• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kanker Payudara

1.1 Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara adalah neoplasma maligna yang paling sering

dijumpai pada wanita dan menempati tempat nomor dua setelah karsinoma

servik uterus. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun, secara

keseluruhanresiko perempuan seumur hidupnya untuk berkembang kanker

payudara adalah 1 berbanding 8 (Bruner & Suddarth, 2001).

Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang payudara.

Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan

jaringan penunjang payudara. Kanker payudara tidak menyerang kulit

payudara yang berfungsi sebagai pembungkus. Kanker payudara

menyebabkan sel dan jaringan berubah bentuk menjadi abnormal dan

bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004).

1.2 Manifestasi Klinis Kanker Payudara

Selama ini yang terjadi pada penderita adalah baru diketahui

bahwa dirinya terserang kanker payudara setelah timbul rasa nyeri atau

sakit pada payudara atau setelah benjolan tumbuh semakin membesar pada

jaringan payudaranya. Penderita yang terkena kanker payudara stadium

awal atau dini tidak merasakan adanya nyeri atau sakit pada payudaranya

(2)

Dengan lebih cepat mengetahui kanker payudara akan memberikan

kesempatan lebih besar untuk keberhasilan penyembuhan kanker itu

sendiri. Berikut beberapa tanda dan gejala kanker payudara (American

Cancer Society, 2013) :

1.2.1 Benjolan di payudara

Benjolan atau massa di payudara adalah tanda yang paling sering

ditemukan pada kanker payudara. Biasanya benjolan tersebut keras

dan tidak sakit, walaupun pada beberapa kasus yang juga

merasakan nyeri. Tidak semua benjolan berarti kanker. Ada

beberapa kondisi tumor jinak pada payudara juga menyebabkan

benjolan.

1.2.2 Pembengkakan di sekitar payudara atau ketiak.

Pembengkakan payudara disebabkan oleh peradangan kanker

payudara, sebagai bentuk keganasan dari penyakit tersebut.

Pembengkakan atau benjolan di sekitar ketiak disebabkan oleh

kanker payudara yang telah menyebar ke kelenjar getah bening

pada area tersebut.

1.2.3 Kulit kemerahan

Jika kulit pada payudara mulai berwarna kemerahan (orange),

seringkali disebabkan oleh mastitis yang biasanya terjadi pada ibu

menyusui. Tetapi jika tanda tersebut tidak mengalami perubahan ke

arah yang lebih baik setelah diberi antibiotik. Kemungkinan tanda

(3)

1.2.4 Payudara terasa hangat dan gatal

Tanda ini bisa disebabkan oleh mastitis atau peradangan pada

kanker payudara.

1.2.5 Perubahan pada puting

Kanker payudara menyebabkan perubahan pada puting, seperti

putting akan masuk ke dalam atau kulit di sekitarnya akan gatal,

menjadi merah, dan bersisik.

1.2.6 Cairan yang keluar dari puting

Cairan yang keluar dari puting (selain susu) dapat menjadi alarm,

tetapi kasus yang sering terjadi disebabkan oleh luka, infeksi atau

tumor jinak. Jika cairan yang keluar berupa darah kemungkinan

disebabkan oleh kanker payudara.

1.2.7 Nyeri

Payudara terasa nyeri hebat dan menetap serta tidak berhubungan

dengan siklus menstruasi. Nyeri biasanya tidak terdapat kecuali

pada tahap akhir.

1.3 Stadium Kanker Payudara

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian

dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya,

sudah sejauhmanakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ

atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain.

Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan

(4)

rontgen,USG, dan bilamemungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan

lain-lain. Banyak sekali cara untukmenentukan stadium, namun yang

paling banyak digunakan saat ini adalah stadium kanker berdasarkan

klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International

Union Against Cancer dari WorldHelath Organization) / AJCC (American

Joint Committee On Canceryang disponsori oleh American Cancer Society

dan American College of Surgeons). Huruf T menunjukkan tumor primer

dengan angka tepat yang menggambarkan ukuran tumor dan gangguan

fungsional yang disebabkan oleh perluasan langsung tumor ini. Huruf N

menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe regional atau adanya keterlibatan

kelenjar limfe dalam lokasi anatomi berbeda. Huruf M menunjukkan

metastasis jauh dan tidak adanya metastasis (Sabiston, 1995).

