BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Harga
Harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa.
Harga merupakan satu-satunya elemen dalam bauran pemasaran yang
menghasilkan pendapatan. Kotler (2000) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan harga adalah jumlah uang yang ditetapkan oleh produk untuk dibayar oleh
konsumen atau pelanggan guna menutupi biaya produksi, distribusi dan penjualan
pokok termasuk pengembalian yang menandai atas usaha dan resikonya.
Menurut Umar Husein (2000), harga adalah sejumlah nilai yang
ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk
barang atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar–
menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk suatu harga yang sama terhadap
seorang pembeli. Kotler dan Amstrong (2001:439) harga adalah sejumlah uang
yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen
atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut.
Bila suatu produk mengharuskan konsumen mengeluarkan biaya
yanglebih besar dibanding manfaat yang diterima, maka yang terjadi adalah
bahwa produk tersebut memiliki nilai negative. Konsumen mungkin akan
menganggap sebagai nilai yang buruk kemudian akan mengurangi konsumsi
terhadap produk tersebut. Bila manfaat yang diterima lebih besar, maka yang akan
terjadi adalah produk tersebut memiliki nilai positif (Lupiyoadi & Hamdani,
2.1.1 Penetapan Harga
Cara penetapan harga atau metode penetapan harga dapat dilakukan
dengan beberapa cara (Kotler, 2000) yaitu :
1. Penetapan harga mark-up, dilakukan dengan menambahkan markupstandar
ke biaya produk.
2. Penetapan harga berdasarkan sistem pengembalian, dilakukan dengan
perusahaan menetapkan harga sesuai dengan tingkat pengembalian (ROI)
yang diinginkan.
3. Penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan, dilakukan dengan
menyesuaikan persepsi dari pikiran pembeli.
4. Penetapan harga berlaku, yaitu mereka menetapkan harga yang cukup
rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi.
5. Penetapan harga sesuai harga yang berlaku, perusahaan mendasarkan
harganya terutama pada harga pesaing.
6. Penetapan harga tender tertutup, perusahaan menetapkan harga
berdasarkan perkiraannya tentang bagaimana pesaing akan menetapkan
harga dan bukan berdasarkan hubungan yang kaku dengan biaya atau
permintaan perusahaan.
2.1.2 Tujuan Penetapan Harga
Menurut Tjiptono (2008), ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :
1. Tujuan Berorientasi pada laba. Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan
bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
2. Tujuan Berorientasi Pada Volume. Selain tujuan berorientasi pada laba,ada
pula perusahaan yang menentapkan harganya berdasarkan tujuan yang
berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah
volume pricing objectives.
3. Tujuan Berorientasi Pada Citra. Citra suatu perusahaan dapat dibentuk
melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga
tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara
itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk nilai tertentu,
misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga
yang terendah di suatu wilayah tertentu.
4. Tujuan Stabilisasi Harga. Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif
terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para
pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang
mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industry-industri
tertentu yang produknya terstandardisasi. Tujuan stabilisasi ini dilakukan
dengan jalan menetapkan harga untuk hubungan yang stabil antara harga
suatu perusahaan dan harga pemimpin industri.
Sedangkan Menurut Saladin (2006:142 dan 143) ada lima tujuan yang dapat
diraih perusahaan melalui penetapan harga yaitu sebagai berikut :
1. Bertahan Hidup (Survival)
Pada kondisi tertentu (karena adanya kapasitas yang mengganggur,
persaingan yang semakin gencar atau perubahan keinginan konsumen,
atau mungkin juga kesulitan keuangan), maka perusahaan menetapkan
pasar. Tujuannya adalah bertahan hidup jangka panjang, harus mencari
jalan keluarnya yang lain.
2. Maksimalisasi Laba Jangka Pendek (Maximum Current Profit)
Perusahaan merasa yakin bahwa dengan volume penjualan yang tinggi
akan mengakibatkan biaya per unit lebih rendah dan keuntungan yang
lebih tinggi. Perusahaan menetapkan harga serendah-rendahnya dengan
asumsi bahwa pasar sangat peka terhadap harga.
3. Maksimalisasi Hasil Penjualan (Maximum Current Revenue)
Untuk memaksimalisai penjualan, perusahaan perlu memahami fungsi
permintaan. Banyak perusahaan berpendapat bahwa maksimalisasi hasil
penjualan itu akan mengantarkan perusahaan memperoleh maksimalisasi
laba dalam jangka panjang dan pertumbuhan bagian pasar.
4. Menyaring Pasar secara Maksimum (Maximum Market Skimming)
Banyak perusahaan menetapkan harga untuk menyaring pasar. Hal ini
dilakukan untuk menarik segmen-segmen baru. Mula-mula dimunculkan
ke pasar produk baru yan harga tingginya, beberapa lama kemudian
dimunculkan pula produk yang sama dengan harga yang lebih rendah
(tentu saja disini ada perbedaannya).
5. Menentukan Permintaan (Determinant Demand)
Penetapan harga jual membawa akibat pada jumlah permintaan. Pada
kurva permintaan in-elastic yang lebih kecil reaksinya jika dibandingkan
2.1.3 Persepsi Harga
Persepsi harga adalah kecenderungan konsumen untuk menggunakan
harga dalam memberi penilaian tentang kualitas produk ( Burton et.al.1998,
Sinha and Batra 1999-2000, Garretson et.al.2002. Menurut Stanton (2004), harga
adalah sejumlah uang (kemungkinan ditambah barang) yang ditentukan untuk
memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelanggan yang menyertai.
Indikator harga menurut Stanton (2004) adalah :
1. Keterjangkauan harga
2. Perbandingan dengan merek lain
3. Kesesuaian harga dengan kualitas
2.2 Kualitas Produk
Ada beberapa pengertian mengenai kualitas produk yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya :
Menurut Christoper pass and Bryan Lowes yang diterjemahkan oleh Tumpal
Rumapea dan Posman Halolo (2009 : 552 ) mendefinisikan kualitas produk adalah
suatu sumber penting pada pembedaan produk yang memungkinkan
perusahaan-perusahaan untuk menciptakan loyalitas merek dagang dan keunggulan saing atas
pemasok-pemasok saingannya.
Sedangkan menurut John Sviokla yang dikutip oleh Rambat Lupiyoadi
dan A. Hamdani (2009:176) mengatakan bahwa kualitas produk adalah proses
produksi suatu barang, dimana kualitas produk yang diberikan oleh perusahaan
dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap perusahaan dan
Assauri (2009:361) menyatakan bahwa kualitas produk adalah komposisi teknis
yang didasarkan pada spesifikasi teknis dari suatu produk.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk merupakan
tumpuan dari keberhasilan usaha suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap
perusahaan selalu berupaya untuk dapat terus meningkatan kualitas produknya.
Kualitas produk seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi pandang pemakai atau
pelanggan produk tersebut. Dalam hal ini kualitas produk harus mencerminkan
tingkat kemampuan produk untuk memberikan kemanfaatan yang diharapkan oleh
pemakai atau pelanggan melalui objek fisik produk tersebut.
Kualitas produk membedakannya dengan produk para pesaing,
penghematan biaya produksi sehingga lebih rendah, dapat menjadi pioneer dalam
bidangnya, keunggulan kompetitif yang diperoleh tercermin dalam kemampuan
kualitas produk yang dihasilkan dan tingkat biaya yang relatif rendah, serta dapat
memenuhi waktu delivery yang telah dijanjikan. Kualitas produk adalah
bagaimana produk itu memiliki nilai yang dapat memuaskan pelanggan baik
secara fisik maupun secara psikologis yang menunjuk pada atribut atau sifat-sifat
yang terdapat dalam suatu barang atau hasil.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk
Kualitas produk secara langsung dipengaruhi oleh sembilan bidang dasar
atau 9M. Pada masa sekarang ini industri disetiap bidang bergantung pada
sejumlah besar kondisi yang membebani produksi melalui suatu cara yang tidak
pernah dialami dalam periode sebelumnya. Menurut (Sofjan Assauri, 2009 : 362)
1. Pasar (Market)
Jumlah produk baru dan baik yang ditawarkan di pasar terus bertumbuh
pada laju yang eksplosif.Pelanggan diarahkan untuk mempercayai bahwa
ada sebuah produk yang dapat memenuhi hampir setiap kebutuhan.Pada
masa sekarang pelanggan meminta dan memperoleh produk yang lebih
baik memenuhi ini.Pasar menjadi lebih besar ruang lingkupnya dan secara
fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang yang ditawarkan.Dengan
bertambahnya perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan
mendunia.Akhirnya bisnis harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah
dengan cepat.
2. Uang (Money)
Meningkatnya persaingan dalam banyak bidang bersamaan dengan
fluktuasi ekonomi dunia telah menurunkan batas (marjin) laba. Pada
waktu yang bersamaan, kebutuhan akan otomasi dan pemekanisan
mendorong pengeluaran mendorong pengeluaran biaya yang besar untuk
proses dan perlengkapan yang baru. Penambahan investasi pabrik, harus
dibayar melalui naiknya produktivitas, menimbulkan kerugian yang besar
dalam memproduksi disebabkan oleh barang pabrikan dan
pengulangkerjaan yang sangat serius.Kenyataan ini memfokuskan
perhatian pada manajer pada bidang biaya kualitas sebagai salah satu dari
“titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian dapat diturunkan untuk
3. Manajemen (Management)
Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok
khusus.Sekarang bagian pemasaran melalui fungsi perencanaan
produknya, harus membuat persyaratan produk. Bagian perancangan
bertanggung jawab merancang produk yang akan memenuhi persyaratan
itu. Bagian produksi mengembangkan dan memperbaiki kembali proses
untuk memberikan kemampuan yang cukup dalam membuat produk sesuai
dengan spesifikasi rancangan. Bagian pengendalian kualitas merencanakan
pengukuran kualitas pada seluruh aliran proses yang menjamin bahwa
hasil akhir memenuhi persyaratan kualitas dan kualitas pelayanan, setelah
produk sampai pada pelanggan menjadi bagian yang penting dari paket
produk total. Hal ini telah menambah beban manajemen puncak,
khususnya bertambahnya kesulitan dalam mengalokasikan tanggung jawab
yang tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari standar kualitas.
4. Manusia (Men)
Pertumbuhan yang cepat dalam pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh
bidang baru seperti elektronika komputer menciptakan suatu permintaan
yang besar akan pekerja dengan pengetahuan khusus. Pada waktu yang
sama situasi ini menciptakan permintaan akan ahli teknik sistem yang akan
mengajak semua bidang spesialisasi untuk bersama merencanakan,
menciptakan dan mengoperasikan berbagai sistem yang akan menjamin
5. Motivasi (Motivation)
Penelitian tentang motivasi manusia menunjukkan bahwa sebagai hadiah
tambahan uang, para pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang
memperkuat rasa keberhasilan di dalam pekerjaan mereka dan pengakuan
bahwa mereka secara pribadi memerlukan sumbangan atas tercapainya
sumbangan atas tercapainya tujuan perusahaan.Hal ini membimbing ke
arah kebutuhan yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan kualitas dan
komunikasi yang lebih baik tentang kesadaran kualitas.
6. Bahan (Material)
Disebabkan oleh biaya produksi dan persyaratan kualitas, para ahli teknik
memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat dari pada
sebelumnya.Akibatnya spesifikasi bahan menjadi lebih ketat dan
keanekaragaman bahan menjadi lebih besar.
7. Mesin dan Mekanise(Machine and Mecanization)
Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan volume
produksi untuk memuaskan pelanggan telah terdorong penggunaan
perlengkapan pabrik yang menjadi lebih rumit dan tergantung pada
kualitas bahan yang dimasukkan ke dalam mesin tersebut.Kualitas yang
baik menjadi faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar
fasilitasnya dapat digunakan sepenuhnya.
8. Metode Informasi Modern(Modern Information Method)
Evolusi teknologi komputer membuka kemungkinan untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengambil kembali, memanipulasi
informasi yang baru ini menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan
proses selama proses produksi dan mengendalikan produk bahkan setelah
produk sampai ke pelanggan. Metode pemprosesan data yang baru dan
konstan memberikan kemampuan untuk memanajemen informasi
yangbermanfaat, akurat, tepat waktu dan bersifat ramalan mendasari
keputusan yang membimbing masa depan bisnis.
9. Persyaratan Proses Produksi (Mounting Product Requirement)
Kemajuan yang pesat dalam perancangan produk, memerlukan
pengendalian yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan produk.
Meningkatnya persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk
menekankan pentingnya keamanan dan keterandalan produk.
