• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL

KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU

KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO

Oleh

DJAFAR MARDIA 633 408 008

(2)

2 KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE

DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO

Djafar Mardia1 Femy M. Sahami, S.Pi., M.Si2 Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel., M.Si2 Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Negeri Gorontalo

1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan, frekuensi dan tingkat tutupan jenis mangrove di Desa Limbatihu Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2014 sampai Mei 2015. Lokasi penelitian terdiri atas 2 stasiun yaitu daerah dekat muara sungai sebagai stasiun 1 dan daerah dekat pemukiman sebagai stasiun 2. Pada setiap stasiun di bagi menjadi 4 substasiun dan pada setiap substasiun terdiri dari 3 plot dengan menggunakan line transek yang ditarik secara tegak lururs garis pantai. Pengumpulan data mengrove berdasarkan kriteria pohon, pancang dan semai dengan menggunakan kuadran dengan ukuran yang berbeda. Data yang dikumpulkan dianalisis untuk mengetahui kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, tutupan jenis dan tutupan relatif jenis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Limbatihu terdapat 4 jenis mangrove yaitu jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba dan Ceriops decandra. Sonneratiaalba merupakan jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi untuk kategori semai dan pohon, dan Rhizophora apiculata memiliki nilai kerapatan tertinggi untuk kategori pancang. Nilai frekuensi tertinggi untuk kategori semai terdapat pada jenis Sonneratia alba dan frekuensi tertinggi untuk kategori pohon dan pancang terdapat pada jenis Sonneratia alba dan Rhizophora mucronata. Tingkat tutupan jenis mangrove tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia alba untuk stasiun 1 dan jenis Rhizophora apiculata di stasiun 2.

Kata kunci : Mangrove, Kerapatan, Frekuensi, Tingkat Tutupan Jenis

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri, 2003 dalam Suwignyo, dkk, 2011). Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumberdaya alam yang besar. Potensi itu

diantaranya potensi hayati dan non hayati.

(3)

3 tempat untuk reproduksi, seperti

memijah, bertelur dan beranak (Ghufran, 2012).

Daerah penyebaran mangrove di

Indonesia umumnya terdapat di pantai

Timur Sumatera, muara Sungai

Kalimantan, Selatan dan Tenggara

Sulawesi, Pulau Maluku, serta pantai

Utara dan Selatan Papua. Dari sekitar 91

spesies tumbuhan yang telah

teridentifikasi di ekosistem mangrove,

kawasan Timur Indonesia mempunyai

jumlah spesies terbanyak.

Ekosistem mangrove dapat

ditemukan pula di Provinsi Gorontalo

yang menyebar di beberapa wilayah

Kabupaten yang antara lain di Kabupaten

Boalemo. Informasi tentang mangrove di

Provinsi Gorontalo masih sedikit

khususnya yang ada di Kabupaten

Boalemo.

Kabupaten Boalemo memiliki tujuh kecamatan, lima kecamatan di antaranya adalah daerah wilayah pesisir yang memiliki penyebaran mangrove. Paguyaman Pantai merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki penyebaran hutan mangrove yang cukup luas, namun informasi tentang jenis-jenis, tingkat kerapatan dan tingkat tutupan jenisnya masih sangat minim.

Salah satu kawasan hutan mangrove di Kecamatan Paguyaman

Pantai Kabupaten Boalemo terdapat di

Desa Limbatihu. Mangrove disini mempunyai peranan ekologis dan ekonomis bagi masyarakat di wilayah pesisir Desa Limbatihu. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Kerapatan, Frekuensi dan Tingkat Tutupan Jenis Mangrove di Desa Limbatihu Kecamatan Paguyaman Pantai

Kabupaten Boalemo”, dengan harapan

dalam pemanfaatan sumberdaya mangrove kedepan dapat dikelola secara tepat dengan memperhatikan dan mempertahankan kelestariannya.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kerapatan, frekuensi dan tingkat tutupan jenis mangrove di Desa Limbatihu Kecamatan Paguyaman Pantai Kabupaten Boalemo.

