• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan

Teori keagenanan atau agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang

lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976: 5).

Contoh dari hubungan ini adalah pemberi kerja dengan pekerjanya atau pemilik perusahaan dengan manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan dalam perusahaan berbentuk kontrak antara pemilik

sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengelola penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kontrak ini mengatur proporsi hak dan kewajiban masing – masing pihak dengan tetap

memperhitungkan manfaat secara keseluruhan. Pemilik menyetorkan modal untuk mendapatkan bagi hasil laba, lalu manajer mengelola modal agar

perusahaan berlaba dan mereka mendapat reward berupa gaji.

Menurut Eisenhard (1989: 59), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi. Asumsi yang pertama yaitu manusia selalu memiliki sifat untuk mementingkan

diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari risiko (risk aversion). Kecenderungan

mementingkan diri sendiri ini sering membuat konflik kepentingan antara

(2)

agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena mereka yang mengelola langsung sumber daya ekonomi. Asumsi yang terakhir adalah

informasi dipandang sebagai barang yang bisa diperjualbelikan. Informasi merupakan sesuatu yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan sehingga

tidak diungkapkan secara sembarangan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), informasi asimetri menyebabkan dua masalah yaitu moral hazard dan adverse selection. Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi karena agent tidak

melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Adverse selection adalah keadaan bahwa principal tidak dapat mengetahui apakah

keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang diperolehnya, atau terjadi kelalaian dalam tugas.

Menurut Mitnick (1973: 2), masalah keagenan dibagi tiga yaitu, masalah

principal, masalah agent, dan masalah kebijakan yang mengatur mekanisme pemberian insentif. Masalah principal adalah bagaimana memotivasi agent

agar perilaku mereka sesuai dengan tujuan principal. Masalah agent adalah ketika mereka harus mengambil keputusan. Apakah mereka bertindak sesuai kepentingan principal, kepentingan mereka sendiri, atau beberapa alternatif di

antaranya ketika tidak ada titik temu. Masalah yang terakhir adalah mekanisme pemberian insentif terhadap agent yang bertindak sesuai dengan harapan

principal, contohnya kenaikan gaji. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah kepada informasi asimetri atau ketidakseimbangan informasi karena

(3)

bertindak untuk kepentingan pemilik. Masing – masing individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga agent yang lebih memiliki

banyak informasi akan cenderung menyembunyikan informasi dari principal. Misalnya agent dapat mempengaruhi jumlah saldo akun tertentu dalam laporan

keuangan dengan tujuan earning management.

Masalah keagenan tentu dapat diatasi namun akan menimbulkan biaya keagenan (agencycost) yang ditanggung oleh principal mau pun agent. Jensen

dan Meckling (1976: 5) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu

monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya

yang ditanggung principal untuk mengawasi perilaku agent, misalnya untuk mengukur, mengamati, dan mengendalikan perilaku agent. Bonding cost

merupakan biaya yang ditanggung agent untuk menetapkan dan mematuhi

mekanisme yang menjamin bahwa agent bertindak sesuai kepentingan

principal. Residual loss adalah pengorbanan berupa berkurangnya

kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. Penerapan manajemen risiko dapat meminimalisir biaya keagenan. Hal ini terjadi karena manajemen risiko menciptakan pengungkapan

risiko yang lebih baik sehingga antisipasi terhadap risiko semakin bagus dan pada akhirnya biaya keagenan bisa ditekan. Perusahaan yang menerapkan

manajemen risiko dapat membantu pelaksanaan pengawasan internal sehingga

(4)

2.2 Manajemen Risiko

Risiko berasal dari kata riscare (bahasa Italia), yang berarti „to dare

(bahasa Inggris) yang berarti „untuk memberanikan‟. Risiko merupakan

kemungkinan untuk mendapat kerugian dari suatu kondisi. Risiko tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan selalu melekat pada segi operasional maupun finansial di perusahaan manapun (Syifa‟, 2013: 15). Jenis – jenis

risiko sangat banyak, ada risiko pasar, risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko

bisnis, risiko hukum, dan sebagainya. Pedoman RMBG (2012: 67) membagi risiko menjadi tiga kelompok, yaitu high risks, medium risks, dan low risks.

