INDEKS FECAL COLIFORM DI DESA SENTUL KECAMATAN KRAGILAN KABUPATEN SERANG
TAHUN 2017 SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: LILIS AMALIAH
1113101000024
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Januari 2018
Lilis Amaliah, NIIM : 1113101000024
Analisis Hubungan Faktor Sanitasi Sumur Gali Terhadap Indeks Fecal Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2017
(xvi + 102 halaman, 14 tabel, 2 bagan, 5 gambar, 11 lampiran)
ABSTRAK
Pencemaran air banyak diakibatkan oleh sumber pencemar berupa limbah domestik atau rumah tangga salah satunya dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis. Pencemaran bakteriologis akibat limbah domestik tersebut dapat mengalami rembesan ke dalam air tanah dan mencemari air tanah seperti air sumur gali yang masih banyak digunakan sebagai sumber bahan baku untuk air minum maupun kegiatan rumah tangga lainnya. Kehadiran Fecalcoliform di air sumur gali dapat mengindikasikan kontaminasi karena kotoran manusia atau kotoran hewan. Air yang terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan penyakit pencernaan seperti diare. Sehingga masyarakat harus menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari agar terhindar dari penyakit. Dalam menjaga kebersihan air perlu memperhatikan sanitasi air yang digunakan khususnya faktor sanitasi sumur gali.
Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks Fecal Coliform pada air sumur gali. Lokasi penelitian di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling, serta didapatkan jumlah sampel sebesar 69 sarana sumur gali yang dijadikan sebagai bahan baku air minum oleh masyarakat.
Hasil penelitian dari 69 sarana sumur gali sebanyak 64 (92,8%) sarana sumur gali terindikasi adanya bakteri Fecal coliform. Faktor yang memiliki pengaruh terhadap indeks Fecal coliform pada air sumur gali, yaitu jarak jamban dari sumur gali (p= 0,01), jarak septic tank dari sumur gali (p= 0,014), dan kondisi fisik sumur gali (p= 0,043). Faktor lainnya yang tidak memiliki pengaruh, yaitu jarak pencemar lain dari sumur gali (p= 1,000).
Saran dari penelitian ini adalah masyarakat dapat melakukan perbaikan kondisi fisik sarana sumur gali dengan memperbaiki kualitas lantai sumur, SPAL, dan melakukan penyimpanan ember/timba sumur gali dengan cara digantung, serta merebus air bersih hingga mendidih selama 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Puskesmas kragilan melakukan pengukuran bakteri Fecal coliform secara berkala dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Pemerintah daerah melakukan upaya pembangunan septic tank komunal, serta melakukan pengawasan dan pemantauan kualitas sumur gali yang digunakan. Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan memasukan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti arah aliran air tanah, kemiringan tanah, porositas tanah, permeabilitas tanah di lokasi penelitian, dan luas tidaknya atau padat tidaknya pemukiman.
Undergraduated Thesis, January 2018 Lilis Amaliah, NIM : 1113101000024
Analysis of Dug Wells Sanitation Factor Relationships Against Fecal Coliform Index in Sentul Village, Kragilan Sub-District, Serang District 2017 (xvi + 102 pages, 14 tables , 2 charts, 5 pictures, 11 attachments)
ABSTRACT
Water pollution is caused by pollution sources such as domestic or household waste that can cause bacteriological contamination. Bacteriological contamination caused by domestic waste can experience seepage into groundwater and contaminate groundwater such as dug well water that used as a source of raw materials for drinking water and the other household activities. Fecal coliform found in the dug well water may indicate contamination by groundwater due to human feces or animal dung. Water contaminated with these organisms can cause digestive diseases such as diarrhea. So the public must maintain the cleanliness of water used for daily needs to avoid the disease. In maintaining the cleanliness of the water it is necessary to pay attention to the water sanitation used, especially the sanitation factor of the wells.
The purpose of this research is to know the relationships of sanitation factor dug wells against the Fecal coliform index on the dug well water. This research was conducted in Sentul Village, Kragilan Sub-District on September until October 2017. This research is a quantitative research with cross-sectional study design. The sampling technique using total sampling, and the number of samples are 69 dug wells which used as the raw material of drinking water by the community.
The result of research from 69 dug wells facilities as much as 64 (92,8%) dug wells indicated by Fecal coliform bacteria. Factors influencing the Fecal coliform index on the dug wells water such as the distance of latrine from the dug wells (p = 0,01), the distance of septic tank from the dug wells (p = 0,014), and physical condition of the dug wells (p = 0,043). Another factor that not infulencing against the Fecal coliform is the distance of the other pollutant from the dug wells (p = 1,000).
The recommendation from this research is the community can improve the physical condition of dug wells by improving the quality of the floor, SPAL, and hanging the bucket of dug wells, and then boiling clean water for 5-10 minutes before being consumed as drinking water. Community Health Center of Kragilan required taking regular measurement of Fecal coliform bacteria and providing counseling to the community. The local government undertook the construction of a communal septic tank, and then monitoring the quality of dug wells. The next researcher needs to conduct research by including variables that are not examined in this study such as groundwater flow direction, the slope of the ground, porosity and permeability of the soil, and then density of settlements.
Keywords : water pollution, dug wells, sanitation factor, Fecal coliform
Data Pribadi
Nama Lengkap : Lilis Amaliah
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 04 Januari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Raya Serang-Pandeglang RT/RW 01/03
Desa. Sukamanah Kec. Baros, Serang, 42173
Email : amaliahlilis@gmail.com
No. hp : 082111304886
Riwayat Pendidikan
2000-2001 : TK Bakti 5 Baros
2001-2007 : SDN 3 Baros
2007-2010 : SMPN 2 Kota Serang
2010-2013 : SMAN 1 Kota Serang
2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Pengalaman Praktek Kerja
2016 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang
2017 : Kerja Praktik di bagian Pengendalian Risiko
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji Syukur Kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Faktor Sanitasi Sumur Gali Terhadap Indeks Fecal Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten
Serang Tahun 2017”. Adapun maksud dari penulisan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut,
diantaranya adalah:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan sekaligus pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan dan juga saran untuk penelitian ini.
2. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan
dosen-dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
4. Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten beserta
jajarannya yang telah memberikan izin dan membantu dalam
melakukan pengukuran air sampel.
5. Kepala Puskesmas Kecamatan Kragilan beserta jajarannya yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian dan meminta data yang
untuk melakukan penelitian berupa pengambilan data sampel air dan
juga observasi sarana sumur gali dilingkungannya.
7. Orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan, nasihat dan doa
yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
8. Nurul Hayati, Dinta Fajriyenti, Nanda Maghfirah, Dini Fadiah, Faza
Fidarani dan Khoirunissa Octaviani yang selalu memberikan dukungan
dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan jurusan Kesehatan Masyarakat dan
peminatang Kesehatan Lingkungan 2013, serta semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyelesaian penelitian ini dan tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Peneiliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun.
Jakarta, Januari 2018
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 9
1.4 Tujuan Penelitian ... 10
1.4.1 Tujuan Umum ... 10
1.4.2 Tujuan Khusus ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 11
1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah ... 11
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas ... 12
1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat ... 12
1.5.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain ... 12
1.6 Ruang Lingkup ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1 Air Bersih ... 14
2.1.1 Pengertian Air Bersih ... 14
2.1.2 Sumber Air Bersih ... 14
2.1.3 Syarat Kualitas Air Bersih ... 19
2.2.2 Sanitasi Sumur Gali ... 24
2.3 Sumber Pencemaran Air ... 26
2.4 Proses Pencemaran Air Tanah ... 28
2.5 Proses Pencemaran Sumur Gali ... 32
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali ... 33
2.6.1 Faktor Sanitasi Sumur Gali ... 33
2.6.2 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali... 35
2.7 Peranan Air terhadap Penularan Penyakit ... 37
2.8 Indikator Kualitas Air Secara Bakteriologis ... 40
2.9 Kerangka Teori ... 43
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 46
3.1 Kerangka Konsep ... 46
3.2 Definisi Operasional ... 47
3.3 Hipotesis ... 49
BAB IV METODE PENELITIAN ... 50
4.1 Desain Penelitian ... 50
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 50
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 50
4.3.1 Populasi Penelitian ... 50
4.3.2 Sampel Penelitian ... 51
4.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 52
4.5 Pengumpulan Data ... 53
4.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Air Sumur Gali... 53
4.5.2 Pengepakan dan Pengangkutan Sampel Air Sumur Gali ... 55
4.5.3 Uji Most Probable Number (MPN) ... 56
4.6 Instrumen Penelitian ... 60
4.7 Pengolahan Data ... 60
4.8 Analisis Data ... 62
4.8.1 Analisis Univariat ... 62
5.1.1 Gambaran Indeks Bakteri Fecal Coliform Pada Sumur Gali ... 63
5.1.2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali ... 64
5.1.3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali ... 64
5.1.4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali ... 65
5.1.5 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali ... 66
5.2 Analisis Bivariat ... 67
5.2.1 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform ... 68
5.2.2 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform ... 69
5.2.3 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform . 70 5.2.4 Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal Coliform 71 BAB VIPEMBAHASAN ... 72
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 72
6.2 Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ... 72
6.3 Analisis Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ... 78
6.4 Analisis Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ... 80
6.5 Analisis Hubungan Jarak Pencemaran Lain terhadap Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ... 84
6.6 Analisis Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ... 88
BAB VIISIMPULAN DAN SARAN ... 94
7.1 Simpulan ... 94
7.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
Tabel 2. 1 Persyaratan Kualitas Air Bersih ... 20
Tabel 2. 2 Perbedaan antara Sumur Dangkal dengan Sumur Dalam ... 23
Tabel 3. 1 Definisi Operasional………...47
Tabel 4. 1 Tabel Perhitungan Sampel………...52
Tabel 5. 1 Gambaran Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………..63
Tabel 5. 2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017……….64
Tabel 5. 3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017…...……….65
Tabel 5. 4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………66
Tabel 5. 5 Gambaran Aspek-aspek Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………66
Tabel 5. 6 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017 ……….67
Tabel 5. 7 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………68
Tabel 5. 8 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………69
Tabel 5. 9 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………70
Bagan 2. 1 Kerangka Teori ... 45
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ………...46
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi ... 15
Gambar 2. 2 Penyebaran mikroorganisme dan bahan kimia dalam suatu
pencemaran terhadap air tanah disekitarnya ... 29
Gambar 2. 3 Teori Simpul ... 38
Gambar 4. 1 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Permukaan Secara Langsung ... 54
Gambar 4. 2 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Air
APHA : American Public Health Association
BGLB : Brillian Green Lactosa Bile Broth
Drainase : Saluran Air
Draw down : Penurunan level air
Evaporasi : Proses penguapan air
Eoutrofikasi : Pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Fecal coliform : Koliform tinja
Infiltrasi : Proses meresapnya air ke dalam tanah
JPT : Jumlah Perkiraan Terdekat
Kondensasi : Pembentukan awan
LB : Lactose Broth
MPN : Most Probable Number / Angka Paling Mungkin
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
Presipitasi : Peristiwa jatuhnya air ke bumi/ hujan
Purifikasi : Pemurnian/ Penjernihan
Run off : Air aliran permukaan atau curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah yang menuju ke sungai, danau, dan lautan.
Septic Tank : Lubang penampungan kotoran
TPA : Tempat Pembuangan Akhir
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Kemen LH 2010). Pada dasarnya sumber
pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian
(Sumantri 2010). Pencemaran air di Indonesia banyak diakibatkan oleh sumber
pencemar berupa limbah domestik atau rumah tangga yang berasal dari jamban
dan septic tank sehingga dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis (Rusydi et
al. 2015).
Pencemaran bakteriologis adalah peristiwa yang masih sering terjadi di
Negara berkembang berupa masuknya mikroorganisme yang berasal dari tinja
manusia atau kotoran binatang berdarah panas masuk ke dalam sumber air bersih.
Air tanah seperti sumur di Indonesia dapat tercemar secara bakteriologis melalui
perembesan air limbah(Sugiharto 1987). Di beberapa wilayah Indonesia, air tanah
masih menjadi sumber air minum utama. Air tanah yang masih alami tanpa
gangguan manusia, kualitasnya belum tentu bagus. Terlebih lagi yang sudah
tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya akan semakin menurun (Kodoatie
2010).
Pencemaran air tanah antara lain disebabkan oleh kurang teraturnya
pengelolaan lingkungan. Akibat pengambilan air tanah yang intensif di daerah
dangkal, sehingga kualitas air tanah yang semula baik menjadi menurun dan
bahkan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum (Kodoatie 2010).
Air sumur gali merupakan air yang berasal dari sumber air tanah dangkal
(Gunawan 2009).
Sumur gali merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk
yang tinggal didaerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Hasil
menunjukan bahwa jenis sarana air bersih untuk kebutuhan rumah tangga di
Indonesia pada umumnya adalah sumur gali terlindung (29,2%), sumur pompa
(24,1%), dan air ledeng/PDAM (19,7%). Diperkotaan, lebih banyak rumah tangga
yang menggunakan air sumur bor/pompa (32,9%) dan air ledeng/PDAM (28,6%),
sedangkan dipedesaan lebih banyak yang menggunakan sumur gali terlindung
(32,7%) (Kemenkes RI 2013).
