• Tidak ada hasil yang ditemukan

39638830 Evaluasi Kebijakan Publik Minggu Ke 7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "39638830 Evaluasi Kebijakan Publik Minggu Ke 7"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah PL 4202 Manajemen Pembangunan

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Tujuan Instruksional Khusus:

Memahami metoda dan teknik evaluasi kinerja kebijakan

Oleh:

M ALI ICHWANI

NIM 15403029

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Oleh:

M Ali Ichwani

Pendahuluan

Menurut William N Dunn dalam Publik Policy Analisis: An Introduction menjelaskan bahwa evaluasi merupakan salah satu dari proses ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan monitoring atau pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. Tetapi evaluasi tidak hanya sekedar mengahasilkan sebuah kesimpulan mengenai tercapai atau tidaknya sebuah kebijakan atau masalah telah terselesaikan, tetapi evaluasi juga berfungsi sebagai klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada proses kebijakan selanjutnya.

Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Thomas R Dye dalam Understanding Public Policy, kebijakan publik adalah “whatever governments choose to do or not to do” (apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Atau menurut Anderson yang dikutip melalui situs Badan Kepegawaian Nasional (BKN), kebijakan publik adalah “those policies developed by governmental bodies and officials” (kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah). Sedangkan menurut Easton yang dikutip pada situs yang sama, menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah “the autoritative allocation of values for the whole society” (pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah:

• Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah

• Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu

(3)

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.

Evaluasi

Seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan bahwa evaluasi merupakan salah satu dari prosedur dalam analisis kebijakan publik. Metodologi analisis kebijakan publik pada hakikatnya menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia yaitu definisi (perumusan masalah), prediksi (peramalan), preskripsi (rekomendasi), dan evaluasi yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari yang berfungsi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan masalah atau pengatasan masalah. Ke lima prosedur tersebut dapa dilihat pada gambar 1.

(4)

Mengenai pengertian Evaluasi Vackmias, seperti dikutip Howlett and Ramesh (1995:14,15) mendefinisikan evaluasi kebijaksanaan sebagai suatu pengkajian secara sistematik, empiris terhadap akibat-akibat dari suatu kebijaksanaan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bebijaksanaan tersebut. Sedangkan Dunn (1998:608) menyamakan evaluasi dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilai. Dalam arti yang spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Dengan demikian Evaluasi kebijakan, tidak lain adalah mengukur kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan, dan mengukur seberapa jauh telah terjadi penyimpangan dan ketidakpastian.

(5)

Secara konseptual ada pandangan yang menyatakan bahwa evaluasi dapat dilakukan pada seluruh periode kegiatan; artinya dapat dilakukan pada saat kegiatan belum dilaksanakan, evaluasi pada saat kegiatan berjalan, dan setelah kegiatan dilaksanakan (Riyadi, 2003:268). Oleh karena itu berdasarkan pandangan tersebut, evaluasi dapat dibedakan menjadi:

1. Pra Evaluasi, yakni evaluasi yang dilakukan pada saat program belum berjalan/beroperasi pada tahap perencanaan. Evaluasi pada periode ini biasanya difokuskan pada masalah-masalah persiapan dari suatu kegiatan. Dapat pula evaluasi itu didasarkan pada hasil-hasil pelaksanaan kegiatan sebelumnya yang secara substansial memiliki keterkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Atau dapat pula merupakan sebuah studi kelayakan (feasibility) dari sebuah program untuk dilaksanakan. Evaluasi pada periode ini biasanya meliputi aspek keuangan dan analisis ekonomis dari suatu kegiatan (cost and benefit analysis).

2. Evaluasi pada saat program tengah berjalan, yang dikenal dengan on going evaluation atau in operation evaluation, atau oleh Bintoro (1988) disebut juga dengan mid term evaluation. Evaluasi pada periode ini biasanya difokuskan pada penilaian dari setiap tahap kegiatan yang sudah dilaksanakan, walaupun belum bisa dilakukan penilaian terhadap keseluruhan proses program. Dalam prakteknya, evaluasi seperti ini berbentuk seperti laporan triwulan, semester, atau tahunan (untuk kegiatan jangka menengah). Pada saat program atau kegiatan tengah berjalan analisis evaluasi bersumber pada hasil pemantauan yang dilaksanakan pada tahapan-tahapan kegiatan secara berkelanjutan dan akan memberikan umpan balik untuk perencana dan pelaksana pembangunan. 3. Evaluasi setelah program selesai atau setelah program berakhir. Evaluasi ini

biasa disebut ex post evaluation. Pada evaluasi ini dilakukan penilaian terhadap seluruh tahapan program yang dikaitkan dengan tingkat keberhasilannya, sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam rumusan sasarn atau tujuan program.

Sifat Evaluasi

(6)

terjadi?), proses (Bagaimana terjadinya?), atau penyebab (Mengapa terjadi?) tetapi nilai (Berapa nilainya?). Karena itu evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya :

1. Fokus nilai, evaluasi ditujukan kepada pemberian nilai terhadap manfaat atau kegunaan dari suatu kegiatan, program atau kebijakan. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijaksanaan. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi Fakta-Nilai, hasil evaluasi tidak hanya tergantung pada bukti-bukti (fakta) tetapi juga terhadap nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lalu, evaluasi mempersoalkan hasil sekarang dan masa lalu. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post).

