BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum 1. Letak geografis
Desa Randugunting terletak di Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah. Batas Desa Randugunting meliputi: Sebelah utara:
Desa Jatijajar, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang; Sebelah Selatan:
Desa Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang; Sebelah Timur:
Desa Lemah Ireng, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang; Sebelah
Barat: Desa Samban, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Wilayah
Desa Randugunting sebagian besar didominasi oleh daerah pemukiman
karena letaknya yang cukup strategis, yaitu jalur utama Semarang – Solo –
Yogyakarta dan merupakan kawasan padat industri.
2. Kependudukan
Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari arsip desa berupa data
kependudukan tahun 2016, luas wilayah Desa Randugunting ± 1,08 Km².
Desa Randugunting memiliki 851 kepala keluarga yang terdiri dari IV RW
dan di dalamnya ada jumlah keseluruhan penduduk sebanyak 7.879 jiwa.
Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan, keyakinan, dan mata
pencaharian dapat dilihat sebagai berikut:
a. Pendidikan
Kesadaran pendidikan warga desa Randugunting setiap tahunnya
semakin meningkat, hal ini dilihat dari data rata-rata pendidikan warga
yang sudah tamat SMA mencapai 811 orang, Diploma I dan II: 5 orang,
Diploma III: 55 orang, Strata I: 121 orang, Strata II: 19 orang. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa warga telah memiliki kesadaran untuk
mengikuti perkembangan zaman dalam bidang pendidikan. Meskipun
masyarakat sudah mengikuti perkembangan zaman, tetapi warga tidak
meninggalkan, melupakan tradisi kadeso yang sudah diadakan secara
b. Kepercayaan
Keyakinan yang paling banyak dianut warga Desa Randugunting
adalah Islam yang mencapai 2.326 orang, kemudian Kristen: 184 orang,
Katholik: 110 orang, Budha: 1 orang, dan aliran kepercayaan: 9 orang.
Dari data yang tersaji diatas dapat dilihat bahwa terdapat keberagaman
warga Desa Randugunting dalam memeluk keyakinannnya
masing-masing. Dengan keberagaman yang dianut tersebut warga Desa
Randugunting tidak meninggalkan tradisi kadeso yang sudah diwariskan
leluhur, semua warga tetap menghormati dan mengikuti prosesi tradisi
kadeso
c. Mata Pencaharian
Jumlah penduduk keseluruhan 7.879 jiwa warga desa tersebut,
hanya sekitar 25 orang yang bekerja sebagai petani dan berkebun.
Sebagian besar warga lainnya bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak
1.004 orang. Jumlah karyawan swasta yang banyak ini dikarenakan
wilayah Desa Randugunting yang sangat dekat dan dikelilingi dengan
industri-industri besar yang berkembang di Kabupeten Semarang.
Menjadikan warga lebih tertarik untuk bekerja di sebagai karyawan
swasta daripada bekerja sebagai petani. Selain itu lahan-lahan pertanian
warga semakin berkurang untuk difungsikan menjadi pabrik, perumahan,
dan rumah kontrakan. Keadaan ini yang mendorong tradisi Kadeso
terjadi pergeseran, yang awalnya warga menggunakan tradisi kadeso
sebagai ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa untuk hasil panen yang
melimpah dan meminta keselamatan bagi warga desa, tetapi sekarang
menjadi tradisi yang digunakan untuk hanya untuk meminta keselamatan
seluruh warga desa dan ucapan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa
karena telah mendapat perlindungan selama setahun sehingga dapat
melaksanakan tradisi kadeso kembali.
B. Sejarah Singkat
Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Desa Randugunting yaitu
sedekah deso atau sedekah bumi, dan dapat disebut merti desa. Karena lidah
orang jawa menyebut sedekah desa menjadi Kadeso. Merupakan sebuah acara
yang ditujukan sebagai ungkap ucapan syukur terhadap bumi dan sang pencipta
yang telah memberikan hasil panen yang melimpah bagi warga desa. Tradisi
kadeso bertujuan untuk melestarikan budaya yang sudah ada sejak dahulu
(nguri-nguri budoyo) Dari jaman dahulu sudah diadakan kadeso mulai dari
lurah yang pertama. Kadeso diadakan setelah panen guna memuji syukur
kepada Tuhan karena panen yang baik, orang selamat tidak ada halangan
apapun. Warga tidak dapat meninggalkan sedekah desa karena dipercaya
nantinya akan menyebabkan musibah.
Prosesi kadeso pada zaman dahulu dan sekarang masih tetap sama tetapi
juga ada perubahan sedikit kerena sudah tersisihkan oleh perkembangan
zaman. Pada zaman dahulu kadeso diadakan setelah panen yang setiap tahun
tidak sama pelaksanaannya dalam penanggalan Jawa, tetapi saat ini kadeso
dilaksanakan rutin setiap tahun pada penanggalan Jawa yang sama
C. Prosesi dan Pelaksanaan 1. Tahap persiapan
Pada awal persiapan diadakan pertemuan antara lurah, perangkat desa,
dan perwakilan dari warga yang merupakan ketua Rukun Tetangga (RT)
dan ketua Rukun Warga (RW) untuk musyawarah membentuk panitia acara
kadeso. Kemudian selesai pembentukan panitia dan musyawarah ada
pembagian tugas, ketua RT dan ketua RW bertugas mensosialisasikan
kepada warga melalui pertemuan rutin agar mempersiapkan kadeso. Warga
juga diminta untuk iuran sebesar Rp 50.000 per kepala keluarga untuk
mendukung acara kadeso.
Selanjutnya kegiatan yang biasanya dilakukan berupa bersih-bersih
desa seperti sendang, makam, dan lingkungan sekitar desa yang dilakukan
secara bersama-sama. Kegiatan ini dilakukan agar tetap terjaga kebersihan
di desa sebelum acara kadeso dilaksanakan. Panitia dibantu oleh warga
kemudian menyiapkan tempat untuk selamatan di balai desa dan membuat
panggung untuk pertunjukan wayang kulit. Kemudian warga mulai
saling membantu dan memasak bersama untuk selamatan. Ambengan dan
lauk pauk merupakan hasil panen warga dan membeli dipasar atau juga
ditempat lain karena lebih mudah, saat ini hanya sedikit yang menggunakan
hasil panen karena sudah jarang warga yang bertani dan sebagian besar
warga bekerja di pabrik-pabrik besar di sekitar Desa Randugunting.
Biasanya persiapan memasak ini dilakukan pada malam hari atau pagi dini
hari sebelum selamatan dimulai. Kemudian ambengan beserta lauk pauk
disusun dan diletakkan dalam sebuah wadah bernamabesek.
2. Tahap pelaksanaan
a. Tempat: Tempat pelaksanaan Kadeso di Balai Desa Randugunting Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.
b. Waktu
Tradisi Kadeso dilaksanakan setahun sekali pasti tiap tahun
diadakan, tepatnya pada bulan ruwah dalam kalender Jawa, Sabtu Pon,
Minggu Wage dalam penanggalan Jawa. Kegiatan ini diadakan pada
penanggalan Jawa diatas dikarenakan hari tersebut merupakan hari
bersejarah bagi kepala desa yang pada 2006 lalu mencalonkan menjadi
lurah. Penanggalan tersebut menjadi pengingat peristiwa pencalonan
lurah atau ulang tahun dan sebagai simbol ucapan syukur karena telah
mendapatkan mandat sebagai lurah dan juga selamatan bagi desa.
Sebagaimana diketahui jika pelaksanaan tradisi Kadeso telah dilakukan
secara rutin selama 10 tahun terakhir. Pada tahun ini kadeso dilaksanakan
pada 13 Mei 2017.
c. Prosesi tradisi a) Selamatan
Pada Sabtu (Pon) pagi tanggal 13 Mei 2017 warga desa
berbondong-bondong menuju balai desa untuk dilaksanakan selamatan
oleh seluruh warga Desa Randugunting. Saat selamatan warga
membawa ambengan (nasi putih yang berbentuk kerucut yang berisi
berbagai lauk pauk) untuk dibagikan dan dimakan bersama. Setelah
itu akan didoakan terebih dahulu oleh seorang modin menggunakan
terimakasih dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
sudah memberikan perlindungan dan memberikan berkah kepada
warga desa. Kemudian ambengan (nasi putih yang berbentuk kerucut
dan berisi lauk pauk) dimakan bersama-sama dan diberi alas daun
pisang yang sudah disediakan oleh panitia. Tidak hanya itu, warga
juga berbagi lauk pauk yang dibawa dari rumah kepada warga lain
agar dibawa pulang kerumah. Kegiatan makan bersama dan berbagi
lauk pauk ini bertujuan menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kerukunan antar warga.
b) Wayang Kulit
Pemilihan kesenian wayang kulit dalam tradisi Kadeso karena
tidak semua orang dapat memainkan wayang kulit dan memang pada
umumnya menggunakan wayang kulit bertujuan sebagai pelestarian
dari kebudayaan Jawa.
Sebelum hiburan wayang kulit dilakukan, terlebih dahulu bagi
dalang dan rombongan pendukung wayang kulit seperti sinden,
pelawak, dan pemain karawitan diajak ke “punden” oleh tetua (juru
kunci) dari desa Randugunting untuk meminta restu kepada leluhur
desa atau orang-orang biasa menyebut dengan danyang, bertujuan
untuk meminta restu agar proses pertunjukan tidak ada suatu
gangguan apapun demi kelancaran pertunjukan wayang kulit.
Pagelaran wayang kulit dilaksanakan pada malam hari. Dalam
pelaksanaan pagelaran wayang kulit tersebut terdapat sesaji yang
diperuntukkan untuk dalang. Sesaji tersebut didoakan oleh seorang
modin dan diletakkan didalam sebuah tampah (berbentuk lingkaran
yang dianyam menggunakan bambu) yang diletakkan di atas
panggung pementasan wayang kulit. Barulah setelah itu wayang kulit
dapat dimulai pertunjukkannya.
Wayang kulit digunakan sebagai hiburan bagi warga desa
Randugunting Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Dalam
dipilih berdasarkan kekhususan, tetapi bebas menurut dalang yang
membawakan lakon wayang kulit.
Ada dua proses penampilan wayang kulit, yang pertama
dilaksanakan pada siang hari dan ditampilkan oleh asisten dalang atau
juga dalang cadangan lain. Kemudian pada malam hari yang
merupakan acara inti dari kadeso, wayang kulit ditampilkan dengan
dalang Ki Daryono Klelur sebagai dalang utama dan mengangkat
lakon kitab Jitabsara yang menceritakan tentang sebuah kitab yang
berisi tentang siapa saja yang nantinya akan gugur dalam perang
Baratayuda. Di tengah-tengah acara pertunjukan wayang kulit
dimeriahkan pula oleh Percil dan Yudo yang merupakan grup pelawak
untuk menghibur warga yang sedang menyaksikan.
D. Simbol Sesaji
Sesuatu yang sangat berperan demi keberhasilan upacara kesuburan
adalah sesaji. Hal ini disebabkan bahwa sesaji adalah sarana vital dalam religi
orang jawa. Sesaji diadakan sebab dalam upacara kesuburan hal penting yang
tidak dapat ditinggalkan adalah kehadiran roh-roh nenek moyang, danyang,
serta roh-roh halus lainnya. Menurut keyakinan orang jawa, roh-roh nenek
moyang, danyang, dan roh halus yang tidak khasat mata hanya membutuhkan
jenis makanan khusus seperti yang ada pada sesaji. Dalam pemahaman, bahwa
yang dimakan bukanlah wujud fisik sesaji, tetapi hanya baunya saja. Jadi roh
halus hanya menyantap yang halus pula. (Hersapandi, 2005: 177)
Dalam Tradisi Kadeso tidak melupakan penggunaan sesaji sebagai syarat
bagi pelaksanaannya, adapun simbol sesajinya sebagai berikut:
1. Kendiyang diisi air, mempunyai maknaadematau suasana yang sejuk
dan diharapkan diberi rejeki yang lancar.