Dapat diketahui, penggunaan sarana air bersih masyarakat Provinsi Banten
memilki persentase sebesar 40,5% dengan jumlah 1.039.796 KK. Adapun rincian
jenis sarana air bersih yang digunakan meliputi Air Ledeng/PDAM 236.426 KK
(22,7%), Sumur Pompa Tangan 192.605 KK (18,5%), Sumur Gali 312.734 KK
(30,1%), Penampungan Air Hujan 9.583 KK (0,9%), Kemasan 11.353 KK (1,1%)
dan lainnya 412.406 KK (39,7%) (Dinkes Provinsi Banten 2011). Pada tahun
2012, untuk persentase air sumur gali yang digunakan di Provinsi Banten
memiliki persentase sebesar 25,3% dengan jumlah 314.802 KK. Hal ini
menunjukan bahwa sumur gali merupakan jenis sarana air bersih yang paling
sering digunakan oleh masyarakat Provinsi Banten.
Untuk pengguna sumur gali di Kabupaten Serang memiliki persentase
keluarga yang diperiksa sumber air bersihnya (Dinkes Provinsi Banten 2012).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Serang Tahun 2015, Kecamatan
Kragilan merupakan Kecamatan yang memiliki sarana sumur gali terbesar kedua
dengan persentase sebesar 26,1% sarana sumur gali. Selain itu, menurut profil
Puskesmas Kecamatan Kragilan, desa yang memiliki persentase tertinggi sarana
sumur gali, yaitu Desa Sentul sebesar 584 (55,4%) sarana sumur gali.
Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, kadar Fecal coliform maksimum yang
diperbolehkan pada air bersih sebesar > 0/100 ml air contoh (Depkes RI 1990b).
Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden yang dilakukan di Desa Sentul
pada tahun 2017, menunjukan bahwa sepuluh sampel air sumur gali atau sekitar
100% sampel air sumur gali tidak memenuhi syarat dengan nilai indeks Fecal
coliform delapan sampel air sumur gali sebesar >1600 MPN/100ml, satu sampel
air sumur gali dengan nilai indeks Fecal coliform sebesar 350 MPN/100ml, dan
satu sampel air sarana sumur gali memiliki nilai indeks Fecal coliform sebesar 39
MPN/100ml. Sehingga air pada sarana sumur gali di Desa Sentul tidak memenuhi
persyaratan bakteriologis.
Dari hasil penelitian yang diterletak di sempadan Sungai Cikapundung,
dari 19 air sumur gali memperlihatkan bahwa semua air mengandung koli-fekal
yang tinggi dan melampaui kadar maksimum (> 0/100ml air) yang diperbolehkan
dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 (Ramdhany 2004). Selain itu,
dari hasil pemeriksaan sebanyak 50 sampel air sumur gali yang diambil di
Kampung Daraulin menunjukan bahwa semua sampel tersebut memiliki jumlah
Dari penelitian yang juga dilakukan di Kelurahan Martubung menyatakan
bahwa jumlah Fecal coliform sebanyak 4 sumur gali dari 82 sampel yang
diperiksa memiliki angka 0 per 100 ml air dan sebanyak 78 sumur gali memiliki
angka Fecal coliform > 0 per 100 ml air, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh
jarak sumur gali dengan jamban penduduk masih terlalu dekat (Ginting 2009).
Adapun, dari penelitian yang dilakukan di Kelurahan Terjun, didapatkan hasil
bahwa Fecal coliform dari 30 sampel terdapat 27 (90%) sampel air sumur gali
tidak memenuhi syarat dan 3 (10%) sampel air sumur gali memenuhi syarat sesuai
dengan Permeneks RI No. 416 Tahun 1990 (Aprina 2013). Hal ini menunjukan
bahwa banyak sumur gali yang tidak memenuhi syarat air bersih secara
bakteriologis karena sudah mengalami pencemaran. Jika air terkontaminasi
pencemaran yang mengandung mikroorganisme patogen maka akan ada
kemungkinan risiko terjadi penularan penyakit (Butler 2005).
Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat mengindikasikan kontaminasi
oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran hewan yang dapat
mengandung bakteri, virus, atau organisme penyebab penyakit lainnya. Air yang
terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan penyakit pencernaan
termasuk diare dan mual, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Efek ini
mungkin lebih parah dan mungkin mengancam nyawa untuk bayi, anak-anak,
orang lanjut usia atau orang dengan kekebalan tubuh rendah (Ministry of
Environment 2007). Beberapa penelitian menunjukan bahwa Fecal coliform
digunakan sebagai indikator kualitas air yang baik. Hasil penelitian menunjukan
meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit gastrointestinal akut atau
penyakit penceraan akut (Strauss et al. 2001).
Banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh air yang kotor atau air yang
tercemar. Agar sehat, maka orang-orang membutuhkan air bersih untuk minum,
mandi, mencuci pakaian, membersihkan dan memasakan makanan. Salah satu
penyakit yang disebabkan oleh air kotor atau air tercemar, yaitu diare (WHO
1995). Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB) ditandai dengan BAB
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah
dan atau lendir (Kemenkes RI 2013).
Parameter bakteriologis seperti Fecal coliform sering ditemukan didalam
air bersih. Dalam studi yang telah dilakukan pada pemukiman masyarakat di
Myanmar tingkat konsentrasi Fecal coliform memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian diare pada masyarakat Myanmar (Myint et al. 2015). Selain itu,
analisis untuk Fecal coliform (E. coli) masih penting bagi penyedia air minum
untuk memantau intrusi atau penyerapan air limbah (Jensen et al. 2004). Hasil
penelitian (Jensen et al. 2004) yang dilakukan di Punjab Selatan, Pakistan
memberikan hubungan yang signifikan bahwa kontaminasi feses dengan
parameter Fecal coliform pada air merupakan faktor risiko penting untuk diare
pada anak di Negara berkembang.
