• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelapisan Permukaan Logam - Analisa Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Daerah Interface Hasil Proses Cladding Material Stainless Steel Terhadap Baja Karbon Menengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelapisan Permukaan Logam - Analisa Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Daerah Interface Hasil Proses Cladding Material Stainless Steel Terhadap Baja Karbon Menengah"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelapisan Permukaan Logam

Pelapisan logam adalah suatu cara yang dilakukan untuk memberikan sifat

tertentu pada suatu permukaan benda kerja, dimana diharapkan benda tersebut

akan mengalami perbaikan baik dalam hal struktur mikro maupun ketahanannya,

dan tidak menutup kemungkinan pula terjadi perbaikan terhadap sifat fisiknya.

Pelapisan logam merupakan bagian akhir dari proses produksi dari suatu produk.

Proses tersebut dilakukan setelah benda kerja mencapai bentuk akhir atau setelah

proses pengerjaan mesin serta penghalusan terhadap permukaan benda kerja yang

dilakukan. Dengan demikian, proses pelapisan termasuk dalam kategori pekerjaan

finishing atau sering juga disebut tahap penyelesaian dari suatu produksi benda kerja.

2.1.1 Macam-Macam Pelapisan Logam 2.1.1.1 Pelapisan Dekoratif

Pelapisan dekoratif bertujuan untuk menambah keindahan tampak luar

suatu benda atau produk. Sekarang ini pelapisan dengan bahan krom sedang

digemari karena warnanya yang cemerlang, tidak mudah terkorosi dan tahan lama.

Produk yang dihasilkan banyak digunakan sebagai aksesoris pada kendaraan

bermotor baik yang beroda dua maupun pada kendaraan beroda empat. Dengan

kata lain pelapisan ini hanya untuk mendapatkan bentuk luar yang baik saja.

Logam-logam yang umum digunakan untuk pelapisan dekoratif adalah emas,

(2)

2.1.1.2 Pelapisan Protektif

Pelapisan protektif adalah pelapisan yang bertujuan untuk melindungi

logam yang dilapisi dari serangan korosi karena logam pelapis tersebut akan

memutus interaksi dengan lingkungan sehingga terhindar dari proses oksidasi.

2.1.1.3 Pelapisan Sifat Khusus Permukaan

Pelapisan ini bertujuan untuk mendapatkan sifat khusus permukaan seperti

sifat keras, sifat tahan aus dan sifat tahan suhu tinggi atau gabungan dari beberapa

tujuan diatas secara bersama-sama. Misalnya dengan melapisi bantalan dengan

logam stainless steel agar bantalan lebih keras dan tidak mudah aus akibat

gesekan pada saat berputar.

2.2 Cladding

Cladding adalah ikatan bersama-sama dari dua logam berbeda. Hal ini berbeda dari pengelasan atau addesive (perekatan) logam sebagai penambah unsur dari logam induk tersebut. Cladding sering di capai dengan dua logam, melalui logam induk dan logam pelapis serta menekan lembaran bersama dengan

temperature rekristalisasi dan tekanan tinggi. Tujuan umum penggabungan baja

karbon menengah dengan stainless steel adalah untuk meningkatkan tahan karat

dengan harga yang rendah dibandingkan penggunaan stainless steel yang lebih

mahal.

Dalam proses cladding biasanya menggunakan dua jenis logam yang memiliki sifat keunggulan yang tidak sama. Proses cladding biasanya di bantu dengan bantuan mesin rol sebagai alat untuk melakukan tekanan yang besar

terhadap kedua logam, agar menempelkan logam pelapis terhadap logam induk

(3)

roll penekan

benda kerja cladding

hasil cladding dengan pengerolan

baja karbon sedang

baja tahan karat

Gambar 2.1 : Proses Cladding Dengan Menggunakan Pengerollan Panas

www.cladding_process.html

2.3 Daerah Antar Muka ( Interface )

Daerah antar muka ( Interface ) adalah sebuah titik, wilayah atau permukaan dimana dua zat atau benda berbeda bertemu. Bentuk kerja dari daerah

antar muka ini berarti menghubungkan dua atau lebih benda pada suatu titik atau

batasan yang terbagi. Dalam hal ini antar muka yang dimaksud adalah daerah

antara baja karbon sedang yang di cladding dengan stainless steel.

