BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kanker Payudara
1.1 Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah neoplasma maligna yang paling sering
dijumpai pada wanita dan menempati tempat nomor dua setelah karsinoma
servik uterus. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun, secara
keseluruhanresiko perempuan seumur hidupnya untuk berkembang kanker
payudara adalah 1 berbanding 8 (Bruner & Suddarth, 2001).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang payudara.
Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan
jaringan penunjang payudara. Kanker payudara tidak menyerang kulit
payudara yang berfungsi sebagai pembungkus. Kanker payudara
menyebabkan sel dan jaringan berubah bentuk menjadi abnormal dan
bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004).
1.2 Manifestasi Klinis Kanker Payudara
Selama ini yang terjadi pada penderita adalah baru diketahui
bahwa dirinya terserang kanker payudara setelah timbul rasa nyeri atau
sakit pada payudara atau setelah benjolan tumbuh semakin membesar pada
jaringan payudaranya. Penderita yang terkena kanker payudara stadium
awal atau dini tidak merasakan adanya nyeri atau sakit pada payudaranya
Dengan lebih cepat mengetahui kanker payudara akan memberikan
kesempatan lebih besar untuk keberhasilan penyembuhan kanker itu
sendiri. Berikut beberapa tanda dan gejala kanker payudara (American
Cancer Society, 2013) :
1.2.1 Benjolan di payudara
Benjolan atau massa di payudara adalah tanda yang paling sering
ditemukan pada kanker payudara. Biasanya benjolan tersebut keras
dan tidak sakit, walaupun pada beberapa kasus yang juga
merasakan nyeri. Tidak semua benjolan berarti kanker. Ada
beberapa kondisi tumor jinak pada payudara juga menyebabkan
benjolan.
1.2.2 Pembengkakan di sekitar payudara atau ketiak.
Pembengkakan payudara disebabkan oleh peradangan kanker
payudara, sebagai bentuk keganasan dari penyakit tersebut.
Pembengkakan atau benjolan di sekitar ketiak disebabkan oleh
kanker payudara yang telah menyebar ke kelenjar getah bening
pada area tersebut.
1.2.3 Kulit kemerahan
Jika kulit pada payudara mulai berwarna kemerahan (orange),
seringkali disebabkan oleh mastitis yang biasanya terjadi pada ibu
menyusui. Tetapi jika tanda tersebut tidak mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik setelah diberi antibiotik. Kemungkinan tanda
1.2.4 Payudara terasa hangat dan gatal
Tanda ini bisa disebabkan oleh mastitis atau peradangan pada
kanker payudara.
1.2.5 Perubahan pada puting
Kanker payudara menyebabkan perubahan pada puting, seperti
putting akan masuk ke dalam atau kulit di sekitarnya akan gatal,
menjadi merah, dan bersisik.
1.2.6 Cairan yang keluar dari puting
Cairan yang keluar dari puting (selain susu) dapat menjadi alarm,
tetapi kasus yang sering terjadi disebabkan oleh luka, infeksi atau
tumor jinak. Jika cairan yang keluar berupa darah kemungkinan
disebabkan oleh kanker payudara.
1.2.7 Nyeri
Payudara terasa nyeri hebat dan menetap serta tidak berhubungan
dengan siklus menstruasi. Nyeri biasanya tidak terdapat kecuali
pada tahap akhir.
1.3 Stadium Kanker Payudara
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian
dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya,
sudah sejauhmanakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ
atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain.
Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan
rontgen,USG, dan bilamemungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan
lain-lain. Banyak sekali cara untukmenentukan stadium, namun yang
paling banyak digunakan saat ini adalah stadium kanker berdasarkan
klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International
Union Against Cancer dari WorldHelath Organization) / AJCC (American
Joint Committee On Canceryang disponsori oleh American Cancer Society
dan American College of Surgeons). Huruf T menunjukkan tumor primer
dengan angka tepat yang menggambarkan ukuran tumor dan gangguan
fungsional yang disebabkan oleh perluasan langsung tumor ini. Huruf N
menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe regional atau adanya keterlibatan
kelenjar limfe dalam lokasi anatomi berbeda. Huruf M menunjukkan
metastasis jauh dan tidak adanya metastasis (Sabiston, 1995).
