dengan masyarakat (Damono, 2003; Wellek dan Warren, 1990; Swingewood dan Laurenson, 1972; Escarpit, 2008).
3. METODE PENELITIAN
Dalam tulisan ini dipilih tiga teks,
yaitu teks cerita “nenek Grendi Punya HP,
tapi Berharap Sungai” (Atmowiloto,
2014) selanjutnya disebut NGPH,
“Penyair yang Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya” (Noor, 2014) yang selanjutnya disingkat PyJC, dan “Telepon Genggam” (Pinurbo, 2003) yang
selanjutnya disingkat TG.
Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah studi dokumentasi. Artinya, data diambil dari sejumlah informasi, artikel, atau buku yang berkait dengan fokus penelitian. Fokus penelitian adalah telepon genggam. Untuk teknik analisis data digunakan analisis teks. Data penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat, atau paragraf yang terdapat dalam teks.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Arswendo Atwomiloto melalui cerpen NGPH berkisah seorang nenek yang disebut Grendi. Cerpen ini masuk dalam
Kumpulan Cerpen Kompas tahun 2013. Handphone atau ponsel hanyalah alat untuk berkomunikasi. Ponsel digunakan nenek Grendi untuk memberitahu anaknya agar datang ke rumah dan mengantar Nenek Grendi mengambil uang pensiun peninggalan suami.
Hanya ada empat nama anaknya dalam hp, dan Nenek selalu minta tolong tetangga yang rumahnya agak jauh.
”Pencetkan yang nomor dua.” Kalau
sudah disambungkan, ada suara halo, Nenek mematikan. Itulah cara Nenek menghubungi anaknya yang nomor dua, dari empat anakya, semua perempuan.
(Atmowiloto, 2014: 188) Nenek Grendi menikah tiga kali. Meskipun tidak dapat disebut kaya raya, kehidupan nenek berkecukupan karena ia memiliki rumah,.
Rangkaian cerita NGPH menonjolkan sifat perempuan tua berusia 80 tahun yang pikun dan pelupa. Bahkan kepada anaknya.
“Anak nomor dua menceritakan
bahwa suatu ketika ia datang ke rumah nenek, dan Nenek tak mau membukakan pintu. Meskipun
melihatnya.”
(Atmowiloto, 2014: 188-189) Sebagaimana judulnya, mesikipun sudah memiliki ponsel, Nenek Grendi masih ingin memiliki sungai. Karena sungai mengalir. Anak-anaknya pernah berusaha membelikan rumah yang dekat dengan aliran sungai, tetapi nenek menolak karena ingin membeli dengan uangnya.
Agus Noor mengungkakan telepon genggam dalam cerpen PyJC. Cerpen ini pernah dimuat di Kompas, Minggu 21 September 2014. Dikisahkan sang penyair sangat menyukai telepon genggamnya. Sang penyair berjenis kelamin lelaki dengan kelas sosial bawah. Ponsel adalah sarana untuk bergaya.
“Sebagai penyair, ia merasa perlu
Seminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
117
ISBN: 978-602-361-004-4
lagi mendapat tempat dalam
pergaulan.”
(Noor, 2014) Disebut untuk bergaya karena ponsel yang dimiliki penyair adalah ponsel jadul atau ponsel lama, bekas dan tanpa pulsa. Meskipun jadul, ponsel penyair dapat memainkan lagu.
“Ketika aku merasa sedih, ia
menghiburku. Ia suka bernyanyi. Bukan, itu bukan bunyi ringtones. Tapi ia memang benar-benar bernyanyi. Ia
paling suka nyanyi lagu dangdut.”
(Noor, 2014) PyJC lebih menonjolkan sosok lelaki muda yang kesepian karena ditinggal mati ibunya
“Bila kesepian tengah malam, sering
ia iseng menelepon ibunya di
surga.’Apa kabar, Ibu. Pasti Ibu bahagia sudah ketemu Tuhan.‘ “
(Noor, 2014) Dalam PyJC, ponsel dikaitkan dengan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam
ending. “Barangkali, Tuhan mencoba meneleponnya”. Demikian Agus Noor
menutup cerita.
Bagi nenek Grendi, ponsel adalah benda mati. Karenanya, ia lebih memilih sungai. Ponsel dilawankan dengan sungai. Sesuatu yang modern dibenturkan dengan yang alami. Bagi penyair, ponsel adalah sesuatu yang hidup dan bernyawa. Karenanya, ia lebih memuja ponsel dibandingkan pacar perempuan. Pandangan yang berbeda ini dapat terjadi karena usia yang berbeda. Nenek Grendi berusia 80 tahun. Ia janda yang menikah lebih dari sekali. Penyair berusia antara 20-40 tahun. Pemuda lajang yang hanya memiliki pacar. Nenek Grendi berjenis kelamin perempuan, sementara penyair berjenis kelamin lelaki.
