• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA dapat menjadi mata pelajaran yang menarik di sekolah dasar jika siswa terlibat secara aktif, learning by doing (belajar dengan melakukan) bukannya dengan mendengarkan atau menghafal. Siswa dapat belajar dengan baik jika mengalami sendiri apa yang dipelajari (aktivitas dan pikiran). Beberapa cara belajar dalam IPA seperti mengamati, mengukur, mengoleksi dan mengelompokkan merupakan aktivitas belajar yang dapat menguatkan minat dan keingintahuan siswa.

(2)

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat di identifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan pada penekanan; pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pemebelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA.

2.1.2 Tujuan pembejaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD menurut (BNSP, 2006) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam

ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

(3)

sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu ada materi yang dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.

2.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah atau landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

(4)

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas V Semester II

No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu

karya/model.

1.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

1.2 Membuat suatu

karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

2.1.5 Belajar

A. Pengertian Belajar

Berdasarkan pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Slameto (dalam Hamdani, 2011:20) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku siswa untuk memperoleh pengalaman. Menurut Ahmad Susanto (2013:4) belajar adalah suatu aktivitas siswa untuk memperoleh pengetahuan dalam berpikir.

(5)

kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Nana Sudjana (2014:2) mengungkapkan bahwa “belajar mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan. Yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar, dan hasil belajar”. Hubungan ketiga unsur tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini:

Tujuan instruksional (a) (c)

Pengalaman belajar (b) Hasil belajar (proses belajar-mengajar)

Gambar 1 Hubungan Tiga Unsur Belajar

Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara pengalaman belajar dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari diagram di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Sedangkan garis (b) merupakan kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

(6)

2.1.6 Hasil Belajar

A. Pengertian Hasil Belajar

Nana Sudjana (2014:3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingley dalam Nana Sudjana (2014:22) membagi “tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita”. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Suprijono, 2009:12). Sedangkan menurut Hamalik (2006:30), perubahan tingkah laku seseorang yang didasari oleh rasa ingin tahu, dari yang belum bisa menjadi bisa. Perubahan tingkah laku tersebut dapat dikatakan sebagai hasil belajar.

Sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klarifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu:

1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

Menurut Supratiknya (2012:8), ranah kognitif memiliki 6 tingkatan, yang mencakup:

a. Mengingat (C1)

Mengingat diartikan sebagai mengingat kembali data atau informasi. Kata kunci tingkatan mengingat yaitu mendefinisikan, dan menamai.

(7)

Memahami berarti menjelaskan aneka gagasan atau konsep, memahami makna terjemahan, penafsiran, berbagai masalah dan merumuskannya dengan kata-kata sendiri. Kata kunci tangkatan memahami, yaitu memberi contoh, membedakan, menjelaskan dengan kata-kata sendiri, ringkasan, dan menginterprestasikan.

c. Menerapkan (C3)

Menerapkan berarti menggunakan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Kata kunci tingkatan menerapkan, yaitu menerapkan, menyusun, menghitung, dan mendemonstrasikan.

d. Menganalisis (C4)

Menganalisis diartikan menguraikan informasi kebagian-bagian untuk menemukan pemahaman, memilih materi sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Kata kunci tingkatan menganalisis, yaitu membandingkan, mengorganisasikan, menemukan perbedaan, dan menjelaskan dengan ilustrasi.

e. Mengevaluasi (C5)

Mengevaluasi diartikan memberikan pembenaran terhadap keputusan rangkaian tindakan tertentu, atau membuat penilaian dari sebuah gagasan. Kata kunci tingkatan mengevaluasi, yaitu menghipotesiskan, mengapresiasi, menafsirkan, memberikan pembenaran, dan memberikan kritik.

f. Menciptakan (C6)

Mencipta berarti menghasilakn aneka gagasan, produk atau cara melihat persoalan baru. Kata kunci tingkatan mencipta, yaitu merancang, merencanakan, dan membuat penemuan baru.

2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi.

3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

(8)

Menurut pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dari aktivitas belajar yang diindikasikan sebagai kemampuan yang diperoleh atau tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi yang dinyatakan dalam bentuk skor yang dipeoleh dari hasil tes evaluasi.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto, (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor eksternal diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

(9)

Menurut Sudjana (2011:39) hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.

Beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpuklan bahwa ada hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif.

C. Cara Mengukur Hasil Belajar

Nana Sudjana (2014:2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Dengan demikian, kegiatan untuk menilai hasil belajar sama artinya dengan mengukur hasil belajar siswa yang digunakan untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan dalam suatu proses pembelajaran. Karena dalam kegiatan ini terdapat proses membandingkan antara hasil belajar dengan kemampuan yang telah dikuasai siswa untuk mengetahui pencapaian suatu tujuan dalam proses pembelajaran.