Tabel 2.1.3.1 Sistem Penentuan Stadium TNT (Sabiston, 1995)
Tumor
Peningkatan progresif ukuran tumor dan keterlibatan regional
Nodi lympathic regional tidak dapat dinilai secara klinik
Nodi lympathic regional tidak tampak abnormal Peningkatan derajat keterlibatan nodi lympathic regional
Tidak dinilai Tidak diketahui Ada metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut
Tabel 2.1.3.2 Stadium Numerik Kanker Payudara (Protokol Peraboi, 2003)
Stadium Ukuran Tumor Palpable Lymph
Node Metastase
Pembedahan merupakan prosedur pengobatan kanker yang paling
tua, dan paling besar kemungkinannya untuk sembuh, khususnya
untuk jenis kanker tertentu yang belum menyebar ke bagian tubuh
lain. Kemajuan di bidang pembedahan telah memungkinkan
tindakan operasi dengan luka dan efek seminimal mungkin
sehingga sesudahnya pasien dapat beraktivitas seperti semula
(Diananda, 2009).
1.4.2 Kemoterapi
Kemoterapi diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran
membersihkan sisa-sisa sel kanker (Diananda, 2009). Pada
kemoterapi digunakan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk
membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan
reproduksi selular (Potter & Perry, 2005).
1.4.3 Radioterapi
Radioterapi adalah terapi untuk kanker yang luas ekstensinya
masih terbatas dan lokal (Sukardja, 2000). Terapi ini diberikan
secara eksternal dan internal. Secara eksternal menggunakan alat
tertentu untuk menembakkan gelombang radioaktif kea rah sel-sel
kanker (disinar), sedangkan internal dalam bentuk implant
radioaktif yang disisipkan di area kanker, atau berupa obat
telan/suntik (Diananda, 2009).
1.5 Nyeri pada Kanker Payudara
Kebanyakan penderita kanker payudara merasakan beberapa
tingkatan nyeri mulai dari ringan sampai hebat, dari akut sampai kronik
yang disebabkan oleh kanker itu sendiri atau efek dari pengobatan seperti
pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormonal, dan obat-obatan
anti kanker (Breastcancer Organization, 2015).
Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya disebabkan
oleh 2 hal yaitu (1) Tumor pada payudara, nyeri bukanlah tanda yang
biasanya muncul pada tahap awal kanker payudara, tetapi tumor dapat
menyebabkan nyeri karena tumor menekan jaringan terdekat. Pada wanita
awal. Kanker payudara yang jarang terjadi disebut Paget‟s, penyakit pada
puting dapat menyebabkan nyeri dan rasa terbakar sebagai tanda awal. (2)
Penyebaran kanker ke bagian tubuh lain. Nyeri yang disebabkan oleh
kanker itu sendiri biasanya terjadi pada penderita stadium lanjut karena sel
kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh . Contohnya jika kanker telah
bermetastase ke tulang, maka akan menyebabkan nyeri pada punggung,
pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah bermetastase ke otak akan
menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar adrenal
di ginjal, penderita akan merasakan nyeri tumpul pada punggung. Jika
menyebar ke hati , penderita akan merasakan nyeri di bagian kanan atas
abdomen (Breastcancer Organization, 2015).
Nyeri atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh pengobatan
kanker payudara bisa terjadi pada setiap penderita tanpa memperhatikan
stadium dari kanker itu sendiri. Nyeri yang dialami pasien dapat berupa
nyeri akut setelah pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Ada juga
nyeri kronik yang dialami pasien seperti nyeri post mastektomi, nyeri post
torakotomi, nyeri phantom, dan sebagainya. Kemoterapi juga dapat
menyebabkan nyeri saat pemasangan intrevena dan nyeri pada abdomen
saat pemasangan intraperitonium atau nyeri akibat kemoterapi itu sendiri
seperti mukositis, sakit kepala, dsb (Casasola, 2006).
