BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang MasalahManusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan. Manusia dikatakan sebagai makhluk social, dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain yang didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan (Setiadi, dkk 2009:67-68).
Koentjraningrat (1976:28) mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya. Dan konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Sehingga dapat ditarik suatu pengertian yaitu kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan masyarakat.
Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2-3) menjelaskan kebudayaan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no
seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang
bukan alamiah. Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni, oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak sementara atau yang bersifat semiotik.
Kebudayaan Jepang tidak terlepas dari hal-hal yang berbau dengan kepercayaan yang sudah berlangsung lama dalam masyarakat Jepang. Jepang adalah negara yang memiliki sistem kepercayaan politheisme yaitu melakukan penyembahan kepada Kami (Dewa) yang sangat banyak. Menurut Suryohadiprojo (1982:196-197), Jepang memiliki berbagai kepercayaan yang dianut oleh warganegaranya. Mulai dari kepercayaan kuno yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun maupun kepercayaan yang terus bermunculan sesuai perkembangan zaman, dan juga kepercayaan yang berasal dari luar jepang seperti Buddhisme, Taoisme dan Kristen.
Jepang merupakan Negara yang mempunyai empat musim yaitu musim semi (haru), musim panas (natsu), musim gugur (aki) dan musim dingin (fuyu). Sama halnya dengan Negara lain yang mempunyai empat musim, Jepang juga mengalami perubahan musim tiap periode tertentu. Yang membedakan adalah Jepang selalu mengadakan suatu perayaan atau festival yang identik dengan musim yang akan atau sedang berlangsung. Inilah yang menjadi ciri khas Jepang.
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki banyak kebudayaan yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya dipengaruhi pula oleh kebudayaan bangsa-bangsa di dataran Asia lainnya seperti China, Korea, Mongol, dan sebagainya. Di Jepang cukup banyak terdapat perayaan ( 祭り; Matsuri ) dan hampir setiap bulan orang Jepang merayakan perayaan-perayaan itu.
Ada beberapa perayaan di Jepang yang biasanya dijadikan sebagai hari libur nasional. Misalnya: Hari kedewasaan ( 成人の日; Seijin no Hi ) yang mulai tahun 2003 dirayakan setiap hari Sabtu minggu kedua pada bulan Januari, Hari anak-anak ( 子どもの日; Kodomo
Di Jepang, setiap tahunnya diadakan festival Koinobori,yaitu tepatnya di bulan Mei untuk memperingati Hari Anak Laki-Laki(Koinobori) yang jatuh pada tnggal 5 Mei. Sejak 5 Mei 1948, perayaan Anak Laki-Laki (Koinobori) menjadi hari libur nasional dan perayaan ini biasanya dirayakan oleh seluruh keluarga di Jepang, terutama oleh keluarga yang memiliki anak laki-laki. Hingga kini tradisi itu masih dirayakan sebagai perayaan anak laki-laki.
Koinobori ( 鯉のぼり ), yaitu sejenis bendera berbentuk ikan koi berwarna hitam,
merah, biru atau hijau. Koinobori ( 鯉のぼり ) berasal dari kata “ koi no taki nobori “. Menurut mitos yang berkembang di China, zaman dahulu ikan koi dipercaya sebagai ikan yang paling kuat.
.
Mereka percaya bahwa ikan koi dapat mendaki air terjun, dan ikan koi yang berhasil mendaki air terjun akan berubah menjadi naga. Lalu kepercayaan itu pun mulai masuk dan berkembang di Jepang. Pada awalnya, di Jepang koinobori dipasang pada saat bayi laki-laki lahir.Pada mulanya, perayaan ini dinamakan Tango No Sekku , semacam perayaan untuk menandai datangnya musim panas dan dirayakan di hari kelima di bulan kelima. Di jaman modern ini dikenal juga sebagai harinya anak laki-laki. Nah di hari inilah para keluarga Jepang memasang bendera ikan koi satu untuk setiap laki-laki (baik ayah maupun anak), yang menurut legenda China; ikan koi bisa berubah menjadi naga yang bisa menerjang apapun (alias kuat) dan membawa keberuntungan.
Pada saat itu orang Jepang percaya kalau dengan memasang koinobori ( 鯉のぼり) di pekarangan rumahnya, maka ketika dewa turun akan memberkati dan melindungi bayi laki-laki mereka. Konon warna-warna koinobori ( 鯉のぼり) dipercaya dapat menarik perhatian dewa yang turun dari langit untuk memberkati. Pada saat ini masyarakat Jepang memasang
koinobori ( 鯉のぼり ) sebagai harapan agar anak laki-laki mereka sehat dan kuat seperti
Koinobori ( 鯉のぼり ) biasanya mulai dipasang sebulan sebelum perayaan Kodomo no Hi ( 子どもの日 ) yaitu pada bulan April. Koinobori ( 鯉のぼり) dipasang secara
berurutan dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Koinobori ( 鯉のぼり ) yang paling besar akan dipasang paling atas setelah fukinagashi ( sejenis kincir ). Berdasarkan kepercayaan orang Jepang, koinobori ( 鯉のぼり) dipasang paling atas adalah koinobori ( 鯉 のぼり) berwarna hitam yang merupakan simbol seorang ayah yang kuat dan tegar.
