ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA VIDEO COMPACT DISC (VCD) BAJAKAN
(Studi Kasus Perkara Pidana Khusus Nomor : 34/ Pid.Sus/2014/ PN. PL)
Gede Satmanadika Benny D. Yusman Harun Nyak Itam
Abstrak
Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya. Maraknva pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum tetapi telah merambat didalam industri pembuatan game anak. Sanksi terhadap pelanggaran Hak Cipta dapat terlaksana apabila adanya kesadaran hukum baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat yang harus mengetahui, memahami dan melaksanakan Undang-Undang Hak Cipta dengan penuh rasa tanggung jawab.
Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah bentuk pelanggaran hak cipta VCD bajakan dalam kasus pidana khusus nomor : 34/Pid.Sus/2014/PN.PL dan bagaimanakah bentuk pertanggung jawaban pidana dalam kasus pidana khusus nomor : 34/Pid.Sus/2014/PN.PL. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif, data yang diperoleh kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian yang bersifat deskriptif.
Kata Kunci : pelanggaran, hak cipta, VCD bajakan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat modern senantiasa
berhadapan dengan Hak Kekayaan
Intelektual yang selanjutnya disebut
HKI. Bahkan dalam setiap sendi
kehidupan, masyarakat modern selalu
bergantung pada benda-benda atau
barang-barang yang memiliki hak
kekayaan intelektual. Pola hidup
masyarakat modern menyebabkan
masyarakat modern diwajibkan untuk
senantiasa bergantung pada teknologi
dan ilmu pengetahuan.
Masyarakat modern memang sangat
diuntungkan dengan adanya teknologi
mutakhir dan ilmu pengetahuan. Namun
masyarkat modern bukan berarti dapat
melakukan apapun tanpa batasan untuk
menggunakan bantuan teknologi dan
ilmu pengetahuan. Keberadaan teknologi
memang dirasa sangat bermanfaat baik
itu bagi masyarakat pada umumnya
maupun bagi masyarakat modern pada
khususnya. Keberadaan teknologi juga
telah mengubah pola hidup masyarakat
menjadi sangat konsumtif, bukan hanya
terhadap teknologi itu sendiri namun
juga kepada hal-hal lain yang sifatnya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
pada umumnya dan individu pada
khususnya. Pada kenyataannya, hampir
setiap kebutuhuan masyarakat baik
masyarakat modern maupun masyarakat
tradisional selalu berhubungan dengan
HKI.
HKI merupakan hak atas suatu
karya cipta, baik seni, teknologi, atau
buah pikiran. Karya-karya yang dapat
diciptakan oleh seorang pencipta atau
beberapa pencipta, jenis-jenis ciptaan
yang dilindungi dan yang dimaksud
dengan pencipta merupakan
permasalahan yang perlu memperoleh
pengaturan tersendiri. Karya seseorang
harus dilindungi karena akan bermanfaat
bukan hanya bagi dirinya, tetapi
kemungkinan juga akan berguna bagi
seluruh umat manusia. Semakin
derasnya arus perdagangan bebas yang
menuntut makin tingginya kualitas
produk yang dihasilkan, terbukti
semakin memicu perkembangan
teknologi yang mendukung kebutuhan
tersebut. Seiring dengan hal ini,
pentingnya peranan HKI dalam
mendukung perkembangan teknologi
kiranya telah semakin disadari
keberadaannya.
Perlindungan atas HKI digunakan
untuk mendorong apresiasi dan
membangun sikap masyarakat untuk
menghargai hak seseorang atas ciptaan
yang dihasilkannya.Sikap apresiasi
memang lebih menyetuh dimensi moral,
sedangkan sikap menghargai lebih
bermuara pada aspek ekonomi. Kedua
aspek tersebut merupakan satu hal yang
saling berkaitan antara satu sama lain,
karena bila dimensi moral saja yang
ditekankan maka aspek ekonomi yang
juga merupakan unsur esensial tidak
akan terpenuhi, demikian juga
sebaliknya.
Perlindungan terhadap HKI
merupakan perlindungan terhadap hak
manfaat ekonomi pada ciptaan yang
ditemukan oleh pencipta karena secara
ekonomis, hak eksklusif yang
terkandung di dalam hak kekayaan
intelektual berfungsi untuk melegalkan
pemiliknya untuk memonopoli
penggunaannya atau untuk menikmati
hasil yang diberikan oleh kekayaan
intelektual tersebut. Hukum melindungi
dan mencegah orang lain untuk
mengambil manfaat dari ciptaan
pencipta secara tidak adil. Salah satu
alasan pemberian hak eksklusif yang
diberikan Negara kepada pemilik HKI
adalah sebagai penghargaan atas hasil
karya dan agar orang lain terpacu untuk
dapat lebih lanjut mengembangkannya
lagi. Jadi tujuan utama diaturnya HKI
dalam hukum adalah untuk memberikan
pengakuan dan perlindungan hukum
bagi si pemegang hak berupa hak
eksklusif atas kepemilikan hasil
ciptaannya dan mengatur penggunaan
hasil ciptaannya untuk jangka waktu
tertentu.1
Permasalahan baru dalam HKI
nampaknya semakin hari terus
1
Hendry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta, PT. RajaGrafindo, 2011, hlm 21
berkembang, misalnya dalam hal
pembajakan. Hal ini seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan,
artinya semakin tingginya ilmu
pengetahuan maka secara langsung
disadari atau tidak akan berdampak pada
permasalahan HKI itu sendiri.
Konsekuensi ini tentunya menutut agar
ketentuan hak cipta sebagai instrumen
yuridis dalam upaya memberikan
perlindungan hak cipta akan senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan
tersebut.
Banyaknya pembajakan di bidang
Hak Cipta menjadikan Indonesia sebagai
surga bagi para pembajak sehingga
pemegang HKI banyak yang dirugikan.
Keberadaan HKI dalam hubungan antar
manusia dan antar Negara merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI
juga merupakan sesuatu yang Given dan
Inheren dalam sebuah masyarakat
industri atau yang sedang mengarah
kesana. Keberadaannya senantiasa
mengikuti dinamika perkembangan itu
sendiri, begitu pula halnya dengan
mau tidak mau bersinggungan dan
terlibat langsung2.
Salah satu perkembangan yang
menonjol dan memperoleh perhatian
seksama dalam masa sepuluh tahun
terakhir dan kecenderungan yang masih
berlangsung di masa yang akan datang
adalah meluasnya globalisasi baik di
bidang sosial, ekonomi, budanya
maupun bidang- bidang kehidupan
lainnya. Dibidang perdagangan, terutama
karena perkembangan teknologi
informasi dan transportasi telah
menjadikan kegiatan di sektor ini
meningkat secara pesat dan bahkan telah
menempatkan dunia sebagai pasar
tunggal bersama. Memperhatikan
kenyataan dan kecenderunggan seperti
itu maka menjadi hal yang dapat
dipahami adanya tuntutan kebutuhan
bagi pengaturan dalam rangka
perlingungan hukum yang memadai,
apalagi beberapa Negara semakin
mengandalkan kegiatan ekonomi dan
perdagangannya pada produk-produk
yang hasilnya atas dasar kemampuan
intelektualitas manusia seperti karya
2
http://www.public.hki.go.id:HKI
cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra3.
Adanya suatu undang-undang
berarti adanya suatu pengaturan dan
perlindungan ini adalah hal yang
diharapkan bagi pelaku Undang-Undang
tersebut. Dilihat dari pasal demi pasal di
dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta jauh
lebih sempurna dibandingkan
Undang-Undang yang telah direvisi dan juga
adanya hukuman pidana kerugian
minimal adalah merupakan pasal yang
diharapkan dapat menjadikan momok
bagi para pembajak. Namun pada
kenyataannya pembajakan masih
berlangsung.
Perkembangan pembajakan saat ini
terjadi karena penegakan Hukum yang
dilakukan oleh aparat penegak Hukum
tidaklah dijalankan secara menyeluruh
dan tuntas, atau dengan kata lain
dijalankan dengan setengah hati
sehingga tidak ada satu kasus
3
Sentosa Sembriring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual,
pembajakan yang dapat dipakai sebagai
yurisprudensi4.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2014 masih belum maksimal
penerapannya, dalam masalah ini tidak
bisa hanya melihat pada
Undang-Undang tapi amanah Undang-Undang-Undang-Undang
itu. Yang harus dilakukan oleh para
penegak hukumlah yang belum
dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat
dilihat dari pembajakan yang masih ada
dan berlangsung dengan bebas. Hal ini
merupakan situasi yang sangat
kontradiktif apabila kita bandingkan
dengan harapan dan gebrakan awal
berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014. Jadi dengan kata lain
bahwa setelah pihak aparat tidak lagi
berkonsentrasi pada Undang-Undang
Hak Cipta dan penegakannya maka
pelanggaran berlangsung kembali
bahkan lebih berani5.
Pembajakan Video Compact Disc
yang selanjutnya disebut VCD sudah
berjalan sejak tahun 80-an dimana
4
Wihadi Wiyanto, Lampiran Makalah Penerapan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dalam Rangka Memerangi Pembajakan, Hlm 318
5
Ibid, hlm 319
pembajakan bisa dilakukan di rumah
dengan melakukan penggandaan dari
betamax ke betamax. Hal itu memang
mudah sekali, kemudian berkembang
kepada laser disk. Kalau dilihat dan
diamati dari tahun 80-an sampai
sekarang bisa ditarik suatu garis
besarnya pertama adalah masalah law
enforcement. Penegakan dan
Penanganan Hak Cipta tidak pernah
serius dan tuntas. Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2014 yang pidananya
lebih tinggi tersebut ternyata malahan
menurunkan harga VCD bajakan
khususnya VCD game, jadi
Undang-Undang tersebut justru menurunkan
harga VCD bajakan, bukan VCD
originalnya. Sebelum Undang-Undang
tersebut diundangkan harga VCD game
bajakan sekitar 10-15 ribu rupiah, tetapi
begitu diundangkan VCD malahan lebih
murah, sehingga pedagang bisa lebih
untung6.
Pada saat ini juga VCD game
bajakan sudah banyak beredar.
Masyarakat bisa mendapat VCD itu di
6
pedagang kaki lima dan di mall-mall.
Masyarakat bisa mendapatkan VCD
game bajakan dengan harga lebih
terjangkau. Penanggulangan tindak
pidana hak cipta pada bidang
pembajakan khususnya pembajakan
VCD game tidak bisa hanya kesadaran
masyarakat agar pembajakan tidak
marak terjadi. Dalam hal ini Hukum
Pidana dalam bekerjanya memiliki
kelemahan/keterbatasan,
kelemahan/keterbatasan kemampuan
Hukum Pidana dalam penanggulangan
kejahatan telah banyak diungkapkan
oleh para sarjana, antara lain Muladi
menyatakan bahwa penegakan Hukum
pidana dalam kerangka sistem peradilan
tidak dapat diharapkan sebagai
satu-satunya sarana penanggulangan
kejahatan yang efektif, mengingat
kemungkinan besar adanya
pelaku-pelaku tindak pidana yang berada di luar
kerangka proses peradilan pidana7.
Donald R Taft dan Ralph W England, seperti dikutip Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa efektifitas
7
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, hlm vii
Hukum pidana tidak dapat diukur secara
akurat, Hukum hanya merupakan salah
satu sarana kontrol sosial, kebiasaan
keyakinan agama, dukungan dan
pencelaan kelompok, penekanan dari
kelompok kelompok interest dan
pengaruh dari pendapat umumnya
merupakan sarana yang lebih efisien
dalam mengatur tingkah laku manusia
dari pada sanksi Hukum8.
Penegakan Hukum atas Hak Cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang Hak
Cipta dalam Hukum Perdata, namun ada
pula sisi hukum pidana yang sanksi
pidananya secara dikenakan kepada
aktivitas pemalsuan yang serius namun
kini semakin lazim pada perkara-perkara
lain. Sanksi pidana atas pelanggaran Hak
Cipta di Indonesia secara umum diancam
dengan hukuman penjara paling singkat
satu bulan dan paling lama tujuh tahun
yang dapat disertai maupun tidak disertai
denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima milyar
rupiah, sementara ciptaan atau barang
yang merupakan hasil tindak pidanan
8
hak cipta serta alat-alat yang digunakan
untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh Negara untuk
dimusnahkan.
Dengan adanya korelasi antara
pelanggaran hak cipta dengan ancaman
pidana diharapkan mampu untuk
mendorong upaya penanggulangan
tindak pidana dibidang HKI khususnya
Hak Cipta yang sedang marak-maraknya
terjadi di Indonesia. Berkaitan dengan
hal tersebut di dalam UU Hak Cipta
menegaskan :
“Barang siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau Hak terkait, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Dari ketentuan tersebut, maka
dengan pembuktian yang cukup
sederhana sebenarnya aparat penegak
hukum sudah dapat melakukan tindakan
terhadap praktek pembajakan, sehingga
kerugian Negara yang diakibatkan oleh
praktek pembajakan tersebut dapat
dikurangi. Apabila hal tersebut juga
dimaksudkan sebagai upaya untuk
memberantas tindak pidana pembajakan
nampaknya hal tersebut tidak akan
berjalan efektif, praktek pembajakan
yang merupakan pelanggaran terhadap
Undang-Undang Hak Cipta, sudah
sepatutnya jika sanksi pidana yang
dikenakannya didasarkan pula pada
Undang-Undang Hak Cipta9.
Setelah diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2014 tentang
Hak Cipta, para pencipta pada bidang
seni sastra dan ilmu pengetahuan
mendapat perlindungan hukum sehingga
tidak lagi mematikan kreatifitas para
pengarangnya. Secara normatif apabila
terjadi pembajakan maka sanksi yang
diberlakukan sangat berat yaitu sanksi
pidana penjara tujuh tahun dan/atau
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah),
terdapat dalam pasal 72 ayat 1, sedang
pada ayat (3) nya menyangkut program
computer dipidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/ atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
9
Namun, dalam kenyataannya sanksi
pidana yang sedemikian berat tersebut
tidak pula mampu memberikan rasa
takut bagi para pembajak. Hal ini dapat
dilihat dengan digelarnya kasus
pembajakan VCD di Pengadilan Negeri
Palu dengan Registrasi Perkara Pidana
Khusus Nomor: 34/Pid.Sus/2014/PN.PL.
Dalam perkara Aquo, Maria, seorang
pengusaha game anak tertangkap tangan
menjual CD game bajakan kepada
seorang oknum polisi yang menyamar
menjadi seorang pembeli. Setelah
melalui beberapa kali persidangan
ternyata sanksi pidana yang dijatuhkan
kepada Maria tidaklah seberat seperti
sanksi pidana yang tertera dalam
Undang-Undang Hak Cipta. Hal tersebut
tentunya tidaklah mampu memberikan
efek jera kepada pelakunya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, ada dua masalah
yang akan dibahas, yaitu :
1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran
hak cipta VCD bajakan dalam kasus
pidana khusus nomor :
34/Pid.Sus/2014/PN.PL ?
2. Bagaimanakah bentuk pertanggung
jawaban pidana dalam kasus pidana
khusus nomor :
34/Pid.Sus/2014/PN.PL ?
II. TINDAK PIDANA
PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PERKARA PIDANA
KHUSUS NOMOR :
34/PID.SUS/2014/PN.PL
A. Pelanggaran Hak Cipta Vcd Bajakan Dalam Kasus Pidana
Khusus Nomor :
34/Pid.Sus/2014/Pn.Pl
Pelanggaran Hak Cipta dalam
kasus pidana khusus Nomor : 34/
Pid.Sus/ 2014/Pn.Pl, dengan seorang
terdakwa bernama Maria Angeline Alias
Maria adalah sebagai berikut :
Bahwa ia terdakwa Maria Angeline
alias Maria pada hari Jumat tanggal
15 November 2013 sekitar jam 14.00
Wita atau setidak-tidaknya pada
waktu-waktu lain dalam bulan
November 2013 bertempat di jalan
Basuki rahmat nomor 55, Kelurahan
Tatura, Kecamatan Palu Selatan, Kota
Palu. tepatnya toko Dunia games atau
lain yang termasuk daerah hukum
Pengadilan Negeri Kota Palu, dengan
sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada
umum sesuatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak
terkait, yang dilakukan dengan
cara-cara antara lain sebagai berikut :
Bahwa pada waktu dan tempat
tersebut di atas, tanpa izin dari pihak
yang berwenang terdakwa telah
mengedarkan barang hasil pelanggran
hak cipta berupa kaset game play
station bajakan yang berisi permainan
perang, game bola, dan game
petualangan dengan cara menjual
kepada masyarakt umum/konsumen
di kota palu seharga Rp. 7000 (Tujuh
Ribu Rupiah) perkeping yang dipajan
di atas meja di Toko dunia games
milik terdakwa dengan jumlah kurang
lebih 900 keping.
Bahwa kaset game play station
bajakan yang dijual oleh terdakwa
tersebut sebelumnya dibeli atau
dipesan oleh terdakwa dari toko
DMD game yang beralamat di Harco
Glodok lantai 3 nomor 220 A Jalan
Hayam Wuruk Jakarta dengan harga
kurang lebih Rp. 2.600 sampai
dengan Rp. 3.000 perkeping,
selanjutnya terdakwa menjualnya di
kota palu dengan harga Rp. 7.000
perkeping sehinga terdakwa
memperoleh keuntungan kurang lebih
anatara Rp. 4.000 sampai dengan Rp.
4.400 perkeping yang dilakukan oleh
terdakwa sejak tahun 2010 dan dalam
sehari terdakwa menjual kaset game
play station sekitar 5 sampai dengan
10 keping.
Kemudian penulis memberikan
analisa yuridis dengan unsur-unsur
sebagai berikut :
Barang siapa
Bahwa yang dimaksud setiap
orang dalam perkara ini sesuai
dengan surat dakwaan yang diajukan
ke persidanan adalah Maria Angelina
alias Maria dengan identitas
lengkapnya sebagaimana tercantum
dalam surat dakwaan yang telah
dibacakan di persidangan dan ketika
ditanyakan oleh Ketua Majelis Hakim
tentang surat dakwaan tersebut
tersebut dan terdakwa maupun
penasehat hukumnya tidak
mengajukan eksepsi terhadap surat
dakwaan dan sesuai fakta persidangan
terukti bahwa terdakwa mmpu
mempertanggung jawabkan perbuatan
yang dilakukannya karena terdakwa
telah dewasa dengan umur 46 tahun
yang lahir pada tanggal 24 April 1968
dan terbukti di persidangan ia sehat
jasmani dan rohani dan selama
persidangan diperoleh fakta bahwa
kedudukan dan peran terdakwa sangat
berkaitan erat dengan perbuatan yang
didakwakan kepadanya. Oleh karena
itu posisi terdakwa Maria Angelina
alias Maria dalam perkara ini tidak
terjadi error in persona dan tidak ada
hal-hal yang dapat mengesampingkan
pertangung jawaban pidananya
tersebut. Dengan demikian unsur
barang siapa telah terpenuhi dan
terbukti secara sah menurut hukum.
Dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum sesuatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait.
Bahwa berdasarkan fakta
hukum yang terungkap dipersidangan
yang diperoleh dari keterangan
saksi-saksi dan keterangan terdakwa
dihubungkan dengan pengertian
sengaja menurut hukum, maka
sangatlah jelas bahwa perbuatan
terdakwa menjual kaset Play station
bajakan kepada masyarakat umum
atau konsumen adalah dilakukan
dengan sengaja mengingat perbuatan
terdakwa tersebut termasuk perbuatan
aktif (delik commisionis). Dengan
demikian unsur dengan sengaja telah
terpenuhi dan terbukti.
Selanjutnya unsur menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum adalah
merupakan alternative perbuatan
yang jika salah satu sudah terpenuhi
atau terbukti maka unsur ini telah
dinyatakan terbukti. Bahwa sesuai
fakta persidangan menunjukan bahwa
pada hari jumat tanggal 15 November
2013 sekitar jam 14.00Wita
bertempat di jalan Basuki Rahmat
nomor 55, Kelurahan Tatura Selatan,
Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu
terdakwa telah menjual sesuatu
barang hasil pelanggaran hak cipta
berupa kaset game play station
bajakan yng berisi permainan game
perang, game bola dan game
petualangan kepada masyarakat
umum/konsumen di Kota Palu
seharga Rp. 7.000 perkeping yang
dipajang di meja toko dunia games
milik terdakwa dengan jumlah kurang
lebih 900 keping, dengan demikian
menurut penulis unsur menjual
kepada umum telah terpenuhi dan
terbukti.