Pengkajianpascamastektomipenderitabreastcancermengungkapkan
bahwa2tahunsetelah operasi, 20% pasien
payudaraphantom. Penelitian terbarulainnyamelaporkankejadian47% (13%
berat, 39% sedang,danringan% 48) nyeripascamastektomi2-3tahunsetelah
operasi (Fine, Burton, & Passik, 2011).
Intensitas nyeri yang dirasakan pasien kanker tergantung kepada
jenis kanker,letak kanker, stadium kanker dan berapa banyak nervus yang
rusak karena kanker itu sendiri maupun diakibatkan oleh pengobatan yang
dilakukan (Baradero & koleganya, 2007). Nyeri pada kanker menjadi
kronik seiring dengan perjalanan penyakit kanker itu sendiri dan sebagai
komplikasi dari pengobatan.
2. Intensitas Nyeri
2.1 Definisi Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual, dan kemungkinan dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2004).
2.2 Klasifikasi Nyeri pada Kanker
Menurut Casasola (2006), nyeri kanker dapat diklasifikasikan
2.2.1 Nyeri Nosiseptik
Nyeri nosiseptik dihasilkan dari rangsangan pada jalur nosiseptik
pada jaringan viseral atau somatik, yang disebabkan oleh
peradangan. Nyeri kanker nosiseptik somatik berasal dari struktur
jaringan lunak yaitu sistem saraf dan nonvisceral pada sumber
termasuk tulang, otot, kulit dan sendi. Nyeri biasanya terlokasisasi
dan karakter nyeri biasanya tajam, sakit dan berdenyut. Nyeri
somatik biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Nyeri kanker nosiseptik visceral berasal dari organ bagian dalam
toraks, abdomen atau pelvis. Nyeri viseral biasanya tidak jelas dan
tumpul. Nyeri sulit dilokalisasi.
2.2.2 Nyeri Neuropatik
Nyeri neorupatik disebabkan oleh patologi yang mempengaruhi
sistem saraf, daripada aktivasi dari nosiseptor oleh rangsangan.
Pada keganasan, nyeri neuropatik dihasilkan oleh tekanan pada
saraf, disertai saraf yang mengalami kerusakan dan nyeri
simpatik.
Karakter nyeri yang disebabkan tekanan pada saraf seperti rasa
terbakar, tertusuk, dan seperti tersetrum. Hasil radiologi akan
menunjukkan keganasan yang menekan struktur saraf.
Kerusakan saraf pada pasien kanker merupakan proses kompleks
yang disebabkan oleh banyak mekanisme. Biasanya berhubungan
Nyeri simpatik berhubungan dengan vasodilatasi kutaneus,
peningkatan temperature kulit, pola berkeringat yang abnormal,
perubahan trophic dan allodynia.
2.3 Fisiologi Nyeri
Organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri
disebut reseptor nyeri (Tamsuri, 2004). Reseptor nyeri disebut juga
nosiseptor. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan
dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik
dalam (deep somatic) dan pada daerah viseral.
Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut :
2.3.1 Tranduksi
Selama fase tranduksi, jaringan yang mengalami kerusakan
melepaskan mediator biokimia yaitu prostaglandin, bradikinin,
serotonin, histamine dan substansi P) yang akan mengaktifkan
reseptor-reseptor nyeri (nosiseptor). Rangsangan nyeri (noxious
stimuli) juga menyebabkan perpindahan ion melalui membran sel
yang dapat mengaktifkan reseptor (Kozier,dkk, 2004). Pada fase
ini stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf.