Berdasarkan hasil Riskesdas (2013), lima provinsi dengan insiden tertinggi
meliputi Provinsi Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten. Selain
itu, perkiraan kasus diare pada fasilitas kesehatan Provinsi Banten juga termasuk
kedalam lima provinsi yang memiliki kasus diare tertinggi di Indonesia dengan
Pada tahun 2011, kasus diare di Kabupaten Serang memasuki urutan kedua
dengan jumlah kasus sebesar 140.323 (Dinkes Provinsi Banten 2011). Kemudian,
jumlah kasus diare pada tahun 2014 di Kabupaten Serang masih memasuki urutan
kedua, yaitu sebesar 35.879 kasus setelah Kabupaten Pandeglang (BPS Provinsi
Banten 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Serang Tahun 2015,
diketahui bahwa kasus diare di Kecamatan Kragilan termasuk ke dalam sepuluh
kasus diare tertinggi di Kabupaten Serang.
Berdasarkan data Profil Puskesmas Kecamatan Kragilan Tahun 2016,
diketahui bahwa Desa Sentul merupakan desa yang memiliki kasus diare tertinggi
ketiga di Kecamatan Kragilan dengan jumlah kasus sebesar 2.551 kasus. Apabila
masyarakat sering terkena diare, maka harus dilakukan pemeriksaan jenis sarana
air bersih yang digunakan oleh masyarakat. Pemakaian air yang tidak bersih
seringkali menjadi penyebab utama terjadinya diare (WHO 1995).
Penyebab utama penyakit diare adalah infeksi bakteri atau virus. Jalur
masuk utama infeksi dapat melalui air, makanan, feses manusia atau binatang, dan
kontak dengan manusia. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat atau penjamu
untuk patogen, menjadi risiko utama penyakit ini. Sanitasi lingkungan dan
kebersihan rumah tangga yang buruk, kurangnya air yang aman, dan pajanan yang
berasal dari sampah dapat menyebabkan penyakit diare (WHO 2003). Sehingga
masyarakat harus menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari agar terhindar dari penyakit pencernaan seperti diare. Dalam menjaga
kebersihan air diperlukannya memperhatikan sanitasi air yang digunakan
Sarana air bersih yang digunakan rata-rata penduduk Indonesia, yaitu
sarana sumur gali. Sumur gali yang digunakan oleh rata-rata penduduk Indonesia
ini tentunya memiliki kualitas air yang berbeda-beda. Kualitas air sumur gali ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak jamban, jarak sumber pencemar
lain, jarak septic tank, arah aliran air tanah, porositas dan permeabilitas tanah,
curah hujan, kondisi fisik sarana sumur gali dan perilaku (Marsono 2009). Adapun
faktor sanitasi sumur gali terdiri dari jarak sumber pencemar lain dengan sumur
gali, jarak jamban dengan sumur gali, jarak septic tank dengan sumur gali, serta
kondisi fisik sarana sumur gali yang meliputi bibir sumur, lantai sumur, dinding
sumur kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL), pengambilan air dengan
timba, dan sumur resapan (Depkes RI 1994).
Berdasarkan hasil penelitian (Marsono 2009), terdapat 18 sumur yang
kondisi fisiknya buruk dan keseluruhan (100%) air sumurnya tidak memenuhi
syarat diketahui bahwa kondisi fisik sumur mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap mikroorganisme dalam air sumur gali. Selain itu, menurut (Sudrajat
1999), menyebutkan bahwa jarak jamban yang kurang dari 11 meter (60%) hasil
pemeriksaan sampel airnya menunjukan kelas kualitas bakteriologis air tidak baik
sebanyak 87 sampel (58%) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jarak jamban dengan kualitas bakteriologis air sumur gali, serta
jarak sumber pencemar lain juga memiliki hubungan yang signifikan dengan
kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini didukung oleh penelitian (Sapulete
2010), diperoleh hasil p value (0.039) < 0.05 berarti terdapat hubungan yang
lubang penampungan kotoran dengan kandungan Fecal coliform (E. coli) dalam
air sumur gali.
Dari beberapa penelitian diatas diketahui bahwa faktor sanitasi sumur gali
yang digunakan oleh masyarakat seperti jarak jamban dengan sumur gali, jarak
pencemaran lain dengan sumur gali, jarak septic tank dengan sumur gali, dan
kondisi fisik sarana sumur gali masih banyak yang tidak memenuhi syarat air
bersih yang sehat. Masyarakat Kecamatan Kragilan masih banyak memanfaatkan
sarana sumur gali sebagai sarana air bersihnya. Wilayah kerja Puskesmas Kragilan
terdiri dari enam desa, namun desa yang memiliki sarana sumur gali terbanyak,
yaitu Desa Sentul sebesar 584 sarana sumur gali dan menduduki peringkat ketiga
dengan kasus diare terbanyak. Selain itu, masyarakat di Desa Sentul tersebut
banyak yang menggunakan air sumur gali sebagai sumber air minum, mandi,
memasak, dan mencuci perlengkapan masak. Oleh karena itu, perlunya penelitian
mengenai hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks Fecal
coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Pencemaran air di Indonesia banyak diakibatkan oleh sumber pencemar
berupa limbah domestik atau rumah tangga yang berasal dari jamban dan septic
tank sehingga dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis (Rusydi et al. 2015).
Pencemaran akibat limbah domestik tersebut dapat mengalami rembesan ke dalam
air tanah dan mencemari air tanah penduduk sekitar. Di beberapa wilayah
Indonesia, air tanah seperti sumur gali masih menjadi sumber air minum utama
(Kodoatie 2010). Selain itu, sumur gali juga sarana air bersih tertinggi yang
di Kecamatan Kragilan khususnya Desa Sentul. Hasil studi pendahuluan dari
sepuluh sarana sumur gali di Desa Sentul pada tahun 2017, menunjukan bahwa
sepuluh sampel air sumur gali atau sekitar 100% sampel air sumur gali tidak
memenuhi syarat. Sehingga air pada sarana sumur gali di Desa Sentul tidak
memenuhi persyaratan bakteriologis. Kehadiran Fecalcoliform di air sumur dapat
mengindikasikan kontaminasi oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran
hewan. Air yang terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan
penyakit pencernaan termasuk diare (Ministry of Environment 2007). Sehingga
masyarakat harus menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari agar terhindar dari penyakit. Dalam menjaga kebersihan air diperlukannya
memperhatikan sanitasi air yang digunakan khususnya sanitasi sumur gali.
Adapun faktor sanitasi sumur gali yang dapat mempengaruhi kadar Fecal coliform
meliputi jarak jamban dari sumur gali, jarak pencemaran lain dari sumur gali,
jarak septic tank dari sumur gali, dan kondisi fisik sumur gali. Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana nilai indeks Fecalcoliform air sumur gali di pemukiman Desa
Sentul Kecamatan Kragilan?
2. Bagaimana gambaran antara jarak jamban dari sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
3. Bagaimana gambaran antara jarak septic tank dari sumur gali di
4. Bagaimana gambaran antara jarak pencemar lain (genangan air, tempat
sampah, dan kandang ternak) di pemukiman Desa Sentul Kecamatan
Kragilan?