Rekomendasi yang juga mencakup premis-preinis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

(7)

Berbeda dengan Dunn, Hogwood dalam Said Zainal Abidin (2004) melihat evaluasi dalam hubungan dengan masyarakat yang diharapkan terjadi sebagai dampak atau

outcomes dari suatu kebijakan. Dampak dari kebijakan tidak selalu sama seperti yang direncanakan semula. Ini berhubungan dengan ketidakpastiaan lingkungan dan kemampuan administrasi dalam melaksanakan suatu kebijakan. Dalam praktek selalu ada keterbatasan untuk memahami sesuatu isu secara utuh. Sementara itu juga perlu disadari bahwa kebijakan pemerintah bukanlah satu-satunya kekuatan, melainkan hanya salah satu dari sekian banyak kekuatan yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat. Sebab itu suatu kebijakan tidak boleh merasa cukup sekedar berakhir hanya pada selesainya pelaksanaan saja, sebelum ada evaluasi akhir atas dampak yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami mengingat ada perbedaan antara hasil langsung berupa target yang dihasilkan suatu kebijakan (policy outputs) dengan dampak yang diharapkan terjadi dalam masyarakat (policy impact). Karena itu, sekalipun evaluasi mencakup keseluruhan proses kebijakan, fokusnya adalah penilaian atas dampak atau kinerja (outcomes) dari suatu kebijakan. Sejalan dengan pendapat Hogwood, Thomas R Dye mengelompokkan dampak atas lima komponen berikut:

1. Dampak atas kelompok sasaran atau lingkungan 2. Dampak atas kelompok lain (spillover effects) 3. Dampak atas masa depan

4. Dampak atas biaya langsung

5. Dampak atas biaya tidak langusung.

Fungsi Evaluasi

Di dalam analisis kebijakan, evaluasi memiliki beberapa arti penting. Menurut William N Dunn (1998) fungsi utama dari evaluasi dalama anlisis kebijakan adalah:

1. Hal yang paling penting dari fungsi evaluasi adalah memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran telah dicapai yang berkaitan seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. 2. Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang

(8)

menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan sasaran dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis dapat menguji alternatif sumber nilai dari berbagai kepentingan kelompok maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas seperti aspek teknis, ekonomis, legal, sosial, dan substantif.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulakan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

Kriteria Evaluasi

Untuk menyatakan sebuah kebijakan publik berhasil atau tidak berhasil, mungkin saja banyak memiliki perbedaan pendapat. Hal ini karena untuk menyatakan sebuah kebijakan tersebut berhasil atau tidak berhasil dapat dilihat dari berbagai banyak sisi atau sudut pandang. Oleh karena itu dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, maka digunakan beberapa kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan. Menurut William N Dunn (1998) terdapat enam kriteria yang dapat digunakan untuk menilai sebuah kinerja berhasil atau tidak berhasil, yaitu:

1. Effectiveness atau keefektifan, yaitu berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas selalu diukur dari kualitas hasil sebuah kebijakan.

2. Efficiency atau efisiensi, yaitu berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, dan pada akhirnya diukur berdasarkan biaya yang dikeluarkan per unit kebijakan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien.

(9)

4. Equity atau kesamaan, yaitu erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan, kesejahteraan, kesempatan pendidikan, atau pelayanan publik kadang-kadang direkomendasikan atas dasar kriteria ini. 5. Responsiveness atau ketanggapan, yaitu berkenaan dengan seberapa jauh suatu

kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai masyarakat. Pentingya kriteria ini adalah karena analis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungka dari adanya suatu kebijakan.

6. Appropriatness atau ketepatgunaan, yaitu yang berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang hal ini tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Kriteria ini merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut atau dengan kata lain adalah apakah hasil yang diinginkan benar-benar layak atau berharga.

Pendekatan Evaluasi

Evaluasi mempunyai dua aspek yang saling berhubungan. Aspek pertama adalah penggunaan berbagai metoda untuk memantau hasil kebijakan publik dan aspek kedua adalah aplikasi serangkaian nilai yang digunakan untuk menentukan kegunaan hasil kebijakan publik terhadap beberapa orang, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya kedua aspek tersebut menunjukkan adanya fakta dan premis nilai dalam setiap tuntutan evaluatif. Namun banyak aktivitas yang dikatakan sebagai evaluasi dalam analisis kebijakan, tetapi sebenarnya bukan evaluasi karena tidak memperhatikan tuntutan evaluatif dan hanya sebagai tuntutan faktual. Mengingat kurang jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan, maka menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi kebijakan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan decision theory evaluation (DTE).

1. Evaluasi Semu (psuedo evaluation)

(10)

keseluruhan. Asumsi utama dari pendekatan ini adalah bahwa ukuran manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial.

2. Evaluasi Formal (formal evaluation)

Merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan admininistrator program. Asumsi utama dari pendekatan ini adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program.

Dalam evaluasi formal digunakan berbagai macam metode yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah identik yaitu untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan dan proses kebijakan. Meskipun demikiam perbedaanya adalah bahwa evaluasi formal menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan, mendefinisikan dan menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan. Kelayakan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal tersebut tidak ditanyakan.