Lalu di bawahnya dipasang koinobori ( 鯉のぼり) berwarna merah yang merupakan simbol seorang ibu, dan di bawahnya lagi dipasang koinobori ( 鯉のぼり) berwarna biru yang merupakan simbol seorang anak. Ketiga koinobori ( 鯉のぼり) itu dipercaya sebagai simbol perdamaian, kehidupan, kecerdasan, pertumbuhan, dan keluarga yang sejahtera. Warna putih, hitam, merah, biru atau hijau yang terdapat pada koinobori ( 鯉のぼり) adalah warna tradisional Jepang dan dipercaya sebagai warna yang membawa keberuntungan.
Adapun pertimbangan penulis membahas mengenai koinobori ( 鯉のぼり ) adalah mengapa sampai sekarang koinobori ( 鯉のぼり ) masih digunakan pada perayaan Kodomo
no Hi ( 子供の日 ), dan mitos-mitos apa saja yang terdapat pada koinobori ( 鯉のぼり).
Biasanya, setiap 5 Mei keluarga yang memiliki anak laki-laki memajang boneka bersimbol peperangan ( 武蔵人形 ; mushaningyou ), menyantap nasi kepal terbungkus daun bambu ( 粽 ; chimaki ) dan kue ketan berisi kacang manis yang terbungkus daun ek ( 柏 餅 ;
kashiwamochi ), serta memasang koinobori di pekarangan rumahnya.
Mereka juga membuat masakan musim semi seperti Takenoko Zushi (sushi dari rebung) disertai dengan meminum sake dari bunga iris. Bunga iris ini dikenal sebagai tanaman obat dengan kekuatan ajaib yang umumnya digunakan untuk menghalau dan mencegah kekuatan jahat. Bunga ini sering digunakan untuk pengganti payung, alas bantal dan untuk berendam di
ofuro (bak mandi). (http:// freeandzz.wordpress.com/.../upacara-tradisonal-dan-festival-di-jepang.)
Pada umumnya koinobori ( 鯉の ぼり ) hanyalah salah satu simbol dari perayaan Kodomo no Hi (子どもの日), tetapi dibalik dari semuanya itu koinobori ( 鯉のぼり ) mengandung makna lain yang perlu penulis teliti lebih jauh. Bedasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang perayaan hari anak laki-laki (koinobori) di Jepang, khususnya makna simbol yang terkandung di dalamnya, melalui skripsi yang berjudul : Analisis Makna Simbol pada Perayaan Koinobori di Jepang.
1.2 Perumusan Masalah
Masyarakat Jepang mempunyai berbagai macam perayaan yang dilaksanakan setiap tahunnya, salah satunya perayaan hari anak laki-laki yang dikenal dengan Koinobori.
Festival Koinobori ini dirayakan oleh keluarga yang mempunyai anak laki- laki. Pada hari
ini anak laki-laki memakai pakaian tradisional Jepang, yakni hakama. Dekorasi atau hiasan yang terdapat pada festival ini ada dua macam, yaitu dekorasi eksternal ( koinobori
dan musha e nobori ) dan dekorasi internal (Dan-Kazari dan Hira- Kazari ).Dengan
Dengan memasang dekorasi eksternal dan internal pada festival Koinobori, diharapkan anak laki – laki bisa tumbuh sehat dan kuat, serta mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya.
Banyak simbol –simbol pada perayaan hari anak laki-laki (Koinobori) yang dipedomani masyarakat jepang sampai saat ini. Hoebel dan Murdock, Clifford Geertz mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu simbol pola makna yang ditularkan secara historis, yang diwujudkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang diwarisi, terungkap dalam bentuk bentuk simbolis, yang menjadi sarana untuk menyampaikan, mengabadikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang sikap sikap mereka terhadap hidup.Yang dimaksud dengan simbol adalah setiap objek, tindakan, peristiwa, sifat, atau hubungan yang
memiliki makna atau arti. Jadi, penafsiran kebudayaan pada dasarnya adalah penafsiran simbol simbol, sebab simbol simbol bersifat teraba, terucap, umum, dan konkret. Dengan demikian, kebudayaan dipandang sebagai suatu sistem simbol dan pedoman dalam berperilaku. Makna simbol disampaikan melalui kode kode simbol yang dilihat sebagai acuan bagi kehidupan bermasyarakat
Terdapat keyakinan dalam diri masyarakat Jepang bahwa, apabila ritual perayaan hari anak laki dilaksanakan dengan baik, maka dewa akan senantiasa memberkati anak laki-laki mereka sehat dan masa depannya baik. Dengan latar belakang tersebut, dapat dilihat adanya keterikatan antara perayaan koinobori dengan nilai-nilai religi, baik secara agama Shinto maupun Budha.
Demikian halnya juga penulis melihat bahwa perayaan koinobori masih dipelihara dan dilaksankan oleh masyarakatnya. Walaupun Negara Jepang adalah Negara yang sangat maju dan modern, tetapi peradaban kebudayaannya masih sangat terpelihara dengan sangat baik sampai saat ini.
Berdasarkan pernyataan di atas, adapun pertanyaan yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Makna dan tujuan apa saja yang terkandung pada perayaan Koinobori dan harapan masyarakat Jepang pada perayaan Koinobori.
2. Makna simbolik apa saja yang terkandung pada simbol yang digunakan dalam perayaan (Koinobori) di Jepang ?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian tidak terlalu meluas yang dapat menyulitkan pembaca untuk memaahami pokok permasalahan, maka penulis membatasi masalah yang berkaitan dengan perayaan Hari Anak laki-laki ( Koinobori) dan perayaan matsuri di Jepang.
Pembahasan lebih di arahkan untuk menjelaskan tentang makna simbol-simbol yang ada pada perayaan hari anak laki-laki (Koinobori) tersebut, simbol-simbol tersebut mempunyai makna masing-masing. Nilai religi yng terkandung pada setiap persiapannya dilaksanakan berdasarkan agama Shinto dan Budha. Kedua agama inilah yang menjadi pedoman dalam perayaan hari anak tersebut.
Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung pada setiap kegiatan penulis akan menjelaskan kegiatan dan hal-hal apa saja yang mempunyai makna yang tersirat. Perayaan ini berlangsung hanya satu hari saja, namun untuk mempersiapkannya tidak cukup satu hari. Karena terdapat banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti : koinobori, bunga iris, pajangan boneka dan sajian khusus utuk melengkapi perayaan tersebut.
Sebelum memaparkan fokus pembahasan, penulis juga akan memaparkan tentang
Nenjugirei(ritus-ritus sepanjang tahun), Tsukagirei(life stage) daur hidup mnusia dan
perayaan yang ada di Jepang.
1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka
Setiap manusia dimanapun mereka berada tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga perlu adanya jalinan kerjasama antara manusia yang satu dengan yang lain. Tidak dapat dibayangkan bagaimana kehidupan manusia jika tidak berada dalam masyarakat (sosial) sebab setiap individu tidak dapat hidup dalam keterpencilan selama-lamanya. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup dan untuk hidup sebagai manusia. Saling ketergantungan ini menghasilkan bentuk kerjasama tertentu dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu.
Mac Iver dan page dalam Hasan (2009: 28) menyatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan- kebebasan manusia.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Jepang adalah Negara kepulauan dan merupakan salah satu Negara yang memiliki panorama alam yng indah, baik pada saat pagi hari maupun malam hari. Selain keindahan alamnya, jepang juga memiliki keindahan budaya yang beragam dan terpelihara sejak dahulu sampai sekarang. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya perayaan atau festival-festival yang dilaksanakan oleh Negara yang terkenal akan bunga sakuranya ini. Berbagai jenis dan bentuk perayaan digelar dalam setahun, dan upacara keagamaan sampai upacara hari-hari besar Negara Jepang. Perayaan atau pesta rakyat di Jepang terdiri dari festival, hari raya dan upacara khusus. Secara umum perayaan-perayaan yang berlangsung di Jepang tersebut pastinya memiliki makna yang berkaitan dengan religi(agama) dan kebudayaan. Dari segi agama, Jepang dikenal dengan adanya upacara pemujaan. Ritual pemujaan tersebut selain dilaksanakan untuk memuja dewa, juga ditujukan kepada leluhur.
Ada banyak ritual keagamaan seperti pemujaan terhadap roh para leluhur, yang dilaksanakan mulai dari upacara kelahiran sampai upacara kematian, yang pelaksanaannya sudah ditetapkan kalender Jepang. Pandangan masyarakat Jepang akan roh ini merupakan pandangan tradisional yang dipengaruhi oleh agama Shinto dan Budha ( Situmorang,2000:30).
Berdasarkan atas kepercayaan dan mayoritas dianut oleh masyarakat Jepang, maka perayan hari anak dilaksanakan menurut kepercayaan dari agama Shinto dan Budha. Kebudayaan bagi masyarakat Jepang merupakan hal yang mendasar dan penting. Oleh sebab itu, masyarakat Jepang masih melaksanakan dan melestarikan kebudayaan yang ada sejak dulu, sehingga Negara Jepang merupakan salah satu Negara yang kaya akan budayanya.
b. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian perlu adanya kerangka teori untuk mendukung penelitian tersebut, menurut Koentjaraningrat (1976: 1) kerangka teori berfungsi sebagai pendorong
proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak kedalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini.
Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan semotika, konsep simbol dan konsep Religi untuk meneliti perayaan hari anak laki-laki (koinobori) yang dilaksanakan di Jepang.Pada mulanya, istilah semiotik (semieon) digunakan oleh orang yunani untuk merujuk pada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Semiotik adalah ilmu tentang tanda, Semiotik digunakan untuk meneliti banyak bidang ilmu, berbagai teori terkemuka mengenai pembahasan semiotika, akan tetapi dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan kosep simbol.
Simbol adalah tanda yang paling canggih, karena sudah berdasarkan persetujuan dalam masyarakat (konvensi). Contoh : bahasa merupakan simbol, karena berdasarkan konvensi yang telah ada dalam suatu masyarakat.kebebasan untuk menciptakan simbol-simbol dengan nilai-nilai tertentu dan menciptakan simbol-simbol lainnya adalah penting bagi apa yang kita sebut proses simbolik.( Mulyana.1990:83)
Menurut Susanto (1987:63) “ Makna simbol secara harfiah bersifat religius”, untuk mendapatkan perlindungan dari roh nenek moyang atau dewa harus diselenggarakan berbagai upacara ritual. Untuk menyampaikan keinginan dan harapan-harapannya untuk kebaikan, maka digunakanlah ungkapan-ungkapan simbolis untuk menyampaikan harapan. Dalam hal ini diyakini bahwa “ simbol berbicara lebih banyak dari pada yang bisa diungkapkan dengan kata-kata” (parlaungan.1997:10-11)
Dalam menjalankan kegiatan keagamaan berdasarkan keparcayaannya, masyarakat Jepang meyakini keberadaan Sang Pencipta. Keyakinan itulah yang membuat masyarakat Jepang selalu memelihara tradisi keagamaan mereka demi mendapat lindungan dari dewa diyakini sebagai pencipta alam semesta. Trdisi merupakan suatu aspek budaya yang sangat
penting yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan-kebiasaan tak tertulis, pantangan-pantangan dan sanksi-sanksi.( Mulyana.1990:73)
Penulis juga menggunakan konsep yang berhubungan dengan religi yang bertujuan untuk menganalisa dengan lebih baik terhdap keterkitannya dengan peryaan hari anak laki-laki di Jepang. Konsep religi menurut Koentjaraningrat (1976 : 137), yaitu sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Kosep historis atau sejarah juga digunakan penulis dalam penelitian ini, karena penulis juga menjelaskan tentang latar belakang sejarah perayaan hari anak laki-laki (koinobori) di Jepang. Menurut kaelan (2005:61), Sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Sedangkan menurut Nevin dalam Kaelan. (2005 :61), sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan, kejdian-kejadian atau fakta-fakta yang terjadi pada masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran.
1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui makna simbolik apa saja yang terkandung pada simbol yang digunakan pada perayaan (Koinobori) di jepang.
2. Untuk mendeskripsikan makna simbol- simbol pada perayaan hari anak laki-laki
(koinobori) di Jepang.
b. Manfaat penelitian
1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mmengenai makna simbolik perayaan koinobori di jepang.
2. Menambah wawsan bagi penulis dan pembaca mengenai makna simbol-simbol pada perayaan koinobori di Jepang.
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian sangat diperlukan metode-metode yang mendukung penelitian untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca.metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitif dan studi pustaka. Menurut Cresswell dalam Somantri, (2005: 58) metode kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami makna, sehingga biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otensitas. Penelitian kualitatif bercirikan informasi yang berupa ikatan konteks yang akan menggiring pada pola atau teori yang akan menjelaskan fenomena soaial.
Selain itu digunakan juga metode deskriptif. Deskriptif menurut Mulyadi (2004:51) adalah tulisan menggambarkan bentuk objek pengamatan. Pengembangan data terseut ditulis dengan tetap mengacu kepada sumber informasi dan data yang berkitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
Penulis juga menggunakan studi pustaka. Menurut Nasution (1996 : 14), metode kepustakaan atau Library research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topic permasalahan yang dipilih penulis. Dengan membandingkan antara referensi dari sumber yang satu dengan sumber yang lainnya untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Kemudian rangkaianny menjadi satu informasi yang mendukung peulisan penelitian ini, guna menghimpun data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian, serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan topik pembahasan.
Selain itu, penulis juga memperoleh data-data dari beberapa situs di internet yang mendukung yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Agar bahan dan data penelitian yang diperoleh menjadi lebih lengkap.