(10)

berorientasi kepada proses belajar-mengajar. Dengan penilaian formatif guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya.

Keberhasilan dalam sebuah pengajaran tidak hanya dilihat dari segi hasil belajar saja tetapi juga proses kegiatan pembelajaran. Untuk mengukur hasil belajar dalam suatu proses pembelajaran terdapat 2 jenis penilaian yang dapat digunakan, yaitu teknik tes tertulis dan teknik non-tes. Tes tertulis ini digunakan untuk memperoleh seberapa nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses memperoleh pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalani siswa. Tes tertulis ini menuntut jawaban secara tulisan yang dapat dikoreksi hasilnya oleh guru sehingga guru dapat mengetahui seberapa tingkatan keberhasilan siswa dalam belajar.

Pendapat para ahli diatas dapat dikaji bahwa pengukuran hasil belajar dapat diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif yang dapat di ukur dengan menggunakan evaluasi melalui tes, aspek afektif dapat diukur menggunakan observasi langsung ketika pembelajaran sedang berlangsung, sedangkan psikomotorik dapat di ukur melalui pengamatan ketika siswa sedang melakukan pengamatan.

2.1.7 Model Pembelajaran Scramble

Scramble merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang disajikan dalam bentuk kartu. Scramble merupakan model pembelajaran dengan membagikan lembar kartu soal dan kartu jawaban yang jawababnya harus disusun sehingga menjadi sebuah jawaban yang tepat atau benar. Damayanti (2010:3), menjelaskan bahwa model pembelajaran scramble merupakan model pembelajaran yang bersifat aktif, yaitu menurut siswa aktif bekerjasama menyelesaikan kartu soal untuk memperoleh point bagi kelompok mereka. Siswa memopunyai tanggungjawaab masing-masing dalam mmenyelesaikan tugasnya.

(11)

menggabungkan otak kanan dan otak kiri siswa. Dalam model ini mereka tidak hanya diminta untuk menjawab soal, tetapi juga menerka dengan cepat jawaban soal yang sudah tersedia namun masih dalam kondisi acak. Ketepatan dan kecepatan berpikir dalam menjawab soal menjadi salah satu kunci permainan model pembelajarn scramble. Skor siswa ditentuka oleh seberapa banyak soal yang benar dan seberapa cepat soal-soal tersebut dikerjakan.

Scramble merupakan model mengajar dengan membagi lembar soal dan lembar jawaban yang disertai dengan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang disediakan. Siswa diharapkan mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal jawaban yang ada. Scramble dipakai untuk jenis permainan anak-anak yang merupakan latihan pengembangan dan meningkatkan wawasan pemikiran kosakata.

Pembelajaran model scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun, huruf, kalimat, atau wacana yang acak susunannya sehingga dapat menjadi susunan yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran scramble berbentuk permainan acak huruf, kalimat, atau paragraf. Pembelajaran model scramble ini adalah sebuah model yang menggunakan penekanan latihan soal berupa permaninan yang dikerjakan secara berkelompok. Dalam model pembelajarn ini peril adanya kerjasama antara anggota kelompok untuk saling menbantu teman sekelompok agar dapat berpikif kritis sehingga dapat lebih mudah mencari penyesaian soal. Dalam permainan ini diharapkan dapat memacu hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA.

A. Langkah-langkah Model Pembelajaran Scramble

Adapun langkah-langkah model pembelajaran scramble menurut Suyatno (2009:72) adalah sebagi berikut:

(12)

c) Sajikan materi.

d) Membagi kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban.

e) Siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), sintaks model pembelajaran scramble dapat diterapkan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:

a) Guru menyajikan materi sesuai topik, misalnya guru menyajikan materi pelajaran tentang “Tata Surya”.

b) Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunannya.

c) Guru memberi durasi tertentu untuk pengerjaan soal.

d) Siswa mengerjakan soal berdasarkan waktu yang ditentukan guru.

e) Guru mengecek durasi waktu sambil memeriksa pekerjaan siswa.

f) Jika waktu pengerjaan soal sudah habis, siswa wajib mengumpulkan lembar jawaban kepada guru. dalam hal ini, baik siswa yang selesai maupun tidak selesai harus mengumpulkan jawaban itu.

g) Guru melakukan penilaian, baik dikelas maupun dirumah. penilaian dilakukan berdasarkan seberapa cepat siswa mengerjakan soal dan seberapa banyak soal yang ia kerjakan dengan benar.

h) Guru memberi apresiasi dan rekognisi kepasa siswa-siswa yang berhasil, dan memberi semangat kepada siswa yang belum cukup berhasil menjawab dengan cepat dan benar.