2.3.2 Transmisi
Transmisi nyeri terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama, implus
Subtansi P sebagai neurotransmitter membantu transmisi implus
melewati sinaps dari saraf aferen primer ke saraf kedua di dorsal
horn pada medula spinalis. Bagian kedua, transmisi dari medula
spinalis melalui jalur spinathalamic menuju batang otak dan
thalamus. Bagian ketiga meliputi transmisi implus antara
thalamus ke somatik sensori di korteks serebri dimana implus
tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri
(Kozier,dkk, 2004).
2.3.3 Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi yang kompleks (Potter & Perry, 2005).
2.3.4 Modulasi
Sering didefinisikan sebagai descending system. Modulasi terjadi
saat neuron di batang otak mengirim sinyal kembali ke kornu
dorsal di medulla spinalis. Serabut descending melepaskan
substansi P seperti opiod, serotonin, dan norepinefrin yang dapat
menghambat implus nyeri di dorsal horn (Kozier,dkk, 2004).
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensitas
2.4.1 Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi
nyeri individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat
menyebabkan nyeri. Anak-anak juga belum dapat mengucapkan
kata-kata untuk mengungkapkan nyeri yang ia rasakan (Prasetyo,
2010). Sedangkan pada orang dewasa, nyeri yang mereka rasakan
sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai
macam penyakit dengan gejala yang sering sama dengan bagian
tubuh yang lain (Taylor, 1997 dalam Potter & Perry, 2009).
2.4.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip
dari Potter & Perry, 2005). Akan tetapi dari penelitian terakhir
memperlihatkan hormon seks paa mamalia berpengaruh terhadap
toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosterone menaikkan
ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan estrogen
meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri (Prasetyo,
2010).
2.4.3 Kebudayaan
Latar belakang etnik dan budaya telah lama diketahui sebagai
terhadap nyeri. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah
bagian dari proses sosialisasi. Walaupun ada sedikit variasi pada
ambang nyeri, latar belakang budaya dapat mempengaruhi level
nyeri yang individu dapat di toleransi (Kozier,dkk, 2004).
2.4.4 Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita
yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri
secara berbeda dengan wanita lain yang nyeri karena dipukul
suami (Prasetyo, 2010).
2.4.5 Ansietas dan Stres
Ansietas sering menyertai nyeri. Ancaman yang tidak diketahui
dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian yang
memperberatnya dapat menambah persepsi nyeri. Pasien yang
percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyerinya memiliki
tingkat ansietas yang lebih rendah (Kozier,dkk, 2004).
2.4.6 Pengalaman nyeri masa lalu
Pengalaman nyeri sebelumnya merubah sensitivitas pasien
terhadap nyeri (Kozier,dkk, 2004). Tetapi tidak selalu berarti
bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa
yang akandatang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri
yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul.
dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah
bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan
akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter &
Perry, 2005).
2.4.7 Lingkungan dan Dukungan Sosial
Lingkungan asing seperti rumah sakit, dengan kegaduhannya dan
aktivitasnya dapat memperparah nyeri (Kozier,dkk,
2004).Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap
klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat
meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).
2.5 Pengukuran intensitas nyeri
2.5.1 Skala Numerik Nyeri(Numeric Rating Scale)
Penggunaan skala numerik nyeri sangat mudah dan metode yang
reliable untuk menentukan intensitas nyeri pasien (Kozier,dkk,
2004). Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur
dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik
dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa
atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat
digunakan untuk mengkaji nyeri pada berbagai tipe nyeri seperti
nyeri akut, nyeri pada kanker, dll
Gambar 1.Skala Numerik Nyeri
3. Perilaku Nyeri
3.1 Definisi Perilaku Nyeri
Pengukuran nyeri lainnya berfokus pada perilaku nyeri. Menurut
Wall, 1991 perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang
dapat diobservasi. Perilaku yang muncul dapat menjadi tanda dari nyeri
kronik seperti kelainan gerak tubuh atau cara berjalan, ekspresi stres yang
terlihat dan terdengar, dan menghindari aktivitas (Turk, Wack, & Kerns,
1995 dalam Taylor, S.E 2009). Perilaku nyeri juga dapat didefenisikan
sebagai sebahagian atau seluruh output individu yang terobservasi yang
menunjukkan adanya nyeri seperti postur tubuh, ekspresi wajah, perkataan,
berbaring, mengkonsumsi obat, mencari pengobatan, dan pencarian
Tabel 2.3.3.1 Indikator Perilaku Nyeri (Potter & Perry, 2009)
3.2.1 Respondent Behavior(Perilaku Reflektif)
Respondent behavior adalah tipe perilaku refleks sebagai respon
terhadap rangsangan (Kats, 1998 dalam Harahap, 2006).