2. Rokok, mempunyai makna dalam hal mengingatkan manusia akan
berkurangnya umur dan kematian. Sebatang rokok menyimbolkan
umur, bara api yang dihasilkan rokok menyimbolkan kehidupan yang
dijalani manusia, rokok yang dihisap semakin lama semakin habis
berkurang. Asap yang dikeluarkan setelah menghisap rokok dan asap
yang naik keatas dilambangkan dengan nyawa yang lepas dari raga
dan akan kembali kepada Yang Maha Kuasa.
3. Telur dan beras, mempunyai makna agar diberikan keberkahan dan
hasil yang melimpah dari hasil bekerja warga desa.
4. Ayam panggang Jawa, dimaksudkan sebagai persembahan untuk para
arwah leluhur dan penunggu desa yang mempunyai makna agar selalu
dijaga keselamatan dan ketentraman desa. (Hersapandi, 2005: 177)
5. Asam jawa dan gula jawa, mempunyai makna agar jangan berputus
asa dalam menjalani kehidupan meski dalam keadaan kesusahan tetapi
jika tetap bekerja keras nantinya juga akan mendapat kebahagiaan
dalam hidup.
6. Klowohatau uang, mempunyai makna untuk melengkapi jika terdapat
kekurangan dalam sesaji.
7. Pisang raja temen yang sudah masak setangkep, meyimbolkan
harapan akan persatuan dan kerukunan antar warga masyarakat.
8. Tukon pasar atau jajanan pasar, yaitu aneka macam makanan kecil,
jadah, jenang, rengginang melambangkan suatu tekat yang matang
dari masyarakat untuk mewujudkan persembahan bagi arwah leluhur
dan penunggu desa.
9. Daun alang-alang, mempunyai makna dalam menyelenggarakan
tradisi tersebut tidak mendapat halangan. (Hersapandi, 2005: 178)
10. Daun dadap serep, mempunyai makna dingin, dengan harapan
masyarakat hatinya dingin tidak dipengaruhi nafsu amarah dan
menciptakan kerukunan bagi masyarakat. (Hersapandi, 2005: 178)
11. Tumpeng kecil atau nasi putih yang dibentuk kerucut kecil,
mempunyai makna hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa
dengan harapan kehidupan manusia menjadi sejahtera
12. Kembang menyan atau bunga menyan, bau wangi yang dihasilkan
bunga menyan dimaksudkan agar mengusir roh jahat yang akan
13. Degan ijo atau kelapa hijau yang masih muda, mempunyai makna
yang terwujud dari degan ijo memiliki manfaat seluruhnya bagi
masyarakat.
E. Nilai Gotong-royong
Tradisi Kadeso sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Desa
Randuguting terutama dalam sikap kegotong-royongan yang memupuk
kerukunan dan menjadikan hubungan antar sesama warga desa menjadi
tentram. Sikap gotong-royong dapat dilihat melalui:
1. Membersihkan lingkungan sekitar desa termasuk sendang dan jalan
desa secara bersama-sama saling bahu membahu bersama-sama
menjaga kebersihan desa
2. Saat memasak, beberapa warga bersama-sama memasak lauk pauk
yang nantinya digunakan dalam selamatan. Kegiatan ini juga termasuk
memudahkan bagi warga yang sibuk bekerja karena tidak sempat
menyiapkan ambengan atau nasi putih berbentuk kerucut yang berisi
lauk pauk yang diperlukan ketika selamatan.
3. Mendirikan tenda dan mempersiapkan panggung wayang kulit, selain
panitia tradisi kadeso yang menyiapkan, ada beberapa warga yang ikut
membantu menata tempat yang digunakan selamatan dan pertunjukan