High risks adalah kelompok risiko yang berbahaya dan tidak bisa ditolerir, apapun manfaat yang dikandung dalam kegiatan tersebut. Contoh risiko ini adalah bencana alam. Medium risks adalah kelompok risiko di mana perlu ada

analisis manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak buruknya. Contoh risiko jenis ini adalah risiko kredit. Perusahaan

harus memperhitungkan manfaat dari pengambilan kredit untuk bisnisnya serta biaya yang timbul akibat kegiatan tersebut. Low risks adalah kelompok risiko di mana aspek positif atau negatif risiko tersebut sangat sepele atau terlalu kecil

sehingga tidak butuh penanganan risiko secara khusus. Contohnya risiko salah catat.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2012: 21), risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1). Risiko secara umum dibagi dua, yaitu pure risk dan insurable risk. Pure risk

(5)

bencana alam gempa bumi. Insurable risk adalah risiko yang masih bisa diasuransikan, sehingga kerugian masih bisa ditekan. Contohnya persediaan di

gudang diasuransikan sehingga jika terjadi kebakaran, kerugian yang ditanggung tidak seluruhnya karena sebagian lagi ditanggung oleh perusahaan

asuransi. Asuransi merupakan salah satu tindakan untuk mengelola risiko. Pedomang RMBG (2012: 69) menyebutkan 4 perlakuan terhadap risiko, yaitu

risk avoidance, risk sharing, mitigation, dan risk acceptance. Risk avoidance

berarti tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko. Risk sharing

atau disebut juga risk transfer berarti upaya mengurangi kemungkinan

timbulnya risiko atau dampak risiko tersebut. Contohnya asuransi dan

outsourcing. Mitigation adalah upaya mengurangi kemungkinan risiko, mengurangi dampak risiko, atau mengurangi keduanya. Risk acceptance berarti

tidak melakukan apapun terhadap risiko tersebut. Perlakuan terhadap risiko ini terintegrasi di dalam sistem manajemen risiko. Manajemen risiko korporat dan

perencanaan strategis harus dilihat sebagai aktivitas yang saling melengkapi (Christina, 2012).

Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur

risiko, serta membentuk strategi untuk mencegah terjadinya risiko dalam perusahaan (Syifa‟, 2013: 15). Manajemen risiko adalah serangkaian sistem,

prosedur, kebijakan, serta implementasi dari pengelolaan risiko. Menurut KNKG (2012: 21), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE

(6)

struktural, operasional, dan perawatan. Aspek struktural memastikan bahwa struktur organisasi seperti sumber daya apa saja yang dibutuhkan dan yang

dimiliki perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko. Lalu aspek operasional yang sudah memasuki tahap implementasi secara sistematis seperti

penyusunan pedoman manajemen risiko perusahaan. Aspek yang terakhir adalah aspek perawatan. Pada aspek ini dipastikan adanya upaya evaluasi dan perbaikan yang berkesinambungan terhadap penerapan manajemen risiko

perusahaan.

Di Indonesia penerapan manajemen risiko hanya diwajibkan bagi sektor

perbankan. Menurut PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Pada peraturan ini pula dijelaskan ada empat ruang lingkup manajemen risiko, yaitu: pengawasan

aktif dewan komisaris dan direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta informasi manajemen risiko; dan sistem pengendalian

intern yang menyeluruh. Penerapan manajemen risiko ini harus dilakukan dengan efektif. Manajemen risiko yang diterapkan dengan baik akan membantu

(7)

Menurut Duggan (2006: 26), manfaat penerapan manajemen risiko ada 7,

yaitu:

1. Meningkatkan komunikasi antara dewan komisaris dan dewan direksi

2. Mendorong keefektifan penggunaaan sumber daya

3. Meningkatkan continuous improvement

4. Meningkatkan fokus untuk siklus manajemen lain seperti audit

internal dan perencanaan strategi

5. Mengurangi banyak kejutan yang tidak sesuai harapan

6. Menyiapkan reasuransi untuk pemangku kepentingan

7. Membuka kesempatan baru dengan kemungkinan sukses yang

lebih tinggi

2.3 Pengungkapan Manajemen Risiko (Enterprise Risk Management)

Sarana pengungkapan manajemen risiko adalah laporan tahunan. Dalam Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau

Perusahaan Publik yang dikeluarkan Bapepam & LK, perusahaan publik diwajibkan menyampaikan laporan tahunan. Dalam ketentuan umum, laporan

tahunan wajib memuat tentang tata kelola perusahaan. Pada huruf (g) Tata Kelola Perusahaan, diatur bahwa perusahaan publik harus mengungkapkan sistem manajemen risiko perusahaan paling kurang mengenai gambaran umum

(8)

pengelolaannya, dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko

perusahaan.