5. Bagaimana gambaran kondisi fisik sarana sumur gali di pemukiman Desa
Sentul Kecamatan Kragilan?
6. Bagaimana hubungan antara jarak jamban dari sumur gali terhadap indeks
Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
7. Bagaimana hubungan antara jarak septic tank dari sumur gali terhadap
indeks Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
8. Bagaimana hubungan antara pencemar lain (genangan air, tempat sampah,
dan kandang ternak) dari sumur gali terhadap indeks Fecal coliform di
Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
9. Bagaimana hubungan kondisi fisik sarana sumur gali terhadap indeks
Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks
FecalColiform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya nilai indeks Fecal coliform air sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
2. Diketahuinya gambaran antara jarak jamban dari sumur gali di pemukiman
3. Diketahuinya gambaran antara jarak septic tank dari sumur gali di
pemukiman Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
4. Diketahuinya gambaran antara jarak pencemar lain (genangan air, tempat
sampah, dan kandang ternak) di pemukiman Desa Sentul Kecamatan
Kragilan.
5. Diketahuinya gambaran kondisi fisik sarana sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
6. Diketahuinya hubungan antara jarak jamban dari sumur gali terhadap
indeks Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
7. Diketahuinya hubungan antara jarak septic tank dari sumur gali terhadap
indeks Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
8. Diketahuinya hubungan antara antara jarak pencemar lain (genangan air,
tempat sampah, dan kandang ternak) dari sumur gali terhadap indeks Fecal
coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
9. Diketahuinya hubungan kondisi fisik sarana sumur gali terhadap indeks
Fecalcoliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah
1. Menjadi landasan atau acuan bagi pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang dalam pengambilan keputusan serta membuat kebijakan
atau program untuk mengurangi penyakit yang bersumber dari air (water
2. Menjadi database bagi Dinas Kesehatan dalam melakukan upaya
pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan khususnya pada diare.
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas
1. Dapat menjadi landasan untuk pengawasan terintegrasi pada air bersih
yang digunakan oleh masyarakat.
2. Dapat menjadi acuan untuk berpartisipasinya masyarakat dalam upaya
pencegahan penyakit yang bersumber dari air (water borne deasease).
1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Agar dapat mengenali dan memahami kondisi sarana air bersih yang
digunakan agar terhindar dari penyakit yang bersumber dari air (water borne
deasease).
1.5.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti lainnya tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumur gali dan sanitasi sumur gali
terhadap nilai indeks Fecal coliform air sumur gali. Selain itu, sebagai acuan
untuk penelitian lebih lanjut dan informasi bagi peneliti lain yang peduli terhadap
kondisi lingkungan dan kesehatan.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor sanitasi sumur
gali terhadap indeks Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun
2017. Metode penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif dengan sumber
data sekunder dari Puskesmas Kecamatan Kragilan mengenai masyarakat
pengguna air sumur gali. Untuk data primer berupa pengambilan sampel air sumur
dengan uji Most Probable Number (MPN) dengan menggunakan SNI
06-4158-1996 agar mengetahui indeks bakteri Fecal coliform pada air bersih. Peneliti juga
mengukur jarak antara jamban, septic tank, dan pencemaran lain dari sumur gali
menggunakan meteran. Untuk mengetahui kondisi fisik sumur gali dengan metode
observasi menggunakan lembar observasi atau lembar checklist. Desain studi yang
digunakan, yaitu desain studi cross sectional karena pengukuran dilakukan pada
saat yang bersamaan dan bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah sumur
gali yang airnya digunakan sebagai bahan baku air minum yang dimiliki
masyarakat di Desa Sentul Kecamatan Kragilan, serta sampel dalam penelitian ini
sebesar 69 sarana sumur gali.
Proses pengambilan data dilakukan pada bulan September sampai Oktober
tahun 2017. Setelah data diperoleh, dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan software analisis data. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui gambaran dan distribusi frekuensi. Analisis bivariat dengan
2.1 Air Bersih
2.1.1 Pengertian Air Bersih
Air merupakan zat yang penting bagi kehidupan manusia. Setiap tiga per
empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air dan tidak ada yang dapat bertahan
hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum air (Chandra 2006). Menurut Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air juga dipergunakan untuk kebutuhan rumah
tangga seperti memasak, mencuci pakaian dan peralatan lainnya. Selain itu, air
digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat
rekreasi, transportasi, dan lain-lain (Chandra 2006).
2.1.2 Sumber Air Bersih
Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan
bersirkulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut
siklus hidrologis. Siklus ini penting, karena jalan yang mensuplai daratan dengan
air (Soemirat 2009). Selanjutnya yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang
tidak termasuk salju dan es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air bersumber
pada air tanah, air permukaan dan air atmosfer, yang ketersediannya sangat
ditentukan oleh atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan (Sumantri 2010).
Siklus hidrologi memiliki beberapa tahapan yang dilaluinya, mulai dari
proses penguapan air (evaporasi), pembentuakan awan (kondensasi), peristiwa
penyerapan air kedalam tanah, sampai berlangsungnya proses daur ulang
(Chandra 2006).
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi Sumber : (Sumantri 2010)
Sinar matahari sebagai sumber energi akan mengeluarkan panas matahari
sehingga air dapat menguap. Penguapan ini terjadi pada air permukaan, air yang
berada di dalam lapisan tanah bagian atas (evaporasi), air yang ada didalam
tumbuhan (transpirasi), hewan, dan manusia (transpirasi, respirasi). Uap air ini
memasuki atmosfer. Didalam atmosfer uap ini akan menjadi awan, dan dalam
kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah bentuk menjadi
tetesan-tetesan air dan jatuh kembali kepermukaan sebagai air hujan. Air hujan ini akan
mengalir langsung masuk kedalam air permukaan (runoff), ada yang meresap
kedalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah baik yang dangkal maupun yang
dalam, ada yang diserap oleh tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke
permukaan sebagai mata air dan menjadi air permukaan. Air permukaan
kembali menjadi awan. Maka siklus hidrologi ini kembali berulang (Soemirat
2009).
Dari siklus hidrologi ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar.
Berdasarkan siklus hidrologi, sumber air dapat diklasifikasikan menjadi air
angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah yang akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Air Angkasa (Air Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi.