Tabel 2.1.3.1 Sistem Penentuan Stadium TNT (Sabiston, 1995)

Tumor

Peningkatan progresif ukuran tumor dan keterlibatan regional

Nodi lympathic regional tidak dapat dinilai secara klinik

Nodi lympathic regional tidak tampak abnormal Peningkatan derajat keterlibatan nodi lympathic regional

Tidak dinilai Tidak diketahui Ada metastasis jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut

(5)

Tabel 2.1.3.2 Stadium Numerik Kanker Payudara (Protokol Peraboi, 2003)

Stadium Ukuran Tumor Palpable Lymph

Node Metastase

Pembedahan merupakan prosedur pengobatan kanker yang paling

tua, dan paling besar kemungkinannya untuk sembuh, khususnya

untuk jenis kanker tertentu yang belum menyebar ke bagian tubuh

lain. Kemajuan di bidang pembedahan telah memungkinkan

tindakan operasi dengan luka dan efek seminimal mungkin

sehingga sesudahnya pasien dapat beraktivitas seperti semula

(Diananda, 2009).

1.4.2 Kemoterapi

Kemoterapi diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran

(6)

membersihkan sisa-sisa sel kanker (Diananda, 2009). Pada

kemoterapi digunakan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk

membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan

reproduksi selular (Potter & Perry, 2005).

1.4.3 Radioterapi

Radioterapi adalah terapi untuk kanker yang luas ekstensinya

masih terbatas dan lokal (Sukardja, 2000). Terapi ini diberikan

secara eksternal dan internal. Secara eksternal menggunakan alat

tertentu untuk menembakkan gelombang radioaktif kea rah sel-sel

kanker (disinar), sedangkan internal dalam bentuk implant

radioaktif yang disisipkan di area kanker, atau berupa obat

telan/suntik (Diananda, 2009).

1.5 Nyeri pada Kanker Payudara

Kebanyakan penderita kanker payudara merasakan beberapa

tingkatan nyeri mulai dari ringan sampai hebat, dari akut sampai kronik

yang disebabkan oleh kanker itu sendiri atau efek dari pengobatan seperti

pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormonal, dan obat-obatan

anti kanker (Breastcancer Organization, 2015).

Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya disebabkan

oleh 2 hal yaitu (1) Tumor pada payudara, nyeri bukanlah tanda yang

biasanya muncul pada tahap awal kanker payudara, tetapi tumor dapat

menyebabkan nyeri karena tumor menekan jaringan terdekat. Pada wanita

(7)

awal. Kanker payudara yang jarang terjadi disebut Paget‟s, penyakit pada

puting dapat menyebabkan nyeri dan rasa terbakar sebagai tanda awal. (2)

Penyebaran kanker ke bagian tubuh lain. Nyeri yang disebabkan oleh

kanker itu sendiri biasanya terjadi pada penderita stadium lanjut karena sel

kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh . Contohnya jika kanker telah

bermetastase ke tulang, maka akan menyebabkan nyeri pada punggung,

pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah bermetastase ke otak akan

menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar adrenal

di ginjal, penderita akan merasakan nyeri tumpul pada punggung. Jika

menyebar ke hati , penderita akan merasakan nyeri di bagian kanan atas

abdomen (Breastcancer Organization, 2015).

Nyeri atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh pengobatan

kanker payudara bisa terjadi pada setiap penderita tanpa memperhatikan

stadium dari kanker itu sendiri. Nyeri yang dialami pasien dapat berupa

nyeri akut setelah pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Ada juga

nyeri kronik yang dialami pasien seperti nyeri post mastektomi, nyeri post

torakotomi, nyeri phantom, dan sebagainya. Kemoterapi juga dapat

menyebabkan nyeri saat pemasangan intrevena dan nyeri pada abdomen

saat pemasangan intraperitonium atau nyeri akibat kemoterapi itu sendiri

seperti mukositis, sakit kepala, dsb (Casasola, 2006).

Pengkajianpascamastektomipenderitabreastcancermengungkapkan

bahwa2tahunsetelah operasi, 20% pasien

(8)

payudaraphantom. Penelitian terbarulainnyamelaporkankejadian47% (13%

berat, 39% sedang,danringan% 48) nyeripascamastektomi2-3tahunsetelah

operasi (Fine, Burton, & Passik, 2011).

Intensitas nyeri yang dirasakan pasien kanker tergantung kepada

jenis kanker,letak kanker, stadium kanker dan berapa banyak nervus yang

rusak karena kanker itu sendiri maupun diakibatkan oleh pengobatan yang

dilakukan (Baradero & koleganya, 2007). Nyeri pada kanker menjadi

kronik seiring dengan perjalanan penyakit kanker itu sendiri dan sebagai

komplikasi dari pengobatan.

2. Intensitas Nyeri

2.1 Definisi Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan individual, dan kemungkinan dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2004).

2.2 Klasifikasi Nyeri pada Kanker

Menurut Casasola (2006), nyeri kanker dapat diklasifikasikan

(9)

2.2.1 Nyeri Nosiseptik

Nyeri nosiseptik dihasilkan dari rangsangan pada jalur nosiseptik

pada jaringan viseral atau somatik, yang disebabkan oleh

peradangan. Nyeri kanker nosiseptik somatik berasal dari struktur

jaringan lunak yaitu sistem saraf dan nonvisceral pada sumber

termasuk tulang, otot, kulit dan sendi. Nyeri biasanya terlokasisasi

dan karakter nyeri biasanya tajam, sakit dan berdenyut. Nyeri

somatik biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan.

Nyeri kanker nosiseptik visceral berasal dari organ bagian dalam

toraks, abdomen atau pelvis. Nyeri viseral biasanya tidak jelas dan

tumpul. Nyeri sulit dilokalisasi.

2.2.2 Nyeri Neuropatik

Nyeri neorupatik disebabkan oleh patologi yang mempengaruhi

sistem saraf, daripada aktivasi dari nosiseptor oleh rangsangan.

Pada keganasan, nyeri neuropatik dihasilkan oleh tekanan pada

saraf, disertai saraf yang mengalami kerusakan dan nyeri

simpatik.

Karakter nyeri yang disebabkan tekanan pada saraf seperti rasa

terbakar, tertusuk, dan seperti tersetrum. Hasil radiologi akan

menunjukkan keganasan yang menekan struktur saraf.

Kerusakan saraf pada pasien kanker merupakan proses kompleks

yang disebabkan oleh banyak mekanisme. Biasanya berhubungan

(10)

Nyeri simpatik berhubungan dengan vasodilatasi kutaneus,

peningkatan temperature kulit, pola berkeringat yang abnormal,

perubahan trophic dan allodynia.

2.3 Fisiologi Nyeri

Organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri

disebut reseptor nyeri (Tamsuri, 2004). Reseptor nyeri disebut juga

nosiseptor. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan

dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik

dalam (deep somatic) dan pada daerah viseral.

Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut :

2.3.1 Tranduksi

Selama fase tranduksi, jaringan yang mengalami kerusakan

melepaskan mediator biokimia yaitu prostaglandin, bradikinin,

serotonin, histamine dan substansi P) yang akan mengaktifkan

reseptor-reseptor nyeri (nosiseptor). Rangsangan nyeri (noxious

stimuli) juga menyebabkan perpindahan ion melalui membran sel

yang dapat mengaktifkan reseptor (Kozier,dkk, 2004). Pada fase

ini stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan

diterima ujung-ujung saraf.

2.3.2 Transmisi

Transmisi nyeri terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama, implus

(11)

Subtansi P sebagai neurotransmitter membantu transmisi implus

melewati sinaps dari saraf aferen primer ke saraf kedua di dorsal

horn pada medula spinalis. Bagian kedua, transmisi dari medula

spinalis melalui jalur spinathalamic menuju batang otak dan

thalamus. Bagian ketiga meliputi transmisi implus antara

thalamus ke somatik sensori di korteks serebri dimana implus

tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri

(Kozier,dkk, 2004).

2.3.3 Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi

reaksi yang kompleks (Potter & Perry, 2005).

2.3.4 Modulasi

Sering didefinisikan sebagai descending system. Modulasi terjadi

saat neuron di batang otak mengirim sinyal kembali ke kornu

dorsal di medulla spinalis. Serabut descending melepaskan

substansi P seperti opiod, serotonin, dan norepinefrin yang dapat

menghambat implus nyeri di dorsal horn (Kozier,dkk, 2004).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensitas

(12)

2.4.1 Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi

nyeri individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan

dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat

menyebabkan nyeri. Anak-anak juga belum dapat mengucapkan

kata-kata untuk mengungkapkan nyeri yang ia rasakan (Prasetyo,

2010). Sedangkan pada orang dewasa, nyeri yang mereka rasakan

sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai

macam penyakit dengan gejala yang sering sama dengan bagian

tubuh yang lain (Taylor, 1997 dalam Potter & Perry, 2009).

2.4.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip

dari Potter & Perry, 2005). Akan tetapi dari penelitian terakhir

memperlihatkan hormon seks paa mamalia berpengaruh terhadap

toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosterone menaikkan

ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan estrogen

meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri (Prasetyo,

2010).

2.4.3 Kebudayaan

Latar belakang etnik dan budaya telah lama diketahui sebagai

(13)

terhadap nyeri. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah

bagian dari proses sosialisasi. Walaupun ada sedikit variasi pada

ambang nyeri, latar belakang budaya dapat mempengaruhi level

nyeri yang individu dapat di toleransi (Kozier,dkk, 2004).

2.4.4 Makna Nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri

dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita

yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri

secara berbeda dengan wanita lain yang nyeri karena dipukul

suami (Prasetyo, 2010).

2.4.5 Ansietas dan Stres

Ansietas sering menyertai nyeri. Ancaman yang tidak diketahui

dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian yang

memperberatnya dapat menambah persepsi nyeri. Pasien yang

percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyerinya memiliki

tingkat ansietas yang lebih rendah (Kozier,dkk, 2004).

2.4.6 Pengalaman nyeri masa lalu

Pengalaman nyeri sebelumnya merubah sensitivitas pasien

terhadap nyeri (Kozier,dkk, 2004). Tetapi tidak selalu berarti

bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa

yang akandatang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri

yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul.

(14)

dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah

bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan

akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan

tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter &

Perry, 2005).

2.4.7 Lingkungan dan Dukungan Sosial

Lingkungan asing seperti rumah sakit, dengan kegaduhannya dan

aktivitasnya dapat memperparah nyeri (Kozier,dkk,

2004).Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung

pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh

dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap

klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat

meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).

2.5 Pengukuran intensitas nyeri

2.5.1 Skala Numerik Nyeri(Numeric Rating Scale)

Penggunaan skala numerik nyeri sangat mudah dan metode yang

reliable untuk menentukan intensitas nyeri pasien (Kozier,dkk,

2004). Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur

dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik

dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa

atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat

(15)

digunakan untuk mengkaji nyeri pada berbagai tipe nyeri seperti

nyeri akut, nyeri pada kanker, dll

Gambar 1.Skala Numerik Nyeri

3. Perilaku Nyeri

3.1 Definisi Perilaku Nyeri

Pengukuran nyeri lainnya berfokus pada perilaku nyeri. Menurut

Wall, 1991 perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh

seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang

dapat diobservasi. Perilaku yang muncul dapat menjadi tanda dari nyeri

kronik seperti kelainan gerak tubuh atau cara berjalan, ekspresi stres yang

terlihat dan terdengar, dan menghindari aktivitas (Turk, Wack, & Kerns,

1995 dalam Taylor, S.E 2009). Perilaku nyeri juga dapat didefenisikan

sebagai sebahagian atau seluruh output individu yang terobservasi yang

menunjukkan adanya nyeri seperti postur tubuh, ekspresi wajah, perkataan,

berbaring, mengkonsumsi obat, mencari pengobatan, dan pencarian

(16)

Tabel 2.3.3.1 Indikator Perilaku Nyeri (Potter & Perry, 2009)

3.2.1 Respondent Behavior(Perilaku Reflektif)

Respondent behavior adalah tipe perilaku refleks sebagai respon

terhadap rangsangan (Kats, 1998 dalam Harahap, 2006).

Rangsangan tersebut biasanya spesifik dan dapat diprediksi.

Respondent behavior adalah perilaku spontan saat rangsangan

terjadi secara adekuat seperti rangsangan nosiseptik, respon dari

perilaku tersebut kemungkinan akan tampak. Sebaliknya, saat

(17)

tidak terlihat. Oleh karena itu, perilaku responden bergantung pada

rangsangannya.

3.2.2 Operant Behavior(Respon Instrumental)

Operant behavior tidak selalu berhubungan dengan rangsangan

yang spesifik. Operant behavior terjadi secara langsung dan

otomatis terhadap rangsangan sama seperti perilaku responden

(Kats, 1998 dalam Harahap, 2006). Tipe perilaku nyeri ini tidak

dikontrol oleh rangsangan dan bahkan saat rangsangan tersebut

tidak adekuat tetapi pasien menerima pengaruh dari lingkungan

seperti (keberadaan pasangan, perawat dan keadaan lingkungan)

maka perilaku nyeri akan terlihat.

3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri

3.3.1 Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang

lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah

hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara

pada laki-laki hal ini dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).

3.3.2 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh individu. Wilkie dan kolega 1992 dalam

Harahap 2006 melakukan penelitian pada pasien kanker paru-paru,

mereka menemukan bahwa perilaku nyeri berhubungan secara

(18)

3.3.3 Kebudayaan

Setiap suku dan kebudayaan mempersepsikan nyeri dengan cara

yang berbeda-beda ( Waddle dan kolega 1989), perbedaan itu

terlihat dari perilaku nyeri yang ditunjukkan pasien ( Lofvander &

Furhoff 2002 dalam Harahap 2006). Beberapa pasien mengatasi

nyeri yang dirasakannya sendiri karena menganggap nyeri adalah

sesuatu yang pribadi. Pasien lainnya menunjukkan ekspresi verbal

seperti menangis dan berteriak. Diperkirakan orang Barat memiliki

toleransi terhadap nyeri lebih tinggi dibanding orang Timur (Nayak

& kolega, 2000 dalam Callister, 2003).

3.3.4 Keyakinan Diri

Keyakinan diri berhubungan dengan kemampuan individu untuk

melakukan aktivitas seperti duduk, berdiri dan berjalan (Romano &

kolega, 1999 dalam Harahap, 2006). Self-efficacy yang rendah

berhubungan dengan rendahnya toleransi terhadap nyeri,

penghindaran sosial, tingginya ketidakmampuan dalam beraktivitas

mandiri, dan buruknya hasil treatmentyang dijalani (Turk &

Monarch, 2002 dalam Godsoe, 2008).

3.3.5 Pasangan/ Anggota Keluarga

Pasangan merupakan sumber yang sangat penting bagi keutuhan

kehidupan sosial pasien dan boleh juga diisyaratkan sebagai syarat

yang berbeda dan pilihan yang tepat untuk mengekspresikan

(19)

Menurut Flor, Turk, dan Rudy (1992 dalam Harahap, 2006) bahwa

pasangan dan anggota keluarga yang lain sering termasuk dalam

pengobatan dan mengajarkan kepada pasien untuk berespons

positif pada setiap aktivitas yang dilakukan pasien dan indikasi

yang lainnya bagi perilaku yang baik. Pasangan mempunyai peran

yang kuat bagi peningkatan nyeri pasien.

3.4 Pengukuran perilaku nyeri

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku nyeri adalah

Pain Behavior Observation Protocol (PBOP), pertama kali dikemukakan

oleh Keefe dan Block tahun 1982 (Harahap, 2006). PBOP terdiri dari lima

parameter perilaku yaitu guarding, braching, rubbing, grimacing, dan

sighing. Serial aktivitas protokol Keefe dan Block yang telah

distandarisasi ini akan diadaptasikan selama 10 menit. Protokol aktivitas

ini meliputi: duduk untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berdiri

untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berbaring untuk periode 1

menit dan lagi selama 1 menit kedua, dan berjalan untuk 1 menit dan lagi

selama 1 menit kedua. Pendeskripsian dari kelima parameter perilaku

nyeri tersebut adalah:(1) guarding, yang mana mengacu pada penjagaan

area tubuh yang sakit, (2) braching, yang mana mengacu pada kekakuan

tubuh yang tidak normal, menyela, atau pergerakan yang kaku, (3)

rubbing, yang mana mengacu pada sentuhan atau rabaan pada bagian

tubuh yang sakit, (4) grimacing, yang mana mengacu pada guratan wajah

(20)

mata, mengatupkan bibir, menyingkap sudut mulut, dan merapatkan gigi,

(5) sighing, yang mengacu pada pernafasan atau menghela nafas.

Instrumen ini menggunakan skala Likert (0 = tidak ada nyeri, 1 = sering, 2

= selalu). Nilai total perilaku nyeri merupakan penjumlahan dari kelima

parameter perilaku nyeri tersebut diatas. Skor tertinggi (10)

mengidentifikasikan level perilaku nyeri yang tinggi.

4. Kepribadian

4.1 Definisi Kepribadian

Personality atau kepribadian berasal dari bahasa Latin persona,

kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain

sandiwara di Zaman Romawi. Para aktor Romawi memakai topeng

(persona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Definisi ini

tentu saja, bukan definisi yang bisa diterima. Ketika psikolog

menggunakan istilah kepribadian, mereka mengacu pada sesuatu yang

lebih dari sekedar peran yang dimainkan seseorang.

Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu

yang paling penting menurut Allport dalam Alwisol (2009), kepribadian

adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang

menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya

interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis

pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah

melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman,

(21)

Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif

permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas pada

perilaku seseorang (Feist & Feist, 2009). Sifat (trait) merupakan faktor

penyebab adanya perbedaan antarindividual dalam perilaku, konsistensi

perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai

situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa kelompok manusia, atau

dimiliki semua manusia, tetapi pola sifat pasti berbeda untuk

masing-masing individu.

Karakteristik (characteristic) merupakan kualitas tertentu yang

dimilki seseorang termasuk di dalamnya beberapa karakter seperti

temperamen, fisik, dan kecerdasan. Jadi masing-masing orang mempunyai

kepribadian berbeda, walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal

dengan orang lain.

Kepribadian adalah bagaimana ia berespon, mengintegrasi stimuli

dan bagaimana ia memotivasi dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan

primer maupun sekunder (Izzudin, 2006).

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kepribadian adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif

menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu

(22)

4.2 Tipe-Tipe Kepribadian

Tipe-tipe kepribadian adalah konsep yang dikembangkan untuk

membagi kepribadian dalam kategori-kategori tertentu. Ada berbagai teori

tentang kepribadian, beberapa di antaranya :

4.2.1 Teori Eysenck

Hans Jurgen Eysenck dalam Lestari (2008) mengembangkan teori

kepribadiannya berdasarkan struktur kepribadian yang terbentuk

mulai dari respon yang sederhana sampai dengan respon yang

kompleks. Penjelasan teori ini dipersempit pada pengertian trait dan

tipe yang merupakan hal yang diutamakan dalam teorinya. Dimensi

kepribadian Eysenck menjelaskan posisi kecenderungan individu

sehubungan dengan reaksi atau tingkah lakunya. Di dalam tipe

kepribadian Introvert-Extravert, telah terkandung didalamnya

dimensi Stable-Unstable, karena Eysenck telah mengkombinasikan

kedua dimensi tersebut kedalam satu tipe kepribadian

Introvert-Extravert.

Eysenck juga mengatakan bahwa seseorang tidak pernah murni

berada dalam satu tipe, tidak ada yang murni introvert atauextravert.

Hanya saja yang lebih dominan pada diri seseorang itu apakah itu

sifat introvert atau extravert sehingga orang tersebut dapat

digolongkan ke dalam tipe introvert atau tipe extravert. Seperti juga

orang neurotik tidak akan menjadi neurotik sepanjang waktu,

(23)

begitu juga sebaliknya. Kemudian ia menambahkan satu dimensi

lagi, yaitu Psychotism. Dimensi ini jarang ditemui pada populasi

normal, karena telaah Eysenck tentang dimensi ini memang lebih

didasarkan pada kepribadian abnormal.

Karakteristik mendasar kepribadian akan terletak pada dimensi

extravert-introvert (dimensi E). Eysenck yakin bahwa setiap orang

pasti terletak pada suatu posisi dalam kontinum kedua dimensi

tersebut.

Eysenck mengakui bahwa kedua dimensi kepribadian yang

diajukannya tersebut bukanlah merupakan satu-satunya cara

mendeskripsikan maupun menganalisa kepribadian. Namun ternyata

dua dimensi itulah yang kemudian dibuktikan oleh para peneliti lain,

dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, sebagai dimensi

yang selalu muncul dan oleh karenanya menjadi dimensi terpenting

dalam mendeskripsikan kepribadian manusia. Berikut diuraikan

dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck :

4.2.1.1 Introvert

Individu yang memiliki tipe introvert mempunyai ciri tenang,

pemalu, lebih suka menyendiri, introspektif, lebih menyukai

buku daripada berbicara dengan orang lain. Bersikap hati-hati

dan menjaga jarak kecuali dengan teman dekatnya. Dia

cenderung mempunyai rencana ke depan, penuh

(24)

saja. Selain itu, dimensi ini juga mempunyai kehidupan yang

teratur, perasaannya dijaga ketat, jarang bertingkah laku

agresif serta tidak mudah kehilangan kendali. Ia juga seorang

yang dapat dipercaya, agak pesimis dan menempatkan

standar etika pada tempat yang tinggi.

4.2.1.2 Ekstravert

Ciri khas orang extravert adalah pandai bersosialisasi,

memiliki banyak teman, membutuhkan orang untuk diajak

berbicara, tidak menyukai membaca dan belajar sendiri.

Mencari-cari kegembiraan, menyukai perubahan, mudah

berubah, tindakan-tindakannya tidak dipikirkan terlebih

dahulu dan biasanya impulsive.

Menyenangi lelucon ringan, periang, optimis, suka tertawa

dan bersenang-senang. Ia juga seorang yang aktif dan banyak

melakukan kegiatan, cenderung agresif, mudah kehilangan

kendali, perasaannya tidak dijaga secara ketat, serta ia

bukanlah orang yang selalu bisa dipercaya.

4.3 Pengukuran Kepribadian

4.3.1 Inventori Kepribadian

Inventori kepribadian adalah kuisioner yang mendorong individu

untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu.

Kuisioner ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada setiap orang

(25)

4.3.1.1 Eysenck Personality Inventory

Alat ukur ini diciptakan oleh H.J. Eysenck, yang konstruksi tesnya

dimulai pada tahun 1963 dan digunakan untuk menentukan

kecenderungan introvert dan extravert.

Eysenck beranggapan bahwa sebelum dapat mendeskripsikan dan

mengukur kepribadian, perlu dibuat suatu model untuk

mewakilinya dan suatu konsep untuk meringkas aspek yang

berbeda-beda dari model tersebut.

Pada masing-masing dimensi kepribadian (Extraversion dan

Introversion) yang dikemukakan Eysenck terdapat traits yaitu :

a. Pada dimensi Extraversion dan Introversion terdiri dari 7 traits

yaitu activity (aktivitas), sociability (kesukaan bergaul), risk taking

(keberanian mengambil resiko), impulsiveness (melakukan

dorongan hati), expressiveness (pernyataan perasaan),

reflectiveness (kedalaman berpikir), dan responsibility (tanggung

jawab).

1. Activity (Aktivitas)

Orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini pada

umumnya aktif dan energik.Mereka menyukai seluruh jenis

aktivitas fisik termasuk kerja keras dan latihan. Mereka cenderung

bangun pagi-pagi sekali, bergerak dengan cepat dari satu aktivitas

ke aktivitas lainnya dan mengejar berbagai macam kepentingan

(26)

rendah pada faktor ini cenderung tidak aktif secara fisik, lesu dan

mudah letih. Mereka bergerak di dunia ini dengan langkah yang

santai dan lebih menyukai hari libur yang tenang dan penuh

istirahat. Nilai aktivitas yang tinggi adalah suatu karakteristik

extravert, nilai aktivitas yang rendah adalah suatu karakteristik

introvert.