Rangsangan tersebut biasanya spesifik dan dapat diprediksi.
Respondent behavior adalah perilaku spontan saat rangsangan
terjadi secara adekuat seperti rangsangan nosiseptik, respon dari
perilaku tersebut kemungkinan akan tampak. Sebaliknya, saat
tidak terlihat. Oleh karena itu, perilaku responden bergantung pada
rangsangannya.
3.2.2 Operant Behavior(Respon Instrumental)
Operant behavior tidak selalu berhubungan dengan rangsangan
yang spesifik. Operant behavior terjadi secara langsung dan
otomatis terhadap rangsangan sama seperti perilaku responden
(Kats, 1998 dalam Harahap, 2006). Tipe perilaku nyeri ini tidak
dikontrol oleh rangsangan dan bahkan saat rangsangan tersebut
tidak adekuat tetapi pasien menerima pengaruh dari lingkungan
seperti (keberadaan pasangan, perawat dan keadaan lingkungan)
maka perilaku nyeri akan terlihat.
3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri
3.3.1 Jenis Kelamin
Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang
lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah
hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara
pada laki-laki hal ini dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).
3.3.2 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
yang dirasakan oleh individu. Wilkie dan kolega 1992 dalam
Harahap 2006 melakukan penelitian pada pasien kanker paru-paru,
mereka menemukan bahwa perilaku nyeri berhubungan secara
3.3.3 Kebudayaan
Setiap suku dan kebudayaan mempersepsikan nyeri dengan cara
yang berbeda-beda ( Waddle dan kolega 1989), perbedaan itu
terlihat dari perilaku nyeri yang ditunjukkan pasien ( Lofvander &
Furhoff 2002 dalam Harahap 2006). Beberapa pasien mengatasi
nyeri yang dirasakannya sendiri karena menganggap nyeri adalah
sesuatu yang pribadi. Pasien lainnya menunjukkan ekspresi verbal
seperti menangis dan berteriak. Diperkirakan orang Barat memiliki
toleransi terhadap nyeri lebih tinggi dibanding orang Timur (Nayak
& kolega, 2000 dalam Callister, 2003).
3.3.4 Keyakinan Diri
Keyakinan diri berhubungan dengan kemampuan individu untuk
melakukan aktivitas seperti duduk, berdiri dan berjalan (Romano &
kolega, 1999 dalam Harahap, 2006). Self-efficacy yang rendah
berhubungan dengan rendahnya toleransi terhadap nyeri,
penghindaran sosial, tingginya ketidakmampuan dalam beraktivitas
mandiri, dan buruknya hasil treatmentyang dijalani (Turk &
Monarch, 2002 dalam Godsoe, 2008).
3.3.5 Pasangan/ Anggota Keluarga
Pasangan merupakan sumber yang sangat penting bagi keutuhan
kehidupan sosial pasien dan boleh juga diisyaratkan sebagai syarat
yang berbeda dan pilihan yang tepat untuk mengekspresikan
Menurut Flor, Turk, dan Rudy (1992 dalam Harahap, 2006) bahwa
pasangan dan anggota keluarga yang lain sering termasuk dalam
pengobatan dan mengajarkan kepada pasien untuk berespons
positif pada setiap aktivitas yang dilakukan pasien dan indikasi
yang lainnya bagi perilaku yang baik. Pasangan mempunyai peran
yang kuat bagi peningkatan nyeri pasien.