Walaupun pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut
cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran
yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia
(Chandra 2006). Maka dari itu, kualitas air hujan bergantung sekali pada
kualitas udara yang dilaluinya sewaktu turun ke bumi. Bila kadar SO2 didalam
udara tinggi, maka hujan yang akan turun bersifat asam, sehingga air hujan
tersebut tercemar. Keadaan seperti ini sering ditemukan didaerah perindustrian
(Soemirat 2009).
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah (Effendi 2003).
Air permukaan yang meliputi badan-badan air sebagian besar berasal dari air
hujan yang jatuh kepermukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan
mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya (Chandra
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air
bersih. Faktor-faktor yang harus diperhatikan, yaitu mutu atau kualitas baku,
jumlah atau kuantitasnya, dan kontinuitasnya. Dibandingkan dengan sumber
air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar akibat
kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lain (Chandra 2006).
Sumber-sumber air permukaan, antara lain sungai, selokan, rawa, parit,
bendungan, danau, laut, dan air terjun. Sumber air permukaan yang berasal
dari sungai, selokan, dan parit mempunyai persamaan, yaitu mengalir dan
dapat menghanyutkan bahan yang tercemar. Sumber air permukaan yang
berasal dari rawa, bendungan, dan danau memiliki air yang tidak mengalir,
tersimpan dalam waktu yang lama, dan mengandung sisa-sisa pembusukan
alam, misalnya pembusukan tumbuh-tumbuhan, ganggang, fungi, dan lain-lain
(Chandra 2006).
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air
hujan tersebut, didalam perjalanannya kebawah tanah, membuat air tanah
menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra
2006).
Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air lain.
Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu
mengalami proses purifikasi dan penjernihan. Persediaan air tanah yang cukup
tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air
lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral konsentrasi yang tinggi.
Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam magnesium, kalsium,
dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu,
untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa
(Chandra 2006). Air tanah terbagi menjadi tiga, yaitu air tanah dangkal, air
tanah dalam, dan mata air.
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses air dari permukaan tanah.
Lumpur akan tertahan, demikian juga dengan sebagian bakteri. Sehingga air
tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam
yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur
kimia tertentu untuk masing-masing lapisan. Lapisan tanah ini berfungsi
sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus
berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah. Setelah
menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal
dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air bersih melalui
sumur-sumur dangkal (Sutrisno 2010). Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman ±
15 m sebagai sumber air bersih, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas
agak baik. Dari segi kuantitas kurang baik dan tergantung musim (Sumantri
2010).
b. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat setelah rapat air yang pertama. Pengambilan air
dan memasukan pipa kedalamnya sampai kedalaman 100 – 300 m. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar, sumur ini
disebut sumur artesis (Sutrisno 2010).
c. Mata Air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah. Air yang berasal dari mata air ini belum tercemar oleh
kotoran. Mata air yang berasal dari tanah dalam, tidak terpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Notoatmodjo 2011).
2.1.3 Syarat Kualitas Air Bersih
Kegunaan air yang paling terpenting merupakan kebutuhan untuk minum.
Untuk keperluaan minum (termasuk untuk masak) air bersih harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit pada manusia
(Notoatmodjo 2011). Agar air bersih tidak menimbulkan penyakit, maka air
tersebut seharusnya memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika, kimia,
biologi, dan radioaktif. Syarat fisika air bersih, yaitu air tidak berwarna, tidak
berasa, dan tidak berbau. Syarat kimia air bersih, yaitu air tidak mengandung
zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat biologi, yaitu air tidak
mengandung mikroorganisme atau bakteri patogen. Untuk syarat radioaktif, yaitu
tidak mengandung unsur-unsur radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan
seperti aktivitas alpha dan aktivitas beta (Depkes RI 1990b).
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air disebutkan syarat-syarat-syarat-syarat kualitas air untuk air
bersih yang tercantum dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990
sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Persyaratan Kualitas Air Bersih
No Parameter Satuan
No Parameter Satuan
Kadar Maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
10. 1,1-Dichloroethene mg/l 0,0003
11. Heptachlor dan heptachlor epoxide
mg/l 0,003
12. Hexachlorobenzene mg/l 0,00001
13. Gamma-HCH (Lindane) mg/l 0,004
14. Methoxychlor mg/l 0,10
15. Pentachlorophanol mg/l 0,01
16. Pestisida total mg/l 0,10
17. 2,4,6-trichlorophenol mg/l 0,01
18. Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
2. Aktivitas Beta (Gross Beta Activity)
mg/l 1
Sumber : Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990
2.2 Sumur Gali (SGL)
2.2.1 Pengertian Sumur Gali
Sumur gali merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk
yang tinggal didaerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Sumur gali
adalah sarana air bersih yang mengambil/memanfaatkan air tanah dengan cara
menggali lubang di tanah dengan menggunakan tangan sampai mendapatkan air
(Depkes RI 1990a). Sumur gali biasanya memanfaatkan sumber air tanah dangkal.
Air tanah dangkal juga disebut air tanah bebas karena lapisan air tersebut tidak
berada dalam tekanan. Profil permukaan air tanah dangkal tergantung dari profil
muka tanah dan bahan/jenis tanah itu sendiri (Gunawan 2009). Adapun kriteria
sumur gali yang sering dipergunakan oleh masyarakat dibedakan menurut
kedalaman dan letak dari sumur gali tersebut.
1. Kedalaman Sumur Gali
Secara teknis sumur gali dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sumur Gali Dangkal (shallow well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air
hujan diatas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis
sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi
air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga
persyaratan sanitasi yang perlu sekali diperhatikan (Chandra 2006).
Sumur dangkal merupakan cara pengambilan air yang banyak dipakai
di Indonesia. Sumur sebaiknya terletak ditempat yang aliran air tanahnya
tidak tercemar. Bila disekeliling sumur terdapat sumber pencemaran air
tanah, hendaknya sumur ini berada di hulu aliran air tanah dan sedikitnya
berjarak 10-15 meter dari sumber pencemaran tersebut. Diperkirakan
sampai kedalaman 3 meter masih mengandung kuman-kuman. Lebih
dalam dari 3 meter sudah dapat dikatakan tanah bersih dari kuman-kuman.
Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi sumur sebaiknya dibuat
sampai dengan 3 meter atau 5 meter (Sumantri 2010).
b. Sumur Gali Dalam (deep well)
Sumur dalam mempunyai permukaan air yang lebih tinggi dari
permukaan air tanah disekelilingnya. Tingginya permukaan air ini
disebabkan oleh adanya tekanan didalam akuifer. Air tanah berada dalam
2010). Selain itu, sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses
purifikasi alami air hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah.
Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi
(Chandra 2006).
Tabel 2. 2 Perbedaan antara Sumur Dangkal dengan Sumur Dalam No. Jenis
Kurang Baik Kontaminasi Kering pada musim
Adapun menurut letaknya sumur gali dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sumur gali terbuka dan sumur gali tertutup yang akan diuraikan sebagai
berikut.
a. Sumur gali di luar rumah
Sumur gali di luar rumah adalah sumur yang terletak di luar rumah.
Jenis sumur ini biasanya termasuk kedalam sumur gali terbuka. Sumur gali
terbuka adalah sumur gali yang bentuk konstruksinya terbuka terdapat
dinding terbuat dari beton, bibir, lantai, serta teknik pengambilan airnya
menggunakan timba (Machfoedz 2004). Keadaan kontruksi dan cara
pengambilan air sumur dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya
sumur dengan konstruksi yang tidak memperhatikan syarat teknis
pembuatan dan pengambilan air dengan timba yang tidak saniter. Selain
itu, makin tinggi proporsi sarana sumur gali di luar rumah, makin tinggi
terletak di luar rumah memungkinkan tercemar oleh hewan atau sumber
pencemar lain (Iriani 2012).
Dari segi kesehatan penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan dengan
memperhatikan syarat teknis pembuatan dari sumur gali dan diberikan
penutup untuk mencegah kontaminasi polusi, debu, ataupun kotoran
(Mukono 2002).
b. Sumur gali di dalam rumah
Sumur gali di dalam rumah adalah sumur gali yang terletak didalam
rumah. Sumur gali jenis ini biasanya termasuk kedalam sumur gali yang
tertutup. Sumur gali tertutup ada yang memakai pompa dan ada yang
memakai sanyo. Akan tetapi, terdapat juga sumur gali terbuka namun
terletak di dalam rumah. Kelebihan jenis umur ini adalah kemungkinan
untuk terjadinya pengotoran atau pencemaran akan lebih sedikit
disebabkan kondisi sumur selalu tertutup (Machfoedz 2004).
2.2.2 Sanitasi Sumur Gali
Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti 2001). Secara luas, ilmu
sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu
memperbaiki, mempertahankan, atau mengembalikan kesehatan yang baik pada
Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah memenuhi persyaratan
sanitasi dan terlindungi dari kontaminasi air kotor (Chandra 2009). Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjaga sanitasi sumur meliputi lokasi,
dinding sumur, dinding parapet, lantai kaki lima, drainase (saluran pembuangan
air), tutup sumur, pompa tangan /listrik, tanggung jawab pemakai, dan kualitas air
(Chandra 2009).
Adapun, menurut Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program
Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih, syarat sanitasi sarana sumur gali yang
baik, meliputi :
1. Jarak sumur dengan lubang penampungan kotoran manusia paling sedikit 11
meter.
2. Jarak sumur dengan peresapan air limbah paling sedikit 11 meter.
3. Jarak sumur dengan sumber pencemaran (genangan air, tempat sampah,
kandang ternak) paling sedikit 11 meter.
4. Bibir sumur (apron) setinggi 0,5 – 0,7 m dari permukaan tanah (Depkes RI 1990a).
5. Lantai sumur (slab) kedap air minimal 1 meter (Depkes RI 1994). Selain itu,
lantai sumur juga tidak retak/ bocor, mudah dibersihkan, dan tidak tergenang
air (Depkes RI 1995).
6. Dinding sumur kedap air minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah,
dibuat dari bahan kedap air dan kuat (tidak mudah retak/longsor) (Depkes RI
1990a).
7. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 11 meter, serta SPAL harus
8. Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk mencegah
pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakan di lantai.
9. Sumur resapan 1,5 – 2 cm (Depkes, 1994).
2.3 Sumber Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2010, pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Sumber pencemar yang
paling utama berasal dari limbah industri, pertanian, dan domestik (rumah
tangga).
1. Limbah Industri
Limbah industri (industrial waste) yang berbentuk cair dapat berasal dari
pabrik yang biasanya banyak menggunakan air pada proses produksinya. Selain
itu, limbah cair juga dapat berasal dari bahan baku yang mengandung air sehingga
didalam proses pengolahannya, air harus dibuang (Chandra 2006). Jumlah aliran
air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan
besar-kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,
derajat pengolahan air limbah yang ada (Sugiharto 1987).
Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri
yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari.
Apabila suatu industri tidak mempergunakan air limbahnya kembali, patokan
memanfaatkan kembali air limbahnya maka jumlahnya akan lebih kecil lagi
(Sugiharto 1987).
Kandungan zat-zat yang berasal dari setiap industri sangat ditentukan oleh
jenis industri itu sendiri (Sugiharto 1987). Pembuangan limbah industri ke sungai
menyebabkan air sungai tercemar. Pencemaran air sungai oleh logam-logam berat
seperti air raksa, timbal, dan kadmium sangat berbahaya bagi manusia. Bahan
pencemar yang berasal dari limbah industri dapat meresap ke dalam air tanah
yang menjadi sumber air untuk minum, mencuci, dan mandi. Air tanah yang
tercemar umumnya sukar sekali dikembalikan menjadi air bersih (Achmadi 2012).
2. Limbah Pertanian
Limbah pertanian berasal dari daerah atau kegiatan pertanian maupun
perkebunan. Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dapat
mengakibatkan pencemaran air. Kelebihan pupuk yang memasuki wilayah
perairan akan menyuburkan tumbuhan air, seperti ganggang dan eceng gondok
sehingga dapat menutupi permukaan air. Akibatnya sinar matahari sulit masuk ke
dalam air sehingga mematikan fitoplankton dalam air. Akibat lebih lanjut, sampah
organik dari ganggang dan eceng gonok akan menghabiskan oksigen terlarut
sehingga ikan-ikan tidak dapat hidup. Sedangkan, sisa pestisida yang masuk
wilayah perairan dapat mematikan ikan-ikan atau diserap oleh mikroorganisme
kemudian masuk dalam rantai makanan. Sisa pestisida di perairan dapat meresap
3. Limbah Domestik
Air limbah domestik (rumah tangga) adalah bekas yang tidak dapat
dipergunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia
(tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci. Air limbah domesik
mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan
diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti
protein, karbohidrat dan lemak dan juga unsur-unsur anorgank seperti butiran,
garam dan metal serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak
kualitas air buangan dalam sifat fisik, kimia, maupun biologi (Kodoatie 2010).
Volume air limbah bergantung pada volume pemakaian air penduduk
setempat. Penggunaan air untuk keperluan sehari-hari mungkin kurang dari 10
liter per orang didaerah yang sumber airnya berasal dari sumur pompa atau
sambungan rumah sendiri, penggunaan air dapat mencapai 200 liter per orang
(Chandra 2006).
2.4 Proses Pencemaran Air Tanah
Pencemaran air dapat diakibatkan oleh banyak sumber pencemar, tetapi
sumber pencemar secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber
kontaminasi langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang
keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga, dan sebagainya. Sumber tak
langsung, yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, atau atmosfer
berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah
tangga (pemukiman) dan pertanian (Sumantri 2010). Pencemaran air juga dapat
Pencemaran bakteriologis adalah peristiwa yang masih sering terjadi di
Negara berkembang berupa masuknya mikroorganisme yang berasal dari tinja
manusia atau kotoran binatang berdarah panas masuk ke dalam sumber air bersih.
Air tanah seperti sumur di Indonesia dapat tercemar secara bakteriologis melalui
perembesan air limbah. Apabila suatu kota belum memiliki sistem pembuangan
air limbah secara tertutup, maka umumnya hanya air yang berasal dari kamar
mandi dan cuci saja yang dibuang ke saluran limbah kota, sedangkan kotoran
yang berasal dari WC akan dibuang ke tempat pembuangan khusus yang dikenal
dengan septic tank (Sugiharto 1987).
Setiap rumah tangga memiliki septic tank tersendiri untuk membuang
kotoran rumahtangga, sehingga dapat berakibat negatif dari pembuangan tersebut.
Berikut ini merupakan suatu gambaran pola pencemaran yang ada didalam tanah
apabila suatu sumber pencemar diletakan di dalam tanah (Sugiharto 1987).
Gambaran pola pencemaran yang ada didalam tanah, yaitu pencemaran akibat
adanya pembuangan kotoran rumah tangga terhadap tanah disekitarnya.
Gambar 2. 2 Penyebaran mikroorganisme dan bahan kimia dalam suatu pencemaran terhadap air tanah disekitarnya
Dari gambar tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Pencemaran yang ditimbulkan oleh bakteri terhadap air yang ada didalam
tanah dapat mencapai jarak 11 meter, searah dengan arah aliran air tanah. Oleh
karena itu, pembuatan sumur pompa tangan atau sumur gali untuk keperluan
air rumah tangga sebaiknya berjarak 11 meter dari sumber pencemar.
2. Pencemaran dapat diperpendek jaraknya jika pembuangan kotoran belum
mencapai permukaan air tanah karena perjalanan bakteri didalam tanah sangat
dipengaruhi oleh aliran air didalam tanah.
3. Jika pencemaran bakteri hanya mencapai 11 m maka pencemaran yang
diakibatkan oleh kandungan kimia dapat mencapai 95 m. dengan demikian,
sumber air yang ada didalam masyarakat sebaiknya berjarak lebih dari 95 m
dari tempat pembuangan bahan kimia (Kusjuliadi 2010).
Adapun pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab
ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, dan pengrusakan hutan akibat
hujan asam. Dibadan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan
pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang diluar kendali yang
disebut eutrofikasi. Selain itu, dampak pencemaran air pada umumnya dibagi
menjadi empat kategori sebagai berikut KLH (2004) dalam (Sumantri 2010).
1. Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya
kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan
perkembangannya. Selain itu, kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun
yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.
2. Dampak Terhadap Kualitas Tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan Fecal coliform
telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei
sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran ini.
3. Dampak Terhadap Kesehatan
Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara
lain, yaitu :
a. Air sebagai media untuk hidup mikroba patogen.
b. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit.
c. Jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia tidak dapat
membersihkan diri.
d. Air sebagai media untuk hidup vektor penyakit.
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water-borne disease
atau penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam
sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Adapun jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri,
protozoa, dan metazoan (Sumantri 2010).
4. Dampak Terhadap Estetika Lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan
bau yang menyengat di samping tumpukan yang dapat mengurangi estetika
lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika.
2.5 Proses Pencemaran Sumur Gali
Proses pencemaran sumur gali terjadi akibat aliran air tanah dan
penurunan permukaan air tanah (draw down) yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
2.1.2 Aliran Air Tanah
Didalam siklus hidrologi maka air tanah secara alami mengalir oleh karena
adanya perbedaan tekanan dan letak ketinggian lapisan tanah. Air akan mengalir
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu, apabila letak
sumur berada dibagian bawah dari letak sumber pencemar maka bahan pencemar
bersama aliran air tanah akan mengalir untuk mencapai sumur gali. Penentuan
lokasi pembuatan sumur yang jauh dari sumber pencemar merupakan usaha untuk
mencegah dan mengurangi resiko pencemaran (Asdak 2002).
2.1.3 Penurunan Permukaan Air Tanah (draw down)
Pada lapisan tanah yang mencapai lapisan ketinggian yang relatif sama
dan landai, maka secara relatif pula tempat tersebut tidak terjadi aliran air tanah.
Jika dilakukan pemompaan atau penimbaan atau pengambilan air tanah pada
sumur, maka akan terjadi draw down, yaitu penurunan dari permukaan air tanah.
Oleh karena adanya draw down ini maka pada sumber itu tekanannya menjadi
lebih rendah dari air tanah disekitarnya sehingga mengalirlah air tanah disekitar
menuju ke sumur gali tersebut (Asdak 2002).
Perkataan lain untuk mengganti air yang telah diambil sampai permukaan
air tanah disekitarnya telah tercemar oleh bahan-bahan pencemar akan sampai ke
dalam air sumur gali. Hal ini dapat terjadi dari sumur yang satu ke sumur yang
lain yang jangkauannya semakin jauh (Asdak 2002).
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumur gali dibagi menjadi
dua, yaitu meliput faktor sanitasi sumur gali (Mulyana 2003) dan juga faktor lain
yang berpengaruh terhadap pencemaran sumur gali (Marsono 2009).
2.6.1 Faktor Sanitasi Sumur Gali
Faktor sanitasi sumur gali meliputi jarak jamban, jarak septic tank, jarak
pencemar lain, dan kondisi fisik sumur gali yang akan diuraikan sebagai berikut.
1. Jarak Jamban
Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman (Soeparman &
Suparmin 2001). Semakin jauh jarak jamban dengan sumur gali akan
menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat
jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan
karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang akan
menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono 2009). Berdasarkan penelitian
Tattit Khomariyatika (2011), menyatakan adanya pengaruh jarak jamban dengan
kualitas bakteriologis sumur gali. Jarak jamban dengan letak sarana sumur gali
yang memenuhi syarat paling sedikit 11 meter (Depkes RI 1994). Sehingga
dengan jarak lebih dari 10 meter air sumur gali tidak terkontaminasi bakteri