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dasar dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Desa Limbatihu kedepan. Selain itu juga diharapkan menjadi langkah awal pengambilan kebijakan

(4)

4 METODOLOGI PENELITIAN

Tempat Penelitian.

Penelitian dilaksanakan di Desa Limbatihu, Kec. Paguyaman Pantai, Kab. Boalemo, Propinsi Gorontalo. Gambar 1. Lokasi penelitian

Keterangan :

Stasiun I : Daerah muara sungai terletak pada titik koordinat 00 30’11.57” LU – 122032’4.52” BT. Stasiun II : Daerah pemukiman terletak pada titik Koordinat

0030’12.39” LU – 122032’11.77” BT.

Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Tahap pertama yang dilakukan

meliputi konsultasi, pengumpulan referensi, dan persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian.

2. Penentuan Stasiun

Sebelum melakukan pengumpulan data atau sampel, terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapangan yang meliputi keseluruhan kawasan mangrove, dengan tujuan untuk melihat secara umum kondisi hutan serta kondisi pasang surut, ketebalan lumpur daerah setempat. Pengamatan juga

dimaksudkan untuk menentukan dan membuka jalan yang akan dilewati ketika pembuatan transek dan pengambilan data atau sampel, karena hutan mangrove bervegetasi lebat, mempunyai akar tunjang yang rapat dan tanah berlumpur tebal, sehingga sulit dilewati. Selanjutnya dilakukan pembagian daerah pengamatan untuk mengetahui kerapatan jenis, frekuensi,

(5)

5 Gambar 2. Plot atau transek kuadrat yang

digunakan dalam penelitian.

Keterangan :

A = Ukuran transek 1x1 Meter B = Ukuran transek 5x5 Meter C = Ukuran Transek 10x10 Meter

Pengambilan Data Mangrove

Data vegetasi mangrove diambil dengan menggunakan metode kuadran. Pada kuadran yang berukuran 10x10 m

digunakan untuk mengetahui jumlah jenis dan jumlah individu untuk kategori pohon yaitu yang berdiameter 10 cm atau lebih dan memiliki tinggi lebih dari 1,5 m yang ada di dalam petak. Pengukuran diameter dilakukan dengan cara melingkari pohon mangrove dangan pita ukur setinggi dada. Pada setiap petak tersebut dibuat petak yang lebih kecil dengan ukuran 5x5 meter. Di dalam petak ini dikumpulkan data untuk kategoripancang yaitu yang berdiameter

2-10 cm dan memilik tinggi 1,5 m. Untuk tingkat semai, dikumpulkan dari setiap petak yang berukuran 1x1 meter yang ditempatkan dalam petakan 5x5 meter. Data yang diambil untuk kategori semai yaitu mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 m. Selain itu juga dilakukan pengukuran kualitas air pada masing-masing stasiun yang meliputi suhu air, salinitas, dan pH air.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kerapatanjenis, frekuensi jenis dan tutupan jenis dengan menggunakan rumus-rumus (Bengen, 2002 dalam Chaerani, 2011),sebagai berikut :

A. Kerapatan Jenis (Di)

Kerapatan jenis (Di) dihitung dengan persamaan di bawah ini :

Dimana : Di = Kerapatan Jenis ni = Jumlah total tegakan jenis i

A = Luas total are pengambilan contoh

B. Kerapatan Relatif Jenis (RDi) Kerapatan relatif jenis (RDi) dihitung dengan persamaan di bawah ini:

Dimana :

RDi = Kerapatan Relatif

Ni = Jumlah total tegakan jenis i = Jumlah total tegakan seluruh jenis

Gari s

10 m

C B

B

m

m

10 m DARAT

Ggaris pantai B

A

30 m

(6)

6 C.Frekuensi jenis (Fi)

Frekuensi jenis (Fi) dihitung dengan persamaan di bawah ini :

Dimana :