PSAK 60 (Revisi 2010) mengatur ketentuan pengungkapan instrumen keuangan dengan dua kategori yaitu: informasi mengenai signifikansi instrumen keuangan untuk posisi dan kinerja keuangan; dan informasi

mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan. Pengungkapan informasi tentang risiko dibagi dua, yaitu pengungkapan

kualitatif dan pengungkapan kuantitatif. Pengungkapan kualitatif adalah pengungkapan berupa eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, dan

kebijakan dan proses pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko. Sedangkan pengungkapan kuantitatif adalah pengungkapan berupa risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar termasuk membuat analisa sensitivitas

untuk setiap jenis risiko pasar. PSAK 60 (Revisi 2010) mewajibkan entitas untuk mengungkapkan informasi tentang risiko sehingga para pemangku

kepentingan dapat mengevaluasi jenis dan tingkat risiko yang timbul.

Manajemen dalam menyusun strategi dan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan risiko-risiko terkait, sehingga manajemen risiko

(Enterprise Risk Management/ERM) ini terintegrasi dengan strategi perusahaan dan sejalan dengan tujuannya. Manfaat dari ERM adalah adanya

pengungkapan risiko yang memberikan informasi yang lebih tentang profil risiko perusahaan (Syifa‟, 2013: 5). Enterprise Risk Management, Enterprise

(9)

yang sering dipakai untuk menyebutkan manajemen risiko perusahaan. Pengertian Enterprise Risk Management dalam COSO (2004: 2) adalah:

“Enterprise Risk Management is a process, effected by an

entity’s board of directors, management and other

personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the

achievement of entity objectives.”

COSO ERM Integrated Framework membagi ERM menjadi 8 ruang

lingkup, yaitu:

a. Internal Environment Lingkungan internal ini menunjukkan

corak dari suatu organisasi. Corak organisasi ini termasuk diantaranya filosofi manajemen risiko dan seperangkat pedoman mengenai bagaimana risiko dipandang, nilai etika dan integritas,

dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi.

b. Objective Setting – ERM memastikan bahwa manajemen masih

dalam jalur yang sesuai untuk mencapai tujuan, mendukung misi perusahaan, dan konsisten terhadap pendekatan risiko.

c. Event Identification – Peristiwa internal dan eksternal yang

berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi harus diidentifikasi, baik peluang maupun risikonya.

d. Risk Assessment – Risiko dan dampaknya dianalisis agar

perusahaan bisa mengetahui bagaimana mengelolanya.

e. Risk Response – Manajemen menanggapi risiko dengan cara

(10)

f. Control Activites – Prosedur dan kebijakan ditetapkan dan diterapkan untuk membantu mengukur dan menghilangkan risiko.

g. Information & Communication – Informasi yang relevan diperoleh,

disimpan, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang

tepat sehingga setiap pekerja dapat menjalankan tanggung jawabnya. Informasi yang efektif menyebar ke seluruh jenjang organisasi perusahaan.

h. Monitoring – Pengawasan terus menerus bisa berlangsung dalam

aktivitas manajemen, dipisahkan dari evaluasi, atau keduanya

digabungkan.

Beasley, et al., (2007) mengatakan bahwa ERM merupakan sarana untuk mempromosikan kinerja operasional perusahaan dan membantu pembuatan

keputusan strategis. ERM menciptakan kegiatan manajemen risiko menyatu dengan struktur perusahaan, sehingga ERM dapat mendorong laba menjadi

lebih tinggi karena risiko spesifik (misalnya risiko operasional) dapat ditekan.

2.4 Komisaris Independen

Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari

pihak yang terafiliasi dan komisaris yang berasal dari pihak yang terafiliasi (KNKG, 2006: 13). Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi disebut komisaris independen. Pihak yang terafiliasi adalah pihak yang mempunyai

(11)

Lalu, diharuskan terdapat paling sedikit 1 komisaris independen yang mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan di dalam dewan komisaris.

Pengangkatan dan pemberhentian dewan komisaris ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun direksi yang melaksanakan

sistem manajemen risiko perusahaan dalam penerapannya, komisaris independen dan anggota dewan komisaris yang lain juga harus menganalisis sistem manajemen risiko perusahaan serta menilai toleransi risiko yang dapat

ditanggung perusahaan.