Salah satu tipe utama evaluas formal adalah evaluasi sumatif yang meliputi usah untuk memantau pencapaian tujuan dan sasaran formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi sumatif diciptakan untuk menilai produk-produk kebijakan dan program publik yang stabil dan mantap. Lalu selain evaluasi sumatif ada juga evaluasi formatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang meliputi usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran formal. Jadi perbedaan keduanya adalah persolan derajat.

(11)

eksperimentasi sosial sebagai pendekatan terhadap monitoring. Sedangkan dalam kasus evalausi tidak langsung, masukan dan proses kebijakan tidak dapat secara langsung dimanipulasi. Masukan dan proses tersebut harus dianalisis secara retrospektif berdasarkan pada aksi-aksi yang telah dilakukan.

Tipe-tipe Evaluasi Formal.

KONTROL TERHADAP

AKSI KEBIJAKAN

ORIENTASI TERHADAP PROSES KEBIJAKAN

Formatif Sumatif

Langsung Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental

Tidak langsung Evaluasi proses retrospektif Evaluasi hasil retrospektif

Kemudian terdapat beberapa variasi dari evaluasi formal yaitu: a. Evaluasi perkembangan

Evaluasi perkembangan menunjuk pada kegiatan-kegiatan/aktivitas evaluasi yang secara eksplisit diciptakan untuk melayani kebutuhan sehari-hari staf program. Evaluasi perkembangan berguna untuk mengalihkan staf dari kelemahan yang baru dimulai atau kegagalan yang tidak diharapkan dari program dan untuk meyakinkan layak tidaknya operasi yang dilakukan mereka yang bertanggung jawab terhadap operasinya. Evaluasi perkembangan, karena bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan untuk mengadaptasi secara langsung pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi yang sistematis terhadap variabel masukan dan proses.

b. Evaluasi Proses retrospektif

(12)

c. Evaluasi eksperimental

Evaluasi eksperimental harus memenuhi persyaratan yang agak berat sebelum rancangan tersebut dapat diterapkan: (1) serangkaian variabel-variabel "treatment" yang dimanipulasi secara langsung dan terdefinisikan secara jelas dan yang dirumuskan secara operasional; (2) strategi evaluasi yang memungkinkan dirumuskannya kesimpulan yang dapat digeneralisasikan secara maksimum menyangkut kinerja terhadap kelompok target atau sasaran yang sejenis (validitas eksternal); (3) strategi avaluasi yang dapat mengurangi kesalan sekecil mungkin dalam menginterpretasikan kineria kebijakan sebagai hasil masukan dan proses kebijakan yang dimanipulasi (validitas internal); (4) sistem pemantauan yang menghasilkan data yang reliable tentang hubungan timbal balik antar kondisi awal yang kompleks, kejadian-kejadian yang tidak tampak, masukan, proses, keluaran dan efek samping dan efek ganda. Karena persyaratan metodologis yang diharapkan ini jarang terpenuhi evaluasi eksperimental biasanya tidak mencapai tingkat eksperimen murni, dan ditujukan sebagai "eksperimental semu".

d. Evaluasi hasil retrospektif

Evaluasi hasil retrospektif juga meliputi pemantauan dan evalusi hasil tetapi tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap masukan-masukan dan proses kebijakan yang dapat dimanipulasi. Paling jauh adalah kontrol secara tidak langsung atau kontrol statistik yaitu evaluator berusaha mengisolasi pengaruh dari banyak faktor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif.

3. Decision Theoritic Evaluation

Decision- Theoretic Evaluation adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode diskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok antara Decision- Theoretic Evaluation di satu sisi, dan evaluasi semu dan evaluasi formal di sisi lainnya, adalah bahwa Decision- Theoretic Evaluation

(13)

pelaku kebijakan baik yang tersembunyi atau dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai, karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan (sebagai contoh, staf tingkat menengah dan bawah, pegawai pada badan-badan lainnya, kelompok klien) dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target di mana kinerja nantinya akan diukur.

Decision- Theoretic Evaluation merupakan cara untuk mengatasi beberapa kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal, yaitu :

Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja. Sebagian besar informasi yang dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan atau tidak pernah digunakan untuk memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk sebagian hal ini karena evaluasi tidak cukup responsif terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program.

Ambiguitas kinerja tujuan. Banyak tujuan dan program publik yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum yang sama misalnya untuk meningkatkan kesehatan dan mendorong konservasi energi yang lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) dapat dioperasionalkan ke dalam paling sedikit enam macam kriteria evaluasi: efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dari evaluasi keputusan teoritis adalah mtuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptakan konflik antar tujuan spesifik atau target.

(14)

mengidentifikasi berbagai pelaku kebijakan ini dan menampakkan tujuan-tujuan mereka.

Salah satu tujuan utama dari Decision- Theoretic Evaluation adalah untuk menghubungkan informasi mengenai basil-hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari berbagai pelaku kebijakan. Asumsi dari Decision- Theoretic Evaluation

adalah bahwa tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program. Dua bentuk utama dari

Decision- Theoretic Evaluation adalah penaksiran evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya berusaha mengubungkan informasi mengenai hasil kebijakan dengan nilai dari berbagai pelaku kebijakan.