Fi = Frekuensi jenis i

Pi = Jumlah plot yang ditemukan jenis i

∑P = Jumlah plot yang diamati

D.Frekuensi relatif jenis (RFi)

Frekuensi relatif jenis (RFi) dihitung dengan persamaan di bawah ini:

Dimana :

RFi = Frekuensi relatif jenis i Fi = Frekuensi jenis i

= Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

E. Tutupan Jenis (Ci)

Tutupan jenis (Ci) dihitung dengan persamaan di bawah ini :

Dimana : Ci = Tutupan jenis DBH = Diameter pohon jenis i

π = 3,14

A = Luas total area pengambilan contoh

CBH = Lingkaran pohon setinggi dada

(cm).

F. Tutupan Relatif Jenis (RCi)

Tutupan relatif jenis (RCi) dihitung dengan persamaan di bawah ini :

Dimana : RCi = Tutupan relatif Jenis Ci = Luas area tutupan jenis i

= Luas total area untuk seluruh jenis.

Hasil perhitungan nilai kerapatan, frekuensi dan tingkat tutupan selanjutnya di tabulasi dan dianalisis secara deskriptif untuk melihat gambaran masing-masing lokasi.

Analisis deskriptif adalah metode yang berusaha membuat faktual dan akurat

secara sistematis terhadap kejadian atau tentang populasi tertentu pada wilayah dimana salah satu cirinya adalah membuat perbandingan dan evaluasi (Suryabrata, 1983 dalam Novianto, 2011). Metode deskriptif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kerapatan, frekuensi dan tingkat tutupan mangrove.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi :

Desa Limbatihu merupakan salah

(7)

7 dan sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan Dulupi. Secara administratif, Desa Limbatihu terbagi atas 5 (lima) dusun yaitu Dusun I (Dusun Limba), Dusun II (Dusun Bontula), Dusun III (Dusun Lomuli), Dusun IV (Dusun Tihu), dan Dusun V adalah (Dusun Bengawan).

Desa Limbatihu memiliki sebuah potensi wisata yang terletak di Pulau

Limba, namun sampai dengan saat ini belum mendapatkan perhatian serius dari pihak pemerintah untuk pengembangan potensi wisata tersebut. Selain itu di Desa Limbatihu juga menjadi salah satu daerah penangkapan ikan. Selain potensi dibidang perikanan, di Desa Limbatihu juga terdapat potensi dibidang pertanian/perkebunan yang menghasilkan komoditas berupa buah-buahan, sayur-sayuran dan memiliki perkebunan kelapa terbanyak di Kecamatan Paguyaman Pantai. Adapun komoditas-komoditas yang terdapat di Desa Limbatihu yakni buah mangga, buah nangka, jagung, cabe, kelapa, kakao dan lain-lain.

Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Jenis

Kerapatan atau densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, kerapatan atau densitas merupakan

jumlah individu organisme per satuan ruangan (Ghufran, 2012).

Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif untuk Tingkat Semai

ni Di RDi ni Di RDi

(Ind) (Ind/m) (%) (Ind) (Ind/m) (%)

1 Rhizophora apiculata 5,6 5,6 17,2 10,6 10,6 32,5 2 Rhizophora mucronata 4,8 4,8 14,9 9,3 9,3 28,6 3 Sonneratia alba 16,5 16,5 50,9 6,5 6,5 19,9 4 Ceriops decandra 5,5 5,5 17,0 6,2 6,2 18,9

No Nama Jenis

S tasiun I S tasiun II

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Di = Kerapatan Jenis

RDi = Kerapatan Relatif Jenis ni = Jumlah total Tegakan Jenis i

Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kerapatan jenis (Di) dan kerapatan relatif jenis (RDi) tertinggi untuk kategori semai terdapat pada stasiun I yaitu jenis Sonneratia alba yakni dengan nilai Di (16,5 ind/m) dan RDi (50,9%). Tingginya

kerapatan jenis dan kerapatan relatif jenis Sonneratia alba pada stasiun I mungkin disebabkan oleh faktor substrat yang mendukung pertumbuhan mangrove jenis S. alba ini. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa jenis substrat yang terdapat pada stasiun I yakni berpasir. Menurut Setyawan (2005) bahwa Sonneratia alba mampu tumbuh pada lingkungan bertanah pasir maupun

(8)

8 Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai Kerapatan

Jenis dan Kerapatan Relatif untuk Tingkat Pancang.

ni Di RDi ni Di RDi

(Ind) (Ind/m) (%) (Ind) (Ind/m) (%)

1 Rhizophora apiculata 5,8 0,2 18,4 15,9 0,6 35,8 2 Rhizophora mucronata 7,7 0,3 24,1 13,3 0,5 30,0 3 Sonneratia alba 12,8 0,5 40,2 8,8 0,4 19,9 4 Ceriops decandra 5,5 0,2 17,3 6,4 0,3 14,4

No Nama Jenis

S tasiun I S tasiun II

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Di = Kerapatan Jenis

RDi = Kerapatan Relatif Jenis Ni = Jumlah Total Tegakan Jenis i

Tabel 2 menunjukkan nilai kerapatan jenis (Di) dan kerapatan relatif jenis (RDi) mangrove pada tingkat pancang. Berdasarkan tabel tersebut, nilai kerapatan jenis tertinggi dimiliki oleh Rhizophora apiculata yaitu dengan nilai Di (0.6 ind/m) di stasiun II dan nilai kerapatan relatif tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba dengan nilai RDi (40,2%) di stasiun I. Hal ini mungkin disebabkan oleh substrat yang terdapat pada kedua stasiun mendukung untuk pertumbuhan mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba karena substrat yang berada pada stasiun I yakni berpasir sedangkan pada

stasiun II berlumpur.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Nilai Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif untuk Tingkat Pohon

ni Di RDi ni Di RDi

(Ind) (Ind/m) (%) (Ind) (Ind/m) (%)

1 Rhizophora apiculata 7,8 0,08 16,6 19,3 0,19 34,9 2 Rhizophora mucronata 9,3 0,09 19,6 13,8 0,14 25,0 3 Sonneratia alba 21,3 0,21 45,3 11,8 0,12 21,4 4 Ceriops decandra 8,7 0,09 18,4 10,4 0,10 18,8

No Nama Jenis

Stasiun I Stasiun II

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Di = Kerapatan Jenis

RDi = Kerapatan Relatif Jenis Ni = Jumlah Total Tegakan Jenis i

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kerapatan jenis (Di) dan kerapatan relatif

jenis (RDi) untuk kategori pohon yang

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif jenis mangrove di lokasi penelitian antara stasiun I dan stasiun II berbeda. Untuk lebih jelasnya perbandingan nilai kerapatan pada setiap stasiun penelitian ditabulasikan dalam tabel yang disajikan pada Tabel 4

Tabel 4. Perbandingan Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Jenis Antara Stasiun I dan Stasiun II

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Di = Kerapatan Jenis

RDi = Kerapatan Relatif Jenis

Ni = Jumlah Total Tegakan Jenis i

(9)

9 tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia

alba yakni 16.5 ind/mdi stasiun I. Untuk kategori pancang nilai tertinggi pada jenis Rhizophora apiculata yakni 0.64 ind/m, pada stasiun II. Untuk kategori pohon nilai tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba yakni 0.21 ind/m ditemukan pada stasiun I.

Kerapatan relatif jenis (RDi) tertinggi untuk kategori semai, pancang,

dan pohon terdapat jenis Sonneratia alba yakni 50,9%, 40,2% dan 45,3% yang semuanya ditemukan pada stasiun I. Pada stasiun II nilai tertinggi kerapatan relatif jenis (RDi) kategori semai, pancang dan pohon terdapat pada jenis Rhizophora apiculata yakni 32,5%, 35,8% dan 34.9%, sedangkan menurut laporan hasil penelitian Chaerani, (2011) bahwa untuk kerapatan relatif jenis Sonneratia sp di pemukiman dan muara sungai masing-masing adalah 55,33% dan 49,33%. Kerapatan Jenis merupakan perbandingan jumlah tegakan jenis terhadap luasan area tertentu.Semakin banyak tegakan yang diperoleh maka nilai kerapatan jenis semakin besar.

Menurut Ewusie (1990) dalam Pranadipa (2014) bahwa kerapatan dikatakan sebagai persentase dari seluruh daerah contoh atau luas yang dipakai yang di dalamnya terdapat spesies tertentu. Selain itu juga tipe

tanah jenis debu (silt) dan liat (clay) merupakan faktor penunjang proses regenerasi, dimana partikel liat berupa lumpur akan menangkap buah tumbuhan mangrove yang jatuh ketika sudah masak. Proses inilah yang menentukan rapat atau tidaknya suatu zonasi mangrove.

Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif Jenis.

Menurut Ardhan (2012) dalam Subhan, (2014) bahwa frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Hasil perhitungan frekuensi jenis dan frekuensi relatif jenis disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif untuk Kategori Semai di Lokasi Penelitian.

Pi Fi RFi Pi Fi RFi Pi Fi RFi

(%) (%) (%)

1 R. apiculata 2 0,67 23,5 2,25 0,75 27,3 2,1 0,71 25,4 2 R. mucronata 2 0,67 23,5 2,5 0,83 30,3 2,3 0,75 26,9 3 S. alba 2,75 0,92 32,4 2,25 0,75 27,3 2,5 0,83 29,9 4 C. decandra 1,75 0,58 20,6 1,25 0,42 15,2 1,5 0,5 17,9

No Nama Jenis I II Rata-rata

S tasiun

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Fi = Frekunsi Jenis

RFi = Frekuensi Relatif Jenis

Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi jenis (Fi) dan frekuensi relatif jenis (RFi) untuk kategori sema ipada

(10)

10 Sonneratia alba. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa nilaiFi dan Rfi untuk jenis Sonneratia alba ini masing-masing 0.92 Ind/m dan 32,4 % yang ditemukan pada stasiun I.

Secara umum tanah yang terdapat pada stasiun I (muara sungai) didominasi oleh pasir yang cocok untuk pertumbuhan jenis Sonneratia alba. Hal ini sesuai dengan pendapat Whitten,

dkk, (2000) dalam Setyawan, (2005) bahwa secara umum, Avicennia dan Sonneratia dapat hidup dengan baik pada tanah berpasir. Noor et al., (1999) dalam Supardjo (2008) menyatakan bahwa, Sonneratia alba tumbuh pada substratlumpur berpasir di muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada daerah tepian yang menjorok ke laut, dengan salinitas yang lebih tinggi. Tabel 6. Hasil Perhitungan Nilai

Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif untuk Kategori Pancang di Lokasi Penelitian.

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Fi = Frekunsi Jenis

RFi = Frekuensi Relatif Jenis

Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan frekuensi jenis (Fi) dan Frekuensi relatif jenis (RFi) untuk

kategori pancang. Nilai tertinggi untuk frekuensi jenis terdapat pada jenis Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba yakni sebesar 1,0 Ind/m di stasiun I dan stasiun II, sedangkan untuk nilai frekuensi relatif jenis tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba yakni dengan nilai 32,4% yang ditemukan pada stasiun I.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif untuk Kategori Pohon di 4 C.decandra 2,0 0,67 19,5 2,5 0,83 24,4 2,3 0,75 22,0 No Nama Jenis

S tasiun

I II Rata-rata

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Fi = Frekunsi Jenis

RFi = Frekuensi Relatif Jenis

Berdasarkan hasil analisis nilai frekuensi jenis (Fi) dan nilai frekuensi relatif jenis (RFi) untuk kategori pohon (Tabel 7) menunjukkan bahwa nilai yang tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora mucronata pada stasiun II dan Sonneratia alba pada stasiun I dengan nilai nilai Fi untuk kedua jenis adalah 1,0 dan nilai RFi masing-masing 29,3%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi substrat pada kedua stasiun tersebut. Rhizophora mucronata banyak ditemukan pada bagian tengah yang

(11)

11 Sonneratia alba banyak ditemukan pada

zonasi terluar yang berhadapan langsung dengan air laut dengan kondisi substrat yang berpasir.

Tutupan Jenis dan Tutupan Relatif Jenis

Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar (luas basal area). Ada juga ahli menggunakan istilah dominasi. Indeks dominasi (index of dominance) adalah parameter yang menyatakat tingkat terpusatnya dominasi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas (Indiyanto, 2006 dalam Ghufran, 2012). Table 8. Hasil Perhitungan Nilai Tingkat

Tutupan Jenis dan Tutupan Relatif di Stasiun I.

Ci RCi Ci RCi Ci RCi Ci RCi Ci RCi

1 R. apiculata 0,37 31,30 0,27 37,48 0,13 18,39 0,19 20,23 0,24 27,03

2 R. mucronata 0,23 19,96 0,16 22,0 0,23 31,64 0,29 31,55 0,23 25,79

3 S. alba 0,41 35,40 0,19 25,91 0,27 36,93 0,23 25,36 0,28 31,16

4 C. decandra 0,16 13,35 0,11 14,61 0,09 13,04 0,21 22,86 0,14 16,02 Rata-rata Substasiun IV

No Nama Jenis Substasiun I Substasiun II Substasiun III

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Ci = Tutupan Jenis i RCi = Tutupan Relatif Jenis

Hasil analisis tingkat tututupan jenis dan tutupan relatif jenis Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai tingkat tutupan jenis (Ci) dan (RCi) yang

tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia

alba yakni dengan nilai Ci (0.41) dan RCi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata dengan nilai (37.48%) masing-masing ditemukan pada substasiun I dan III. Sementara yang terendah terdapat pada jenis Ceriops decandra yakni dengan nilai Ci (0.09) dan nilai RCi (13.04%) yang ditemukan di substasiun III. Tingginya nilai Ci dan RCi untuk jenis Sonneratia alba dan Rhizophora

apiculata pada substasiun I dan III didukung oleh substrat yang sangat cocok untuk pertumbuhan jenis Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata.

Table 9. Hasil Perhitungan Nilai Tingkat Tutupan Jenis dan Tutupan Relatif Stasiun II

Ci RCi Ci RCi Ci RCi Ci RCi Ci RCi

1 R. apiculata 0,20 29,52 0,27 29,41 0,23 22,96 0,36 28,75 0,26 27,56 2 R. mucronata 0,30 43,91 0,22 23,78 0,34 34,30 0,35 27,47 0,30 31,21 3 S. alba 0,09 12,62 0,24 25,86 0,25 25,80 0,31 24,26 0,22 23 4 C. decandra 0,09 13,95 0,19 20,95 0,17 16,94 0,25 19,53 0,18 18,23

Nama JenisSubstasiun I Substasiun II

Substasiun III Substasiun IV Rata-rata

No

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Ci = Tutupan Jenis i RCi = Tutupan Relatif Jenis

Tabel 9 menunjukkan hasil perhitungan tingkat tutupan jenis (Ci) dan tutupan relatif jenis (RCi) untuk stasiun II. Hasil menunjukkan bahwa nilai yang tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata dengan nilai Ci (0.36) dan nilai RCi terdapat pada jenis

(12)

12 (43.91%) masing-masing ditemukan

pada substasiun I dan IV.

Tabel10. Perbandingan Nilai Penutupan Jenis dan Penutupan Relatif pada stasiun I dan II

Ci RCi Ci RCi

1 Rhizophora apiculata 0,24 27,03 0,26 27,56 2 Rhizophora mucronata 0,23 25,79 0,30 31,21

3 Sonneratia alba 0,28 31,16 0,22 23,00

4 Ceriops decandra 0,14 16,02 0,18 18,23

S tasiun II

No Nama Jenis S tasiun I

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Ket :

Ci = Tutupan Jenis i RCi = Tutupan Relatif Jenis

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata tingkat tutupan jenis (Ci) dan tingkat tutupan relatif (RCi) tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia alba yakni Ci (0.28) dan RCi (31.16%) ditemukan pada stasiun I, sedangkan pada stasiun II terdapat pada jenis Rhizophora mucronatayakni dengan

nilai Ci (0.30) dan RCi (31.21%).

Chaerani (2011) melaporkan bahwa

untuk tingkat penutupan dua jenis mangrove yakni Avicennia marina dan Sonneratia sp di muara sungai lebih tinggi dibanding di pemukiman masing-masing adalah 8,33% dan 65,67%, sedangkan dua jenis mangrove lainnya yaitu Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora stylosa memiliki nilai tingkat penutupan jenis di pemukiman lebih tinggi dibanding di muara sungai yakni 12,67%, dan 20%. Menurut

Supardjo (2008) bahwa Rhizophora mucronata banyak dijumpai di daerah sungai atau muara yang memiliki lumpur, dan mudah beradaptasi pada kemiringan yang bervariasi.

Parameter Lingkungan

Kualitas air memiliki peranan yang paling penting dalam pertumbuhan ekosistem mangrove. Walaupun tumbuhan mangrove dapat berkembang

pada kondisi lingkungan yang buruk, akan tetapi setiap tumbuhan mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik-kimia di lingkunganya. Ada 4 faktor utama yang menentukan penyebaran tumbuhan mangrove, yaitu (1) Frekuensi arus pasang; (2) Salinitas; (3) Suhu air; dan (4) pH air, (Supriharyono, 2007 dalam Ghufran, 2012).

Tabel 11. Hasil Pengukuran Nilai Parameter Kualitas Air di Lokasi Penelitian.

Stasiun I Stasiun II Muara Sungai Pemukiman

1 Salinitas 30,0 30,0

2 Suhu 30,0 30,0

3 pH air 7,0 7,0

4 Substrat Berpasir Berlumpur

Parameter No

(Sumber : Hasil penelitian, 2014)

Salinitas

(13)

13 menentukan penyebaran tumbuhan

mangrove (Dahuri 2003 dalam Ghufran, 2012).

Nilai kedua stasiun tersebut masih mendukung pertumbuhan mangrove dan organisme laut pada lokasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat (Saparinto, 2007) bahwa tumbuhan mangrove tumbuh subur didaerah estuari dengan salinitas 10-300/00.

Suhu

Suhu air merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan pertumbuhan mangrove. Menurut Walsh (1974) dalam Ghufran (2012) suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah 200C - 400C.

Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lokasi penelitian, kedua stasiun memiliki nilai yang sama yakni sebesar 300C. Kisaran suhu yang terdapat pada kedua stasiun, merupakan kisaran yang layak dalam mendukung pertumbuhan organisme yang berada di sekitar perairan tersebut.

pH Air

pH air sangat mempengaruhi pertumbuhan organisme disekitarnya.

Dari hasil pengukuran, kedua stasiun memiliki nilai pH yang sama yakni 7.0. Menurut Nybakken (1992) dalam Chaerani (2011), nilai pH yang baik untuk pertumbuhan organisme berkisar

antara 5.6-8.3. Dengan demikian nilai pH pada kedua stasiun tersebut masih termasuk nilai yang sangat baik dan cocok untuk pertumbuhan organisme.

Substrat

Menurut Walsh, (1974) dalam Ghufran, (2012) bahwa selain salinitas, suhu dan pH air, substrat juga sangat menentukan kehidupan ekosistem mangrove. Mangrove dapat tumbuh

dengan baik pada substrat berupa pasir, lumpur atau batu karang. Namun paling banyak ditemukan adalah di daerah pantai berlumpur, delta sungai, dan teluk atau estuaria.

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa tipe substrat yang di temukan pada stasiun I adalah berpasir dan stasiun II substratnya berlumpur. Penyebaran jenis mangrove di lokasi penelitian sesuai dengan tipe substrat tumbuhnya mangrove pada umumnya.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil Penelitian di Desa Limbatihu Kecamatan Paguyaman Pantai Kabupaten Boalemo Provinsi

Gorontalo dapat disimpulkan sebagai berikut:

(14)

14 alba yang terdapat di stasiun 1, untuk

kategori pancang adalah Rhizophora apiculata di stasiun 2 dan untuk kategori pohon adalah jenis Sonneratia alba di stasiun 1.

2. Nilai frekuensi tertinggi untuk kategori semai terdapat pada jenis Sonneratia alba di stasiun 1dan frekuensi tertinggi untuk kategori pohon dan pancang terdapat pada

jenis Sonneratia alba di stasiun 1dan Rhizophora mucronata di stasiun 2. 3. Tingkat tutupan jenis mangrove

tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia alba untuk stasiun 1 dan jenis Rhizophora apiculata untuk stasiun 2.

Saran

Diharapkan dari pihak pemerintah dapat memperhatikan dan membuat program tentang penyuluhan untuk menjaga dan memelihara hutan mangrove yang ada diperairan Desa Limbatihu Kec. Paguyaman Pantai sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Selain itu juga pemerintah dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di Desa

Limbatihu baik di bidang perikanan maupun di bidang pertanian/perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA

Chaerani, N. 2011. Kerapatan, Frekuensi Dan Tingkat Penutupan Jenis Mangrove di Desa Coppo

Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Skripsi. Universitas Hasanudin Makasar.

Kordi, K. M. G. H. 2012. Ekosistem Mangrove (Potensi, Fungsi dan Pengelolaan). Jakarta: Rineka Cipta.

Novianto, A. 2011. Struktur Komunitas Zooplankton Pada Ekosistem Mangrove Desa Kedung Malang, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.

Pranadipa, 2014. Kondisi Tingkat Kerusakan Pohon Mangrove Di Pulau Keramut Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Riau.

Saparinto, C, 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove (Mengatasi Kerusakan Mangrove Pantai (Abrasi) dan Meminimalisasi Dampak Gelombang Tsunami). Semarang : Dahara Prize.

Setyawan, A. 2005. Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove Di Pantai Utara dan Selatan Jawa Tengah .Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Subhan, 2014. Tingkat Kerusakan dan Kekritisan Mangrove di Kawasan Suaka Perikanan Gili Ranggo. Tesis.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian
Gambar 2. Plot atau transek kuadrat yang
Tabel 11. Hasil Pengukuran Nilai Parameter Kualitas Air di Lokasi Penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh di atas menunjukkan bahwa nilai rank dan nulitas- nya berbeda-beda, sehingga dapat diperoleh nilai rank minimum dari matriks simetri real dari graf kipas ganda

Berdasarkan analisis korelasi dan sidik lintas, karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah total memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap hasil

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menjelaskan karakteristik faktor pendidikan, penghasilan dan pekerjaan masyarakat berkenaan dengan persepsi rumah yang ramah lingkungan

kebersihan, dan kualitas hasil kerja mereka dalam bertugas, menunjukkan hasil yang positif, sehingga sekolah maupun pihak CV Bintang Karya Putera merasa nyaman

Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan semotika, konsep simbol dan konsep Religi untuk meneliti perayaan hari anak laki-laki (koinobori) yang

1) Guru terlihat canggung dan masih kurang menguasai teknis pelaksanaan model pembelajaran Coorperative Learning tipe Examples Non Examples. 2) Siswa masih terlihat

Makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kandungan karbohidrat yang tinggi akan diolah oleh hati menjadi asam lemak yang akhirnya akan terbentuk