Pandangan yang berbeda atas fungsi telepon genggam juga dikarenakan kelas sosial yang berbeda. Nenek Grendi berkelas sosial menengah ke atas. Ia telah memiliki rumah dan penghasilan tetap yang berasal dari pensiunan dari suami.
Penyair digambarkan berkelas sosial bawah. Telepon genggamnya bertipe jadul dan tela rusak. Ia juga kesulitan mempunyai pulsa.
Keterikatan manusia kepada telepon genggam dapat diperhatikan dari perilakunya. Sebanyak 2277 orang dewasa yang menjadi responden, 35 persen memiliki telepon genggam-pintar (smartphone). Dua puluh tujuh persen menyatakan kesulitan melakukan sesuatu karena tidak memegang ponsel. Hal yang menarik adalah 13 persen pengguna usia dewasa berpura-pura memeriksa telepon genggam karena menghindar berinteraksi dengan orang lain atau tidak ingin diganggu. Pada usia 18-29 tahun, perilaku seperti ini berkisar 30 persen (http://nationalgeographic.co.id/berita/201 1/08/orang-suka-pura-pura-cek-ponsel ).
Nenek Grendi menggunakan telepon genggam bukan untuk menghindari berinteraksi dengan orang lain. Ia justru memakai telepon genggam untuk berinteraksi dengan keluarganya.
Usia mempengaruhi perilaku seseorang terhadap telepon genggam. Telepon genggam-pintar adalah telepon genggam yang tidak hanya berfungsi untuk menelepon dan sms (short message service), tetapi juga mampu untuk berinternet. 83 persen perempuan menjelajah dunia maya menggunakan smartphone dan menghabiskan waktu sekitar 2 jam per hari (http://nationalgeographic.co.id/ berita/ 2014/ 03/survei-83-persen-perempuan-indonesia-gunakan-smartphone)
techinasia.com/orang-Seminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
118
ISBN: 978-602-361-004-4
indonesia-menggunakan-smartphone-189-menit-tiap-harinya-untuk-apa-saja/)
Baik Nenek Grendi maupun Penyair tidak menggunakan smartphone. Bahkan, penyair disebutkan memakai telepon genggam jadul atau bertipe lama.
“Telepon genggam bekas, tentu saja. Itu pun model lama. Sudah rusak keypad-nya. Dan ngadat
huruf-hurufnya. Kalau memencet hurf “a” yang muncul di layar huruf ‘k”.
Bahkan kadang-kadang sama sekali tak muncul hurufnya.
(Noor, 2014) Terdapat tiga perilaku penyair berkaitan dengan telepon genggam, yaitu bergaya, bahagia, dan bangga. Karena dapat memiliki telepon genggam, penyair merasakan kebahagiaan. Penyair juga bangga atas kepemilikan tepeon genggamnya. Hal ini dibuktikan dengan perilaku memamerkan telepon genggamnya kepada teman-temannya.
Penyair bukan saja 189 menit menghabiskan waktunya dengan telepon genggamya, bahkan ia tidur ditenami telepon genggam.
Agus Noor menggambarkan perilaku masyarakat Indonesia yang sebenarnya penuh dengan kesepian dan mencari pelampiasan melalui ponsel. Ponsel dengan segala fiturnya adalah air lautan yang asin. Seolah mampu memuaskan dahaga manusia yang nglangut. Namun, semakin diminum semakin membuat orang merasa haus. Alhasil, jadilah masyarakat Indonesia tidak hanya memegang satu ponsel, tetapi dua atau tiga.
Dalam teks TG, Joko Pinurbo mengisahkan seorang lelaki yang berkenalan dengan perempuan dan jatuh cinta. Jika masa sebelumnya perkenalan itu dengan pertukaran kartu nama, di masa kini perkenalan dengan pertukaran nomor telepon genggam.
Di tengah hingar mereka berjabat tangan, berdebar-debar, // bertukar nama dan nomor, menyimpannya ke telepon // genggam, lalu saling janji:
Nanti kontak saya ya // Sungguh lho. Awas kalau tidak.
(Pinurbo, 2003: 1)
Ia adalah seorang lelaki bujang dengan kisaran umur 20-40. Berasal dari kelas sosial menengah yang dapat dilacak dari pakaian jas. Telepon genggam bagi ia adalah alat berkomunikasi dengan perempuan pujaan yang baru saja dikenal. Ia menelepon dan mengirim sms. Ia mencoba menelepon, tetapi hanya hanya mendengar nada tulalit sebagai jawaban. Saat tidur, ia berdampingan dengan telepon genggam.
Kabar dari seberang tak kunjung datang, ia pergi saja // ke ranjang: tidur barangkali akan membuatnya // sedikit tenang. Ia terbaring terlentang, masih dengan // kaos kaki dan jas yag dipakainya ke pesta, dan telepon // genggam tak pernah lepas dari cengkeram.
(Pinurbo, 2003: 2)
Bagi ia, telepon genggam adalah
“surga kecil yang tak ingin ditinggalkan” .
Demikian juga bagi penyair. Pacar dan telepon genggam adalah dua hal yang dapat diperbandingkan di mata penyair.
Tak apa aku diputus pacar, batinnya, karena kini aku punya telepon genggam yang lebih pengertian dari seorang pacar. Kini ia mengerti, kenapa banyak orang merasa perlu memiliki lebih dari satu telepon genggam. Punya banyak telepon genggam memang lebih menyenang-kan ketimbang punya banyak pacar.
Seminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
119
ISBN: 978-602-361-004-4
Penyair 20-40 Bawah Menaikkan kelas sosial Ia 20-40 menengah Komunikasi
Sebagaimana menjadi rahasia umum, pengguna ponsel bukan hanya kalangan atas atau selebritis, tetapi juga kelas sosial yang yang selama ini terpinggirkan seperti tukang becak atau pemulung. Tentu saja kelompok yang terakhir memakai ponsel yang harganya sesuai dengan isi kantong mereka. Dari sisi umur, bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun sudah sangat akrab dengan ponsel pintar. Termasuk untuk searching atau melihat tayangan di youtube. Dalam hal penggunaan fitur, generasi tua malah kalah dibandingkan dengan generasi yang jauh di bawahnya.
Arswendo justru menyindir perilaku masyarakat Indonesia. Karenanya, ponsel hanya untuk miscall. Lebih indah hujan dibandingkan ponsel. Lebih menggoda alam semesta seperti sungai dari pada ponsel. Pengguna telepon genggam pun seorang nenek berusia lanjut
Ada beberapa temuan yang menarik berkaitan dengan ketiga teks tersebut. Satu, perempuan adalah subjek yang menundukkan telepon genggam. Nenek Grendi adalah subjek perempuan. Baginya, telepon genggam adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Nenek Grendi adalah perempuan yang lebih menyukai sungai karena sungai dianggap sebagai sesuatu yang hidup. Dua, oleh lelaki, perempuan tidak ada bedanya dengan telepon genggam. Bagi penyair, pacar perempuan dibandingkan dengan ponsel. Tiga, bagi lelaki, perempuan adalah tujuan utama yang dicapai melalui telepon genggam. Subjek ia berkenalan dan jatuh cinta kepada perempuan. Keberlanjutan hubungan itu bergantung pada telepon genggam karena mereka hanya bertukar nomor ponsel, bukan bertukar alamat rumah. Jika nomor yang dipertukarkan keliru atau palsu, hilang pula kesempatan untuk menjalin kisah kasih lebih jauh. Empat, pada kelas sosial
menengah, telepon genggam dipergunakan sebagai sarana berkomunikasi sesama makhluk. Lima, pada kelas sosial bawah, telepon genggam dipergunakan sebagai sarana bergaya atau menaikkan kelas soal.
5. SIMPULAN
Melalui gambaran tentang telepon genggam, teks mencerminkan realitas sosial. Di sisi lain, Teks juga menyindir perilaku masyarakat dalam menggunakan telepon genggam. Dengan demikian, bukan hanya sebagai cerminan realitas, teks juga merefleksi atas realitas sosial.
6. DAFTAR PUSTAKA
Atmowiloto, Arswendo. 2014. “Nenek Grendi Punya HP, tapi Berharap
Sungai” dalam Cerpen Pilihan Kompas 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Damono, Sapardi Djoko. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang: Magister Ilmu Susastra Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Terjemahan Ida Sundari Husen. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Http://id.techinasia.com/orang-indonesia- menggunakan-smartphone-189-menit-tiap-harinya-untuk-apa-saja/. Diakses 22 Februari 2015.
Http://nationalgeographic.co.id/berita/201 4/03/survei-83-persen-perempuan-indonesia-gunakan-smartphone. Diakses 22 Februari 2015.
Http://nationalgeographic.co.id/berita/201 1/08/orang-suka-pura-pura-cek-ponsel. Diakses 22 Februari 2015.
Seminar Nasional
Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
120
ISBN: 978-602-361-004-4
Http://tekno.liputan6.com/read/298097/an gka-kecelakaan-akibat-ponsel-saat-mengemudi-meningkat. Diakses 22 Februari 2015.
Http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ sastra-indonesia/article/view/10472. Diakses 22 Februari 2015.
Http://www.koran- sindo.com/read/955760/149/main-hp- saat-bawa-motor-dua-remaja-terlindas-truk-1422248686. Diakses 22 Februari 2015.
Http://www.riaupos.co/44142-berita- main-hp-saat-bawa-motor,-tabrakan-
lalu-meninggal.html#.VOhbnPmUdHY. Diakses 22 Februari 2015.
Noor, Agus. 2014. “Penyair yang Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya”.
Kompas 21 September 2014.
Pinurbo, Joko. 2003. “Telepon Genggam”
dalam Telepon Genggam: Kumpulan Puisi Joko Pinurbo. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Swingewood, Alan. and Laurenson, Diana 1972. The Sociology of Literature. London: Paladin.