(4)

2.4 Waktu Penahanan ( Holding Time )

Waktu Penahanan (Holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses cladding dengan menahan pada

temperature pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga

struktur austenitnya homogen. Pada proses holding time sangat diperlukan untuk

menghasilkan kelarutan pada baja, semakin lama holding timenya maka semakin

banyak waktu berdifusi untuk bahan yang sedang di cladding. (D.W. Hopkins,

1998)

2.5 Difusi

Difusi adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dari bagian

berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang

sederhana adalah penambahan carbon ke dalam baja karbon rendah sehingga pada

baja, karbonnya lebih besar. Apabila suhu pada suatu material naik, akan

menyebabkan atom- atomnya bergetar dengan energi yang lebih besar dan

sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi. Mekanisme perpindahan atom

dalam suatu logam dapat terjadi secara interstisi dan kekosongan. Perpindahan

secara interstisi terjadi bila atom tidak memilki ukuran yang sama. Sedangkan

perpindahan secara kekosongan dapat terjadi bila semua atom memiliki ukuran

sama. Proses difusi dapat terjadi lebih cepat apabila: 1. Suhu tinggi

2. Atom yang berdifusi kecil

3. Ikatan struktur induk lemah (dengan titik cair rendah)

4. Terdapat cacat-cacat dalam bahan (kekosongan atau batas butir).

(5)

2.6 Baja

Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon ( C )

sampai dengan 1.67% ( maksimal ). Bila kadar unsur karbon ( C ) lebih dari

1.67%, material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor ( Cast Iron ).

Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal berikut :

 Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik,

 Keliatan / elongasi baja berkurang,

 Semakin sukar dilas.

Elemen berikut ini selalu ada dalam baja karbon, mangan, fosfor, sulfur,

silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada

elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa

jenis baja diantaranya mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium,

vanadium dan niobium. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur

paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam

baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi

kristal ( crystal lattice ) atom besi.

Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur yang

lainnya. Seperti: Silicon (Si), Fospor (S), Tembaga (Cu). Karbon merupakan suatu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja

merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam dunia teknik, dalam

bentuk pelat, lembaran, pipa batang, profil dan sebagainya. Baja dapat dibentuk

melalui pengecoran pencairan dan penempaan.

(6)

2.6.1. Baja Karbon ( Carbon Steel )

2.6.1.1Baja Karbon Rendah ( Low Carbon Steel )

Baja karbon rendah mengandung kurang dari 0,25 % karbon (C). Kebanyakan dari produk baja ini berbentuk pelat hasil pembentukan rol dingin.

Kandungan karbonnya yang rendah dan mikro strukturnya yang terdiri dari fasa

ferit dan perlit menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya

lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah

kurang responsif terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan mikro struktur

martensit maka dari itu untuk meningkatkan kekuatan dari baja karbon rendah

dapat dilakukan dengan proses rol dingin maupun karburisasi.

Perlakuan yang sering di terima baja karbon jenis ini biasanya bersifat

pengerjaan dingin. Untuk mendapatkan hasil yang lebih kuat pada bagian luar dari

baja jenis ini biasanya dilakukan proses penambahan unsur lain pada

permukaannya (surface hardening).

Carburasi atau carburizing terbagi atas 3 jenis bahan karbon yaitu : pack carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon padat). Liquid carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon cair). Maupun gas carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon gas).

Untuk mendapatkan hasil yang lebih tahan terhadap sifat korosif pada

permukaan baja jenis ini juga dapat di lakukan penambahan unsur lain seperti Zn

(7)

2.6.1.2Baja Karbon Menengah ( Medium Carbon Steel )

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon diatas 0,6% C - 1,4% C

dibuat dengan rol panas. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas seperti

pisau ,gurdi, tap dan bagian-bagian yang tahan gesekan. Apabila baja ini

digunakan untuk bahan khusus, maka harus dikerjakan dalam keadaan panas dan

digunakan untuk peralatan mesin-mesin berat, batang-batang pengontrolan, alat

tangan seperti palu, obeng, tang, dan lain-lain. (William D Callister Jr,1999)

2.6.2 Baja Tahan Karat ( Stainless Steel )

Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan tinggi yang

berdasarkan pada sistem Fe - Cr, Fe – Cr - C, dan Fe – Cr - Ni dengan unsur

paduan utama minimal 10,5% Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dengan sedikit unsur

paduan lain seperti Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu) dan Mangan (Mn). Kadar

kromium tersebut merupakan kadar minimum untuk pembentukan permukaan

(8)

Keuntungan menggunakan baja tahan karat adalah :

 Tahan korosi yang tinggi, yang memungkinkan untuk digunakan dalam

lingkungan yang ketat.

 Api dan tahan panas memungkinkan untuk melawan scaling dan

mempertahankan kekuatan pada temperatur tinggi.

 Higienis, tidak berpori, permukaan ditambah dengan kemampuan

membersihkan dengan mudah dari stainless membuatnya pilihan utama

untuk aplikasi yang memerlukan kontrol kebersihan yang ketat, seperti

rumah sakit, dapur, dan tanaman pangan lainnya pengolahan.

 Estetika penampilan, memberikan penampilan yang modern dan menarik

untuk aplikasi logam yang paling arsitektur.

 Cerah, dan mudah dipelihara permukaan sehingga pilihan yang mudah

untuk aplikasi yang menuntut permukaan menarik setiap saat.

 Berat,keuntungan yang memungkinkan untuk digunakan dengan ketebalan

material berkurang selama nilai konvensional, sering kali menghasilkan

penghematan biaya.

 Kemudahan fabrikasi karena penggunaan modern pembuatan baja teknik

yang memungkinkan stainless steel yang akan dipotong, mesin, dibuat,

dilas, dan terbentuk, sama mudahnya seperti baja tradisional.

 Ketahanan terhadap dampak bahkan pada variasi suhu ekstrim.

 Nilai jangka panjang yang dibuat oleh siklus hidup panjang manfaatnya

sering menghasilkan pilihan bahan yang paling murah jika dibandingkan

(9)

Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan

krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki

sifat-sifat Stainless Steel sesuai aplikasi-nya. Kategori Stainless Steel tidak halnya

seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada

struktur metalurginya. Empat golongan utama Stainless Steel adalah Austenitic,

Ferritic, Martensitic, dan Duplex.

2.6.2.1 Austenitic Stainless Steel

Austenitic SS mengandung sedikitnya 18% Chrom dan 8% Nickel (grade

standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan

kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%).

Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk

meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga

untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak

menjadi rapuh pada temperatur rendah.

2.6.2.2. Ferritic Stainless Steel

Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 – 18 % seperti grade 430 dan 409.

Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi /

machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan

secara khusus pada grade material 444

2.6.2.3 Martensitic Stainless Steel

Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit

jika dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade

(10)

masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade Stainless Steel

lain misalnya 17- 4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding Stainless

Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi

maka dapat di hardening.

2.6.2.4 Duplex Stainless Steel

Duplex Stainless Steel seperti material 462 memiliki bentuk mikrostruktur

campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi

sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap

Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya

tidak sebaik ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik

(superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless

Steel. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic Stainless Steel

(yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless

Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi

ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316.

Ketangguhannya Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah –

500C dan diatas 3000C.

Tabel 2.1 Klasifikasi Stainless Steel Berdasarkan Struktur Metalurgi

(11)

2.7 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr

Gambar 2.2 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr

(Dedi Sugianto, 2011)

Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi

(perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam suatu

diagram segitiga sama sisi yangdisebut dengan Diagram Terner. Komposisi dapat

dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas).

Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi

dimana setiap sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam

(12)

Untuk menentukan letak titik dalamdiagram segitiga yang menggambarkan

jumlah kadar dari masing-masing komponen dilakukan sebagai berikut.

Suatu sistem tiga komponen yang mana mempunyai dua pengubah

komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga

komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu

sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis , garis tersebut

berbentuk X2 + X3 = 1.

Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya,

komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya

digambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak

dari seberang titik di dalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggisegitiga

tersebut.Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi

100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik

tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga.

Diagram tiga sudut atau diagram segita berbentuk segitiga sama sisi

dimana sudut-sudutnya ditempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi

dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap

sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang

menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen.

Pada salah satu sisinya ditentukan kedua titik yang menggambarkan

jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung

sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan sisi yang dihadapinya,

titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan jumlah kadar

(13)

fasa dari campuran ketiga komponen tersebut, apabila dihubungkan akan

membentuk suatu diagram yang menunjukkan batas-batas antara daerah (region)

satu fasa dengan daerah (region) dua fasa. Dua macam campuran pada titik

kesetimbangan dapat dihubungkan dengan tie line apabila keduanya dicampurkan menghasilkan campuran akhir yang berada pada daerah dua fasa.

2.8 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C)

Gambar 2.3 : Diagram Fasa Baja Karbon

(14)

Dari diagram fasa yang dituntujukkan pada gambar 2.3 terlihat bahwa

suhu sekitar 723°C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa perlit

(yang merupakan gabungan fasa ferit dan sementit). Transformasi fasa ini dikenal

sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas dari baja.

Sedangkan daerah fasa yang prosentase larutan karbon higga 2 % yang terjadi di

temperatur 1.147°C merupakan daerah besi gamma atau disebut austenit. Pada

kondisi ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, tidak

ferro magnetis dan memiliki struktur Kristal Face Centered Cubic (FCC).

Besi murni pada suhu dibawah 910°C mempunyai struktur Kristal Body Centered Cubic (BCC). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723°C. Larutan pada intensitas

dari karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (a) atau fasa ferit. Pada suhu

diantara 910°C sampai 1.390°C, atom-atom besi menyusun diri menjadi bentuk

Kristal Face Centred Cubic (FCC) yang juga disebut besi gamma atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu

sekitar 2,06 % maksimum pada suhu sekitar 1.147°C. Penambahan karbon ke

dalam besi FCC ditransformasikan kedalam struktur BCC dari 910°C menjadi

723°C pada kadar karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur 1.390°C dan suhu

cair 1.534°C, besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta

(d).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam diagram Fe – FeC3

yaitu, perubahan fasa ferit atau besi alpha (a), austenit atau besi gamma , sementit

(15)

2.8.1 Ferrite atau Besi Alpha (a)

Merupakan modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang, dimana ferit

menjadi lunak dan ulet karena ferit memiliki struktur BCC, maka ruang antara

atom-atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat

tertampung hanya sedikit sekali.

Gambar 2.4 Struktur Kristal BCC

2.8.2 Austenit atau Besi Gamma

Merupakan modifikasi dari besi murni dengan struktur FCC yang memiliki

jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferit. Meski demikian rongga-rongga

pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan

atom karbon akan mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua

(16)

Gambar 2.5 Struktur Kristal FCC

2.8.3 Karbida Besi atau Sementit

Adalah paduan Besi karbon, dimana pada kondisi ini karbon melebihi

batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki

komposisi Fe3 C. Hal ini tidak berarti bila karbida besi membentuk molekul Fe3

C, akan tetapi kisi kristal yang membentuk atom besi dan karbon mempunyai

perbandingan 3 : 1. Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja

(17)

Gambar 2.6 Struktur Kristal BCT

2.8.4 Perlit

Merupakan campuran khusus yang terjadi atas dua fasa yang terbentuk

austenisasi, dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan

karbida. Ini dikarenakan ferit dan karbida terbentuk secara bersamaan dan

keluarnya saling bercampur. Apabila laju pendinginan dilakukan secara

perlahan-lahan maka atom karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak

lebih jauh, sehingga di peroleh bentuk perlit besar. Dan apabila laju pendinginan

lebih di percepat lagi maka difusi akan terbatas pada jarak yang dekat sehingga

akhirnya menghasilkan lapisan tipis lebih banyak.

2.8.5 Martensit

Adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat cepat

sekali, dan terjadi pada suhu dibawah eutektoid tetapi masih diatas suhu kamar.