Menurut KNKG (2006: 16), fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi

mencakup 5 (lima) tugas utama yang satu diantaranya adalah manajemen risiko. Fungsi pengelolaan lain yaitu pengendalian internal juga mencakup upaya memperbaiki efektifitas pengendalian risiko. Efektifitas pengendalian

risiko akan membantu mengingkatkan efektifitas sistem pengendalian internal. Keputusan Direksi PT BEJ No: Kep-305/BEJ/07-2004 di dalam Pencatatan

Efek No. 1- A: tentang Ketentuan Umum Pencatatan Saham dan Efek yang bersifat ekuitas menjelaskan bahwa jumlah komisaris independen minimal 30% (tiga puluh persen) dari jumlah anggota dewan komisaris keseluruhan.

Komisaris independen tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perusahaan yang membuat mereka lebih baik dalam menginformasikan risiko kepada

pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkena dampak risiko membutuhkan wakil yang independen di dalam dewan untuk melindungi aset mereka yang terwujud melalui kehadiran komisaris

(12)

2.5 Komite Audit

Komite audit adalah anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan

tugas eksekutif, independen, serta memiliki tugas utama untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Kehadiran komite audit menjadi ukuran transparansi

yang dapat berdampak potensial terhadap pengelolaan manajemen risiko. Komite audit biasanya mempunyai peran untuk menentukan kualitas dari

informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Zhang, et al., 2013: 344 ). Peran dan tanggungjawab komite audit berdasarkan Keputusan Ketua

BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 diantaranya adalah mengenai manajemen risiko dan kontrol, yaitu mengawasi proses manajemen risiko dan pengendalian perusahaan. Komite audit harus memiliki pemahaman mengenai risiko dan

kontrol serta mengawasinya termasuk mengidentifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut.

KNKG (2002: 5) menyatakan bahwa anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif, paling sedikit tiga anggota, dan mayoritas harus independen. Tujuan

dibentuknya komite audit adalah agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini

berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko. Semakin baik pelaporan keuangan, maka pengungkapan manajemen risiko juga semakin baik. Dengan demikian, pemangku kepentingan dapat dengan benar mengambil keputusan

(13)

akuntansi dan keuangan. Hal tersebut jika dikaitkan dengan tugas komite audit dalam mengawasi manajemen risiko, satu anggota komite audit harus memiliki

suatu keahlian keuangan dan latar belakang pendidikan untuk mengerti dan memahami tentang informasi risiko yang dihadapi oleh perusahaan (Ruwita,

2012: 30).

2.6 Konsentrasi Kepemilikan

Menurut Taman dan Nugroho (2012: 7), konsentrasi kepemilikan menggambarkan bagaimana dan siapa saja yang memegang kendali atas

keseluruhan atau sebagian besar atas kepemilikan perusahaan serta keseluruhan atau sebagian besar pemegang kendali atas aktivitas bisnis pada suatu

perusahaan. Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Pemegang saham mayoritas bisa

mempengaruhi keputusan perusahaan (Yazid, et al., 2012: 83). Pemegang saham mayoritas memegang kendali sebagian besar perusahaan sehingga bisa

memberikan tekanan kepada manajemen untuk mengungkapkan informasi tentang risiko lebih luas. Manajemen akan membagi informasi hanya secara internal daripada ke publik jika kepemilikan saham tersebar. Dallas (2004: 21)

menyatakan bahwa kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham secara relatif merata dimiliki publik, tidak ada yang memiliki saham

(14)

2.7 Leverage

Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan

menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27). Leverage juga menunjukkan seberapa mampu perusahaan membayar kewajibannya berupa hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa macam pengukuran leverage yaitu

debt to asset ratio, debt to equity ratio, atau long term debt to total equity. Debt to asset membandingkan seberapa besar pemakaian hutang untuk membiayai

aset perusahaan. Leverage menggambarkan seberapa banyak aktiva milik perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin besar rasio leverage maka

semakin besar pula pendanaan dari hutang dan semakin tinggi pula ketergantungan kepada kreditur. Ketika perusahaan berhutang dari institusi lain untuk membiayai pembelian aktiva atau operasi, perusahaan harus mengelola

risiko gagal bayar. Hal ini semakin berisiko ketika situasi ekonomi memburuk dan perusahaan harus melunasi pokok hutang beserta bunganya.