2. Sociability(Kesukaan Bergaul)

Faktor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang.

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini suka mencari

teman, menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta, mudah

menjumpai orang-orang dan pada umumnya juga cukup

bergembira dan merasa senang dalam situasi-situasi ramah tamah.

Individu yang mempunyai nilai rendah sebaliknya, lebih suka

mempunyai teman khusus saja, menyenangi kegiatan-kegiatan

yang menyendiri seperti membaca, merasa sukar untuk mencari

hal-hal yang hendak dibicarakan dengan orang lain, dan cenderung

menarik diri dari kontak-kontak sosial yang menekan. Nilai yang

tinggi dalam kesukaan bergaul adalah suatu aspek dari extravert,

sedangkan nilai kemauan bergaul merupakan aspek introvert.

3. Risk Taking(Keberanian Mengambil Resiko)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini, senang hidup

dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko.

(27)

menyukai keakraban (kebiasaan), keamanan dan keselamatan,

meskipun hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat kegembiraan

dalam kehidupan. Faktor keberanian mengambil resiko ini

mempunyai kaitan yang erat dengan aspek impulsiveness. Nilai

tinggi pada dimensi ini menunjukkan kecenderungan extravertdan

nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan introvert.

4. Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung

bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu,

membuat keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang

gegabah, biasanya tidak memikirkan apa-apa sama sekali,

angina-anginan dan tidak berpendirian tetap. Orang-orang yang

mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai

masalah dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan.

Orang-orang ini mempunyai sifat yang sistematis, teratur, hati-hati

dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka

berpikir sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.

5. Expressiveness(Pernyataan Perasaan)

Faktor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum

seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara

terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan dan

kebencian. Individu yang mempunyai nilai yang tinggi pada faktor

(28)

demonstratif. Sebaliknya individu yang mempunyai nilai rendah

sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak dan pada

umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya.

6. Reflectiveness(Kedalaman Berpikir)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini mengarah

pada introvertdan nilai rendah mengarah kepada extravert. Individu

yang mempunyai nilai tinggi pada faktor kedalaman berpikir ini

cenderung tertarik pada ide-ide, abstraksi-abstraksi,

masalah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-spekulasi

danpengetahuan “untuk pengetahuan itu sendiri,” yaitu mereka

pada umumnya suka berpikir dan introspektif (dalam pengertian

yang harfiah). Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah

mempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan

berbagai hal daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung

tidak sabar dengan perbuatan teori-teori “alam khayal.”

7. Responsibility (Tanggung jawab)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung

berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan,

sungguh-sungguh, bahkan mempunyai sedikit sifat mendorong.

Individu yang mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak

menyukai kegiatan yang resmi, terlambat dalam menepati janji,

(29)

jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini masih berada

Gambar

Tabel 2.1.3.1 Sistem Penentuan Stadium TNT (Sabiston, 1995)
Tabel 2.1.3.2 Stadium Numerik Kanker Payudara (Protokol Peraboi, 2003)
Gambar 1.Skala Numerik Nyeri
Tabel 2.3.3.1 Indikator Perilaku Nyeri (Potter & Perry, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Kant or Pusat Tat a Usaha Universit as Gadjah M ada, Bulaksumur Universit as Gadjah M ada mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa Dana DIPA unt uk pelaksanaan kegiat an t

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran,

Harapan peneliti selanjutnya adalah dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca baik itu pengetahuan tentang adat dan kebudayaan yang ada di Kecamatan Paloh

Model-Model Pengajaran dan Pem belajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigm atis, J ogjakarta: Pustaka Pelajar.. Ibrahim dan Nana

Pengembangan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2 yang mengilustra- sikan sistem penyelenggaraan jalan tol yang terdiri dari tiga elemen untuk

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

This research is aimed to answer the following problem: (1) To know the commissives illocutionary acts performed in English Learning and Teaching process of eleventh

Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran tingkat kecemasan mahasiswa program studi diploma IV semester VI