3.4 Pengukuran perilaku nyeri
Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku nyeri adalah
Pain Behavior Observation Protocol (PBOP), pertama kali dikemukakan
oleh Keefe dan Block tahun 1982 (Harahap, 2006). PBOP terdiri dari lima
parameter perilaku yaitu guarding, braching, rubbing, grimacing, dan
sighing. Serial aktivitas protokol Keefe dan Block yang telah
distandarisasi ini akan diadaptasikan selama 10 menit. Protokol aktivitas
ini meliputi: duduk untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berdiri
untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berbaring untuk periode 1
menit dan lagi selama 1 menit kedua, dan berjalan untuk 1 menit dan lagi
selama 1 menit kedua. Pendeskripsian dari kelima parameter perilaku
nyeri tersebut adalah:(1) guarding, yang mana mengacu pada penjagaan
area tubuh yang sakit, (2) braching, yang mana mengacu pada kekakuan
tubuh yang tidak normal, menyela, atau pergerakan yang kaku, (3)
rubbing, yang mana mengacu pada sentuhan atau rabaan pada bagian
tubuh yang sakit, (4) grimacing, yang mana mengacu pada guratan wajah
mata, mengatupkan bibir, menyingkap sudut mulut, dan merapatkan gigi,
(5) sighing, yang mengacu pada pernafasan atau menghela nafas.
Instrumen ini menggunakan skala Likert (0 = tidak ada nyeri, 1 = sering, 2
= selalu). Nilai total perilaku nyeri merupakan penjumlahan dari kelima
parameter perilaku nyeri tersebut diatas. Skor tertinggi (10)
mengidentifikasikan level perilaku nyeri yang tinggi.
4. Kepribadian
4.1 Definisi Kepribadian
Personality atau kepribadian berasal dari bahasa Latin persona,
kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain
sandiwara di Zaman Romawi. Para aktor Romawi memakai topeng
(persona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Definisi ini
tentu saja, bukan definisi yang bisa diterima. Ketika psikolog
menggunakan istilah kepribadian, mereka mengacu pada sesuatu yang
lebih dari sekedar peran yang dimainkan seseorang.
Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu
yang paling penting menurut Allport dalam Alwisol (2009), kepribadian
adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang
menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya
interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis
pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah
melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman,
Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif
permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas pada
perilaku seseorang (Feist & Feist, 2009). Sifat (trait) merupakan faktor
penyebab adanya perbedaan antarindividual dalam perilaku, konsistensi
perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai
situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa kelompok manusia, atau
dimiliki semua manusia, tetapi pola sifat pasti berbeda untuk
masing-masing individu.
Karakteristik (characteristic) merupakan kualitas tertentu yang
dimilki seseorang termasuk di dalamnya beberapa karakter seperti
temperamen, fisik, dan kecerdasan. Jadi masing-masing orang mempunyai
kepribadian berbeda, walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal
dengan orang lain.
Kepribadian adalah bagaimana ia berespon, mengintegrasi stimuli
dan bagaimana ia memotivasi dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan
primer maupun sekunder (Izzudin, 2006).
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepribadian adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif
menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu
4.2 Tipe-Tipe Kepribadian
Tipe-tipe kepribadian adalah konsep yang dikembangkan untuk
membagi kepribadian dalam kategori-kategori tertentu. Ada berbagai teori
tentang kepribadian, beberapa di antaranya :
4.2.1 Teori Eysenck
Hans Jurgen Eysenck dalam Lestari (2008) mengembangkan teori
kepribadiannya berdasarkan struktur kepribadian yang terbentuk
mulai dari respon yang sederhana sampai dengan respon yang
kompleks. Penjelasan teori ini dipersempit pada pengertian trait dan
tipe yang merupakan hal yang diutamakan dalam teorinya. Dimensi
kepribadian Eysenck menjelaskan posisi kecenderungan individu
sehubungan dengan reaksi atau tingkah lakunya. Di dalam tipe
kepribadian Introvert-Extravert, telah terkandung didalamnya
dimensi Stable-Unstable, karena Eysenck telah mengkombinasikan
kedua dimensi tersebut kedalam satu tipe kepribadian
Introvert-Extravert.