Perusahaan dengan leverage yang tinggi cederung memiliki biaya agensi yang tinggi, sehingga dapat menimbulkan tingginya risiko keuangan yang harus dihadapi (Andarini dan Januarti, 2010: 11). Perusahaan dengan jumlah

hutang yang tinggi dalam struktur modalnya membuat kreditur memaksa perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang

menerapkan ERM mempunyai lebih rendah leverage jika mereka memutuskan untuk meminimalkan kemungkinan financial distress dengan mengurangi risiko keuangan (Altuntas, 2011). Perusahaan dengan biaya tinggi karena

(15)

dari menerapkan ERM (Pagach dan Warr, 2011: 2). Hal ini terjadi karena perusahaan yang menerapkan ERM telah terlebih dahulu menghitung

kemungkinan timbulnya risiko – risiko tertentu.

2.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Besar

perusahaan bisa diukur dengan total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Nilai aktiva relatif lebih stabil dibanding jumlah penjualan dan

kapitalisasi pasar (Sari, 2013: 166). Aktiva menunjukkan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan. Menurut Syifa‟ (2013: 27), perusahaan

pada umumnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm),

perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan besar secara logika akan memiliki lebih banyak stakeholders

dibanding perusahaan kecil. Menurut Amran, et al., (2009: 5), perusahaan

besar memiliki banyak pemangku kepentingan oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin luas pengungkapan informasi untuk memenuhi

kebutuhan para pemangku kepentingan. Tekanan yang diberikan oleh banyak pemangku kepentingan membuat perusahaan mengungkapkan risiko lebih

banyak.

Menurut Beasley, et al., (2007), perusahaan besar cenderung memiliki masalah agensi yang lebih besar pula, karena lebih sulit melakukan monitoring.

(16)

yang besar pula. Agency cost ini bisa ditekan dengan penerapan ERM. Perusahaan besar cenderung lebih banyak mengungkapkan risikonya untuk

menjaga resistensi investor. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM dan perusahaan yang

menerapkan ERM, memiliki klaim asuransi lebih rendah dari kebanyakan perusahaan.

2.9 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengungkapan

Enterprise Risk Management yang akan diteliti terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

(17)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

3. Reputasi auditor 4. Konsentrasi

3 Probohudono,

(18)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

(19)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 2. Reputasi auditor

3. RMC

2. Ukuran dewan 3. Rangkap jabatan

(20)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 3. Komite audit

Variabel dewan 2. Komite audit

Variabel bebas turnover yang tinggi dan diversifikasi portofolio yang banyak

(21)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 3. Pemisahan CEO

dengan Kepala Dewan

Komisaris 4. Ukuran

perusahaan 5. Jenis industri 6. Leverage

keuangan 7. Kualitas auditor

eksternal 8. Pertumbuhan

perusahaan 9. Volatilitas harga

(22)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan 1. Jenis industri 2. Ukuran

perusahaan 3. Cross listing

4. Profitabilitas 5. Likuiditas 6. Gearing ratio

(leverage)

7. Kepemilikan institusi 8. Ukuran dewan 9. Rangkap jabatan 10.Komisaris

independen 11.Komite audit

Jenis industri,

Cross listing, profitabilitas,

(23)

2.10 Kerangka Konseptual

Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian

ini menggunakan variabel komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan pengungkapan manajemen risiko sebagai variabel dependen. Kerangka

konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

Variabel independen: 1. Diversifikasi

Produk 2. Diversifikasi

geografis 3. Ukuran

perusahaan 4. Jenis industri 5. Leverage

signifikan terhadap pengungkapan risiko.

Diversifikasi produk dan diversifikasi geografis,

leverage

berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap

pengungkapan risiko.

Jenis industri berpengaruh tidak signifikan terhadap

(24)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sularso, 2003). Hadi (2006) mendefinisikan hipotesis sebagai

sebuah kesimpulan sementara yang masih akan dibuktikan lagi kebenarannya. Hipotesis akan memberikan jawaban terkait rumusan masalah. Pemilihan

hipotesis dalam penelitian ini ditentukan setelah melakukan kajian pustaka. Komisaris Independen

(X1)

Komite Audit (X2)

Konsentrasi Kepemilikan (X3)

Leverage

(X4)

Ukuran Perusahaan (X5)

Pengungkapan Manajemen

(25)

2.11.1 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Hubungan masing – masing variabel independen terhadap

independen secdara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Manajemen

Risiko

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Hal ini

menyebabkan komisaris independen lebih bebas dalam pengambilan keputusannya. Perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang tinggi cenderung lebih

memperhatikan risiko (Andarini dan Januarti, 2010: 8). Komisaris independen membantu menjalankan fungsi

pengawasan dalam perusahaan. Komisaris independen juga memiliki fungsi penting sebagai penjaga kepentingan pemegang saham dan menjaga keefektifan dewan (Ferrero-Ferrero, et al.,

