• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

6.2 Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali

Fecal coliform atau koliform tinja merupakan sekelompok bakteri yang ditemukan di kotoran hewan berdarah panas seperti manusia, ternak, hewan peliharaan, dan satwa liar. Jumlah koliform tinja di sungai dan danau dapat meningkat dengan adanya pembuangan jumlah limbah dan/atau pupuk kandang (Butler 2005). Fecal coliform digunakan sebagai indikator mikrobiologi air untuk menunjukan organisme koliform yang tumbuh pada 44 atau 44,5 ºC. Kehadiran

Fecal coliform mengindikasikan kontaminasi oleh tinja dan lebih dari 95% Fecal coliform yang diisolasi dalam air merupakan organisme Escherchia coli yang keberadaannya mengindikasikan kontaminasi oleh tinja (Bartram & Pedley 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Fecal coliform pada sarana sumur gali. Jumlah Fecal coliform dihasilkan dengan menggunakan uji MPN (Most Probable Number). MPN adalah suatu metode perhitungan mikroorganisme berdasarkan data kualitatif hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung untuk memperoleh kisaran data kuantitatif jumlah mikroorganisme tersebut (MPN/ml (g)). MPN suatu metode uji pengenceran bertingkat (serial dilution) untuk mengukur mikroorganisme target dengan perkiraan. Adapun SNI 06-4158-1996 yang digunakan untuk mendeskripsikan MPN sebagai metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan menggunakan medium cair pada tabung reaksi yang pada umumnya setiap pengenceran menggunakan 3 atau 5 seri tabung (Badan Standardisasi Nasional 2006).

Dari hasil uji laboratorium didapatkan 92,8% jumlah bakteri Fecal coliform pada air sumur gali tidak memenuhi syarat Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 (lebih dari 0/100 ml air). Berdasarkan hasil penelitian dari 69 sampel yang diperiksa, jumlah bakteri Fecal coliform adalah 0-1101 MPN/100 ml yang berarti air bersih tersebut telah tercemar oleh bakteri Fecal coliform. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di daerah Langas menunjukan bahwa dari 50 sampel yang diambil pada sumur gali, 98% ditemukan

Fecal Coliform sebesar 3 MPN/ 100 ml sampai 1100 MPN/ 100 ml, sedangkan hanya 2% sampel yang tidak mengandung Fecal Coliform (Muruka et al. 2012).

Penelitian lainnya yang dilakukan di Kampung Darulin menyatakan bahwa jumlah bakteri Fecal coliform pada air sumur gali tidak ada yang memenuhi syarat. Rata-rata sampel air sumur gali di Kampung Darulin memiliki kandungan koli-fekal sebesar 30.860/100 ml air. Sekitar 12% sampel memiliki kandungan koli-fekal mencapai 700/100 ml sampel dan sekitar 88% sampel mengandung koli-fekal sampai 35.000/100 ml air (Ridhosari & Roosmini 2011).

Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian dilakukan pada saat musim hujan dan juga kemarau. Hal ini tentunya pada saat terjadinya musim hujan lebih berpengaruh terhadap perkembangan bakteri dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Rembang oleh (Irianti et al. 2002) yang menunjukan bahwa kualitas bakteriologi pada musim kemarau lebih baik daripada musim hujan. Hal ini disebabkan pada musim kemarau tidak ada kelebihan air yang masuk ke dalam tanah sehingga tanah masih mampu membersihkan air kotor yang biasanya mengandung bakteri. Penelitian ini membuktikan bahwa pencemaran koli-fekal meningkat pada saat transisi dari musim kemarau ke musim hujan (Irianti et al. 2002). Maka dari itu, dengan meningkatnya Fecal coliform pada musim hujan akan mempengaruhi kualitas air bersih khususnya air sumur gali yang digunakan oleh masyarakat.

Air bersih seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen apapun, dan juga harus bebas dari bakteri yang memberi indikasi pencemaran tinja. Parameter mikrobiologis yang dicantumkan berupa koliform tinja dan total koliform. Kedua macam parameter ini berupa indikator bagi berbagai mikroba yang dapat berupa parasit (protozoa, metazoa, tungau), bakteri patogen, dan virus

(Soemirat 2009). Secara mikriobiologis, keberadaan bakteri koliform tinja pada air dapat dijadikan penentu apakah air tersebut layak digunakan untuk keperluan tertentu seperti untuk air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dan lain-lain (Widiyanti et al. 2017).

Fecal coliform seperti Escherichia coli (E. coli) dan juga bakteri Fecal coliform lain yang secara alami ditemukan didalam tanah. Bakteri Fecal coliform

ada diusus binatang berdarah panas dan manusia, dan ditemukan dalam limbah fisik, kotoran hewan, dan alami didalam tanah yang dapat menyebabkan penyakit serius pada manusia (Ministry of Environment 2007).

Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat mengindikasikan kontaminasi oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran hewan yang dapat mengandung bakteri, virus, atau organisme penyebab penyakit lainnya. Sehingga

Fecal Coliform digunakan sebagai indikator adanya pencemaran pada air bersih. Apabila air yang terkontaminasi dengan organisme ini digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang maka dapat menyebabkan penyakit pencernaan termasuk diare dan mual, bahkan mengakibatkan kematian. Efek ini mungkin lebih parah dan mungkin mengancam nyawa untuk bayi, anak-anak, orangtua atau orang dengan kekebalan tubuh rendah (Ministry of Environment 2007). Selain itu, terdapat beberapa gejala penyakit yang berhubungan dengan patogen koliform tinja seperti sakit perut, diare, infeksi telinga, dan ruam. Namun, beberapa patogen seperti E.coli, hepatitis, dan Salmonella sp. dapat memiliki efek kesehatan yang sangat parah. Standar kualitas air untuk bakteri koliform tinja ditetapkan untuk melindungi kesehatan masyarakat (Butler 2005).

Dari hasil penelitian yang terletak di sempadan Sungai Cikapundung, dari 19 air sumur gali memperlihatkan bahwa semua air mengandung koli-fekal yang tinggi dan melampaui kadar maksimum (> 0/100ml air) yang diperbolehkan dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 tentang Air Minum dan Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih (Ramdhany 2004). Selain itu, dari penelitian yang juga dilakukan di Kelurahan Martubung menyatakan bahwa jumlah Fecal coliform sebanyak 4 sumur gali dari 82 sampel yang diperiksa memiliki angka 0 per 100 ml air dan sebanyak 78 sumur gali memiliki angka Fecal coliform > 0 per 100 ml air, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh jarak sumur gali dengan jamban penduduk masih terlalu dekat (Ginting 2009). Adapun, dari penelitian yang dilakukan di Kelurahan Terjun, didapatkan hasil bahwa Fecal coliform dari 30 sampel terdapat 27 (90%) sampel air sumur gali tidak memenuhi syarat dan 3 (10%) sampel air sumur gali memenuhi syarat sesuai dengan Permeneks RI No. 416 Tahun 1990 (Aprina 2013).

Kontaminasi Fecal coliform bisa berasal dari pabrik pengolahan limbah atau beberapa industri, serta kontaminasi Fecal coliform dapat juga berasal dari limbah rumah tangga (pemukiman) dan pertanian (Butler 2005). Selain itu, kontaminasi oleh tinja yang biasa diukur dengan Fecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei sumur dangkal di Jakarta KLH (2004) dalam (Sumantri 2010). Tingginya jumlah Fecal coliform

dapat ditentukan dengan melihat jarak septic tank, jamban, limbah ternak dan kotoran hewan dari sumur gali, serta praktik sanitasi (Butler 2005).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas air sumur gali diantaranya konstruksi air sumur gali, jarak dengan sumber pencemar, dan aktivitas domestik.

Hasil analisis univariat menunjukan terdapat hasil pemeriksaan 21 sampel air sampel sumur gali 100% air sumur gali warga tidak memenuhi syarat secara mikrobiologi dari hasil pemeriksaan bakteri Fecal coliform (Widiyanto 2015). Selain itu, hasil penelitian menyatakan bahwa cemaran terjadi karena faktor letak timba dan jarak jamban (Khomariyatika 2011). Keberadaan mikrobiologi pada air sumur gali akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Jarak jamban dan sumber pencemar lain yang berdekatan dengan sumur gali akan menambah cemaran dan timba yang diletakkan pada tempat yang tidak bersih akan menambah keberadaan mikrobiologi pada air sumur gali (Widiyanto 2015).

Oleh karena itu, air bersih yang tercemar oleh Fecal coliform harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Memasak air merupakan cara yang paling baik untuk melakukan proses purifikasi air di rumah. Agar lebih efektif, air dibiarkan tetap mendidih antara 5-10 menit. Dalam kisaran waktu tersebut, proses pendidihan diharapkan telah mematikan semua kuman, spora, kista, atau telur sehingga menjadikan air bersifat steril (Chandra 2006). Selain itu, dapat juga dengan melakukan desinfeksi. Desinfeksi merupakan proses membunuh bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air, seperti bakteri penyebab tipus, kolera, diare, dan disentri. Zat atau bahannya dinamakan desinfektan. Ada beberapa cara desinfeksi dengan bahan kimia (dengan penambahan atau pemasukan bahan kimia), fisik dengan pemanasan atau sinar ultraviolet dan mekanis dengan pengendapan (bakteri berkurang 23-75%, saringan pasir lambat dapat menggurangi bakteri 90-99%). Jenis desinfektan antara lain klorin, ozon, yodium, bromineferat, hydrogen peroksida (H2O2), dan kalium permangat (Siswanto 2002).

6.3 Analisis Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Pada