Eysenck juga mengatakan bahwa seseorang tidak pernah murni
berada dalam satu tipe, tidak ada yang murni introvert atauextravert.
Hanya saja yang lebih dominan pada diri seseorang itu apakah itu
sifat introvert atau extravert sehingga orang tersebut dapat
digolongkan ke dalam tipe introvert atau tipe extravert. Seperti juga
orang neurotik tidak akan menjadi neurotik sepanjang waktu,
begitu juga sebaliknya. Kemudian ia menambahkan satu dimensi
lagi, yaitu Psychotism. Dimensi ini jarang ditemui pada populasi
normal, karena telaah Eysenck tentang dimensi ini memang lebih
didasarkan pada kepribadian abnormal.
Karakteristik mendasar kepribadian akan terletak pada dimensi
extravert-introvert (dimensi E). Eysenck yakin bahwa setiap orang
pasti terletak pada suatu posisi dalam kontinum kedua dimensi
tersebut.
Eysenck mengakui bahwa kedua dimensi kepribadian yang
diajukannya tersebut bukanlah merupakan satu-satunya cara
mendeskripsikan maupun menganalisa kepribadian. Namun ternyata
dua dimensi itulah yang kemudian dibuktikan oleh para peneliti lain,
dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, sebagai dimensi
yang selalu muncul dan oleh karenanya menjadi dimensi terpenting
dalam mendeskripsikan kepribadian manusia. Berikut diuraikan
dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck :
4.2.1.1 Introvert
Individu yang memiliki tipe introvert mempunyai ciri tenang,
pemalu, lebih suka menyendiri, introspektif, lebih menyukai
buku daripada berbicara dengan orang lain. Bersikap hati-hati
dan menjaga jarak kecuali dengan teman dekatnya. Dia
cenderung mempunyai rencana ke depan, penuh
saja. Selain itu, dimensi ini juga mempunyai kehidupan yang
teratur, perasaannya dijaga ketat, jarang bertingkah laku
agresif serta tidak mudah kehilangan kendali. Ia juga seorang
yang dapat dipercaya, agak pesimis dan menempatkan
standar etika pada tempat yang tinggi.
4.2.1.2 Ekstravert
Ciri khas orang extravert adalah pandai bersosialisasi,
memiliki banyak teman, membutuhkan orang untuk diajak
berbicara, tidak menyukai membaca dan belajar sendiri.
Mencari-cari kegembiraan, menyukai perubahan, mudah
berubah, tindakan-tindakannya tidak dipikirkan terlebih
dahulu dan biasanya impulsive.
Menyenangi lelucon ringan, periang, optimis, suka tertawa
dan bersenang-senang. Ia juga seorang yang aktif dan banyak
melakukan kegiatan, cenderung agresif, mudah kehilangan
kendali, perasaannya tidak dijaga secara ketat, serta ia
bukanlah orang yang selalu bisa dipercaya.
4.3 Pengukuran Kepribadian
4.3.1 Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuisioner yang mendorong individu
untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu.
Kuisioner ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada setiap orang
4.3.1.1 Eysenck Personality Inventory
Alat ukur ini diciptakan oleh H.J. Eysenck, yang konstruksi tesnya
dimulai pada tahun 1963 dan digunakan untuk menentukan
kecenderungan introvert dan extravert.
Eysenck beranggapan bahwa sebelum dapat mendeskripsikan dan
mengukur kepribadian, perlu dibuat suatu model untuk
mewakilinya dan suatu konsep untuk meringkas aspek yang
berbeda-beda dari model tersebut.
Pada masing-masing dimensi kepribadian (Extraversion dan
Introversion) yang dikemukakan Eysenck terdapat traits yaitu :
a. Pada dimensi Extraversion dan Introversion terdiri dari 7 traits
yaitu activity (aktivitas), sociability (kesukaan bergaul), risk taking
(keberanian mengambil resiko), impulsiveness (melakukan
dorongan hati), expressiveness (pernyataan perasaan),
reflectiveness (kedalaman berpikir), dan responsibility (tanggung
jawab).
1. Activity (Aktivitas)
Orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini pada
umumnya aktif dan energik.Mereka menyukai seluruh jenis
aktivitas fisik termasuk kerja keras dan latihan. Mereka cenderung
bangun pagi-pagi sekali, bergerak dengan cepat dari satu aktivitas
ke aktivitas lainnya dan mengejar berbagai macam kepentingan
rendah pada faktor ini cenderung tidak aktif secara fisik, lesu dan
mudah letih. Mereka bergerak di dunia ini dengan langkah yang
santai dan lebih menyukai hari libur yang tenang dan penuh
istirahat. Nilai aktivitas yang tinggi adalah suatu karakteristik
extravert, nilai aktivitas yang rendah adalah suatu karakteristik
introvert.
2. Sociability(Kesukaan Bergaul)
Faktor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang.
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini suka mencari
teman, menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta, mudah
menjumpai orang-orang dan pada umumnya juga cukup
bergembira dan merasa senang dalam situasi-situasi ramah tamah.
Individu yang mempunyai nilai rendah sebaliknya, lebih suka
mempunyai teman khusus saja, menyenangi kegiatan-kegiatan
yang menyendiri seperti membaca, merasa sukar untuk mencari
hal-hal yang hendak dibicarakan dengan orang lain, dan cenderung
menarik diri dari kontak-kontak sosial yang menekan. Nilai yang
tinggi dalam kesukaan bergaul adalah suatu aspek dari extravert,
sedangkan nilai kemauan bergaul merupakan aspek introvert.
3. Risk Taking(Keberanian Mengambil Resiko)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini, senang hidup
dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko.
menyukai keakraban (kebiasaan), keamanan dan keselamatan,
meskipun hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat kegembiraan
dalam kehidupan. Faktor keberanian mengambil resiko ini
mempunyai kaitan yang erat dengan aspek impulsiveness. Nilai
tinggi pada dimensi ini menunjukkan kecenderungan extravertdan
nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan introvert.
4. Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung
bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu,
membuat keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang
gegabah, biasanya tidak memikirkan apa-apa sama sekali,
angina-anginan dan tidak berpendirian tetap. Orang-orang yang
mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai
masalah dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan.
Orang-orang ini mempunyai sifat yang sistematis, teratur, hati-hati
dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka
berpikir sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.
5. Expressiveness(Pernyataan Perasaan)
Faktor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum
seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara
terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan dan
kebencian. Individu yang mempunyai nilai yang tinggi pada faktor
demonstratif. Sebaliknya individu yang mempunyai nilai rendah
sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak dan pada
umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya.
6. Reflectiveness(Kedalaman Berpikir)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini mengarah
pada introvertdan nilai rendah mengarah kepada extravert. Individu
yang mempunyai nilai tinggi pada faktor kedalaman berpikir ini
cenderung tertarik pada ide-ide, abstraksi-abstraksi,
masalah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-spekulasi
danpengetahuan “untuk pengetahuan itu sendiri,” yaitu mereka
pada umumnya suka berpikir dan introspektif (dalam pengertian
yang harfiah). Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah
mempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan
berbagai hal daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung
tidak sabar dengan perbuatan teori-teori “alam khayal.”
7. Responsibility (Tanggung jawab)
Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung
berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan,
sungguh-sungguh, bahkan mempunyai sedikit sifat mendorong.
Individu yang mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak
menyukai kegiatan yang resmi, terlambat dalam menepati janji,
jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini masih berada