• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEKNIK DAN GAYA PERMAINAN GITAR KLASIK PADA LAGU SIPATOKAAN DAN BUBUY BULAN ARANSEMEN IWAN TANZIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS TEKNIK DAN GAYA PERMAINAN GITAR KLASIK PADA LAGU SIPATOKAAN DAN BUBUY BULAN ARANSEMEN IWAN TANZIL"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ii

ANALISIS TEKNIK DAN GAYA PERMAINAN GITAR

KLASIK PADA LAGU

SIPATOKAAN

DAN

BUBUY BULAN

ARANSEMEN IWAN TANZIL

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

KRISRENDI MASDEO SIREGAR

NIM: 090707012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

(2)

iii

ANALISIS TEKNIK DAN GAYA PERMAINAN GITAR

KLASIK PADA LAGU

SIPATOKAAN

DAN

BUBUY BULAN

ARANSEMEN IWAN TANZIL

(3)

iv

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan,29 April 2014

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

(4)

v

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang

Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

(5)

i

KATA PENGANTAR

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku” (Filipi 4:13). Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yesus karena atas kekuatan yang diberikan-Nya lah maka skripsi ini bisa terwujud.

Skripsi yang berjudul Analisis Teknik dan Gaya Permainan pada Lagu

Sipatokaan dan Bubuy Bulan Aransemen Iwan Tanzil ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya serta sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan berpikir dalam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan. Hal ini dikarenakan penulis masih dalam tahap pembelajaran dan peningkatan pengetahuan serta keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak

baik dari proses awal penulisan sampai penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis, yaitu Fitriyani Magdalena Sembiring dan Zul Arfan

Siregar (makasih ma, yah, atas dukungan doa, dana, dan nasehat-nasehat yang selama ini kalian berikan) dan juga adik penulis, Christy, yang menjadi

(6)

ii

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.Si.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D selaku Ketua Departemen

Etnomusikologi sekaligus Dosen Pembimbing II penulis yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan dan

pengerjaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si selaku Dosen Pembimbing I penulis

yang telah begitu banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk mengarahkan

pembahasan skripsi ini ke arah yang lebih baik.

5. Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A yang telah bersedia melakukan “diskusi

dadakan” sebagai cikal bakal lahirnya judul skripsi ini.

6. Bapak Prof. Mauly, M.A., Ph.D atas pertanyaan-pertanyaan sederhananya

yang merubah cara berpikir penulis tentang skripsi ini ke arah yang lebih

baik.

7. Bapak Drs. Muhammad Fadlin, M.A, ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd,

dan ibu Arifni Netrirosa, SST yang telah memberikan saran dan kritik

sebagai dosen penguji pada saat seminar proposal.

8. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah

berjasa dalam memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan kepada penulis selama penulis menimba ilmu pengetahuan di USU.

9. Mas Iwan Tanzil, selaku informan penulis yang telah berbaik hati

(7)

iii

10. Bang Wonter dan Bang Michael yang telah membantu penulis saat awal pengerjaan skripsi ini sehingga penulis mendapatkan informan yang tepat.

11. Bang Ogan dan Bang Susan, guru-guru gitar yang mengajarkan dasar bermain gitar klasik kepada penulis. Sebagian besar dari tulisan pada skripsi ini merupakan pengetahuan penulis yang didapatkan dari ajaran mereka.

12. Sridewi Sartika Bakara, teman terdekat penulis yang tidak pernah merasa lelah memberikan semangat dan mengingatkan penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini (sksdsb).

13. Anak-anak Etno ’09, teman-teman satu perjuangan penulis saat menimba ilmu di USU yang saling mendukung dalam pengerjaan skripsi ini (trutama

leng mania yg sukak ngmpl di DT, “ada bagong klen?” dan bwt yg blum siap skripsinya, cepatkan itu weeee....).

14. Monang, Itok, Riki, dan Dapit, teman-teman penulis semasa remaja (skses bwt kita ya genk....).

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, 29 April 2014

Penulis

(8)

iv

BAB II BIOGRAFI RINGKAS IWAN TANZIL DAN GAMBARAN UMUM LAGU-LAGU DAERAH DI INDONESIA ... 22

2.1 Pengenalan ... 22

2.2 Biografi Ringkas ... 23

2.3 Letak Biografis Indonesia dan Hubungannya dengan Kebudayaan ... 23

2.4 Lagu Daerah di Indonesia ... 33

(9)

v

2.4.2 Lagu Bubuy Bulan ... 42

BAB III PENGENALAN INSTRUMEN GITAR KLASIK DAN SISTEM NOTASINYA ... 45

BAB IV ANALISIS TEKNIK DAN GAYA PERMAINAN PADA LAGU SIPATOKAAN DAN BUBUY BULAN ... 68

4.1 Partitur Lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan ... 68

4.2 Analisis Teknik Permainan ... 75

4.2.1 Analisis Teknik Permainan pada Lagu Sipatokaan 75

4.2.1.1 Apagados ... 75

4.2.1.2 Ceja ... 78

4.2.1.3 Strumming ... 83

4.2.2 Analisis Teknik Permainan pada Lagu Bubuy Bulan 85

(10)

vi

4.3.3.1 Analisis Ritem pada Lagu Sipatokaan .... 114

4.3.3.2 Analisis Ritem pada Lagu Bubuy Bulan ... 116

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 125

DAFTAR INFORMAN ... 126

LAMPIRAN ... 127

(11)

vii

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 1.1 Analisis Teknik dan Gaya Permainan Lagu Sipatokaan dan

Bubuy Bulan Aransemen Iwan Tanzil ... 17

Tabel 2.1 Proporsi Jumlah Suku di Indonesia ... 25

Tabel 2.2 Lagu Daerah di Tiap Provinsi Indonesia ... 36

Tabel 3.1 Key Signature dan Nada Dasarnya ... 55

Tabel 3.2 Nama, Nilai, Bentuk Not dan Tanda Istirahat ... 57

(12)

viii

(13)

ix

ABSTRAKSI

Gitar klasik merupakan salah satu jenis gitar yang proses evolusinya berasal dari Spanyol sehinggga jenis gitar ini sering juga disebut spanish guitar. Gitar jenis ini dapat dimainkan dalam bentuk permainan solo tanpa didukung oleh pengiring instrumen lainnya. Adapun bentuk penyajian dari jenis gitar ini telah memiliki perkembangan yang dilihat dari perbendaharaan lagu yang dimainkan mulai dari jenis lagu yang diciptakan dari zaman klasik hingga zaman modern, bahkan dalam konsep musik daerah. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis akan membahas bagaimana lagu daerah dimainkan dalam gitar klasik yang notabenenya memainkan lagu klasik..

Penulis telah menentukan lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan karya Iwan

Tanzil sebagai objek penelitian dalam skripsi ini. Dalam konsep gitar tunggal, penulis tertarik untuk menganalisis teknik permainan yang disajikan oleh Iwan

Tanzil sebagai arranger. Juga akan dilakukan analisis terhadap gaya permainan

pada lagu-lagu tersebut setelah diaransemen.

Adapun tulisan ini dimanfaatkan untuk menambah informasi tentang gitar klasik. Selain aturan-aturan dasar dalam instrumen ini, teknik-teknik dan gaya permainan dalam dua lagu yang menjadi objek penelitian di atas akan dijelaskan dalam tulisan ini. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk membahasnya dalam bentuk kajian ilmiah.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji objek penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang akan melihat objek penelitian secara subjektif dalam mengumpulkan informasi-informasi yang didukung dengan observasi dan wawancara. Untuk itu dalam membantu metode tersebut penulis menggunakan disiplin lapangan dan disiplin laboratorium dalam proses pembahasannya.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa, sehingga

mengandung irama, lagu, dan keharmonisan--terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian (KBBI, 2011). Berbicara

tentang musik, tidaklah lengkap jika belum membicarakannya dalam konteks kebudayaan. Alasannya adalah karena musik merupakan bagian dari budaya dan mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan di mana musik itu tumbuh, hidup,

dan berkembang. Hal ini dikarenakan musik mampu mengekspresikan hal-hal yang terjadi dalam sistem sosial.

Dalam menghasilkan musik, diperlukan instrumen yang dengan cara tertentu bisa diatur untuk memproduksi suatu suara oleh musisinya. Salah satu instrumen musik adalah gitar. Gitar merupakan instrumen musik yang populer dan

umum dijumpai di dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang di dunia yang bisa memainkan gitar dibandingkan dengan instrumen musik lainnya. Mudah

untuk dipelajari dan harga yang terjangkau, membuat gitar menjadi instrumen musik favorit untuk memulai dalam mempelajari musik. Instrumen ini biasa digunakan sebagai pengiring karena kemampuannya memainkan lebih dari satu

nada secara bersamaan (harmonis). Alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi lute1 berleher panjang ini, relatif ringan, sehingga mudah dibawa ke

1

(15)

2

mana-mana. Banyak masyarakat di seluruh penjuru dunia yang menggunakan gitar untuk sekedar menghibur diri sendiri ataupun pengiring dalam bernyanyi

ketika berkumpul bersama orang-orang lain.

Gitar merupakan alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik

menggunakan jari maupun plektrum.2 Secara umum dilihat dari sumber penghasil

bunyi, gitar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu gitar akustik dan gitar elektrik. Gitar akustik adalah jenis gitar yang menghasilkan bunyi dari hasil getaran senar

dengan lubang resonatornya3 sedangkan gitar elektrik menghasilkan bunyi dari

hasil penguatan elektrik. Gitar akustik ini kemudian dapat disubkategorikan ke

dalam beberapa jenis yaitu gitar klasik yang menggunakan senar nilon, gitar folk

yang menggunakan senar baja, gitar flamenco, dan lain-lain.

Gitar klasik biasa disebut juga dengan spanish guitar atau gitar Spanyol. Ini

dikarenakan proses perubahan evolusi alat musik ini lebih intens terjadi di Spanyol. Abad ke-11 banyak bermunculan jenis alat musik mirip gitar di Eropa.

Gittern adalah yang pertama berkembang di benua ini. Dikembangkan dari desain instrumen petik Asia, gittern sudah mendekati bentuk gitar modern. Hanya saja

senarnya masih terbuat dari catgut4 dan jumlah course5 yang bervariasi antara 3-4

course. Setelah gittern, banyak proses pengembangan pada instrumen ini yang

melahirkan alat-alat petik baru. Contohnya adalah quitarra, guiterre, guitare, lute,

Lubang resonator adalah lubang di tengah badan gitar yang berfungsi memperbesar suara yang dihasilkan oleh getaran senar.

4

Kendati secara harfiah berarti usus kucing, namun sebenarnya catgut merujuk kepada istilah yang digunakan untuk usus domba.

5

(16)

3

dan lainnya. Banyaknya jenis pengembangan gittern tidak membuat alat musik ini

sepenuhnya lenyap. Berganti nama menjadi vihuela, gittern masih populer di

kalangan masyarakat Spanyol. Sementara itu lute terus berkembang di benua

Eropa. Karena desain kedua instrumen ini yang semakin estetis dan fungsional,

diciptakanlah instrumen-instrumen serupa yang memiliki course yang lebih

banyak dan lebih baik kualitas suaranya.

Pada akhir abad ke-16, vihuela digantikan oleh gitar barok. Pada masa

inilah banyak gitaris dan komposer bermunculan. Namun desain gitar yang dipakai tiap gitaris tidaklah sama. Tiap gitaris bisa saja memakai desain gitar yang berbeda dari gitaris yang lainnya. Hal inilah yang membuat Antonio Torres Jurado

(1817-1892), seorang luthier6 Spanyol, menciptakan standar anatomi gitar

(dimensi, rangka, panjang, dan sebagainya) yang masih diterapkan pada dasar

pembuatan gitar klasik hingga sekarang (kecuali jenis senar yang dipakai).7

Walaupun para luthier pada masa sekarang mempunyai kekhasan masing-masing,

ada patokan tertentu dalam gitar modern yang masih berpegang pada desain

Torres. Inovasi-inovasi oleh para pembuat gitar yang menghasilkan jenis gitar bersenar logam, termasuk penemuan teknologi listrik yang berdampak pada

ditemukannya gitar elektrik, memunculkan istilah gitar klasik. Istilah “gitar klasik” membedakan gitar standar buatan Torres dengan gitar lainnya.

6

Dahulunya luthier adalah istilah untuk pembuat gitar klasik. Namun sekarang tidak hanya gitar klasik, tapi juga jenis gitar lainnya. Bahkan juga dipakai untuk pembuat instrumen musik yang berdawai dan mempunyai fret.

7

(17)

4

Pada awalnya, gitar klasik memainkan repertoar yang dibuat khusus untuk instrumen ini oleh komposer gitar klasik seperti Fransesco Tarrega, Aguado,

Carcassi, Carulli, Coste, dan banyak komposer lainnya, dan juga komposisi musik klasik yang ditranskripsi ke gitar tunggal. Andres Segovia (1893-1987), yang merupakan bapak gitar klasik dunia, banyak memainkan karya-karya dari sang

guru, Fransesco Tarrega. Recuerdos de Alhambra, Capricho Arabe, dan Lagrima

adalah sedikit dari komposisi-komposisi yang dimainkannya untuk menghormati

Tarrega. Karya Tarrega banyak yang masih dimainkan oleh gitaris klasik hingga sekarang, selain dari musik-musik literatur Eropa yang “disulap” menjadi komposisi bagi gitar tunggal. Pentranskripsian musik klasik ke gitar tunggal ini

pertama kali dilakukan oleh Fransesco Tarrega (1852-1909). Granados, Albeniz, Chopin, Bach, adalah para komposer yang karyanya digubah oleh gitaris dan

komposer kelahiran Spanyol ini.

Mengikuti jejak sang guru, Segovia pun melakukan hal yang sama dengan

karyanya yang paling terkenal, Chaconne in D Minor karya J.S. Bach untuk solo

biola. Komposisi mereka inilah yang masih dimainkan oleh para gitaris klasik hingga sekarang.

Saat musik literatur Eropa sepertinya mendominasi komposisi lagu yang dimainkan untuk gitar klasik, beberapa dekade belakangan di Amerika lahir istilah

finger-picking style, yang sekarang lebih dikenal sebagai fingerstyle. Fingerstyle

bisa dikatakan teknik memetik gitar yang menggunakan jari, bukan plektrum yang

(18)

5

gitaris musik rakyat Amerika (country) memainkan arpegio8 dengan memetik

satu-persatu senar dengan jari saat menjadi pengiring. Dengan makin

berkembangnya teknik dan perbendaharaan lagu, para gitaris fingerstyle mulai

bermain solo di tiap penampilannya. Mereka memainkan bass, pengiring (akor), dan melodi pada saat yang bersamaan dengan satu gitar. Selain senar yang

digunakan, komposisi lagu yang berupa lagu-lagu rakyat atau lagu-lagu populer

pada masa itu adalah salah satu pembeda gitaris fingerstyle dari gitaris klasik yang

hanya memainkan musik literatur Eropa.

Lagi-lagi perkembangan teknologi mempengaruhi gitar klasik. Kalau sebelumnya dengan penemuan listrik mendorong terciptanya gitar elektrik,

kemudahan dalam berkomunikasi lewat internet mempengaruhi perbendaharaan lagu pada gitar klasik. Pertukaran informasi melalui media ini menyebabkan batas

antara gitar klasik dan fingerstyle menjadi kabur. Banyak gitaris klasik yang

menyerap teknik-teknik dalam permainan fingerstyle yang sebelumya tidak ada

dalam teknik lagu-lagu yang dimankan di literatur Eropa seperti teknik efek

perkusi yang membuat lagu menjadi lebih ritmis. Begitu juga dengan gitaris

fingerstyle. Mereka mengadaptasi variasi arpeggio dan detail harmoni dari

komposisi-komposisi gitar klasik yang lebih kompleks. Dalam hal penyajian musik, gitaris klasik banyak yang menyertakan musik rakyat atau lagu-lagu populer ke dalam perbendaharaan lagunya. Fenomena ini menyebabkan

inovasi-inovasi dalam bermain gitar klasik seperti mengaransemen ataupun juga mentranskripsi lagu-lagu yang bukan merupakan musik literatur Eropa. Repetitif

8

(19)

6

dan terkesan “itu-itu saja” (monoton) juga faktor yang mempengaruhi gitaris

klasik mulai memainkan lagu-lagu non klasik. Bayangkan lagu Asturias karya

Isaac Albeniz yang selama hampir seabad tidak mengalami perubahan yang berarti dan telah dimainkan di ribuan panggung dengan gitaris yang berbeda-beda, serta banyak pengulangan dan durasi memainkannya yang cukup lama. Lambat

laun semakin banyak perbendaharaan lagu gitar klasik yang berasal dari lagu yang populer di tengah masyarakat di tiap belahan dunia dan tidak sedikit yang

melakukan eksperimen dengan lagu daerah. Menjamurnya lagu-lagu non klasik untuk dimainkan di gitar klasik membuat banyak gitaris mengtranskripsikan atau bahkan mengaransemen lagu daerahnya sendiri untuk dimainkan secara solo.

Di Indonesia, banyak gitaris klasik ternama yang memainkan komposisi lagu non klasik karya aransemen mereka sendiri. Sebut saja Iwan Tanzil, Benny

M Tanto, Jubing Kristianto, Sie Tjen Lie, dan masih banyak lagi. Dalam skripsi ini, yang menjadi fokus kajian penulis adalah Iwan Tanzil. Beliau adalah seorang gitaris dan komponis untuk instrumen gitar, warga negara Indonesia yang bertaraf

internasional. Ia banyak menimba ilmu dari para gitaris tingkat nasional dan dunia seperti Johny Legoh, Rainer Wildt, Mariangeles Sanchez Benimeli (murid Andres

Segovia dan Emilio Pujol). Masih banyak lagi pengalaman internasional Iwan Tanzil ini di bidang musik gitar ini. Secara lebih rinci dideskripsikan biografi kesenimanannya di Bab II skripsi ini.

Walaupun ia memiliki pengalaman dan reputasi secara internasional sebagai gitaris dan komponis untuk instrumen gitar, ia tidak melupakan akar budaya

(20)

7

tersebut, ia mencoba mengenalkan lagu-lagu daerah Indonesia ke peringkat internasional. Dua karya beliau yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini

adalah lagu Sipatokaan dari Sulawesi Utara dan Bubuy Bulan dari kebudayaan

Sunda di Jawa Barat Indonesia.

Secara etnomusikologis, karya beliau ini menarik untuk dikaji. Seperti

diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam kebudayaan. Dalam hal ini sebagai seorang gitaris dan komponis untuk instrumen gitar yang

berpengalaman secara internasional beliau tidak melupakan akar kebudayaan Indonesia. Sisi lain yang menarik adalah bagaimana beliau mengaransemen lagu-lagu daerah Indonesia (dengan fokus kajian penulis pada dua lagu-lagu tersebut)?

Teknik-teknik permainan seperti apa yang diterapkan dalam komposisinya? Semua ini menjadi bagian dari studi estetika dalam etnomusikologi.

Etnomusikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang merupakan fusi dari musikologi dan antropologi (etnologi). Secara eksplisit apa itu etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan manusia, didefinisikan oleh Merriam,

sebagai berikut.

(21)

8

culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies have been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).9

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih

pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam memfusikan kedua disiplin ini, akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan munculnya masalah besar dalam rangka menggabungkan kedua disiplin itu. Oleh

karena itu setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem

tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian

yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran

9

(22)

9

yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Dalam kerja yang seperti ini, penekanan

etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan

manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu

terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini dengan tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori,

metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang

bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk

dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya, namun

terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Secara khusus, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah

dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)

(23)

10

mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam

buku yang bertajuk Etnomusikologi10 (1995). Dalam buku ini, Alan P. Merriam

mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.

Berdasarkan kepada keberadaan etnomusikologi yang merupakan fusi dari dua bidang telaah, yaitu musikologi dan antropologi, maka sangatlah relevan

digunakan untuk mengkaji dua lagu tradisi (daerah) di Indonesia yang diaransemen (secara musikologis) oleh Iwan Tanzil. Jadi musikologi penulis gunakan untuk mengkaji bagaimana teknik dan gaya permainan gitar klasik pada

kedua lagu aransemen ini. Sementara di sisi lain, aspek kebudayaan (antropologis) digunakan dalam melihat kedudukan lagu aransemen ini dalam konteks

masyarakat seni pendukung peradaban gitar klasik dunia, serta nilai-nilai tradisi yang bagaimana yang terdapat dalam lagu ini, khususnya nilai tradisi Sulawesi Utara dan Sunda.

10

(24)

11

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuliskannya ke dalam bentuk tulisan ilmiah berupa skripsi, dengan judul:

“Analisis Teknik dan Gaya Permainan Gitar Klasik pada Lagu Sipatokaan

dan Bubuy Bulan Aransemen Iwan Tanzil”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang tertera di atas, pokok

permasalahan mengenai tulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Teknik permainan apa sajakah yang digunakan dalam lagu Sipatokaan

dan Bubuy Bulan aransemen Iwan Tanzil tersebut?

2. Bagaimana gaya permainan lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan

aransemen Iwan Tanzil tersebut?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Secara umun penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan objek yang diteliti yang bertujuan untuk menemukan sebuah kesimpulan dari

sebuah masalah. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui teknik permainan yang digunakan dalam

aransemen lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan aransemen Iwan Tanzil.

2. Untuk mengetahui gaya lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan yang telah

(25)

12

1.3.2 Manfaat

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk penulis pribadi maupun masyarakat

luas pada saat membaca penulisan karya ilmiah ini. Adapun manfaat tersebut antara lain:

1. Sebagai perbendaharaan dan dokumentasi bagi para gitaris klasik.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dikemudian hari.

3. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada gitaris klasik agar

memperluas perbendaharaan lagunya.

4. Sebagai bahan motivasi bagi pembaca tulisan ini, secara khusus gitaris

klasik, agar dapat melestarikan lagu daerahnya masing-masing.

5. Sebagai syarat akhir penyelesaian studi penulis di Departemen

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari

peristiwa kongkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005 hal

588).

Dalam penulisan konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci dalam judul tulisan yaitu: Analisis Teknik dan Gaya Permainan pada Lagu

(26)

13

Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian itu untuk memperoleh

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Kamus Besar Bahasa

Indonesia , Balai Pustaka 2005 hal 43). Analisis yang dimaksudkan penulis pada tulisan ini adalah penguraian teknik dan gaya permainan lagu daerah yang telah

ditetapkan sebagai objek penelitian dari sisi teknik dan gaya permainannya. Teknik adalah cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan

permainan adalah suatu pertunjukan dan tontonan (Kamus Bahasa Indonesia 2008). Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa teknik permainan merupakan gambaran mengenai pola atau cara yang dipakai dalam suatu

pertunjukan. Yang dimaksud dengan teknik permainan dalam tulisan ini adalah teknik permainan gitar klasik, yaitu cara memproduksi nada yang biasa dipakai

oleh pemain gitar klasik.

Gaya permainan yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah bagaimana komposisi lagu disusun oleh unsur-unsur musik baik dalam dimensi

ruang dan waktu. Antara dimensi ruang yang akan dikaji adalah tangga nada, progresi akord (harmoni), bentuk lagu setelah diaransemen, dan aspek-aspek

sejenis setelah lagu tersebut diaransemen. Untuk dimensi waktu akan dikaji tempo, tanda birama, durasi nada, dan lain-lainnya.

Lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan disini merupakan jenis lagu yang

dikategorikan ke dalam lagu daerah. Lagu daerah adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh

(27)

14

tidak diketahui (noname/NN). Lagu daerah biasanya memiliki lirik sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing. Biasa dinyanyikan atau dimainkan pada

tradisi-tradisi tertentu pada masing-masing daerah seperti menidurkan anak, permainan anak-anak, hiburan rakyat, pesta rakyat, dan sebagainya. Ciri lainnya adalah mempunyai irama khusus yang merujuk bagi daerah asal lagu tersebut dan

disebarkan oleh media televisi dan radio.

Aransemen adalah upaya kreatif menata dan memperkaya sebuah lagu atau

komposisi, ke dalam format dan gaya yang baru. Mediumnya bisa apa saja, mulai dari instrumen tunggal hingga orkestra. Mengaransemen lagu lebih mudah daripada membuat komposisi karena tinggal mengutak-atik bahan yang sudah ada.

Perbendaharaan lagu yang bisa diaransemen pun banyak, mulai dari klasik, lagu-lagu pop, atau lagu-lagu daerah. Untuk memperkaya aransemen, kita bisa melakukan

“bongkar-pasang” pada elemen-elemen dasar musik. Pola ritmik, melodi, timbre, dan dinamika dengan racikan yang baru dapat membuat aransemen akan lebih menarik. Tapi tentu saja tidak terlalu banyak mengubah esensi musik asli yang

akan dibawakan karena akan mengubah nilai dari arti aransemen yang sebenarnya, yaitu memperkaya dan menata, bukan mengubahnya secara keseluruhan.

1.4.2 Teori

Teori merupakan bagian terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori

hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada pengetahuan (Koentjaraningrat,1973:10). Teori sangat dibutuhkan dalam

(28)

15

dan membatasi masalah yang ingin diteliti. Sebagai landasan berpikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan

teori-teori yang relevan.

Untuk menganalisis teknik permainan gitar klasik yang digunakan dalam dua lagu aransmen Iwan Tanzil seperti diurai di atas, maka penulis menggunakan

teori teknik permainan gitar klasik dalam budaya Barat. Salah satu buku yang

memuat teori ini adalah pada Classic Guitar Course (T. Koizumi, 1974).

Pendekatan etnosains orang-orang Eropa dalam bermain gitar diantaranya adalah:

scordatura, mano izquerda sola,glissando, dan lain-lain.

Dalam menganalisis aspek gaya musik pada lagu Sipatokaan dan Bubuy

Bulan yang telah diaransemen Iwan tanzil, penulis melakukan identifikasi terhadap hal-hal mendasar pada musik menurut Felix Salzer dalam bukunya yang

berjudul Structural Hearing Tonal Coherence In Music (1962:35).

The Rudiments of Music, a) Notation; scales; church modes; overtones series. b) Major, minor, diminished, and augmented intervals; triads and seventh chords; non harmonic tones (neighbour and passing tones, appogiaturas, suspensions, anticipations); roman numerals and figured bass numerals. c) Chord grammar (ability to write and identify any chord). Listening Approach: a) Aural recognition of the material listed above. b) Meter (duple, triple, and compound); rhythmic design of melodies. c) Melodic dictation of folk tunes and themes from instrumental music; two-part dictation of as preparation for two-part counterpoint.

Teori ini memberikan gambaran bagaimana mengidentifikasi melalui pengalaman mendengar musik, menentukan melodi, akor, dan ritem lagu, juga

(29)

16

Dalam kaitannya menganalisis gaya dua lagu daerah Indonesia yang telah diaransemen oleh Iwan Tanzil, maka penulis akan menganalisis: (1) dimensi

ruang yaitu melodi dan akor/harmoni; (2) dimensi waktu yaitu ritem.

Untuk mengkaji dua aspek komposisi dua lagu aransemen Iwan Tanzil di atas, sesuai dengan teori dasar musikal yang ditawarkan oleh Salzer, maka penulis

menggunakan notasi balok yang ditulis sendiri oleh Iwan Tanzil. Kedua notasi

lagu ini dikirimkannya secara langsung melalui email.

Adapun notasi dalam etnomusikologi, menurut Charles Seeger (1971:24-34) dibedakan dalam dua jenis notasi menurut tujuannya. Pertama adalah notasi preskriptif, yaitu notasi untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan

sebuah komposisi musik). Notasi ini berfungsi tidak lebih dari membantu penyaji untuk mengingat aspek musikal pada saat melakukan pertunjukan. Kedua adalah

notasi deskriptif, yaitu notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara rinci dari suatu komposisi musik.

Berdasarkan pemahaman yang dikemukakan Seeger tersebut, maka notasi

yang dihasilkan oleh Iwan Tanzil dalam mengkomposisikan aransemennya dapat dikategorikan sebagai notasi deskriptif. Notasi aransemen ini, bisa dikatakan

(30)

17

Bagan 1.1

Analisis Teknik dan Gaya Permainan Lagu Sipatokaan dan Bubuy Bulan

Aransemen Iwan Tanzil

Iwan Tanzil

Gitaris dan

Arranger

Internasional

Warga Negara Indonesia

Gitaris

Klasik

Arranger

Indonesia

Lagu-Lagu Daerah

Sipatokaan

&

Bubuy Bulan

Analisis Teknik

Teori Etnosains

Barat

Analisis Gaya

Teori Gaya Musik

Nettl

(31)

18

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian terhadap bahan tulisan ini penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3), metode kualitatif dijadikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam rangka kerja penelitian ini, penulis juga berpedoman pada disiplin

etnomusikologi. Seperti yang dikemukakan Curt Sachs dalam Nettl (1964:62) yaitu penelitian etnomusikologi dibagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja

lapangan (field work) dan kerja laboraturium (desk work). Kerja lapangan meliputi

studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan perekaman lagu. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pembahasan dan penganalisisan data yang telah diperoleh

selama penelitian.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan bisa diartikan sebagai segala usaha yang dilakukan oleh

peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah

yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan

sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik.

Beberapa bahan tertulis yang dijadikan sumber untuk menghimpun

(32)

19

1. Buku Gitarpedia oleh Jubing Kristianto (2007). Buku ini dijadikan

sebagai sumber informasi tentang gitar klasik mulai dari sejarah,

organologi, perbendaharaan lagu, dan unsur yang mendukungnya.

2. Buku Theory and Method in Ethnomusicology oleh Bruno Nettl.

Tulisan ini membahas tentang apa itu etnomusikologi baik itu tentang

kajiannya, metode, teori, pemahaman, maupun pembahasan tentang etnomusikologi.

3. Buku Guitar Course Fundamental, 1, 2, dan 3 oleh T. Koizumi. Buku

ini berisi tentang dasa-dasar bermain gitar klasik dan teori-teori teknik permainan dalam gitar klasik.

4. Pengetahuan Dasar Musik, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(1982). Buku ini dijadikan pedoman dalam mendeskripsikan

unsur-unsur pendukung dalam musik yang berkaitan dengan judul penulis.

1.5.2 Observasi

Sebelum melakukan penelitian, penulis mencari informasi tentang pemain gitar yang banyak mempunyai karya aransemen dalam bentuk gitar tunggal yang

berbahan dasar lagu daerah, dengan tujuan menjadikannya informan kunci. Agar dapat melakukan kerja laboraturium dengan mudah, penulis mencari gitaris klasik yang sudah mentranskripsi hasil aransemennya. Informasi mengenai Iwan Tanzil

ini penulis peroleh dari beberapa informan pangkal, yaitu para gitaris-gitaris, guru, dan pengajar gitar klasik di Medan untuk dapat lebih menjelaskan secara

(33)

20

Mereka umumnya memang mengakui dan menyarankan untuk mengkaji lagu-lagu aransemen Iwan Tanzil yang pengalaman dan kekaryaannya bertaraf

internasional, dan telah diketahui secara baik oleh para informan pangkal ini.

1.5.3 Wawancara

Berhubung saat melakukan penelitian informan sedang berdomisili di Jerman, wawancara dilakukan penulis dengan menggunakan sarana teknologi

komunikasi yaitu email (gmail.com). Penulis selama tiga kali menanyakan seputar

karya aransemen dan ilmu pengetahuan musik kepada Bapak Iwan Tanzil. Ia pun

sangat merespons dengan baik dan bijaksana. Melalui email ini juga beliau

mengirimkan notasi dua lagu tersebut, serta data-data kehidupannya.

1.5.4 Perekaman Lagu

Perekaman lagu dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika penulis tidak mendapatkan partitur yang cukup dari informan kunci. Setelah direkam, barulah

penulis mentranskripsikannya menjadi sebuah notasi agar lebih mudah untuk mendeskripsikannya. Selain itu, teknik permainan dan sistem penjarian akan lebih

terlihat jika dilakukan perkaman lagu secara visual.

Dalam hal ini penulis lebih dahulu mendapatkan notasi langsung melalui

email dari Iwan Tanzil. Untuk membantu penulis dalam aspek audiovisualnya, penulis kemudian mencari dua lagu aransemen beliau ini. Akhirnya penulis

(34)

21

audiovisual, penulis merekam data-data audiovisual tersebut ke dalam format mp4.

1.5.5 Kerja Laboraturium

Seluruh data yang telah dikumpulkan penulis, baik itu dalam bentuk partitur

atau rekaman lagu, akan diolah dalam kerja laboraturium. Dalam kerja laboratorium ini penulis mendengar, melihat, dan membandingkannya dengan

notasi lagu yang telah didapat. Ternyata secara deskriptif apa yang tertulis bisa dikatakan “sama” dengan notasi yang terlihat. Notasinya dikerjakan dengan amat detail dan rinci.

Kemudian setelah itu, penulis menganalisisnya berdasarkan dua pokok masalah yang telah ditentukan. Yang pertama adalah menganalisis teknik-teknik

(35)

22

BAB II

BIOGRAFI RINGKAS IWAN TANZIL DAN

GAMBARAN UMUM LAGU-LAGU DAERAH DI INDONESIA

2.1 Pengenalan

Pada Bab II ini akan dijelaskan tentang dua hal yaitu: (a) biografi ringkas Iwan Tanzil sebagai warga negara Indonesia, yang kemudian memiliki reputasi

internasional sebagai gitaris dan arranger lagu-lagu untuk gitar klasik, terutama

lagu-lagu daerah Indonesia, (b) gambaran umum lagu-lagu daerah di Indonesia dimulai dengan membahas letak geografis Indonesia yang mempengaruhi

kebudayaan di dalamnya. Lalu akan dilakukan deskripsi terhadap lagu daerah yang merupakan bagian dari unsur kebudayaan. Hingga pada akhir bab, penulis

akan fokus terhadap dua lagu daerah (yaitu Sipatokaan dan Bubuy Bulan) yang merupakan objek penelitian tulisan ini dengan membahas hal-hal non-musikal yang berkaitan dengan lagu-lagu tersebut.

Bab ini sebenarnya ingin menerangkan secara umum bahwa Iwan Tanzil

sebagai gitaris dan arranger lagu-lagu daerah Indonesia untuk intrumen gitar

adalah bagian yang integral dalam konteks “internasionalisasi” kebudayaan Indonesia. Bagi penulis, Iwan Tanzil memiliki kecerdasan menyiasat zaman dan juga mampu mengenalkan kebudayaan Indonesia dalam konteks globalisasi. Pada

masa ini setiap kelompok manusia harus kreatif dalam memperkenalkan kebudayaanya secara internasional, dan sekaligus tetap teguh mempertahankan

(36)

23

2.2 Biografi Ringkas

Nama Iwan Tanzil menjadi pilihan penulis untuk menganalisis teknik

permainan dan struktur musik dari lagu yang telah diaransemen. Pria kelahiran 1963 ini memulai perjalanan musiknya dalam bergitar pada umur 14 tahun.

Iwan Tanzil pernah berguru kepada gitaris Indonesia antara lain Johny

Legoh dan Rainer Wildt. Selesai SMA tahun 1983, ia melanjutkan studi musik di

Hochschule der Kuenste Berlin (Sekolah Tinggi Seni Berlin) di bawah bimbingan

Mariangeles Sanchez Benimeli (murid Andres Segovia dan Emilio Pujol) dan Prof. Martin Rennert. Selama belajar dia juga aktif mengikuti masterclass dari gitaris-gitaris top dunia antara lain Javier Hinojosa (spesialis musik Renaisance

dan Barok), Vladimir Mikulka, Angelo Gilardino, Roberto Aussell, dan Manuel Barrueco.

Tahun 1988 ia menyelesaikan studinya di bidang Concert Guitar dan

melanjutkannya ke jenjang "Kuenstlerische Reifeprüfung" (Ujian kematangan

seorang artis / Concert Diploma) yg diselesaikan tahun 1991. Keduanya lulus

dengan pujian (with Honour).

Setahun berikutnya, dalam usia 26 tahun ia menjuarai kompetisi gitar

internasional Concorso Internazionale La Conquista della Chitarra Classica di

Milano, Italia. Sejak itu ia aktif konser berkeliling Jerman, Polandia, Italia, Spanyol, Korea Selatan, Jerman, dan juga Indonesia. Di konsernya ia juga

memainkan musik Renaisance dan Barok dengan menggunakan instrumen aslinya

(37)

24

Ia telah membuat 5 CD, di antaranya album karya lengkap Heitor

Villa-lobos. Pujian untuk konser dan rekamannya mengalir dari dari majalah Gitarre

und Laute (Jerman dan edisi Jepang), Classical Guitar London (Inggris), Les Cahier de la Musigue (Perancis), Guitar Aktuel (Jerman), Seicorde (Italia), juga dari berbagai kritikus musik di surat-surat kabar di banyak negara Eropa, Afrika,

dan Asia. Sebagai gitaris konser, Tanzil bekerja sama dengan banyak komposer terkenal seperti Nikita Koshkin (Rusia), Bredemeyer, Von Schweinitz, Stahmer

(Jerman), Carlo Domeniconi (Italia), Jaime M. Zenamon (Brazil), Ryun Chung (Korea), dan masih banyak lagi. Dari kerja sama ini lahir berbagai karya untuk

gitar yang khusus ditulis (dedication) untuknya. Iwan Tanzil juga menjabat

sebagai editor di perusahaan penerbitan musik terkemuka Edition Margaux

/Verlag Neue Musik (Berlin), AMA Verlag (Brühl), dan Musik Verlag Vogt und

Fritz (Schweinfurt).

Gambar 2.1

Iwan Tanzil

(38)

25

2.3 Letak Geografis Indonesia dan Hubungannya dengan Kebudayaan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar. Sekitar 17.504 pulau

(Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 2004) merupakan bagian dari NKRI. Secara geografis, Indonesia diapit oleh 2 benua dan 2 samudera. Pada barat laut Indonesia terdapat benua Asia dan di tenggara Indonesia berbatasan

dengan benua Australia. Letak Indonesia yang berada pada posisi silang ini menjadikan Indonesia sebagai persimpangan lalu lintas dunia, baik darat, udara,

ataupun laut. Negara kepulauan dan berada di pusat posisi lintas dunia adalah alasan yang cukup kuat untuk menjawab pertanyaan tentang kekayan kultur di negeri ini.

Jumlah suku di Indonesia juga tidak sedikit. Ada sekitar 1.128 suku yang terdaftar oleh BPS (Badan Pusat Statistik) melalui sensus penduduk terakhir

(2000). Tabel di bawah ini hanya mencantumkan suku-suku inti yang ada di

Suku Jawa 86,012 41,7 Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung

Suku Sunda 31,765 15,4 Jawa Barat

Tionghoa-Indonesia

7,776 3,7 Jabodetabek, Bandung, Kalimantan

Barat, Surabaya, Bangka Belitung,

Kepulauan Riau, Medan, Bagan

(39)

26

Manado

Suku Melayu 7,013 3,4 Pesisir timur Sumatera , Kalimantan

Barat

Suku Madura

6,807 3,3 Pulau Madura

Suku Batak 6,188 3,0 Sumatera Utara

Suku

Minangkabau

5,569 2,7 Sumatera Barat, Riau

Suku Betawi 5,157 2,5 Jakarta

Suku Bugis 5,157 2,5 Sulawesi Selatan

Arab-Indonesia 5,000 2,4 Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah

Suku Banten

Suku Sasak 2,681 1,3 Pulau Lombok

Suku Makassar 2,063 1,0 Sulawesi Selatan

Suku Cirebon 1,856 0,9 Jawa Barat

India-Indonesia

3,094 1,2 Jawa Tengah

Sumber: BPS, 2000

Dengan banyaknya jenis suku bangsa di Indonesia membuat negeri ini

menjadi salah satu negara dengan kekayaan kultur yg mencolok. Hal ini bisa saja terjadi karena setiap suku di Indonesia menghasilkan kebudayaan yang

berbeda-beda. Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang

berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan

(40)

27

masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan.

Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan

dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai

penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah:

1. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu

antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya,

menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam

analisa kebudayaan manusia.

Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia

secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasivariasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa

tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, sub rumpun, keluarga dan sub keluarga.

(41)

28

tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi

perkembangan bahasa sering terjadi.

2. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan

berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.

Masyarakat pedesaan yang hidup dari bertani akan memiliki sistem kalender pertanian tradisional yang disebut sistem pranatamangsa yang sejak dahulu telah

digunakan oleh nenek moyang untuk menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono, pranatamangsa dalam masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem pranatamangsa digunakan untuk

menentukan kaitan antara tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui sistem ini para petani akan mengetahui kapan saat mulai mengolah tanah, saat menanam,

dan saat memanen hasil pertaniannya karena semua aktivitas pertaniannya didasarkan pada siklus peristiwa alam. Sedangkan Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga

mereka harus mengetahui kondisi laut untuk menentukan saat yang baik untuk menangkap ikan di laut. Pengetahuan tentang kondisi laut tersebut diperoleh

(42)

29

Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke

hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri-ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan

pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia

memiliki pengetahuan mengenai, antara lain: a. alam sekitarnya;

b. tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah tempat tinggalnya;

c. binatang yang hidup di daerah tempat tinggalnya;

d zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;

e. tubuh manusia;

f. sifat-sifat dan tingkah laku manusia; g. ruang dan waktu.

3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok

masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari

(43)

30

keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk

organisasi sosial dalam kehidupannya.

Kekerabatan berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu

komunitas atau organisasi sosial.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para

antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai

peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.

5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau

sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional, antara lain:

(44)

31

b. beternak;

c. bercocok tanam di ladang;

d. menangkap ikan;

e. bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi.

Pada saat ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu

masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian. Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam

sektor pertanian hanya bisa ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi.

Pada saat ini pekerjaan sebagai karyawan kantor menjadi sumber

penghasilan utama dalam mencari nafkah. Setelah berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup manusia untuk tidak mengandalkan mata pencaharian

hidupnya dari subsistensi hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.

6. Sistem Religi

Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada

manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural

(45)

32

Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa

religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.

7. Kesenian

Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak

yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada

teknik-teknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.

Berdasarkan jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik daerah terdiri atas seni vokal dan

instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran maupun penglihatan. Seni drama dibagi atas 2 jenis, yaitu drama

(46)

33

2.4 Lagu Daerah di Indonesia

Kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh suatu suku salah

satunya adalah kesenian. Kesenian mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati mata atau telinga. Tarian, musik (vokal dan instrumen), dan benda-benda bernilai seni adalah

kebudayaan daerah yang dimiliki setiap suku.

Seni musik vokal yang ada di daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Seni musik klasik

Seni musik klasik adalah lagu yang dikembangkan di pusat-pusat pemerintahan rakyat lama seperti ibukota kerajaan atau kesultanan. Unsur-unsur

musikalitas yang ada didalamnya sudah dipertimbangkan sedemikian detailnya. Lagu Klasik dinilai lebih agung dibandingkan lagu rakyat saat pembawaanya. Ini

disebabkan karena lagu klasik memiliki fungsi yang lain, yaitu diterapkan pada upacara-upacara adat kerajaan.

2. Seni musik kerakyatan

Lagu rakyat yaitu lagu yang berasal dari rakyat di suatu daerah. Lagu rakyat tersebar secara alami yang disampaikan secara lisan dan turun-temurun. Contoh

lagu rakyat yaitu lagu yang dipakai untuk pernikahan, kematian, berladang, berlayar, menenun, dan sebagainya. Perbedaan yang paling mencolok dengan lagu klasik di istana kerjaan adalah nilai estetis yang ada didalamnya.

Lagu daerah, yang akan fokus penulis bahas dalam tulisan ini, lahir dari seni musik kerakyatan. Iramanya mencirikan kultur dari daerah dimana lagu tersebut

(47)

34

dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Lagu daerah juga bisa dikatakan sebagai

suatu bentuk karya seni yang menggunakan medium suara atau bunyi-bunyian, yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat yang sesuai dengan aturan-aturan daerah setempat yang di lakukan secara turun menurun dan

pembelajarannya dilakukan secara oral. Musik daerah kebanyakan merupakan warisan leluhur sehingga tidak diketahui siapa pencentusnya dan tidak

menonjolkan sikap perorangan karena musik daerah adalah milik suatu golongan suku bangsa.

Beberapa ciri khas lagu daerah, antara lain sebagai berikut:

1. Menceritakan tentang keadaan lingkungan ataupun budaya masyarakat

setempat yang sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat.

2. Bersifat sederhana sehingga untuk mempelajari lagu daerah tidak

dibutuhkan pengetahuan musik yang cukup mendalam seperti membaca dan menulis not balok.

3. Jarang diketahui pengarangnya.

4. Mengandung nilai-nilai kehidupan, unsur-unsur kebersamaan sosial, serta

keserasian dengan lingkungan hidup sekitar.

5. Mengandung nilai-nilai kehidupan yang unik dan khas.

6. Sulit dinyanyikan oleh seseorang yang berasal dari daerah lain karena

kurangnya penguasaan dialek/bahasa setempat sehingga penghayatannya kurang maksimal.

(48)

35

1. Sebagai sarana upacara adat

Di beberapa daerah tertentu musik dianggap memiliki kekuatan magis yang

tidak dapat di deskripsikan. Karena itu seringkali musik daerah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu upacara adat seperti pada upacara merapu di Sumba atau pada upacara seren taun (panen padi) didaerah sunda.

2. Sebagai pengiring tari

Musik daerah mempunyai fungsi utama yaitu untuk mengiringi tari-tari

daerah atau lagu-lagu daerah.

3. Media komunikasi

Sarana komunikasi dengan musik dapat di lihat pada saat bulan romadhan

dan saat siskamling. Dimana alat musik kentongan di tabuh untuk membangunkan warga untuk bangun sahur atau untuk berwaspada.

4. Media bermain

Lagu-lagu daerah yang biasa diiringi dengan musik daerah biasanya dijadikan media bermain bagi anak-anak daerah. Seperti contohnya lagu

cublak-cublak suweng dan sang bangau (betawi)

5. Sarana (media) penerangan

Dizaman modern musik daerah dapat di jadikan media penerangan untuk mempromosikan keanekaragaman budaya daerah serta sebagai sarana iklan layanan masyarakat.

6. Iringan pertunjukan

Musik adalah bagian yang tak terpisahkan dari sebuah pertunjukan. Sebuah

(49)

36

tanpa musik. Pertunjukan kesenaian daerah selalu menggunakan alat musik sebagai iringan pertunjukannya seperti; pagelaran wayang, sandratari,

ketoprak dll.

Tabel 2.2

Lagu Daerah di Tiap Provinsi Indonesia

No. Provinsi Judul Lagu

1. Nanggroe Aceh Darussalam Lagu Sepakat Segenap

 Lagu Bungong Jeumpa

 Lagu Na Sonang Dohita Nadua

 Lagu Rambadia

 Lagu Sing Sing So

 Lagu Sinanggar Tulo

3. Sumatera Barat Lagu Ayam Den Lapeh

 Lagu Kampuang nan jauh di Mato

(50)

37

8. Lampung  Lagu Lipang Lipangdang

 Lagu Adi-adi Laun Lambar

13. Yogyakarta  Lagu Pitik Tukung

 Lagu Sinom

 Lagu Suwe Ora Jamu

(51)

38

15. Nusa Tenggar Barat  Lagu Bolelebo

 Lagu Orlen-Orlen

 Lagu O re re

 Lagu Kupendi Jangi

 Lagu Haleleu Ala De Teang

 Lagu Moree

17. Kalimantan Barat  Lagu Cik-Cik Periuk

18. Kalimantan Tengah  Lagu Palu Lempong

 Lagu Nuluya

 Lagu Tumpi Wayu

 Lagu Kelayar

 Lagu Pupoi

19. Kalimantan Selatan  Lagu Paris Barantai

 Lagu Ampar-Ampar Pisang

 Lagu Saputangan Bapuncu Ampat

20. Kalimantan Timur Lagu Indung-Indung

21. Sulawesi Selatan Lagu Angin Mammiri

 Lagu Pakerena

(52)

39

 Lagu Tawa-tawa

 Lagu To Mepare

 Lagu Ma Rencong

22. Sulawesi Barat  Lagu Tenggang-Tenggang Lopi

23. Sulawesi tengah Lagu Tondok Kadindangku

 Lagu Peiwa Tawa-tawa

 Lagu Tope Gugu

24. Sulawesi Tenggara  Lagu Peiwa Tawa-tawa

25. Gorontalo  Lagu Binde Buluhuta

(53)

40

ciri-ciri lagu daerah yang sudah dibahas sebelumnya, lagu-lagu ini biasanya mencirikan suku daerah mayoritas yang ada di provinsi tersebut. Irama, pesan,

suasana, dan tentunya juga bahasa teks tersebut. Lagu ampar-ampar pisang, yang

berasal dari Kalimantan Selatan, liriknya berbahasa banjar. Bahasa banjar adalah bahasa ibu suku Banjar yang banyak mendiami wilayah provinsi Kalimantan

Selatan. Lagu Butet, yang berisi curahan hati seorang ibu kepada anaknya tentang

suaminya yang sedang berperang, juga mempunyai lirik berbahasa batak, bahasa

yang dipakai oleh suku Batak Toba yang mayoritas mendiami provinsi Sumatera

Utara. Begitu juga dengan lagu Rasa Sayange yang menceritakan tentang

kecintaan masyarakat Maluku terhadap lingkungan dan sosialisasi diantara

masyarakat. Lagu ini tentunya juga mempunyai lirik dengan bahasa asli Maluku. Selanjutnya akan dibahas lebih detail lagu yang menjadi objek penelitian dalam

tulisan ini, Sipatokaan dan Bubuy Bulan.

2.4.1 Lagu Sipatokaan

Lagu Sipatokaan berasal dari provinsi Sulawesi Utara. Bahasa yang dipakai

dalam lirik lagu ini adalah bahasa yang biasa digunakan oleh suku Minahasa.

Berikut lirik dari lagu Sipatokaan dan artinya dalam bahasa Indonesia.

Sayang-sayang, Si Patokaan

(wahai sayangku Sipatokaan)

Matego tego gorokan Sayang

(orang-orang pucat dan terseok-seok, Sayang)

(54)

41

(wahai sayangku Sipatokaan)

Matego tego gorokan Sayang

(orang-orang pucat dan terseok-seok, Sayang)

Sako mangewo tanah man jauh

(bila kau pergi ke tanah yang jauh)

Mangewo milei lek lako Sayang

(maka pergilah dengan hati-hati, Sayang)

Sako mangewo tanah man jauh

(bila kau pergi ke tanah yang jauh)

Mangewo milei lek leko Sayang

(maka pergilah dengan hati-hati, Sayang)

Sipatokaan, secara sederhana berarti orang-orang yang termasuk dalam wilayah Minahasa di Propinsi Sulawesi Utara. Lagu yang memiliki pola penuturan pantun ini adalah ungkapan perasaan cinta sekaligus khawatir seorang

ibu kepada anaknya yang sudah beranjak dewasa dan telah diwajibkan mencari nafkah sendiri, biasanya anak lelaki. Tradisi merantau erat kaitannya dengan lirik

lagu tersebut. Bila dilihat lebih dalam, lirik tersebut secara utuh mengandung doa sekaligus motivasi kepada objek penutur, yaitu anaknya. Tetapi pada bait pertama, Ibu, sebagai subjek, dengan dewasa mengisyaratkan sisi buruk dari hidup. Bukan

untuk menakuti, tetapi lebih bertujuan mengingatkan dan memperlihatkan kenyataan bahwa manusia tidak bisa terhindar dari pucat (sakit) dan ada saatnya

(55)

42

ini, Ibu memperlihatkan keadaan orang-orang kalah dan sakit, lebih jauh lagi adalah kematian. Bait pertama dan kedua memiliki hubungan sebab akibat.

Setelah memperlihatkan segala yang buruk, sang Ibu berpesan kepada anaknya agar berhati-hati pada bait kedua agar tidak terjadi seperti hal yang dijelaskan pada bait pertama.

2.4.2 Lagu Bubuy Bulan

Lagu Bubuy Bulan berasal dari provinsi Jawa Barat. Sedikit berbeda dari

lagu daerah yang lainnya, Bubuy Bulan diciptakan oleh Benny Korda. Bahasa

yang dipakai dalam lirik lagu ini adalah bahasa yang biasa digunakan oleh suku

Sunda, suku yang menempati wilayah Jawa Barat. Berikut lirik dari lagu Bubuy

Bulan dan artinya dalam bahasa Indonesia.

(56)
(57)

44

Bubuy adalah membahar sesuatu (makanan) dengan memasukannya ke

dalam bara api. Pada masyarakat Sunda, memasak singkong memakai kayu bakar

(hawu) dengan cara memasukkan singkong langsung ke bara api disebut bubuy

sampeu (singkong). Sangray adalah menggoreng tanpa minyak goreng agar

menjadi gosong atau matang. Danau Ciburuy adalah danau di pingir jalan antara

Cianjur/Rajamandala dan Padalarang (20 km barat Bandung) yang terkenal

sebagai daerah wisata di kota Bandung.

Lirik Bubuy Bulan berbentuk pantun11. Isinya bermakna seorang yang

ditinggalkan oleh kekasihnya, tetapi mulai tergoda dengan orang lain karena

melihat tatapan matanya.

11

(58)

45

BAB III

PENGENALAN INSTRUMEN GITAR KLASIK DAN SISTEM

NOTASINYA

Sebelum meneliti lebih jauh tentang aransemen lagu daerah yang menjadi

latar belakang masalah pada tulisan ini, penulis ingin menjelaskan beberapa hal yang mendasar tentang gitar klasik. Jika pada bab I telah dijelaskan tentang

sejarah singkat dari gitar klasik, pada bab ini akan dibahas organologi, klasifikasi, perlengkapan dan posisi bermain, serta hal yang paling mendasar untuk dapat melanjutkan penelitian ke bab selanjutnya, yaitu sistem notasi pada gitar klasik.

3.1 Pengenalan Instrumen

Hal-hal yang harus diketahui sebelum meneliti sebuah karya adalah pengenalan secara langsung terhadap instrumen yang memainkannya. Dalam tulisan ini instrumen itu ialah gitar klasik. Pengenalan terhadap

komponen-komponen nya secara khusus juga diperlukan karena berkaitan langsung dengan teknik permainan gitar klasik.

3.1.1 Klasifikasi Gitar Klasik

Curt Sachs (1913) dan Erich Von Hornbostel (1933) adalah dua ahli

organologi alat musik (Instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman yang telah

(59)

46

penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik.

Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas lima golongan besar, yaitu:

1. Membranofon, di mana penghasil bunyi adalah membran atau kulit.

Contoh adalah gendang dan drum.

2. Idiofon, di mana penghasil bunyi adalah badan atau tubuh dari alat

musik itu sendiri. Contoh adalah gong, simbal, dan alat perkusi.

3. Aerofon, di mana penghasil bunyi adalah udara. Sebagai contoh

adalah suling, terompet, dan flute.

4. Kordofon, di mana penghasil bunyi adalah dawai/senar yang

diregangkan. Contoh adalah gitar dan biola.

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 2.1 Proporsi Jumlah Suku di Indonesia
Tabel 2.2 Lagu Daerah di Tiap Provinsi Indonesia
Tabel di atas berisi tentang contoh-contoh lagu daerah yang terdapat di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan latar sosiohistoris kelompok musik Ada Band, menganalisis gaya kata (diksi) pada lirik lagu album Romantic Rhapsody karya Ada Band

Analisis Diksi, Gaya Bahasa, dan Gramatika pada Lirik Lagu-Lagu Opick; Dewi Hajar Khusnul Khuluq, 060110201022; 2012; 82 halaman; Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

“ Kajian Diksi dan Gaya Bahasa Perbandingan pada Lirik Lagu Iwan Fals dalam Album Sarjana Muda ”.. Universitas

Tahap uji kedua menghasilkan pernyataan bahwa ke-22 lagu grup musik Letto yang dijadikan data dalam penelitian ini, telah dapat dijadikan sebagai alternatif Bahan Ajar Apresiasi

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN GITAR MIKE DAWES PADA ARANSEMEN LAGU SOMEBODY THAT I USED TO KNOW.. KARYA

Penelitian ini berjudul Musik dan Realitas Sosial (Analisis Semiotika dalam Lagu Iwan Fals “Surat Buat Wakil Rakyat“). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pesan apa

Musik merupakan hasil suatu karya seni berbentuk lagu atau komposisi yang tercipta dari suara atau bunyi yang disusun sehingga menghasilkan nada, irama, melodi, harmoni,

Kata Kunci: Gaya Bahasa, Gaya Bahasa Perbandingan, Novel Ibuk karya Iwan Setyawan Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam novel Ibuk