B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Scramble

a. Kelebihan Model Pembelajaran Scramble

Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), model pembelajaran scramble memiliki kelebihan, kelebihannya yaitu:

1) Melatih siswa untuk berpikir cepat dan tepat.

(13)

b. Kelemahan Model Pembelajaran Scramble

Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), model pembelajaran scramble memiliki kelemahan, kelemanhannya yaitu:

1) Siswa bisa saja mencontek jawaban temannya. 2) Siswa tidak dilatih untuk berpikir kreatif.

3) Siswa memerima bahan mentah yang hanya perlu diolah dengan baik.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febri Belandina Lay (2011) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VA pada Mata Pelajaran PKn SDN Madyopuro 4 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”, hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 69,54%, 11 siswa (33,33%) belum tuntas karenamasih berada dibawah kriteria ketuntasan, sedangkan 22 siswa (66,66%) tuntas karena sudah mencapai kriteria ketuntasan. Pada siklus II, nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VA SDN Madyopuro 4 adalah 74,54%, hanya 9 dari 33 siswa (27,27%) yang belum mencapai kriteria ketuntasan. berdasarkan nilai rata-rata siswa tiap siklus maka pada siklus II nilai siswa mengalami peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scramble dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA SDN Madyopuro 4 Kota Malang.

(14)

sebesar 35, 0%. Sedangkan pada klasifikasi tinggi pada siklus pertama juga belum diperoleh oleh siswa, tetapi pada siklus kedua terdapat presentase sebesar 75,0% atau 15 orang siswa serta tidak terdapat hasil belajar siswa dengan klasifikasi rendah pada siklus kedua. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Scramble dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA SD Negeri 012 Sari Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung Kab. Palelawan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, penggunaan model scramble dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala karena dengan menggunakan model scramble siswa tampak lebih aktif dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran karena konsep-konsep yang disampaikan realistik dengan kehidupan siswa. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa.

(15)

2.3 Kerangka Pikir

Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar khususnya pada pembelajaran IPA dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi siswa. Keberhasilan pembelajaran IPA dapat diukur dari kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Siswa dikatakan paham apabila indikator pembelajaran tercapai. Adapun indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur siswa dikatakan paham menurut Abin Syamsudin apabila siswa dapat menjelaskan, mendefinisikan dengan kata-kata sendiri dengan cara mengungkapkannya melalui pertanyaan, tes, dan penugasan.

Pembelajaran di sekolah dilakukan guru dan siswa dengan saling berinteraksi dalam pertukaran ilmu (dari guru ke siswa). Dalam melakukan interaksi guru harus menggunakan model pembelajaran yang mudah diterima siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep. Selain model mengajar yang dilakukan oleh guru, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah yang efektif dan efesien dilihat dari keaktifan, kreatifitas dan kemandirian siswa. Cara belajar siswa juga harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan tujuan pengajarannya. Cara belajar yang baik memungkinkan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengenal masalah-masalah yang menyebabkan rendahnya kemapuan siswa dalam memahami konsep pada pembelajaran IPA dan untuk mengetahui usaha dalam mengatasinya.

(16)

baru membuat perasaan menjadi senang terhadap pelajaran IPA dan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Adapun alur kerangka pemikiran yang ditunjukkan untuk mengarahkan jalannya penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Kerangka Pikir Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Scramble

mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir

(17)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Gambar

Tabel 1 dijelaskan tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Gambar  1 Hubungan Tiga Unsur Belajar
Gambar 2  Kerangka Pikir Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Scramble

Referensi

Dokumen terkait

tersebut menjadi suatu kendala bagi calon konsumen yang ingin mendapatkan produk dari PT. Mandiri Tunas Finance. Pada X 1.3 jumlah skor ada 4 responden yang menyatakan bahwa

Terimakasih yang sangat besar untuk eyang kakung dan eyang putri yang jauh di Blitar tapi do’anya yang tak pernah jauh untukQx. aQ disini SUKSES juga

Berdasarkan nilai estimate, dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki pengaruh positif pada perilaku pengelolaan keuangan keluarga namun tidak signifikan, artinya semakin

Hal ini demikian kerana kebangkitan China sebagai sebuah kuasa ekonomi di rantau Asia telah memberi kebimbangan terhadap Amerika Syarikat (AS) kerana keadaan

berupa kilap logam dan memiliki belahan yang sempurna pecahan konkoidal cerat dari. mineral tersebut abu-abu tingkat kekerasan 2,5 skala

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa :(1) Proses peminjaman di Simpan Pinjam Bergilir “Hati Ratu” dilakukan dengan cara bergilir yang bertujuan supaya para

Fx S!nmrja, Undrng.Undrtrg l'lak HrltArdT EhYriB lderl, Trng!.pi i. dan MNukan rrds RUU Hok'Hak Abs-lm.h , Makalah Uil

Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang