• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA VIDEO COMPACT DISC (VCD) BAJAKAN (Studi Kasus Perkara Pidana Khusus Nomor : 34 Pid.Sus2014 PN. PL) Gede Satmanadika Benny D. Yusman Harun Nyak Itam Abstrak - ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA VIDEO COMPACT DISC (VCD) BAJAKAN (Studi Kasus Perkara Pidana Khusus Nomor : 34 Pid.Sus2014 PN. PL) Gede Satmanadika Benny D. Yusman Harun Nyak Itam Abstrak - ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA VIDEO COMPACT DISC (VCD) BAJAKAN

(Studi Kasus Perkara Pidana Khusus Nomor : 34/ Pid.Sus/2014/ PN. PL)

Gede Satmanadika Benny D. Yusman Harun Nyak Itam

Abstrak

Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya. Maraknva pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum tetapi telah merambat didalam industri pembuatan game anak. Sanksi terhadap pelanggaran Hak Cipta dapat terlaksana apabila adanya kesadaran hukum baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat yang harus mengetahui, memahami dan melaksanakan Undang-Undang Hak Cipta dengan penuh rasa tanggung jawab.

Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah bentuk pelanggaran hak cipta VCD bajakan dalam kasus pidana khusus nomor : 34/Pid.Sus/2014/PN.PL dan bagaimanakah bentuk pertanggung jawaban pidana dalam kasus pidana khusus nomor : 34/Pid.Sus/2014/PN.PL. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif, data yang diperoleh kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian yang bersifat deskriptif.

Kata Kunci : pelanggaran, hak cipta, VCD bajakan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat modern senantiasa

berhadapan dengan Hak Kekayaan

Intelektual yang selanjutnya disebut

HKI. Bahkan dalam setiap sendi

kehidupan, masyarakat modern selalu

bergantung pada benda-benda atau

barang-barang yang memiliki hak

kekayaan intelektual. Pola hidup

masyarakat modern menyebabkan

masyarakat modern diwajibkan untuk

senantiasa bergantung pada teknologi

dan ilmu pengetahuan.

Masyarakat modern memang sangat

diuntungkan dengan adanya teknologi

mutakhir dan ilmu pengetahuan. Namun

masyarkat modern bukan berarti dapat

melakukan apapun tanpa batasan untuk

(2)

menggunakan bantuan teknologi dan

ilmu pengetahuan. Keberadaan teknologi

memang dirasa sangat bermanfaat baik

itu bagi masyarakat pada umumnya

maupun bagi masyarakat modern pada

khususnya. Keberadaan teknologi juga

telah mengubah pola hidup masyarakat

menjadi sangat konsumtif, bukan hanya

terhadap teknologi itu sendiri namun

juga kepada hal-hal lain yang sifatnya

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

pada umumnya dan individu pada

khususnya. Pada kenyataannya, hampir

setiap kebutuhuan masyarakat baik

masyarakat modern maupun masyarakat

tradisional selalu berhubungan dengan

HKI.

HKI merupakan hak atas suatu

karya cipta, baik seni, teknologi, atau

buah pikiran. Karya-karya yang dapat

diciptakan oleh seorang pencipta atau

beberapa pencipta, jenis-jenis ciptaan

yang dilindungi dan yang dimaksud

dengan pencipta merupakan

permasalahan yang perlu memperoleh

pengaturan tersendiri. Karya seseorang

harus dilindungi karena akan bermanfaat

bukan hanya bagi dirinya, tetapi

kemungkinan juga akan berguna bagi

seluruh umat manusia. Semakin

derasnya arus perdagangan bebas yang

menuntut makin tingginya kualitas

produk yang dihasilkan, terbukti

semakin memicu perkembangan

teknologi yang mendukung kebutuhan

tersebut. Seiring dengan hal ini,

pentingnya peranan HKI dalam

mendukung perkembangan teknologi

kiranya telah semakin disadari

keberadaannya.

Perlindungan atas HKI digunakan

untuk mendorong apresiasi dan

membangun sikap masyarakat untuk

menghargai hak seseorang atas ciptaan

yang dihasilkannya.Sikap apresiasi

memang lebih menyetuh dimensi moral,

sedangkan sikap menghargai lebih

bermuara pada aspek ekonomi. Kedua

aspek tersebut merupakan satu hal yang

saling berkaitan antara satu sama lain,

karena bila dimensi moral saja yang

ditekankan maka aspek ekonomi yang

juga merupakan unsur esensial tidak

akan terpenuhi, demikian juga

sebaliknya.

Perlindungan terhadap HKI

merupakan perlindungan terhadap hak

(3)

manfaat ekonomi pada ciptaan yang

ditemukan oleh pencipta karena secara

ekonomis, hak eksklusif yang

terkandung di dalam hak kekayaan

intelektual berfungsi untuk melegalkan

pemiliknya untuk memonopoli

penggunaannya atau untuk menikmati

hasil yang diberikan oleh kekayaan

intelektual tersebut. Hukum melindungi

dan mencegah orang lain untuk

mengambil manfaat dari ciptaan

pencipta secara tidak adil. Salah satu

alasan pemberian hak eksklusif yang

diberikan Negara kepada pemilik HKI

adalah sebagai penghargaan atas hasil

karya dan agar orang lain terpacu untuk

dapat lebih lanjut mengembangkannya

lagi. Jadi tujuan utama diaturnya HKI

dalam hukum adalah untuk memberikan

pengakuan dan perlindungan hukum

bagi si pemegang hak berupa hak

eksklusif atas kepemilikan hasil

ciptaannya dan mengatur penggunaan

hasil ciptaannya untuk jangka waktu

tertentu.1

Permasalahan baru dalam HKI

nampaknya semakin hari terus

1

Hendry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta, PT. RajaGrafindo, 2011, hlm 21

berkembang, misalnya dalam hal

pembajakan. Hal ini seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan,

artinya semakin tingginya ilmu

pengetahuan maka secara langsung

disadari atau tidak akan berdampak pada

permasalahan HKI itu sendiri.

Konsekuensi ini tentunya menutut agar

ketentuan hak cipta sebagai instrumen

yuridis dalam upaya memberikan

perlindungan hak cipta akan senantiasa

disesuaikan dengan perkembangan

tersebut.

Banyaknya pembajakan di bidang

Hak Cipta menjadikan Indonesia sebagai

surga bagi para pembajak sehingga

pemegang HKI banyak yang dirugikan.

Keberadaan HKI dalam hubungan antar

manusia dan antar Negara merupakan

sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI

juga merupakan sesuatu yang Given dan

Inheren dalam sebuah masyarakat

industri atau yang sedang mengarah

kesana. Keberadaannya senantiasa

mengikuti dinamika perkembangan itu

sendiri, begitu pula halnya dengan

(4)

mau tidak mau bersinggungan dan

terlibat langsung2.

Salah satu perkembangan yang

menonjol dan memperoleh perhatian

seksama dalam masa sepuluh tahun

terakhir dan kecenderungan yang masih

berlangsung di masa yang akan datang

adalah meluasnya globalisasi baik di

bidang sosial, ekonomi, budanya

maupun bidang- bidang kehidupan

lainnya. Dibidang perdagangan, terutama

karena perkembangan teknologi

informasi dan transportasi telah

menjadikan kegiatan di sektor ini

meningkat secara pesat dan bahkan telah

menempatkan dunia sebagai pasar

tunggal bersama. Memperhatikan

kenyataan dan kecenderunggan seperti

itu maka menjadi hal yang dapat

dipahami adanya tuntutan kebutuhan

bagi pengaturan dalam rangka

perlingungan hukum yang memadai,

apalagi beberapa Negara semakin

mengandalkan kegiatan ekonomi dan

perdagangannya pada produk-produk

yang hasilnya atas dasar kemampuan

intelektualitas manusia seperti karya

2

http://www.public.hki.go.id:HKI

cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni

dan sastra3.

Adanya suatu undang-undang

berarti adanya suatu pengaturan dan

perlindungan ini adalah hal yang

diharapkan bagi pelaku Undang-Undang

tersebut. Dilihat dari pasal demi pasal di

dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta jauh

lebih sempurna dibandingkan

Undang-Undang yang telah direvisi dan juga

adanya hukuman pidana kerugian

minimal adalah merupakan pasal yang

diharapkan dapat menjadikan momok

bagi para pembajak. Namun pada

kenyataannya pembajakan masih

berlangsung.

Perkembangan pembajakan saat ini

terjadi karena penegakan Hukum yang

dilakukan oleh aparat penegak Hukum

tidaklah dijalankan secara menyeluruh

dan tuntas, atau dengan kata lain

dijalankan dengan setengah hati

sehingga tidak ada satu kasus

3

Sentosa Sembriring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual,

(5)

pembajakan yang dapat dipakai sebagai

yurisprudensi4.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2014 masih belum maksimal

penerapannya, dalam masalah ini tidak

bisa hanya melihat pada

Undang-Undang tapi amanah Undang-Undang-Undang-Undang

itu. Yang harus dilakukan oleh para

penegak hukumlah yang belum

dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat

dilihat dari pembajakan yang masih ada

dan berlangsung dengan bebas. Hal ini

merupakan situasi yang sangat

kontradiktif apabila kita bandingkan

dengan harapan dan gebrakan awal

berlakunya Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014. Jadi dengan kata lain

bahwa setelah pihak aparat tidak lagi

berkonsentrasi pada Undang-Undang

Hak Cipta dan penegakannya maka

pelanggaran berlangsung kembali

bahkan lebih berani5.

Pembajakan Video Compact Disc

yang selanjutnya disebut VCD sudah

berjalan sejak tahun 80-an dimana

4

Wihadi Wiyanto, Lampiran Makalah Penerapan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dalam Rangka Memerangi Pembajakan, Hlm 318

5

Ibid, hlm 319

pembajakan bisa dilakukan di rumah

dengan melakukan penggandaan dari

betamax ke betamax. Hal itu memang

mudah sekali, kemudian berkembang

kepada laser disk. Kalau dilihat dan

diamati dari tahun 80-an sampai

sekarang bisa ditarik suatu garis

besarnya pertama adalah masalah law

enforcement. Penegakan dan

Penanganan Hak Cipta tidak pernah

serius dan tuntas. Undang-Undang

Nomor 24 tahun 2014 yang pidananya

lebih tinggi tersebut ternyata malahan

menurunkan harga VCD bajakan

khususnya VCD game, jadi

Undang-Undang tersebut justru menurunkan

harga VCD bajakan, bukan VCD

originalnya. Sebelum Undang-Undang

tersebut diundangkan harga VCD game

bajakan sekitar 10-15 ribu rupiah, tetapi

begitu diundangkan VCD malahan lebih

murah, sehingga pedagang bisa lebih

untung6.

Pada saat ini juga VCD game

bajakan sudah banyak beredar.

Masyarakat bisa mendapat VCD itu di

6

(6)

pedagang kaki lima dan di mall-mall.

Masyarakat bisa mendapatkan VCD

game bajakan dengan harga lebih

terjangkau. Penanggulangan tindak

pidana hak cipta pada bidang

pembajakan khususnya pembajakan

VCD game tidak bisa hanya kesadaran

masyarakat agar pembajakan tidak

marak terjadi. Dalam hal ini Hukum

Pidana dalam bekerjanya memiliki

kelemahan/keterbatasan,

kelemahan/keterbatasan kemampuan

Hukum Pidana dalam penanggulangan

kejahatan telah banyak diungkapkan

oleh para sarjana, antara lain Muladi

menyatakan bahwa penegakan Hukum

pidana dalam kerangka sistem peradilan

tidak dapat diharapkan sebagai

satu-satunya sarana penanggulangan

kejahatan yang efektif, mengingat

kemungkinan besar adanya

pelaku-pelaku tindak pidana yang berada di luar

kerangka proses peradilan pidana7.