2.2.2 Dimensi Kualitas Produk
Pengujian kinerja produk dilakukan melalui pemanfaatan tenaga ahli di
perguruan tinggi, untuk memastikan validitas kinerja sebuah produk. Untuk
menunjang kesuksesan program tersebut, desain sebuah produk hendaknya
disesuaikan dengan rencana pelayanan kepada pelanggan. Yamit (2005)
menjelaskan teori Garvin bahwa dimensi kualitas produk dibagi delapan, yaitu :
a) kinerja (performance).
b) fitur (features).
c) kehandalan (reliability).
d) kesesuaian (conformance).
e) daya tahan (durability).
g) estetika (aesthetic).
h) citra atau reputasi (perceived quality).
1. Kinerja (Performance)
Kinerja merupakan karakteristik produk inti yang meliputi, merek,
atribut-atribut yang dapat diukur dan aspek-aspek kinerja individu. Kinerja
beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subjektif pelanggan
bisnis yang pada dasarnya bersifat umum (universal). Hal ini berkaitan
dengan aspek fungsional suatu barang, dan juga merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2. Fitur (Features)
Fitur atau keistemewaan tambahan dapat berbentuk tambahan dari produk
inti, yang dapat menambah nilai dari suatu produk. Biasanya diukur secara
subjektif oleh masing-masing individu (pelanggan bisnis) yang
menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk atau jasa. Hal ini
menuntut karakter yang fleksibel, disesuaikan dengan perkembangan
pasar. Aspek ini berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan
pilihan pilihan produk dan pengembangannya.
3. Kehandalan (Reliability)
Kehandalan yaitu berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk
mengalami keadaan tidak berfungsi pada suatu periode. Keadaan suatu
produk menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam
memilih produk. Hal ini menjadi semakin penting mengingat besarnya
biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan, apabila
kerusakan atau gagal dipakai. Kehandalan berkaitan dengan probabilitas
atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya, yaitu
setiap kali digunakan dalam periode waktu dalam kondisi tertentu pula.
4. Kesesuaian (Conformance)
Kesesuaian yaitu sejauhmana karakteristik disain dan operasi memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesesuaian suatu
produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi, waktu
penyelesaian, perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang
tidak dapat diantisipasi, dan beberapa kesalahan lain. Hal ini berkaitan
dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Daya tahan (Durability)
Daya tahan yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur pakai produk jadi maupun
umur ekonomis produk saat disimpan, penggunaan suatu produk atau
sering dikatakan dengan suatu refleksi ukuran ekonomis, berapa daya
tahan atau masa pakai suatu barang. Secara teknis ketahanan suatu produk
didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh oleh seseorang
sebelum mengalami penurunan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan
diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk, dilihat melalui jumlah
kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan, dan keputusan untuk
6. Kemampuan pelayanan (Serviceability)
Kemampuan pelayanan meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, dan
kemudahan produk untuk dioperasikan serta penanganan keluhan yang
memuaskan. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya
memperhatikan adanya penurunan kualitas produk, tetapi juga waktu
produk sebelum disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi
dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk, dan
pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat merefleksikan adanya
perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan yang diterima. Dalam
hal ini kemampuan pelayanan suatu produk tersebut menghasilkan suatu
kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai secara subjektif oleh
konsumen.
7. Estetika (Aesthetics)
Estetika yaitu dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu
produk dapat dilihat melalui panca indera manusia, seperti suatu produk
yang terdengar oleh pelanggan bisnis, bentuk fisik suatu produk yang
menarik, model/desain yang artistik, warna, dan sebagainya. Estetika
merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen. Hal ini
juga merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai
estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi, dan refleksi dari
preferensi individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality)
Kualitas yang dipersepsikan yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung
konsumen akan atribut-atribut produk dan jasa yang akan dibelinya, maka
pembeli mempersiapkan kualitas dari aspek harga, nama merek, iklan dan
reputasi perusahaan.
2.2.3 Perspektif Kualitas Produk
Menurut Tjiptono (2009 : 51) mengidentifikasikan adanya lima altenatif
perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu :
1. Transcendental Approach
Dalam pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
dioperasionalkan.Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni,
misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa.Meskipun
demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui
pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat
berbelanja (supermarket), elegan (mobil), kecantikan (kosmetik) dan
lain-lain.Denga demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu
perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar
manajemen kualitas.
2. Product – Based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut
yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaa n jumlah unsur atau atribut yang dimiliki
produk.Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
3. User – Based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas bergantung pada
orang yang menggunakannya dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya Perceived Quality), merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi perspektif yang subjektif dan demand –
oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda pula,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum
yang dirasakan.