Penaksiran evaluabilitas (evaluability assessment) merupakan serangkaian prosedur yang dibuat untuk menganalisis sistem pembuatan keputusan yang diharapkan dapat diiperoleh dari informasi kinerja dan dapat memperjelas tujuan, sasaran dan asumsi-asumsi dengan mana kinerja akan diukur. Pertanyaan mendasar dalam penaksiran evaluabilitas adalah apakah suatu kebijakan atau program dapat sama sekali dievaluasi. Suatu kebijakan atau program agar dapat dievaluasi paling tidak tiga kondisi harus ada: satu kebijakan atau program yang diartikulasikan secara jelas; tujuan atau konsekuensi yang dirumuskan secara jelas; dan serangkaian asumsi yang eksplisit yang menghubungkan aksi atau konsekuensi. Dalam melakukan penaksiran evaluabilitas, analis mengikuti serangkaian langkah yang memperjelas suatu kebijakan atau program dari sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju dan evaluator itu sendiri.

1. Spesifikasi program- kebijakan. Apakah kegiatan-kegiatan federal, negara bagian atau lokal dan apakah tujuan dan sasaran yang melandasi program?

2. Koleksi informasi program- kebijakan. Informasi apa yang harus dikumpulkan untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan program kebijakan, kegiatan-kegiatan, dan asumsi-asumsi yang mendasarinya?

(15)

4. Penaksiran evaluabilitas program- kebijakan. Apakah model program kebijakan secara mencukupi tidak ambigu untuk membuat evaluasi bermanfaat? Tipe studi evaluasi apakah yang paling berguna?

5. Umpan balik penaksiran evaluabilitas untuk pemakai. Setelah menyajikan kesimpulan mengenai evaluabilitas program-kebijakan bagi pemakai yang diinginkan, apakah yang mungkin menjadi langkah berikutnya yang harus (atau tidak harus) diambil untuk mengevaluasi kinerja kebijakan?

Metoda dan Teknik Evaluasi Kinerja Kebijakan Publik

Berdasarkan William N Dunn (1998) terdapat 16 teknik dalam mengevaluasi kinerja kebijakan dengan menggunakan tiga pendekatan seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan Decision- Theoretic Evaluation. Dari metoda dan tekni tersebut, hampir keseluruhannya digunakan dalam hubungannya dengan metoda-metoda analisis kebijakan lainnya. Hal ini sebenarnya menunjukkan sifat saling ketergantungan dari perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi di dalam analisis kebijakan.

1. Sajian Grafik

(16)

2. Tampilan tabel

Cara lain yang berguna untuk mengevaluasi hasil kebijakan adalah dengan tampilan tabel. Teknik penggunaannya hampir mirip dengan pelaksanaan monitoring. Sebuah tabel dimaksudkan untuk merangkum gambaran penting dari sebuah variabel atau lebih sehingga dapat diketahui hubungan antar variabel. 3. Indeks

Angka indeks adalah alat yang mengukur seberapa besar nilai suatu indikator atau seperangkat indikator berubah antarwaktu secara relatif dihadapkan pada waktu tertentu. Angka indeks banyak digunakan dalam analisis kebijakan publik, meliputi angka-angka indeks untuk memantau perubahan dalam harga barang konsumen, produksi industri, peningkatan kejahatan, polusi, pelayanan kesehatan, kualitas hidup, dan lain-lain. Angka indeks berbeda-beda dalam fokusnya, komplesitasnya, dan daya jelasnya. Angka indeks mungkin berfokus pada perubahan harga, jumlah dan nilai. Misalnya perubahan dalam harga item-item konsumen dirangkum dalam bentuk Indeks Harga Konsumen, sedangkan perubahan dalam jumlah polutan diukur dengan berbagai indeks polusi udara. Angka indeks sederhana adalah angka yang hanya mengadung satu indikator (misalnya jumlah kejahatan per 1.000 penduduk), sedangkan angka indeks padat mengandung banyak indikator yang berbeda.

Angka indeks mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, prosedur pembobotan yang eksplisit seringkali kurang tepat. Kedua, sukar diperoleh data sampel untuk mengindeks data yang berharga bagi semua kelompok masyarakat.

4. Interrupted time series analysis

(17)

5. Control-series Analysis

Metoda atau teknik ini memanfaatkan satu atau lebih kelompok kontrol bagi suatu desain seri waktu yang terinterupsi. Hal ini untuk menentukan apakah karakteristik dari kelompok menimbulkan akibat independen terhadap hasil kebijakan, terpisah dari tindakan kebijakannya sendiri. Logikan dari analisis ini sama dengan sebelumnya. Perbedaannya adalah bahwa sebuah atau beberapa kelompok yang tidak tersentuh oleh tindakan kebijakan ditampilkan pula dalam grafik. Analisis ini lebih membantu secara cermat menentukan validitas kesimpulan tentang akibat tindakan kebijakan terhadap hasilnya karena didukung oleh data berkala yang terkontrol.

6. Regression-Discontinuity Analysis

Metoda yang digunakan merupakan suatu grafik dan prosedur statistik yang digunakan untuk menghitung dan membandingkan berbagai ramalan tentang hasil-hasil tindakan kebijakan di antara dua kelompok atau lebih, yang salah satunya memperoleh sentuhan kebijakan sedangkan yang lain tidak. Kelebihan dari analisis ini adalah bahwa analisis ini memungkinkan kita untuk memantau akibat dari penyediaan suatu sumberdaya yang terbatas bagi anggota populasi target yang paling membutuhkan. Metoda ini cocok untuk melakukan evaluasi yang menggunakan krietria equity dan bermanfaat untuk memantau hasil dari eksperimen sosial yang bermaksud mendistribusikan sumberdaya yang sangat terbatas.