Selanjutnya apakah yang dijual
oleh terdakwa termasuk sesuatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait. Hal ini
dapat dibuktikan berdasarkan
keterangan ahli atas nama I Gede
Danang Wiarawan, SH yang
menerangkan bahwa yang
mempunyai hak cipta atau hak lisensi
terhadap play station adalah SONY
dan berdasarkan keterangan
saksi-saksi dan ahli serta barang bukti
menunjukan bahwa kaset game play
station yang dijual oleh terdakwa di
toko dunia games milik terdakwa
Maria ngeline alias Maria adalah
kaset game bajakan karena harga
belinya di Harco Glodok hanya Rp.
2.600 sampai dengan Rp. 3.000
perkeping dan kemudian dijual oleh
terdakwa kepada masyarakat umum
sebesar Rp. 7.000 padahal harga
kaset game Play Station yang asli
adalah sekitar Rp. 600.000 per
keping.
Selain itu kaset game play
station tersebut tidak memiliki tanda
hologram, pada pembungkus tidak
memiliki tanda lunas PPN dan pada
pembungkus tidak memilki tanda
tulisan original. Dengan demikian
kaset game play station yang dijual
oleh terdakwa tersebut termasuk
barang pelanggaran hak cipta karena
perusahaan Sony tidak pernah
memberikan izin kepada siapapun
untuk memperanyak kaset play
station dalam bentuk bajakan atau
palsu karena hal tersebut dilarang.
B. Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kasus Pidana Khusus Nomor : 34/ Pid.Sus/2014/Pn.Pl Pertanggung Jawaban Pidana Dalam
Pid.Sus/2014/Pn.Pl, Majelis Hakim
dalam amar putusannya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa Maria
Angelina alias Maria telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ dengan
sengaja menjual kepada umum suatu
barang hasil pelanggaran hak cipta “
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa
Maria Angelina alias Maria dengan
pidana penjara selama 5 (lima) bulan
dan denda sebesar Rp. 1.000.000
(Satu Juta Rupiah) dengan ketentuan,
apabila denda tersebut tidak bisa
dibayar, maka diganti dengan pidana
kurungan selama 2 (dua) bulan.
3. Menetapkan, bahwa pidana tersebut
tidak perlu dijalani oleh terdakwa,
kecuali terdakwa melakukan tindak
pidana sebelum masa percobaan
berakhir selama 10 (sepuluh) bulan.
4. Menetapkan barang bukti berupa :
900 (sembilan ratus) keping/cakram
optic kaset Play Station, dirampas
untuk dimusnahkan.
5. Membebani terdakwa agar membayar
biaya perkara sebesar Rp. 2.000 (Dua
ribu rupiah).
Penulis berpendapat bahwa
sanksi pidana yang dijatuhkan kepada
terdakwa Maria Angelina alias Maria
terlalu ringan. Sanksi pidana yang
dijatuhkan tidak sesuai dengan
fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh
selama persidangan. Pasal 113 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang hak cipta menyebutkan, bahwa
Setiap Orang yang dengan tanpa hak
dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Pasal 114 menyatakan bahwa
setiap Orang yang mengelola tempat
perdagangan dalam segala bentuknya
yang dengan sengaja dan mengetahui
membiarkan penjualan dan/atau
penggandaan barang hasil pelanggaran
Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di
tempat perdagangan yang dikelolanya
dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka penulis berpendapat bahwa
putusan dengan nomor :
34/PID.SUS/2014/PN.PL, belum
mencerminkan nilai-nilai keadilan baik
dari sisi filosofis maupun nilai keadilan
dari para pihak. Hal ini dibuktikan
dengan masih adanya pihak yang merasa
keberatan atas putusan tersebut. Dengan
adanya banding dari terdakwa.
Selain nilai keadilan, suatu
putusan juga harus mengakomodasi nilai
kemanfaatan. Maksudnya disini, putusan
itu harus mendatangkan manfaat,
misalnya dengan adanya putusan
tersebut bisa memperbaiki perilaku
terdakwa menjadi lebih baik,
menimbulkan efek jera sehingga pelaku
takut mengulangi lagi sehingga
mencegah menjadi residivis, dan
memberikan pelajaran bagi orang lain
sehinga tidak melakukan perbuatan
serupa yang telah dilakukan oleh para
terdakwa.
Dihubungkan dengan putusan
Nomor : 386/PID. B/2010/PN. PL, maka
penulis menilai bahwa putusan tersebut
belum mengakomodasi nilai
kemanfaatan secara keseluruhan. Karena
masih banyak orang yang melakukan
penjualan VCD Bajakan. Sehingga
putusan itu belum bisa menjadikan
pelajaran dan tidak menimbulkan rasa
takut bagi orang lain dalam melakukan
tindak pidana pelanggaran hak cipta
tersebut.
III. PENUTUP A. Kesimpulan
1. Pelanggaran Hak Cipta Dalam
Kasus Pidana Khusus Nomor :
34/Pid.Sus/2014/Pn.Pl adalah
terdakwa Maria Angelina alias
Maria telah terbukti secara sah dan
menurut hukum sengaja menjual
kepada umum sesuatu barang hasil
pelanggaran hak cipta dengan cara
pada hari jumat tanggal 15
November 2013 sekitar jam
14.00Wita bertempat di jalan Basuki
Rahmat nomor 55, Kelurahan Tatura
Selatan, Kecamatan Palu Selatan,
Kota Palu tepatnya di toko dunia
games, terdakwa telah menjual
sesuatu barang hasil pelanggaran
station bajakan yng berisi permainan
game perang, game bola dan game
petualangan kepada masyarakat
umum/konsumen di Kota Palu
seharga Rp. 7.000 perkeping yang
dipajang di meja toko dunia games
milik terdakwa dengan jumlah
kurang lebih 900 keping.
2. Pertanggung Jawaban Pidana Dalam
Kasus Pidana Khusus Nomor : 34/
Pid.Sus/2014/Pn.Pl, Majelis Hakim
dalam amar putusannya sebagai
berikut : a) Menyatakan terdakwa
Maria Angelina alias Maria telah
terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “
dengan sengaja menjual kepada
umum suatu barang hasil
pelanggaran hak cipta “. b)
Menjatuhkan pidana kepada
terdakwa Maria Angelina alias
Maria dengan pidana penjara selama
5 (lima) bulan dn denda sebesar Rp.
1.000.000 (Satu Juta Rupiah)
dengan ketentuan, apabila denda
tersebut tidak isa dibayar, mka
diganti dengan pidana kurungan
selama 2 (dua) bulan. c)
Menetapkan, bahwa pidana tersebut
tidak perlu dijalani oleh terdakwa,
kecuali terdakwa melakukan tindak
pidana sebelum masa percobaan
berakhir selama 10 (sepuluh) bulan.
d) Menetapkan barang bukti berupa
: 900 (semilan ratus) keping/cakram
optic kaset Play Station, dirampas
untuk dimusnahkan. e) Membebani
terdakwa agar membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000 (Dua ribu
rupiah).
B. Saran
1. Hendaknya masyarakat lebih
memiliki kesadaran dalam
menghargai hak kekayaan
intelektual khususnya hak cipta dan
menghindari memperoleh
keuntungan dagang dengan cara
mudah, sehingga pelanggaran
seperti pembajakan kaset terhadap
hak cipta ini tidak terjadi lagi.
2. Seharusnya para Hakim-Hakim
sebagai aparat penegak hukum yang
menangani perkara-perkara Hak
Kekayaan Intelektual, mempunyai
keberanian untuk melakukan
pembaruan hukum melalui
putusan-putusannya. Guna mencegah atau
pelanggaran hak cipta, pemerintah
melalui aparat keamanan dan/atau
penegak hukum harus bersama-sama
dengan penuh ketegasan
menjalankan ketentuan yang telah
ditetapkan dengan menggunakan
perangkat hukum yang telah ada,
menindak tegas pelaku-pelaku
dengan hukuman yang berat,
sehingga mereka tidak akan
melakukannya lagi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Pengakan Dan Pembangunan
Hukum Pidana, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 1998.
Hendry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2011.
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995.
Prosiding Simposium Nasional Haki, 18 Desember 2003.
Sentosa Sembriring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual, Bandung, Penerbit Yrama Widya 2002.
Wihadi Wiyanto, Lampiran Makalah Penerapan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dalam Rangka Memerangi Pembajakan
B. Situs Internet