• Tidak ada hasil yang ditemukan

sumber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "sumber"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

sumber Definisi

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan.

Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal ; hal ini terjadi apabila keseimbangan antara kehilangan darah (lewat perdarahan atau penghancuran sel) dan produksi darah terganggu. Dengan kata lain, anemia terjadi apabila kadar eritrosit atau hemoglobin dalam darah menurun dan mengakibatkan penurunan fungsi utamanya

Anemia aplastik adalah suatu keadaan berkurangnya sel-sel darah pada darah tepi (pansitopenia), sehubungan dengan terhentinya pembentukan/ tidak terbentuknya sel hematopoetik di dalam sum-sum tulang (aplasia)

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hemopoid ataupun kankier metatastik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hematopoesis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem granulopoetik disebut agranulositosis, sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit disebut purpura trombositopenik amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem tersebut disebut anemia aplastik.

Secara etiologi, penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu: A. Faktor kongenital/anemia aplastik yang diturunkan

Sindroma Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dan sebagainya. Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik, sebagian lainnya dihubungkan dengan:

 Bahan kimia: benzene, insektida

 Obat: kloramfenikol, anti rematik, anti tiroid, mesantoin (antikonvulsan sitostatika)

(2)

 Radiasi: radioaktif, sinar rontgen Pembagian lain etiologi anemia aplastik:

Anemia aplasik dapat merupakan kelainan kongenital (genetik) atau dapat berupa kelainan yang di dapat. Sebagai kelainan kongenital anemia aplastik dibedakan menjadi dua kelompok :

1. Aplasia yang hanya mengenai salah satu dari sel. Misalnya :

 Anemia hipoplastik kongenital (erithroblastopenia)→ seri eritropoetik  Agranulositosis, genetik infanital (agranulositosis) → seri granulopoetik  Amegakaryolite trombositopeni purpura → seri trombopoetik.

2. Aplasia yang mengenai seluruh seri hematopoetik dan biasanya disertai dengan kelainan kongenital. Misalnya :

 Sindrom kongenital  Diskeratosis bawaan.

 Anemia aplastik konstitusional tampa kelainan kulit atau tulang. Sedangkan anemia aplasik yang di dapat adalah yang berasal dari

1. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Seperti: Radiasi, benzen, bahan-bahan toxic seperti insektisida, obat-obatan sitosantika, kloramphenicol, oksiperbutazon, sulfonamid.dll. Seperti: Hepatitis virus, sitomegalo virus, dengue, hespes simplex, robeola dan varicella.

Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar, hampir 50 % penderita anemia aplasik tergolong idiopatik, pengertian idiopatik tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab, sekalipun sampai saat ini belum terbukti.

Penyebab sekunder lain seperti Lupus Eritematosus Sistemik (LES), kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, , obat-obat seperti, sulfonamid, analgesia (pirazolon), antiepileptik (hidantoin), kinakrin, dan sulfonilurea, pascahepatitis, kehamilan, dan hemoglobinuria paroksimal nokturnal.

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus per sejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus per sejuta penduduk pertahun.4 The International Aplastic Anemia and

(3)

Anemia aplasik bisa berupa kelainan kongenital (genetik) bisa berupa kelainan yang di dapat. Sebagai kelainan kongenital anemia aplastik dibedakan menjadi dua kelompok :

1. Aplasia yang hanya mengenai salah satu dari sel. Misalnya :

 Anemia hipoplastik kongenital (erithroblastopenia)→ seri eritropoetik  Agranulositosis, genetik infanital (agranulositosis) → seri granulopoetik  Amegakaryolite trombositopeni purpura → seri trombopoetik.

2. Aplasia yang mengenai seluruh seri hematopoetik dan biasanya disertai dengan kelainan kongenital. Misalnya :

 Sindrom kongenital  Diskeratosis bawaan.

 Anemia aplastik konstitusional tampa kelainan kulit atau tulang. Sedangkan anemia aplasik yang di dapat adalah yang berasal dari 1. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Seperti: Radiasi, benzen, bahan-bahan toxic seperti insektisida, obat-obatan sitosantika, kloramphenicol, oksiperbutazon, sulfonamid.dll.

2. Virus

Seperti: Hepatitis virus, sitomegalo virus, dengue, hespes simplex, robeola dan varicella.

3. Idiopatik

Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar, hampir 50 % penderita anemia aplasik tergolong idiopatik, pengertian idiopatik tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab, sekalipun sampai saat ini belum terbukti.

Sumber : https://dokmud.wordpress.com/2009/11/07/anemia-aplastik/

Penyebab

Anemia aplastik terjadi ketika sumsum tulang mengalami kerusakan sehingga memperlambat produksi sel darah baru.

Sumsum tulang adalah material seperti spons berwarna merah yang menghasilkan sel induk (stem cell) yang kemudian berubah menjadi sel-sel lain.

Stem cell sumsum juga memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

(4)

Faktor-faktor yang bisa membuat sumsum tulang tidak berfungsi optimal sehingga

Anemia aplastik bisa terjadi karena efek samping sementara dari perawatan ini. 2. Paparan bahan kimia beracun

Paparan bahan kimia beracun, seperti yang digunakan dalam pestisida dan insektisida dapat menyebabkan anemia aplastik.

Paparan benzena – bahan kimia yang terdapat dalam bensin – juga dikaitkan dengan anemia aplastik.

Jenis anemia ini sering berangsur hilang seiring berkurangnya paparan pada bahan kimia yang memicu penyakit.

3. Penggunaan obat-obatan tertentu

Beberapa obat, seperti yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan beberapa antibiotik, dapat menyebabkan anemia aplastik.

4. Gangguan autoimun

Gangguan autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel-sel sehat, mungkin juga mengganggu sel-sel induk dalam sumsum tulang.

5. Infeksi virus

Infeksi virus yang mempengaruhi sumsum tulang mungkin memainkan peran dalam perkembangan anemia aplastik.

Anemia aplastik merupakan penyakit langka. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diantaranya:

– Pengobatan kanker dengan radiasi dosis tinggi atau kemoterapi.

– Paparan bahan kimia beracun.

– Penggunaan beberapa obat resep – seperti kloramfenikol, yang digunakan untuk

mengobati infeksi bakteri

– Penyakit darah tertentu, gangguan autoimun, dan infeksi serius – Dalam kasus yang jarang, kehamilan

Sumber : https://www.amazine.co/25522/gejala-penyebab-faktor-resiko-anemia-aplastik/

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu :

1. kerusakan sel hematopoitik

(5)

3. proses imunologik yang menekan hematopoisis(Aghe, 2009)

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis). Sumber : http://titoxanswer.blogspot.co.id/2011/12/anemia-aplastik.html

Gejala

(6)

tanda-tanda infeksi. Pendarahan dapat berupa purpura, epistaxia, bahkan dapat terjadi pendarahan gastrointestinal. Infeksi mudah terjadi karena adanya granulositopenia. Pembesaran kel limfe dan limpa tidak dijumpai karena sifatnya aplasia pada sistem hematopoetik, sering juga dijumpai adanya ukresi mulut dan tenggorokan. Keadaan anemia akan menyebabkan berbagai gejala seperti pucat, anorexia, lemah, sesak, jantung berdebar-debar dan bahkan bisa jatuh ke decompensasio cordis.

Penatalaksanaan

Ada 3 hal penting dalam penatalaksanaan penderita anemia aplastik 1. Pengobatan supportif yang terdiri dari :

• Koreksi terhadap anemia.  Diberikan tranfusi.

• Atasi pendarahan

 Diberikan platelet concentrate 0,1-0.2 unit/ kgBB, diulang bila perlu sampai pendarahan dapap diatasi → sering dipakai.

 Prednison dapat digunakan sebagai tambahan untuk mengurangi kecenderungan pendarahan.

2. Cegah danatasi iflaksi

• Isolasi → dalam ruang suci hama

• Pengobatah infeksi dengan pemberian antibiotika → jangan berikan antibiotika yang dapat mendepresi sum-sum tulang (klorampnenicol).

• Pemberian granulosit sekitar 20 milliun setiap hari pada penderita dengan kadar granulositnya < 200/mm3.

3. Pengobatan spesifik.

• Stimulasi dan regenerasi sum-sum tulang.

 Diberikan preparat androgen yaitu testosteron, yangdapat diberikan secara oral 1-2 mg /kg BB / hari.

• Tranplantsi sum-sum tulang

 Cara yang paling baik untuk anemia aplasik. • Infusion of tetal liver cell.

(7)

sebagai transplantasi sum-sum 2 x / g. • Antithymocire Globulin.

 Sel-sel pluripotent yang tidak berfungsi sdisebabkan karena disekitarnya terdapat banyak T limposit yang menekan kemampuannya berdiferensiasi

Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002. Widjanarko A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Young NS. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. [Online] [Accessed 2012 April]. Avaliable from: (www.ishapd.org/1996/1996/078.pdf). Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).

William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.

Sudarmanto, et al. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.

Hoffbrand, AV. Kapita selekta hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.

Niazi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia-an

experience of 89 cases. JPMI; 18: 76-79.

Salonder H, Anemia Aplasik dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FKUI, Jakarta,1994 : 396 – 403

Baldy C.M, Anemia Aplastik dalam Patofisiologi, Jakarta, 2000 : 234 – 3 corwin E.J, Anemia Aplasik dalam Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta : 122 – 2

Linch.D,et,all. Anemia Aplasik dalam Buku Atkas Bantu Hematologi

Hipokrates, Jakarta 1995 : 25 – 8

Azwar.N. Anemia Aplastik dalam buku Catatan Kuliah Patologi Klinik, FK-UNBRAH, Padang 1995

DAFTAR PUSTAKA

Salonder H, Anemia Aplasik dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FKUI, Jakarta,1994 : 396 – 403

(8)

Linch.D,et,all. Anemia Aplasik dalam Buku Atkas Bantu Hematologi Hipokrates, Jakarta 1995 : 25 – 8

Azwar.N. Anemia Aplasik dalam buku Catatan Kuliah Patologi Klinik, FK-UNBRAH, Padang 1995.

Acang N. Anemia Aplasik dalam buku Catatan Kuliah Ilmu Penyakit Dalam, FK-UNBRAH, Padang 1997.

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

Hemorrhoid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis inferior, terdapat di sebelah distal pada mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus (Sjamsuhidajat, 1998).

Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:

Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: a. Penuaan b. Kehamilan c. Hereditas d. Konstipasi atau diare kronik e. Penggunaan toilet yang berlama-lama f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama g. Obesitas.

(9)

diare kronik e. Penggunaan toilet yang berlama-lama f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama g. Obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004)

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).

Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor Universitas Sumatera Utara sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.

(10)

stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:

a. Hemoroid internal

1. Prolaps dan keluarnya mukus. 2. Perdarahan.

3. Rasa tak nyaman. 4. Gatal.

b. Hemoroid eksternal 1. Rasa terbakar.

2. Nyeri ( jika mengalami trombosis). 3. Gatal.

Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satusatunya tindakan yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu.Rendam duduk dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran berkurang.

Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya.Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps.

(11)

nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.

Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah, 15 dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)

Patofisilogi

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

(12)

Sirosis hepatis Definisi

Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. (Suk TK et al 2012)

Sirosis hati adalah penyakit yang irreversibel dan serius. Sirosis juga dapat menyebabkan gangguan fungsi hati secara progresif, serta merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di dunia. (Almani et al 2008)

Hipertensi portal, ascites dan varises bleeding adalah komplikasi paling sering pada penderita sirosis hati. Varises esophagus memiliki dampak klinis yang sangat besar, dengan resiko mortalitas sebesar 17-42% tiap terjadinya perdarahan. Ascites, merupakan komplikasi terpenting dari sirosis lanjut dan hipertensi portal berat, sehingga dapat menyebabkan komplikasi berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dan hepatorenal syndrome (HRS). Hepatic enchepalopathy (HE) adalah komplikasi lain dari sirosis hati, dengan mortalitas sekitar 30%. Sekitar 15% dari sirosis hati pada akhirnya akan menjadi hepatocellular carcinoma (HCC). Prognosis sirosis hati di ukur dengan menggunakan klassifikasi ChildPugh’s.(Almani et Al 2008)

Etiologi

Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain : 1. Malnutrisi

2. Alkoholisme 3. Virus hepatitis

4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika 5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan) 6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

7. Zat toksik

(13)

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).

Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).

(14)

hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

Daftar pustaka

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.

Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.

2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine. 14

b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun.

c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

(15)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jadi dengan adanya kegiatan pemeliharaan (maintenance) ini maka fasilitas atau peralatan dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami

And when u write the mantra while doing it the mool mantra should be enchanted for 21 times and should be written by ring finger.it should not be changed until last

Berdasarkan asumsi -asumsi makroekonomi di atas, serta mengacu pada kerangka logis adanya dampak simultan antar variabel ekonomi, maka berikut ini dapat disampaikan hasil

Perhatikan gambar ikan gambar &#34;+ $entuk pipa &#34;+ $entuk pipa kapil kapiler er yang menyeru yang menyerupai pai tabun tabung g akan akan menyebabkan zat cair

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian ini sebagai objek adalah bank campuran dan bank asing, sedangkan penelitian Abustan

Pendayagunaan RTRWN dalam pembangunan nasional yang sinkron dengan penataan ruang maritim dan sumberdaya kelautan serta di kawasan strategis nasional terutama kawasan rawan

Pada falling film evaporator , umpan mengalir ke bawah sebagai lapisan film  pada bagian tube yang dipanasi dengan media pemanas steam!. Pemisahan uap dan cairan biasanya

mereka dapat hidup dalam kondisi yang kering sama sekali, yang tidak.. mereka dapat hidup dalam kondisi yang kering sama sekali, yang