Donald R Taft dan Ralph W England, seperti dikutip Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa efektifitas

7

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, hlm vii

Hukum pidana tidak dapat diukur secara

akurat, Hukum hanya merupakan salah

satu sarana kontrol sosial, kebiasaan

keyakinan agama, dukungan dan

pencelaan kelompok, penekanan dari

kelompok kelompok interest dan

pengaruh dari pendapat umumnya

merupakan sarana yang lebih efisien

dalam mengatur tingkah laku manusia

dari pada sanksi Hukum8.

Penegakan Hukum atas Hak Cipta

biasanya dilakukan oleh pemegang Hak

Cipta dalam Hukum Perdata, namun ada

pula sisi hukum pidana yang sanksi

pidananya secara dikenakan kepada

aktivitas pemalsuan yang serius namun

kini semakin lazim pada perkara-perkara

lain. Sanksi pidana atas pelanggaran Hak

Cipta di Indonesia secara umum diancam

dengan hukuman penjara paling singkat

satu bulan dan paling lama tujuh tahun

yang dapat disertai maupun tidak disertai

denda sejumlah paling sedikit satu juta

rupiah dan paling banyak lima milyar

rupiah, sementara ciptaan atau barang

yang merupakan hasil tindak pidanan

8

(7)

hak cipta serta alat-alat yang digunakan

untuk melakukan tindak pidana tersebut

dirampas oleh Negara untuk

dimusnahkan.

Dengan adanya korelasi antara

pelanggaran hak cipta dengan ancaman

pidana diharapkan mampu untuk

mendorong upaya penanggulangan

tindak pidana dibidang HKI khususnya

Hak Cipta yang sedang marak-maraknya

terjadi di Indonesia. Berkaitan dengan

hal tersebut di dalam UU Hak Cipta

menegaskan :

“Barang siapa dengan sengaja

menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau Hak terkait, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

Dari ketentuan tersebut, maka

dengan pembuktian yang cukup

sederhana sebenarnya aparat penegak

hukum sudah dapat melakukan tindakan

terhadap praktek pembajakan, sehingga

kerugian Negara yang diakibatkan oleh

praktek pembajakan tersebut dapat

dikurangi. Apabila hal tersebut juga

dimaksudkan sebagai upaya untuk

memberantas tindak pidana pembajakan

nampaknya hal tersebut tidak akan

berjalan efektif, praktek pembajakan

yang merupakan pelanggaran terhadap

Undang-Undang Hak Cipta, sudah

sepatutnya jika sanksi pidana yang

dikenakannya didasarkan pula pada

Undang-Undang Hak Cipta9.

Setelah diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2014 tentang

Hak Cipta, para pencipta pada bidang

seni sastra dan ilmu pengetahuan

mendapat perlindungan hukum sehingga

tidak lagi mematikan kreatifitas para

pengarangnya. Secara normatif apabila

terjadi pembajakan maka sanksi yang

diberlakukan sangat berat yaitu sanksi

pidana penjara tujuh tahun dan/atau

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah),

terdapat dalam pasal 72 ayat 1, sedang

pada ayat (3) nya menyangkut program

computer dipidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan/ atau denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

9

(8)

Namun, dalam kenyataannya sanksi

pidana yang sedemikian berat tersebut

tidak pula mampu memberikan rasa

takut bagi para pembajak. Hal ini dapat

dilihat dengan digelarnya kasus

pembajakan VCD di Pengadilan Negeri

Palu dengan Registrasi Perkara Pidana

Khusus Nomor: 34/Pid.Sus/2014/PN.PL.

Dalam perkara Aquo, Maria, seorang

pengusaha game anak tertangkap tangan

menjual CD game bajakan kepada

seorang oknum polisi yang menyamar

menjadi seorang pembeli. Setelah

melalui beberapa kali persidangan

ternyata sanksi pidana yang dijatuhkan

kepada Maria tidaklah seberat seperti

sanksi pidana yang tertera dalam

Undang-Undang Hak Cipta. Hal tersebut

tentunya tidaklah mampu memberikan

efek jera kepada pelakunya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang

telah diuraikan di atas, ada dua masalah

yang akan dibahas, yaitu :

1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran

hak cipta VCD bajakan dalam kasus

pidana khusus nomor :

34/Pid.Sus/2014/PN.PL ?

2. Bagaimanakah bentuk pertanggung

jawaban pidana dalam kasus pidana

khusus nomor :

34/Pid.Sus/2014/PN.PL ?

II. TINDAK PIDANA

PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PERKARA PIDANA

KHUSUS NOMOR :

34/PID.SUS/2014/PN.PL

A. Pelanggaran Hak Cipta Vcd Bajakan Dalam Kasus Pidana

Khusus Nomor :

34/Pid.Sus/2014/Pn.Pl

Pelanggaran Hak Cipta dalam

kasus pidana khusus Nomor : 34/

Pid.Sus/ 2014/Pn.Pl, dengan seorang

terdakwa bernama Maria Angeline Alias

Maria adalah sebagai berikut :

 Bahwa ia terdakwa Maria Angeline

alias Maria pada hari Jumat tanggal

15 November 2013 sekitar jam 14.00

Wita atau setidak-tidaknya pada

waktu-waktu lain dalam bulan

November 2013 bertempat di jalan

Basuki rahmat nomor 55, Kelurahan

Tatura, Kecamatan Palu Selatan, Kota

Palu. tepatnya toko Dunia games atau

(9)

lain yang termasuk daerah hukum

Pengadilan Negeri Kota Palu, dengan

sengaja menyiarkan, memamerkan,

mengedarkan, atau menjual kepada

umum sesuatu ciptaan atau barang

hasil pelanggaran hak cipta atau hak

terkait, yang dilakukan dengan

cara-cara antara lain sebagai berikut :

 Bahwa pada waktu dan tempat

tersebut di atas, tanpa izin dari pihak

yang berwenang terdakwa telah

mengedarkan barang hasil pelanggran

hak cipta berupa kaset game play

station bajakan yang berisi permainan

perang, game bola, dan game

petualangan dengan cara menjual

kepada masyarakt umum/konsumen

di kota palu seharga Rp. 7000 (Tujuh

Ribu Rupiah) perkeping yang dipajan

di atas meja di Toko dunia games

milik terdakwa dengan jumlah kurang

lebih 900 keping.

 Bahwa kaset game play station

bajakan yang dijual oleh terdakwa

tersebut sebelumnya dibeli atau

dipesan oleh terdakwa dari toko

DMD game yang beralamat di Harco

Glodok lantai 3 nomor 220 A Jalan

Hayam Wuruk Jakarta dengan harga

kurang lebih Rp. 2.600 sampai

dengan Rp. 3.000 perkeping,

selanjutnya terdakwa menjualnya di

kota palu dengan harga Rp. 7.000

perkeping sehinga terdakwa

memperoleh keuntungan kurang lebih

anatara Rp. 4.000 sampai dengan Rp.

4.400 perkeping yang dilakukan oleh

terdakwa sejak tahun 2010 dan dalam

sehari terdakwa menjual kaset game

play station sekitar 5 sampai dengan

10 keping.

Kemudian penulis memberikan

analisa yuridis dengan unsur-unsur

sebagai berikut :

 Barang siapa

Bahwa yang dimaksud setiap

orang dalam perkara ini sesuai

dengan surat dakwaan yang diajukan

ke persidanan adalah Maria Angelina

alias Maria dengan identitas

lengkapnya sebagaimana tercantum

dalam surat dakwaan yang telah

dibacakan di persidangan dan ketika

ditanyakan oleh Ketua Majelis Hakim

tentang surat dakwaan tersebut

(10)

tersebut dan terdakwa maupun

penasehat hukumnya tidak

mengajukan eksepsi terhadap surat

dakwaan dan sesuai fakta persidangan

terukti bahwa terdakwa mmpu

mempertanggung jawabkan perbuatan

yang dilakukannya karena terdakwa

telah dewasa dengan umur 46 tahun

yang lahir pada tanggal 24 April 1968

dan terbukti di persidangan ia sehat

jasmani dan rohani dan selama

persidangan diperoleh fakta bahwa

kedudukan dan peran terdakwa sangat

berkaitan erat dengan perbuatan yang

didakwakan kepadanya. Oleh karena

itu posisi terdakwa Maria Angelina

alias Maria dalam perkara ini tidak

terjadi error in persona dan tidak ada

hal-hal yang dapat mengesampingkan

pertangung jawaban pidananya

tersebut. Dengan demikian unsur

barang siapa telah terpenuhi dan

terbukti secara sah menurut hukum.

 Dengan sengaja menyiarkan,

memamerkan, mengedarkan atau

menjual kepada umum sesuatu

ciptaan atau barang hasil pelanggaran

hak cipta atau hak terkait.

Bahwa berdasarkan fakta

hukum yang terungkap dipersidangan

yang diperoleh dari keterangan

saksi-saksi dan keterangan terdakwa

dihubungkan dengan pengertian

sengaja menurut hukum, maka

sangatlah jelas bahwa perbuatan

terdakwa menjual kaset Play station

bajakan kepada masyarakat umum

atau konsumen adalah dilakukan

dengan sengaja mengingat perbuatan

terdakwa tersebut termasuk perbuatan

aktif (delik commisionis). Dengan

demikian unsur dengan sengaja telah

terpenuhi dan terbukti.

Selanjutnya unsur menyiarkan,

memamerkan, mengedarkan atau

menjual kepada umum adalah

merupakan alternative perbuatan

yang jika salah satu sudah terpenuhi

atau terbukti maka unsur ini telah

dinyatakan terbukti. Bahwa sesuai

fakta persidangan menunjukan bahwa

pada hari jumat tanggal 15 November

2013 sekitar jam 14.00Wita

bertempat di jalan Basuki Rahmat

nomor 55, Kelurahan Tatura Selatan,

Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu

(11)

terdakwa telah menjual sesuatu

barang hasil pelanggaran hak cipta

berupa kaset game play station

bajakan yng berisi permainan game

perang, game bola dan game

petualangan kepada masyarakat

umum/konsumen di Kota Palu

seharga Rp. 7.000 perkeping yang

dipajang di meja toko dunia games

milik terdakwa dengan jumlah kurang

lebih 900 keping, dengan demikian

menurut penulis unsur menjual

kepada umum telah terpenuhi dan

terbukti.

Selanjutnya apakah yang dijual

oleh terdakwa termasuk sesuatu

ciptaan atau barang hasil pelanggaran

hak cipta atau hak terkait. Hal ini

dapat dibuktikan berdasarkan

keterangan ahli atas nama I Gede

Danang Wiarawan, SH yang

menerangkan bahwa yang

mempunyai hak cipta atau hak lisensi

terhadap play station adalah SONY

dan berdasarkan keterangan

saksi-saksi dan ahli serta barang bukti

menunjukan bahwa kaset game play

station yang dijual oleh terdakwa di

toko dunia games milik terdakwa

Maria ngeline alias Maria adalah

kaset game bajakan karena harga

belinya di Harco Glodok hanya Rp.

2.600 sampai dengan Rp. 3.000

perkeping dan kemudian dijual oleh

terdakwa kepada masyarakat umum

sebesar Rp. 7.000 padahal harga

kaset game Play Station yang asli

adalah sekitar Rp. 600.000 per

keping.

Selain itu kaset game play

station tersebut tidak memiliki tanda

hologram, pada pembungkus tidak

memiliki tanda lunas PPN dan pada

pembungkus tidak memilki tanda

tulisan original. Dengan demikian

kaset game play station yang dijual

oleh terdakwa tersebut termasuk

barang pelanggaran hak cipta karena

perusahaan Sony tidak pernah

memberikan izin kepada siapapun

untuk memperanyak kaset play

station dalam bentuk bajakan atau

palsu karena hal tersebut dilarang.

B. Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kasus Pidana Khusus Nomor : 34/ Pid.Sus/2014/Pn.Pl Pertanggung Jawaban Pidana Dalam

(12)

Pid.Sus/2014/Pn.Pl, Majelis Hakim

dalam amar putusannya sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Maria

Angelina alias Maria telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “ dengan

sengaja menjual kepada umum suatu

barang hasil pelanggaran hak cipta “

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa

Maria Angelina alias Maria dengan

pidana penjara selama 5 (lima) bulan

dan denda sebesar Rp. 1.000.000

(Satu Juta Rupiah) dengan ketentuan,

apabila denda tersebut tidak bisa

dibayar, maka diganti dengan pidana

kurungan selama 2 (dua) bulan.

3. Menetapkan, bahwa pidana tersebut

tidak perlu dijalani oleh terdakwa,

kecuali terdakwa melakukan tindak

pidana sebelum masa percobaan

berakhir selama 10 (sepuluh) bulan.

4. Menetapkan barang bukti berupa :

900 (sembilan ratus) keping/cakram

optic kaset Play Station, dirampas

untuk dimusnahkan.

5. Membebani terdakwa agar membayar

biaya perkara sebesar Rp. 2.000 (Dua

ribu rupiah).

Penulis berpendapat bahwa

sanksi pidana yang dijatuhkan kepada

terdakwa Maria Angelina alias Maria

terlalu ringan. Sanksi pidana yang

dijatuhkan tidak sesuai dengan

fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh

selama persidangan. Pasal 113 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang hak cipta menyebutkan, bahwa

Setiap Orang yang dengan tanpa hak

dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakukan

pelanggaran hak ekonomi Pencipta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,

dan/atau huruf g untuk Penggunaan

Secara Komersial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah). Pasal 114 menyatakan bahwa

setiap Orang yang mengelola tempat

perdagangan dalam segala bentuknya

yang dengan sengaja dan mengetahui

membiarkan penjualan dan/atau

penggandaan barang hasil pelanggaran

Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di

tempat perdagangan yang dikelolanya

(13)

dipidana dengan pidana denda paling

banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).

Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka penulis berpendapat bahwa

putusan dengan nomor :

34/PID.SUS/2014/PN.PL, belum

mencerminkan nilai-nilai keadilan baik

dari sisi filosofis maupun nilai keadilan

dari para pihak. Hal ini dibuktikan

dengan masih adanya pihak yang merasa

keberatan atas putusan tersebut. Dengan

adanya banding dari terdakwa.

Selain nilai keadilan, suatu

putusan juga harus mengakomodasi nilai

kemanfaatan. Maksudnya disini, putusan

itu harus mendatangkan manfaat,

misalnya dengan adanya putusan

tersebut bisa memperbaiki perilaku

terdakwa menjadi lebih baik,

menimbulkan efek jera sehingga pelaku

takut mengulangi lagi sehingga

mencegah menjadi residivis, dan

memberikan pelajaran bagi orang lain

sehinga tidak melakukan perbuatan

serupa yang telah dilakukan oleh para

terdakwa.

Dihubungkan dengan putusan

Nomor : 386/PID. B/2010/PN. PL, maka

penulis menilai bahwa putusan tersebut

belum mengakomodasi nilai

kemanfaatan secara keseluruhan. Karena

masih banyak orang yang melakukan

penjualan VCD Bajakan. Sehingga

putusan itu belum bisa menjadikan

pelajaran dan tidak menimbulkan rasa

takut bagi orang lain dalam melakukan

tindak pidana pelanggaran hak cipta

tersebut.

III. PENUTUP A. Kesimpulan

1. Pelanggaran Hak Cipta Dalam

Kasus Pidana Khusus Nomor :

34/Pid.Sus/2014/Pn.Pl adalah

terdakwa Maria Angelina alias

Maria telah terbukti secara sah dan

menurut hukum sengaja menjual

kepada umum sesuatu barang hasil

pelanggaran hak cipta dengan cara

pada hari jumat tanggal 15

November 2013 sekitar jam

14.00Wita bertempat di jalan Basuki

Rahmat nomor 55, Kelurahan Tatura

Selatan, Kecamatan Palu Selatan,

Kota Palu tepatnya di toko dunia

games, terdakwa telah menjual

sesuatu barang hasil pelanggaran

(14)

station bajakan yng berisi permainan

game perang, game bola dan game

petualangan kepada masyarakat

umum/konsumen di Kota Palu

seharga Rp. 7.000 perkeping yang

dipajang di meja toko dunia games

milik terdakwa dengan jumlah

kurang lebih 900 keping.

2. Pertanggung Jawaban Pidana Dalam

Kasus Pidana Khusus Nomor : 34/

Pid.Sus/2014/Pn.Pl, Majelis Hakim

dalam amar putusannya sebagai

berikut : a) Menyatakan terdakwa

Maria Angelina alias Maria telah

terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “

dengan sengaja menjual kepada

umum suatu barang hasil

pelanggaran hak cipta “. b)

Menjatuhkan pidana kepada

terdakwa Maria Angelina alias

Maria dengan pidana penjara selama

5 (lima) bulan dn denda sebesar Rp.

1.000.000 (Satu Juta Rupiah)

dengan ketentuan, apabila denda

tersebut tidak isa dibayar, mka

diganti dengan pidana kurungan

selama 2 (dua) bulan. c)

Menetapkan, bahwa pidana tersebut

tidak perlu dijalani oleh terdakwa,

kecuali terdakwa melakukan tindak

pidana sebelum masa percobaan

berakhir selama 10 (sepuluh) bulan.

d) Menetapkan barang bukti berupa

: 900 (semilan ratus) keping/cakram

optic kaset Play Station, dirampas

untuk dimusnahkan. e) Membebani

terdakwa agar membayar biaya

perkara sebesar Rp. 2.000 (Dua ribu

rupiah).

B. Saran

1. Hendaknya masyarakat lebih

memiliki kesadaran dalam

menghargai hak kekayaan

intelektual khususnya hak cipta dan

menghindari memperoleh

keuntungan dagang dengan cara

mudah, sehingga pelanggaran

seperti pembajakan kaset terhadap

hak cipta ini tidak terjadi lagi.

2. Seharusnya para Hakim-Hakim

sebagai aparat penegak hukum yang

menangani perkara-perkara Hak

Kekayaan Intelektual, mempunyai

keberanian untuk melakukan

pembaruan hukum melalui

putusan-putusannya. Guna mencegah atau

(15)

pelanggaran hak cipta, pemerintah

melalui aparat keamanan dan/atau

penegak hukum harus bersama-sama

dengan penuh ketegasan

menjalankan ketentuan yang telah

ditetapkan dengan menggunakan

perangkat hukum yang telah ada,

menindak tegas pelaku-pelaku

dengan hukuman yang berat,

sehingga mereka tidak akan

melakukannya lagi.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Pengakan Dan Pembangunan

Hukum Pidana, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 1998.

Hendry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2011.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995.

Prosiding Simposium Nasional Haki, 18 Desember 2003.

Sentosa Sembriring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan

Intelektual, Bandung, Penerbit Yrama Widya 2002.

Wihadi Wiyanto, Lampiran Makalah Penerapan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dalam Rangka Memerangi Pembajakan

B. Situs Internet

Referensi

Dokumen terkait

Default: when x is of class wavTransform then levels is set to 1:n.level, otherwise levels is set to 1:J, where J is the maximum wavelet transform level in which there exists at

Saya yang bernama Kirubah Sai Patnaik adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara yang akan melakukan penelitian yang berjudul “Tingkat

Terkait dengan penyusunan juklak dan juknis tersebut, temuan empiris menunjukkan bahwa telah dibuat juklak dan juknis, masing-masing di tingkat Provinsi Jawa

Data atau nilai keterampilan berbicara peserta didik kelas III MIN Likuboddong sebelum dan setelah diajar dengan menggunakan mdia boneka tangan pada tingkat signifikansi α =

Berdasarkan perolehan data di lapangan dan wawancara yang dilakukan terhadap kepala sekolah dan waki kepala sekolah di ketiga sekolah dasar itu dapat disimpulkan bahwa

Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang banyak sekali selama saya kuliah

atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Asertif dan Direktif Serta Strategi

Bab empat ini merupakan bagian terpenting dalam laporan akhir karena pada bab ini, penulis akan menganalisis data-data yang diperoleh dari perusahaan berdasarkan landasan