Karena struktur austenit FCC tidak stabil maka akan berubah menjadi struktur

(18)

(dislokasi). Semua atom bergerak serentak dan perubahan ini langsung dengan

sangat cepat dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat

karena terperangkap dalam kisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan

menjadi kuat dan keras tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi.

Martensit dapat terjadi bila austenit didinginkan dengan cepat sekali

(dicelup) hingga temperature dibawah pembentukkan bainit. Martensit terbentuk

karena transformasi tanpa difusi sehingga atom- atom karbon seluruhnya

terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadaan ini yang menimbulkan distorsi

pada struktur kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat distorsi yang terjadi

sangat tergantung pada kadar karbon. Karena itu martensit merupakan fasa yang

sangat keras namun getas. (D.W. Hopkins, 1986)

2. 9 Metalografi

Metalografi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari suatu

karakteristik mikro struktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta

berhubungan erat dengan sifat-sifat material tersebut

Metalografi merupakan suatu teknik atau metode persiapan material untuk

mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang

terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia,

(19)

Adapun secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan pada metalografi

adalah:

1. Pemotongan spesimen (sectioning) 2. Pembingkaian (mounting)

3. Penggerindaan, abrasi dan pemolesan (grinding, abrasion and polishing) 4. Pengetsaan (etching)

5. Observasi pada mikroskop optik

Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macro structure (stuktur makro) dan micro structure (struktur mikro). Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada permukaan yang dietsa

dari spesimen yang telah dipoles. Pengamatan macro structure ialah pengamatan yang dilakukan dengan pembesaran microscop 10-100 kali. Sedangkan micro structure adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran microscop diatas

100 kali. (George F, Vander Voord, 1984)

2.9.1. Pemotongan (Sectioning)

Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang

besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan

mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami

perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung

pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan

(20)

ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan

pemolesan. (George F, Vander Voord, 1984, 1984)

2.9.2. Pembingkaian ( Mounting)

Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi,

meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini

tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan

sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses

pengamplasan dan pemolesan.

Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah

dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin

kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan

fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari

kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia

bebas dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil

pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.

Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan

adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah

memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu

indikasi, dari karakteristik abrasif.

Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan

oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melakukan penetrasi

(21)

proses pembingkaian ini biasanya digunakan resin bening + katalisator sebagai zat

untuk melakukan pembingkaian spesimen.

Gambar 2.7 Proses Mounting Terhadap Spesimen

2.9.3. Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan

Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang

berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses,

partikel-partikel tersebut disatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan

yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel

abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak.

Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan

kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang

memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga

menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan

pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan

pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang

(22)

Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim

yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam

pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis

lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam.

Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat

pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain.

Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa

sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan

biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang

akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan

hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya

menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam

oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.

(23)

Kertas amplas yang di gunakan dalam proses pengamplasan bertingkat

kekasarannya, dimulai dari kekasaran 600 mesh, 800 mesh, 1000 mesh, hingga

1200 mesh.

2.9.4. Pengetsaan (Etching)

Etsa yang dilakukan dalam proses metalografi adalah dengan

menggunakan asam kuat untuk mengikis bagian permukaan logam yang tak

terlindungi.

2.9.5. Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan yang dilakukan setelah spesimen terlebih dahulu diamplas

sampai sehalus mungkin. Spesimen yang telah dipoles dicelupkan kelarutan etsa

selama beberapa detik. Pada pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop

optik dimana pada alat terdapat bagian-bagian penting yaitu :

 Filter Cahaya

Filter cahaya berfungsi untuk menaikkan kontras dari batas butir maupun

keadaan fasa tertentu dengan cara membedakan warna.

 Lensa Kondensor

Lensa kondensor berfungsi sebagai alat pemantul sinar dan memperbaiki

kontras bayangan.

 Lensa Reflektor

Lensa Reflektor berfungsi untuk memantulkan cahaya dari lensa

kondensor ke spesimen

 Lensa Objektif

Lensa objektif berfungsi untuk mengumpulkan sinar yang dipantulkan dari

(24)

Dalam rumus ini :

NA= n Sin α

dimana:

NA = Numerical Aparture

n = Indeks media antara lensa objektif dengan permukaaan

spesimen

α= Setengah sudut puncak sinar pantul spesimen ke lensa objektif

 Lensa Okuler

lensa okuler berfungsi untuk meneruskan pantulan sinar specimen

sehingga dapat dilihat mata.

Untuk pengukuran besar butir logam, lensa okuler dilengkapi dengan grid

yang sesuai dengan standar ASTM.

Mtot=M0 X Mf

dimana :

Mtot = Hasil Pembesaran

M0 = Perbesaran lensa objektif

(25)
(26)

2.10 Pengujian Komposisi

Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai

berikut :

a. Sebelum melakukan pengijian harus memperhatikan sampel yang akan

diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata ,maka

sebalumnya material harus di gerinda ataupun di polis

b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas

lubang yang ada di tengah meja patri.

c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri.

d. Menutup cover ruang benda yang diuji.

e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau )

f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan

mesin metal analizer.

(27)

2.11 Pengujian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang

kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi.

Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang

dalam penggunaanya akan mangalami gaya gaya gesek (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari Deformasi Plastis

(deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan ).

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan

tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran

bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan

dengan penekanan.

Kekerasan juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk

menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya

pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

1. Brinnel (HB / BHN)

2. Rockwell (HR / RHN)

3. Vikers (HV / VHN)

4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai)

Metode pengujian kekerasan yang di gunakan dalam melakukan penelitian

(28)

2.11.1 Uji Keras Brinnel

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).

Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki

permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola

baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida

Tungsten.

Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HBN, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan

Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam

Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi Gambar 2.12 adalah alat uji

kekerasan material logam (Brinnel).

Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) :

…………..………..…(2.

1)

Dimana: F : beban penekan (Kgf)

D : diameter bola penekan (mm)

(29)

Gambar 2.11 Perumusan Untuk Pengujian Brinnel

Gambar 2.12 Alat Uji Kekerasan Brinnel Material Logam (William D Callister, 2007)

2.11.2 Uji Keras Rockwell

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor

berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan

material uji tersebut.

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode

Rockwell dijelaskan pada gambar 2.14 , yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan

(30)

beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini

indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar

2.13. Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya.

Gambar 2.13 Pengujian Rockwell

Gambar 2.14 Prinsip Kerja Metode Pengukuran Rockwell (William D Callister, 2007)

2.11.3 Uji Keras Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan

(31)

ditunjukkan pada gambar 2.15 Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil

dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)

dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor

(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2).

Gambar 2.15 Pengujian Vikers

Gambar

Gambar 2.1 : Proses Cladding Dengan Menggunakan Pengerollan Panas
Tabel 2.1 Klasifikasi Stainless Steel Berdasarkan Struktur Metalurgi
Gambar 2.2 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr
Gambar 2.3 : Diagram Fasa Baja Karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Delapan galur padi sawah dataran tinggi yang diuji memberikan hasil gabah kering giling nyata lebih tinggi dibanding tiga verietas pembanding.. Tingginya hasil pada delapan

PENERAPAN ANALISIS JALUR UNTUK MENGETAHUI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI SISWA PADA

Aplikasi pra-tumbuh asam asetat menunjukkan bahwa pH pada satu minggu setelah aplikasi yang menyebabkan media menjadi asam dan menghambat perkecambahan jagung.. Tidak

Tesis Keputusan Voluntary Disclosure Pada Perusahaan ..... ADLN - Perpustakaan

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa untuk lama kerja responden >7 jam sebanyak 24 responden (80%) memberikan ASI eksklusif sedangkan sebanyak 6

Perilaku masyarakat Indonesia yang menginginkan berbelanja secara efektif dan efisien dalam segi waktu dalam pemilihan barang yang dapat dilakukan tanpa mengunjungi tempat

Matematika dipandang sebagai suatu ilmu dalam menyelesaikan permasalahan, hal ini menunjukan bahwa matematika pada dasarnya bermanfaat dalam menyelesaikan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan jumlah tangkapan tuna mata besar di perairan Selatan Jawa dan