7. Pemetaan Sasaran

Pemetaan sasaran merupakan metoda yang digunakan dalam membuat rekomendasi. Teknik ini digunakan untuk menyusun tujuan dan sasaran dan hubungannya dengan alternatif kebijakan. Dengan melakukan pemetaaan sasaran maka dapat diketahui kegiatan mana saja yang telah mencapai sasaran untuk selanjutnya menilai apakah tujuan utama kebijakan tersebut sudah dipenuhi atau tidak.

8. Klarifikasi Nilai

(18)

tersebut tidak lebih dari pencerminan dari keinginan dan selera beberapa kelompok atau individu.

9. Kritik Nilai

Kritik nilai adalah serangkaian prosedur untuk menguji mana yang lebih meyakinkan antara argumen-argumen yang saling berlawanan dalam suatu debat mengenai tujuan kebijakan. Jika klarifikasi nilai memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan nilai sesuai dengan bentuk, konteks, dan fungsinya, maka kritik nilai memungkinkan kita untuk menguji peran dari nilai dalam debat tentang argumen kebijakan. Klarifikasi nilai memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang mendasari setiap pelaku kebijakan dan pada kualitas yang bersifat statis. Sebaliknya kritik nilai memusatkan perhatiannya pada konflik mengenai tujuan dan nilai-nilai yang mendasari setiap pelaku kebijakan dan pada perubahan nilai yang dihasilkan oleh debat yang argumentatif. Meskipun kritik nilai pada akhirnya tidak dapat menjawab pertanyaan tentang seberapa banyak efisiensi seharusnya dikorbankan untuk meningkatkan keadilan sosial, cara ini memungkinkan kita untuk melakukan debat etik yang bernalar tentang pertanyaan semacam itu daripada sekedar mengharapkan analisis cost benefit dengan jawaban yang tidak sesuai. Karena dalam konteks ini Ilmu ekonomi tidak lagi menjadi etika dan harga telah menjadi nilai. Oleh karena itu metoda ini cocok untuk mengevaluasi kriteria efisiensi.

10. Pemetaan Hambatan

Pemetaan hambatan adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi keterbatasan dan hambatan yang menghadang jalan untuk mencapai sasaran kebijakan dan program. Hambatan tersebut bisa berupa hambatan fisik, hukum, organisasional, politik, distributif dan anggaran. Cara yang efektif untuk mengidentifikasikan hambatan adalah dengan membuat pohon hambatan (constraints tree)yaitu merupakan tampilan grafis tentang keterbatasan dan hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan.

11.Cross Impact Analysis

(19)

berlangsungnya suatu peristiwa terkait.Analisis ini memperhatikan tiga aspek yaitu:

• Mode kaitan

Mengindikasikan apakah sebuah peristiwa mempengaruhi berlangsungnya peristiwa yang lain, dan apakah arah pengaruh bersifat positif (penguatan) atau negatif (pelemahan).

• Kekuatan kaitan

Mengindikasikan seberapa kuat peristiwa-peristiwa itu terkait baik dalam mode penguatan maupun pelemahan.

• Jangka waktu kaitan

Mengindikasikan jumlah waktu (minggu, tahun, dekade) diantara berlangsungnya peristiwa-peristiwa yang terkait.

Cross Impact Analysis bekerja atas prinsip-prinsip probabilitas kondisional yang menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya suatu peristiwa tergantung pada terjadinya suatu peristiwa lain.Kelebihan dari teknik ini adalah untuk mengungkapkan dan menganalisis interdependensi yang kopleks seperti sebagai masalah yang rumit (ill-structured problem) dan memungkinkan dilakukannya revisi yang terus-menerus terhadap probabilitas awal atas dasar asumsi atau bukti baru. Namun, terdapat beberapa keterbatasan di dalam teknik ini yaitu kita tidak pernah dapat yakin bahwa semua peristiwa yang berpotensi untuk saling mempengaruhi telah dicakup dalam analisisnya, prosesnya sangat mahal dan membuang waktu. Lalu pembentukan dan permainan sebuah matriks dampak silang adalah proses yang sangat mahal dan membuang waktu. Dan terakhir, yang paling penting adalah penerapan analisis ini sekarang mendapat penekanan yang tidak realistik terhadap konsensus di antara para pakar.

12.Discounting

Merupakan prosedur untuk memperkirakan nilai saat ini dari biaya dan manfaat yang akan diperoleh pada masa mendatang. Discounting adalah prosedur

(20)

13. Brainstorming

Brainstorming adalah metode untuk menghasilkan ide-ide, tujuan-tujuan jangka pendek, dan strategi-strategi yang membantu mengidentifikasi dan mengkonseptualisasikan kondisi-kondisi permasalahan. Kegiatan brainstorming

mencakup aktivitas-aktivitas baik terstruktur atau tidak terstruktur tergantung pada tujuan-tujuan analis dan hambatan-hambatan praktis terhadap praktisi. Fokusnya pada kelompok-kelompok yang banyak mengetahui ketimbang para ahli dan aktivitasnya dinilai berdasarkan konsensus diantara anggota-anggota kelompok. Keterbatasan utamanya yaitu tidak menyediakan prosedur yang eksplisit untuk mempromosikan penggunaan konflik yang kreatif dalam perumusan masalah-masalah kebijakan sehingga konfli ditekan yang dapat menutup kesempatan untuk menghasilkan dan mengevaluasi ide-ide, tujuan-tujuan jangka pendek, dan strategi-strategi yang layak.

14. Analisis Argumentasi

Analisis Argumentasi adalah suatu teknik yang digunakan dalam hubungannya dengan analisis asumsi untuk menyatakan suatu urgensi dari pembenaran, dukungan dan bantahan. Analisis ini difokuskan pada kelompok, individu atau keduanya untuk menyatakan suatu argumennya terhadap suatu kebijakan dengan mensintesiskannya secara kreatif.

15.Policy Delphi

Teknik Delphi adalah prosedur peramalan pendapat untuk memperoleh, menukar, dan membuat opini tentang peristiwa di masa depan. Penerapannya pada awalnya didorong oleh kepedulian terhadap tidak efektifnya kerja panitia, panel ahli, dan proses kelompok yang lain. Teknik ini dirancang untuk menghindari berbagai sumber distrorsi komunikasi pada kelompok-kelompok itu seperti dominasi terhadap kelompok oleh satu atau beberapa orang. Untuk menghindari masalah ini, penerapan awal teknik ini memperkenalkan lima prinsip dasar yaitu:

•Anonimitas

Semua pakar atau orang yang berpengetahuan memberikan tanggapan secara terpisah dan anonimitas (saling tidak mengenal di antara mereka) benar-benar dijaga

(21)

Penilaian setiap individu dihimpun dan dikomunikasikan kembali kepada semua pakar yang ikut berkomentar dalam dua putaran atau lebih, sehingga berlangsung proses belajar sosial dan dimungkinkan berubahnya penilaian awal.

•Tanggapan balik yang terkontrol

Pengkomunikasian penilaian dilakukan dalam bentuk rangkuman jawaban terhadap kuesioner

•Jawaban statistik

Rangkuman dari tanggapan setiap orang disampaikan dalam bentuk tendensi sentral (biasanya median), disperse (interkuartil), dan distribusi frekuensi (histogram dan polygon frekuensi).

•Konsensus

Untuk menciptakan konsensus di antara para pakar

Kemudian prinsip-prinsip konvensional ini dikembangkan menjadi prinsip

Policy Delphi karena tidak menyediakan suatu cara yang sistematik untuk mengungkapkan asumsi dan argumen yang melandasi suatu penilaian subyektif.

Policy Delphi memperkenalkan beberapa prinsip baru yaitu: •Anonimitas yang selektif

Partisipan tetap anonim hanya selama putaran awal dari upaya peramalan itu. Setelah argumen-argumen tandingan tentang alternative bermunculan, partisipan diminta untuk memperdebatkan pandangan mereka secara terbuka.

•Advokasi ganda orang-orang yang berpengetahuan

Proses untuk menyeleksi partisipan didasarkan pada kriteria minat dan tingkat pengetahuan bukan kepakaran semata-mata. Dalam menyusun kelompok, investigator berusaha menyeleksi wakil dari suatu kelompok advokat yang berpengetahuan dan mungkin ada dalam situasi tertentu.

•Tanggapan terpolarisasi secara statistik

Dalam merangkum penilaian atau pendapat pakar, digunakan cara-cara yang menekankan ketidaksepakatan dan konflik menggunakan ukuran-ukuran statistik.

(22)

Diasumsikan bahwa konflik adalah sesuatu yang wajar dalam isu kebijakan, jadi berbagai upaya dilakukan untuk menggunakan ketidaksepakatan dan pertentangan untuk secara kreatif mengeksplorasi alternative-alternatif dan konsekuensi mereka.

•Konferensi melalui komputer

Konsultasi lewat komputer dipakai untuk merancang suatu proses anonim yang terus-menerus antar individu yang secara fisik terpisah.

Keterbatasan dari metode ini yaitu tidak mempertimbangkan hubungan potensial antara peristiwa yang munngkin saling menguatkan atau saling eksklusif.

16.User-Survey Analysis

Analisis survai-pemakai adalah serangkaian prosedur untuk mengumpulkan informasi mengenai evaluabilitas suatu kebijakan atau program dari calon pengguna dan pelaku-pelaku kebijakan lainnya. Instrumen utama untuk mengumpulkan informasi adalah melalui wawancara formal dengan sejumlah pertanyaan terbuka. Tanggapan terhadap pertanyaan tersebut memberi informasi yang diperlukan untuk melengkapi beberapa tahap dalam penaksiran evaluabilitas. Menurut Dye, terdapat beberapa teknik dalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu:

1. Hearing and reports

Hal ini merupakan jenis paling umum yang dilakukan untuk program review. Teknisnya kebanyakan dijalankan dengan cara adiministrator pemerintahan ditanya oleh kepala eksekutif atau legislatif untuk memberikan keterangan baik secara formal maupun informal mengenai pencapaian program mereka. Tetapi keterangan dan laporan dari administrator tersebut adakalanya tidak objektif dan mereka sering membesarkan keuntungan dan meminimalkan biaya dari program.

2. Site Visit

Dengan melakukan kunjungan ke lapangan atau lokasi dimana sebuah program dijalankan, maka dapat diambil kesan mengenai bagaimana program dijalankan, apakah program tersebut mengikuti petunjuk yang telah dibuat, apakah mereka mempunya staff yang kompeten, dan apakah target group yang dimaksud puas dengan pelayanan yang diberikan.

(23)

Yang dimaksud dengan program measures adalah bahwa kadangkala ukuran yang dibuat oleh pelaksana program atau secara umum adalah pemerintah jarang mengindikasikan dampak yang sebenarnya dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan pengukuran terhadap dampak dari program yang dirasakan oleh masyarakat.

4. Comparison with Professional Standar

Seperti kita ketahui bahwa ada beberapa asosiasi keprofesian yang telah mempunyai standar terhadap profesi yang biasanya mereka lakukan. Standar tersebut menggambarkan tingkatan output yang sebenarnya diinginkan yaitu merupakan sebuah ukuran untuk menciptakan kondisi yang ideal. Oleh karen itu, pemerintah dapat menggunakan standar yang telah ada tersebut untuk menilai apakah output program atau kebijakan yang sudah dilaksanakan telah mendekati kondisi yang ideal tersebut.

5. Evaluation of Citizen Complaint

(24)

Critical Review terhadap Evaluasi Kinerja Kebijakan Publik dan Penerapannya

di Indonesia

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa evaluasi bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. Evaluasi muncul karena adanya kebutuhan untuk melakukan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan. Namun dalam melaksanakan evaluasi menggunakan pendekatan, metoda, dan teknik seperti yang telah dijelaskan di atas sering terdapat kendala-kendala sehingga evaluasi yang dilakukan menjadi tidak maksimal. Kendala-kendala tersebut antara lain:

1. Keterbatasan wewenang untuk melakukan evaluasi

Kegiatan evaluasi sangat berkaitan dengan kedudukan dan wewenang dari pejabat atau instansi yang melakukan evaluasi. Artinya, evaluasi dapat berjalan dengan baik kalau dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Tetapi begitu kedudukan yang dievaluasi secara hirarkis tidak berada di bawah pihak yang mengevaluasi, persoalan kemudian menjadi berbeda. Di sini letak kesulitan dalam pengembangan kebijakan publik. Pengawasan intern sesungguhnya adalah evaluasi dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan.

Berkaitan dengan wewenang evaluasi ini, dewasa ini sering ada keluhan karena kinerja pemerintahan daerah tidak dapat dilakukan lagi secara mudah oleh aparat pengawasan internal pemerintah pusat. Ada batasan-batasan yang harus diindahkan dan perlu diatur secara jelas. Sebab itu perlu dikembangkan evaluasi non struktural dari masyarakat daerah agar evaluasi kinerja pemerintah daerah tidak semata-mata bersifat lokal internal dan tertutup.

2. Tumpang tindih fungsi antar instansi

Tumpang tindih antar instansi terjadi bila suatu fungsi ditangani atau berada dalam wewenang dua atau lebih instansi. Sebagai contoh paling mudah adalah masalah penataan ruang. Semua instansi merasa berhak untuk melakukan evaluasi terhadap penataan ruang, sebagai konsekuensinya timbul kesulitan dalam merekomendasikan perbaikan dan pengembangan kebijakan.

3. Adanya unsur politis

(25)

tentu saja tidak dapat menguntungkan. Di lain pihak, karena “orang lebih senang melihat ke depan, daripada memandang ke belakang”. Artinya, kebanyakan orang masih menganggap evaluasi itu tidak penting, atau bahkan hanya sebagai formalitas saja tanpa melihat sisi baik dari evaluasi. Atau evaluasi dianggap sebagai ancaman, di mana orang mudah melihat evaluasi sebagai sarana mengkritik orang lain atau mengungguli kekuasan orang lain.

4. Biaya

Evaluasi yang baik tentu saja merupakan hal yang mahal dalam segi waktu maupun biaya. Selain itu, adanya anggapan bahwa evaluasi merupakan sebuah hal yang tidak penting, maka dana yang tersedia untuk evaluasi relatif terbatas di bandingkan dengan dan untuk program-program pelaksanaan.

5. Tidak adanya proses lanjutan atau follow up

Hal ini menjadikan evaluasi sebagai suatu hal yang sia-sia jika kita melihat tujuan evaluasi yaitu memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pelaksanaan kebijakan dalam proses berikutnya. Tidak adanya proses lanjutan atau follow up ini merupakan salah satu dampak adanya anggapan bahwa evaluasi adalah sebuah hal yang tidak penting, seperti apa yang telah dijelaskan pada bagian di atas.

Dari pembahasan di atas, maka untuk mewujudkan kebijakan yang baik, sebenarnya selain melakukan evaluasi yang baik juga diperlukan beberapa hal yang sangat penting dan mendasar. Beberapa hal yang diperlukan adalah: pertama, adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan; kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; ketiga, diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak.

(26)

masyarakat setiap saat, tetapi adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya.

Bergulirnya reformasi pada tahun 1998, maka kebutuhan akan evaluasi kinerja kebijakan menjadi semakin penting. Bergulirnya reformasi mengakibatkan semakin banyak tuntutan akan adanya transparansi mengenai kebijakan yang dibuat. Hal ini berkaitan dengan tuntutan terwujudnya Good Governance, yaitu suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (World Bank) atau secara umum diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip Good Governance. Adapun prinsip Good Governance yang dimaksud antara lain adalah partisipasi masyarakat, kesetaraan, dan keefektifan serta keefisienan. Partisipasi Masyarakat adalah semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Sedangkan yang dimaksud dengan kesetaraan adalah semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Dan efektifitas dan efisiensi adalah proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Hal ini sejalan dengan kriteria evaluasi menurut William N Dunn, sehingga dapat disimpulkan bahwa jika ingin mengetahui mengenai keberjalanan kinerja pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam prinsip Good Governance, maka penilaian terhadap kinerja melalui evaluasi kinerja kebijakan adalah merupakan sebuah proses yang harus untuk dilaksanakan.

Contoh Evaluasi di Inggris

(27)

audit efisiensi oleh unit efisiensi. Dari 223 audit efisiensi yang telah dilakukan dihasilkan penghapusan terhadap 12.000 posisi dan penghematan tahunan yang berulang sebesar 180 juta pound. Kemudian dibentuk pula Audit Commision yang bertujuan meningkatkan efisiensi. Lalu dilakukan pula privatisasi badan usaha pemerintah.

Namun demikian, upaya habis-habisan tersebut ibarat menyiangi kebun sepetak demi sepetak saja. Tidak tercipta aturan yang menjaga kebun bebas dari rumput liar. Artinya adalah tidak ada efek domino yang terjadi. Atau dibutuhkan strategi lebih dari sekedar privatisasi dan pengawasan efisiensi. Prakarsa manajemen baru yang berhasil menyusun lebih dari 1.800 sasaran kinerja pun mengecewakan; kecil sekali pengruhnya terhadap perilaku pegawai negeri.

Kemudian pada tahun 1988 Unit Efisiensi memperkenalkan strategi baru sebagaimana yang tertian dalam dokumen “Improving Management in Government: The Next Steps”. Pada prisnsipnya strategi ini mendorong para pimpinan untuk tidak hanya sekedar menekan biaya dan merampingkan organisasi. Mereka dimnta untuk merumuskan sasaran serta memperbaiki kinerja melalui kegiatan survey kepada pelanggan. Namun strategi ini dirasakan masih cukup dangkal, artinya dibutuhkan usaha yang lebih jauh dari pada itu. Strategi ini dan uji pasar memang menciptakan perbaikan internal manajemen dan mempertinggi efisiensi, tetapi sangat sedikit perbaikan efektifitas.

Kemudian jawaban atas permasalahan tersebut maka dilakukan reformasi dalam bentuk “Citizen Charter”.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengalaman di atas adalah bahwa reformasi sektor pelayanan publik tidak hanya berhenti pada memerangi pemborosan melalui efisiensi. Namun juga membangun kepercayaan publik melalui penciptaan akuntabilitas melalui strategi yang berorientasi kepada hasil. Meningkatkan akuntabilitas, termasuk di dalamnya

memperbaiki proses pembuatan kebijakan/program serta penentuan prioritas, memiliki kunci

keberhasilan antara lain penyediaan informasi. Jajaran pimpinan memerlukan informasi yang

andal, relevan, dan obyektif jika ingin perbaikan yang senyatanya dalam proses pembuatan

keputusan tercapai. Evaluasi kebijakan/program merupakan salah satu sumber penting dalam

penyediaan informasi seperti itu. Evaluasi diakui sebagai suatu hal yang penting dalam

mengembangkan manajemen yang berorientasi kepada hasil karena evaluasi memberikan

umpan balik kepada efisiensi, efektivitas, dan kinerja kebijakan publik. Evaluasi memiliki

(28)

Daftar Pustaka

• Dunn, William N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

• Dye, Thomas R. 1992. Understanding Public Policy. Prentice Hall, New Jersey.

• Abidin, Zainal Said. 2004. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah, Jakarta. • Riyadi. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

• Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan dan Praktiknya di Indonesia. LP3ES, Jakarta.

• http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdf • http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202004/monitoring

Gambar

Gambar 1. Analisis Kebijakan yang berorientasi pada masalah

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran Reciprocal Teaching, Problem Based Instruction, dan konvensional, yang dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik pada materi bangun

Namun berdasarkan temuan hasil survey sebagai penelitian pendahuluan di lapangan, dan analisis dari berbagai sumber, serta simpulan dari beberapa penelitian sebelumnya,

 Menja7a% pertanaan tentang materi  Pengaruh Islam terhadap Masyarakat di  Indonesia ang terdapat pada %uku pegangan peserta didik atau lem%ar kerja. ang

Bukan itu saja, kita akan memeriksa lebih lanjut lagi adakah virus jenis lain yang ditularkan kepada Adik yang dapat menyebabkan penyakit kanker rahim (carcinoma cervix).. P2

6,26 Sistem transport hormon tiroid dan permeabilitas endotelial pada otak yang tidak seimbang akan memperberat infeksi SSP dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 dalam

Lembar observasi kemampuan berpikir kritis merupakan beberapa pernyataan tertulis tentang jenis kegiatan yang mewakili setiap indikator berpikir kritis yang terdiri

Metode yang dipakai adalah metode tautan (contectual analysis) yaitu menggambarkan kondisi yang ada untuk kemudian dianalisa dalam bentuk evaluasi-evaluasi

Pada pola interaksi dan hubungan sosial tak jarang kita lihat adanya disintegrasi dalam interaksi sosial, hal ini dapat dilihat pada pola interaksi dan hubungan