2011: 209). Penelitian yang dilakukan Probohudono, et al., (2013) menemukan bahwa komisaris independen berhubungan

(26)

independen memiliki hubungan positif terhadap pengungkapan

ERM.

b. Komite Audit Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Komite audit dibentuk dengan tujuan agar pelaporan

keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko di dalamnya. Penelitian yang

dilakukan Zhang, et al., (2013) menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Elzahar dan Hussainey (2012) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh

siginifikan antara ukuran komite audit dengan pengungkapan risiko perusahaan.

c. Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain.

Perusahaan dengan kepemilikan saham yang terkonsentrasi memiliki tingkat pengungkapan ERM yang lebih tinggi pula (Syifa‟, 2013: 7). Hal ini terjadi karena pemegang saham

(27)

mengungkapkan risiko lebih banyak. Penelitian yang dilakukan Putri (2013) dan Syifa‟ (2013) menemukan bahwa konsentrasi

kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM.

d. Leverage Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27).

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membiayai hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya. Tingkat hutang yang tinggi mencegah manajer untuk berinvestasi pada proyek yang berisiko sehingga mereka lebih

memilih proyek yang aman. Bisnis dengan leverage yang tinggi akan lebih fokus kepada manajemen risiko untuk menghindari

risiko gagal bayar (Onder dan Ergin, 2012: 22). Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa leverage

memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Penelitian yang dilakukan Azlan, et al., (2009) juga menunjukkan hasil yang sama.

e. Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Ukuran perusahaan bisa dinilai dari total aktiva, jumlah

(28)

menerapkan ERM karena lingkungan mereka lebih kompleks, menghadapi berbagai macam risiko, dan mereka mempunyai

biaya yang cukup untuk menerapkan ERM. Penelitian yang dilakukan Elzahar dan Hussainey (2012) menyimpulkan bahwa

ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Azlan, et al., (2009) dan Probohudono, et al., (2013) dalam penelitiannya juga

menemukan hasil yang sama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

1: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial

berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko 2.11.2 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi

Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Pengungkapan manajemen risiko (ERM) dituangkan di dalam

laporan tahunan meliputi sistem manajemen risiko perusahaan, jenis risiko dan cara pengelolaannya, dan reviu terhadap sistem tersebut. Komisaris independen dengan proporsi yang lebih mendominasi

(29)

lebih luas. Jumlah anggota komite audit yang sesuai standar dianggap dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan untuk lebih efektif

dalam menerapkan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko perusahaan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi membuat

kemampuan mengendalikan yang lebih kuat sehingga pemegang saham mayoritas dapat menekan perusahaan untuk mengungkapkan manajemen risiko lebih luas. Leverage yang tinggi membuat kreditur

memiliki posisi tawar yang lebih tinggi untuk menekan perusahaan agar mengungkapkan manajemen risiko dengan lebih baik. Ukuran

perusahaan yang besar melibatkan semakin banyak stakeholder

sehingga tekanan untuk mengungkapkan manajemen risiko menjadi

lebih banyak.

Syifa‟ (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran

perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan leverage secara simultan

berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Penelitian Putri (2013) menyimpulkan bahwa komisaris independen dan konsentrasi kepemilikan secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap pengungkapan ERM. Sari (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa komisaris independen, konsentrasi

kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Hasil penelitian Probohudono,

et al., (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, komisaris

(30)

pengungkapan risiko. Elzahar dan Hussainey (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris independen dan

komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

2: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, ukuran perusahaan secara simultan

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel yaitu kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit,

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Good Corporate Governance dengan komposisi komisaris independen, kepemilikan Institusional, ukuran komite audit , Leverage , dan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran koomite audit, likuiditas, ukuran dewan komisaris, dan degree of operation leverage terhadap pengungkapan risiko

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris independen, komite audit, tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage

Pratika (2011) Komisaris Independen, Ukuran Dewan, Reputasi Auditor , Segmen Bisnis, Proporsi Komite Manajemen Risiko yang tergabung dan yang terpisah dengan Komite

Leverage, kualitas audit, dan profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen,

Sandra (2011) Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen, tingkat leverage Variabel dependen: Pengungkapan sosial

Hasil analisis data atau hasil regresi menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi auditor,