4. Manufacturring – Based Approach
Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan, pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
sama dengan persyaratannya (Conformance To Requirement).
5. Value – Based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi harga.Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas
didefinisikan sebagai “Affordable Excellence”.Kualitas dalam perspektif
ini bersifat relatif sehinggga produk yang memiliki kualitas paling tinggi
belum tentu produk yang bernilai.Yang paling bernilai itu adalah produk
atau jasa yang paling tepat dibeli (Best – Buy).
2.3 Loyalitas Pelanggan
Oliver (1996:392) mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai
berikut : loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk
secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-
usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.
Menurut Griffin (2002:4) loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku
dari unit – unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus –
menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih.
Suryadi (2011) mengatakan customer is real boss, mengindikasikan bahwa
pelanggan memiliki pengaruh yang besar yaiyu sampai pada tingkat menentukan
hidup matinya perusahaan.
Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat dilihat bahwa loyalitas
merupakan suatu perilaku yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian secara
rutin atau berulang dan mempunyai pelanggan yangloyal adalah metode yang
penting dalam mempertahankan keuntungan dari perusahaan pesaing. Kertajaya
(2004) mengatakan dari beberapa survey, bahwa hanya dengan mempertahankan
retensi pelanggan sebesar 5% saja akan bisa meningkatkan laba antara 25%
hingga 95%. Hal inilah yang menjadikan bahwa menciptakan dan memelihara
konsumen saat ini penting dilakukan ditengah persaingan bisnis yang semakin
ketat.
2.3.1 Manfaat Loyalitas Pelanggan
Selanjutnya Griffin (2002) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang
akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal.
Keuntungan-keuntungan tersebut meliputi :
a. Mengurangi biaya pemasaran, karena biaya untuk menarik pelanggan baru
b. Mengurangi biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak, dan
pemrosesan pesanan.
c. Mengurangi biaya turn over pelanggan, karena pergantian pelanggan lebih
sedikit.
d. Meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar
perusahaan
e. Word of Mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang
loyal juga berarti mereka merasa puas.
f. Mengurangi biaya kegagalan, seperti biaya pergantian.
2.3.2 Tahapan Loyalitas
Hermawan Kertajaya (2003:100) membagi tahapan loyalitas pelanggan
kedalam lima tingkatan mulai dari terrorist customer sampai advocator customer,
lebih jelasnya tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Terrorist customer : adalah pelanggan yang suka menjelek – jelekkan
merk perusahaan dikarenakan tidak suka atau pernah tidak puas dengan
layanan yang diberikan perusahaan. Pelanggan seperti ini bersikap seperti
teroris yang suka menyusahkan perusahaan.
2. Transctional customer : yaitu pelanggan yang memiliki hubungan dengan
perusahaan yang sifatnya sebatas transaksi, pelanggan seperti ini membeli
satu atau dua kali, sesudah itu dia tidak mengulangi pembeliannya.
3. Relationship Customer : yaitu tipe pelanggan yang nilai ekuitasnya lebih
tinggi dibanding dua jenis pelanggan di atas, pelanggan jenis ini telah
melakukan repeat buying dan pola hubungannya dengan produk atau
4. Loyal Customer : yaitu pelanggan jenis ini tidak hanya melakukan repeat
buying, tapi lebih jauh lagi sangat loyal dengan produk dan merek
perusahaan. Bila ada orang lain yang menjelekkan perusahaan, pelanggan
ini tetap bertahan, dia tetap bersama perusahaan seburuk apapun orang
menjelekkan perusahaan.
5. Advocator Costumer : yaitu jenis pelanggan dengan tingkatan tertinggi,
pelanggan semacam ini sangat istimewa dan excellent, mereka menjadi
aset terbesar perusahaan bila perusahaan memilikinya. Advocator
Customer adalah pelanggan yang selalu membela produk dan merek
perusahaan, pelanggan yang menjadi juru bicara yang baik kepada
pelanggan lain dan pelanggan yang marah apabila ada orang lain
menjelek-jelekkan merek perusahaan.
2.3.3 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini
dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya. Sebagaimana yang diungkapkan
Griffin (2002:31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases)
2. Membeli diluar lini produk/jasa (purchases acrooss product and service
lines)
3. Merekomendasikan produk lain (refers others)
4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing