• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Fungsional dengan Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di Rumah Sakit Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Fungsional dengan Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di Rumah Sakit Kota Medan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Stroke Iskemik

2.1.1 Definisi

Stroke iskemik adalah kerusakan permanen dan kematian jaringan yang berlangsung secara tiba-tiba yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke otak dan kegagalan proses metabolisme di daerah yang terlibat (Hacke et al, 2003; Roberthus, 2008; Woodward, S., & Mestecky, A.M , 2011).

2.1.2 Angka Kejadian

Insiden penyakit stroke iskemik meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah pasien stroke iskemik menyebabkan kenaikan jumlah kematian. Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker (International Pharmaceutical Manufacturers Group, 2014). Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata pasien, setiap 45 detik di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Roberthus, 2008).

(2)

yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16.6 per 1000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3.8 per 1000 penduduk).Insidensi kejadian stroke yang tertingg i berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, 2013 adalah kota Sulawesi Utara (10.8 persen), Yogyakarta (10.3 persen), Bangka Belitung dan DKI Jakarta (9.7 persen). Penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh rumah sakit di Indonesia adalah penyakit stroke sejak tahun 1991 hingga 2013 (Rikesdas, 2013).

2.1.3 Penyebab dan Faktor Risiko

(3)

Faktor risiko yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang dapat diubah, terdiri dari usia, jenis kelamin, faktor genetik atau keturunan, dan ras atau etnik sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang dapat dieliminasi sehingga risiko stroke menjadi lebih rendah bahkan dapat ditiadakan (Lingga, 2013). Faktor yang dapat dimodifikasi ini meliputi: hipertensi, Diabetes mellitus, dislipidemia, alkohol, kelainan anatomis, penyakit jantung, Transient ischemic attack (TIA), merokok, kurangnya aktivitas fisik, pola diit, kontrasepsi oral, obesitas, stress fisik, mental dan fibrinogen. Beberapa faktor risiko tambahan meliputi lipoprotein (a)/Lp (a), LDL yang teroksidasi, inflamasi dan infeksi serta hiperhomosisteinemi.

(4)

2.1.4. Tanda dan Gejala

Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manisfestasi klinik yang sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi bagian tubuh (LeMone & Burke, 2008).

Geoffrey, et al (2008) menemukan bahwa sebagian besar pasien paska serangan stroke memiliki keterbatasan gerak, gangguan penglihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif. Selain aspek fisik ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke mengalami gangguan psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan dan menarik diri dari kehidupan sosial.

Stroke dapat menyebabkan berbagai gangguan neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya kurang dan jumlah aliran darah kolateral. Gambaran klinik utama dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah ke otak dapat dihubungkan dengan tanda-tanda dan gejala-gejala di bawah ini, (Black & Hawks, 2005):

(5)

b. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior, gejala-gejalanya biasanya unilateral). Lokasi lesi yang paling sering biasanya pada bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan karotis eksterna. Berbagai sindroma, polanya tergantung dari jumlah sirkulasi kolateral; kebutaan monocular, disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke retina, terasa baal pada ekstremitas atas, dan mungkin juga menyerang wajah. Jika terjadi pada hemisfer yang dominan maka akan timbul gejala-gejala afasia ekspresif.

(6)

2.2 Status Fungsional

2.2.1 Definisi

Status fungsional merupakan kesehatan sebagai keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan yang lengkap, bukan hanya tidak ada penyakit dan kelumpuhan. Secara umum, status fungsional merupakan keadaan dari fungsi anggota tubuh (WHO, 2002). Status fungsional memiliki beberapa istilah yang berbeda dengan beragam definisi dan alat ukur dari yang terbatas sampai luas. Status fungsional mengarah dalam domain fungsi sebagai konsep multidimensi dimana karakteristik kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan dasar, berperan secara penuh, memelihara kesehatan, serta kesejahteraan (Ledi, 1994; dikutip dari Ridge & Goodson, 2000). Status fungsional individu mencerminkan reaksinya terhadap kondisi biologis, dan interaksi individu dengan lingkungan dalam menilai fungsi, perhatian untuk individu, bukan hanya patologis keadaan organisme. Individu adalah unit analisis dalam penilaian fungsional bukan bagian tubuh atau sistem organ. Dengan demikian dapat didefinisikan, status fungsional merupakan salah satu aspek atau dimensi kesehatan yang terdiri dari manifestasi fisik, tanda gejala dan status fungsional. Fungsi fisik adalah dimensi dari status fungsional yang diterima dari terapis. Status fungsional dilihat dari aktivitas sehari-hari pasien (Donna, 2012).

(7)

dengan memenuhi kebutuhan dasar hidup (Dahlan et al., 2006). Perry dan Potter (2005) memberikan definisi status fungsional sebagai kapasitas fungsional dan penurunannya dilihat dari kapasitas fungsi residual dengan defisit residual. Defisit residual adalah perbedaan fungsi original dengan fungsi residual. Perubahan status fungsional selalu terjadi sebagai tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan dari kondisi kronis (Saltzman, 2011). Menurut Saltzman (2011), status fungsional dilihat dari dua aspek yaitu tujuan dari pengkajian fungsional dan komponen pengkajian fungsional. Tujuan pengkajian fungsional adalah sebagai gambaran indikasi keparahan suatu penyakit, mengukur kebutuhan individu akan perawatan, memonitor perubahan sepanjang waktu, serta mengoptimalisasikan cost effectiveness operasi klinik.

(8)

Dimana aktivitas mobilisasi yang terdiri dari transfer (berpindah dari tempat tidur ke kursi dan kembali ke tempat tidur), mobilitas dan kemampuan naik tangga.

Ketidak mampuan ini dikarenakan penyakit stroke yang dialami dapat menyebabkan kelumpuhan motorik, karena kendali otak tubuh bagian kiri telah mengalami iskemik. Keadaan ini menyebabkan pasien stroke sulit untuk melakukan gerakan tangan dan kaki dibagian otak yang terserang stroke, sehingga pasien membutuhkan bantuan orang lain. Hal inilah menunjukkan jika pasien terserang stroke secara langsung dalam waktu serangan stroke terjadi maka pasien akan mengalami ketidakberfungsian bagian otak tertentu sehingga akan mempengaruhi aktivitas gerak tubuh dan kehidupan sehari-hari (Rachmawati, 2013).

(9)

dilakukan pemeriksaan Scan kepala atau MRI untuk mendapatkan kepastian diagnosis berdasarkan jenis patologisnya (Perdossi, 2007).

2.2.2 Domain dari Fungsi

Aktivitas fungsional dengan hasil yang sama dapat dikelompokkan bersama kedalam kategori atau domain. Domain dari fungsi ini terdiri dari domain biofisik, domain psikologi, dan domain sosiokultural. Domain biofisik termasuk kemampuan sensorimotorik yang memerlukan tindakan sehari-hari, misalnya berpakaian, ambulasi, mempertahankan personal hygiene, dan memasak.

(10)

Gambar 2.1. Tiga domain dari status fungsional (Donna, 2011).

2.2.3 Instrumen Status Fungsional

Komponen pengkajian fungsional meliputi penglihatan dan pendengaran, mobilitas, kontinensia, nutrisi, status mental (kognisi dan afektif), lingkungan rumah, dukungan sosial, serta ADL (Activities Daily Living) dan IADL (Instrumental ADL). ADL dilihat dari aktivitas dasar seperti berpindah, ambulasi, mandi, toileting, nutrisi, dll. IADL merupakan kebutuhan lebih komplek yang merupakan kombinasi fungsi mental dan fisik seperti penggunaan telepon, mempersiapkan makan, mengatur transportasi, serta mengatur pengeluaran. Instrumen pengukuran status fungsional sangat beragam antara lain: Index of Independent in Activities of Daily Livings (ADL), The Barthel Index, The Physical Self-Maintenance Scale, A Rapid Disability Rating Scale, Stanford Health

(11)

Assessment Questionairre, dan FIM Instruement (Wilkinson, 2011 & Loretz, 2005).

The Index of Independence in Activities of Daily Livings didesain untuk mengkaji fungsi fisik pada lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Instrumen ini digunakan sebagai indikator penyakit kronik berat dan evaluasi dari tindakan. Rating dikotomi pada enam fungsi ADL yang meliputi: mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah dari tempat tidur ke kursi, kontinensia, dan makan, serta memiliki tiga kategori skala independen.

Barthel Index digunakan untuk mengkaji kemandirian fungsional pada domain perawatan personal dan mobilitas. Instrumen didesain untuk memonitor penampilan pada pasien kronis atau fase rehabilitasi. Instrumen juga digunakan untuk memprediksi lama waktu hari rawat dan indikasi sejumlah kebutuhan perawatan.

The Physical Self-Maintenance Scale (PSMS) terdiri dari enam item dari self-care yang didesain untuk mengukur yang digunakan dalam perencanaan dan evaluasi tindakan pada lansia yang tinggal di komunitas atau institusi. Skala berdasarkan teori perilaku manusia dimana hirarki yang komplek, seperti pendekatan Katz Index. Hirarki berasal dari kesehatan fisik yang terdiri dari self-maintenance ADL dan IADL, kognisi, penggunaan waktu, dan interaksi sosial.

(12)

pengganti. Skala dikembangkan sebagai instrumen penelitian untuk menyimpulkan kapasitas fungsional dan status mental pada pasien lansia di rumah sakit dan komunitas.

The Stanford Health Assessment Questionarre mengukur tingkat kesulitan dalam melakukan ADL. Instrumen didesain untuk pengkajian klinik pada arthritis tetapi dapat digunakan pada penelitian untuk evaluasi perawatan. Kuisioner berdasarkan model hirarki dengan mempertimbangkan efek dari penyakit seperti kematian, ketidak mampuan, efek samping terapi, dan biaya kesehatan. Dimensi kematian tergantung dari dua sub-dimensi: masalah atas/bawah anggota badan untuk dimensi ketidakmampuan serta masalah fisik dan psikologis sebagai dimensi ketidaknyamanan. Skala pengukuran terdiri dari 20 item pada fungsi sehari-hari sampai minggu terakhir yaitu: berpakaian dan merawat diri, naik tangga, makan, jalan, kebersihan, jangkauan, pegangan, dan aktivitas luar ruangan.

(13)

2.2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Fungsional

(14)

Kelelahan menyebabkan aktivitas fisik berkurang sehingga mengakibatkan penurunan fungsi fisik (Woung et al., 2010). Kelelahan mengakibatkan kesulitan dalam konsentrasi dan tidur, kecemasan, ketidakseimbangan, motivasi, dan interaksi sosial (Sung et al., 2009; dikutip dari Olson, 2007). (6) Motivasi secara keseluruhan didefinisikan sebagai karakteristik keadaan yang memiliki kecenderungan untuk fokus dalam kesiapan untuk berperilaku (Carter & Kulbok, 2002). Banyak hal yang berkaitan dengan motivasi seperti motivasi kesehatan, motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik dimana motivasi intrinsik merupakan prekursor terhadap motivasi kesehatan. Motivasi merupakan fokus sentral dalam berperilaku berdasarkan Health Believe Model (Nunnery, 2008). Menurut Health Believe Model motivasi ditinjau dari perhatian terhadap pola kesehatan secara keseluruhan, kesediaan untuk mencari dan menerima arahan medis, bermaksud untuk patuh, aktivitas kesehatan positif (Nunnery, 2008; dikutip dari Becker et al., 1977). Motivasi merupakan konsep yang sangat bermanfaat pada fase rehabilitasi sebagai prediktor yang baik untuk hasil rehabilitasi (Siegert & Taylor, 2004).

(15)

fisik. Kesediaan mencari dan menerima arahan berkaitan dengan kesediaan pasien dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas kesehatan yang positif merupakan dilihat dari kemampuan klien untuk mandiri dalam hal melakukan aktivitas fisik.

(7) Fall-Efficacy didasari dari teori Bandura mengenai self-efficacy yang didefinisikan sebagai kepercayaan individu mengenai kemampuan dan keterampilan untuk berhasil melakukan tugas dan menghindari kegagalan (Arnold & Faulkner, 2009). Fall-efficacy didefinisikan sebagai persepsi keyakinan diri dalam menghindari kegagalan saat melakukan aktivitas dasar dalam aktivitas sehari-hari, dikenali sebagai faktor resiko kemandirian serta penting sebagai intervensi (Peterson et al., 2005; dikutip dari Tinetti et al.,1990). (8) Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya dimana anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Keluarga dapat diartikan sebagai dukungan dari orang-orang yang berarti saat melewati masa transisi.

(16)

Fawcett, 1996). Dukungan keluarga merupakan fungsi keluarga dengan integritas komponen meliputi adaptasi, partnership, perkembangan, afeksi dan resolve (Loretz, 2005; dikutip dari Smilkstein, 1978).

Bentuk dukungan keluarga berupa dukungan emosional, penilaian instrumental dan informative. Kehadiran keluarga selama berada di RS membantu untuk memenuhi ADL. Bantuan yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan klien untuk mandiri sehingga berpengaruh terhadap status fungsional. Bantuan yang diberikan akan mengurangi kesempatan dalam melakukan aktivitas secara berulang-ulang. Latihan terbaik untuk memperbaiki kinerja adalah melakukannya secara berulang-ulang aktivitas (Hoppenfeld & Murthy, 2011).

2.2.5 Peran Perawat berkaitan dengan Status Fungsional

(17)

memenuhi kebutuhan selfcare-nya, dijalankan saat perawat dan pasien menjalankan intervensi perawatan atau tindakan lain yang melibatkan tugas manipulatif atau penyembuhan. Supportif/ Edukatif nursing system dimana perawat memberikan pendidikan kesehatan untuk memotivasi melakukan self care, tetapi yang melakukan self care adalah pasien sendiri. Pasien perlu dikondisikan untuk belajar menjalankan ketentuan yang dibutuhkan secara eksternal atau internal yang ditujukan oleh therapeutic self care, namun tidak dapat melakukan tanpa bantuan.

(18)

2.3 Kualitas hidup

2.3.1 Definisi

Unit penelitian kualitas hidup Universitas Toronto (2004), menyatakan bahwa kualitas hidup merupakan tingkat dimana seseorang menikamti hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang mereflesikan interaksi dan lingkungan. Definisi lain dari kualitas hidup adalah komponen kebahagian dan kepuasan terhadap kehidupan. Akan tetapi kualitas hidup seringkali bermakna berbeda pada setiap orang karena mempunyai banyak sekali faktor yang mempengaruhi seperti sosiologi, ilmu kedokteran, keperawatan dan psikologi. Selain itu, adanya perbedaan etnik, budaya, dan agama yang mempengaruhi kualitas dan juga perbedaan disiplin ilmu dan perspektif yang berbeda maka kualitas hidup sulit didefinisikan secara pasif (Fayers & Machin, 2007). Menurut Fayers & Machin (2000), kualitas hidup merupakan sehat fisik, mental dan sosial dan terlepas dari penyakit. Kualitas hidup berarti hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupan yang berkualitas tinggi (Ventegodt, Merrick, Andersen, 2003).

(19)

mengemukakan ada tiga domain dari kualitas hidup yaitu personal (being). Kepemilikan (belonging) dan tujuan hidup (becoming). Sejalan dengan Hampton dan Qin-Hilliard (2004) yang menemukan bahwa dimensi kualitas hidup pada pasien injuri pada tulang belakang adalah meliputi masalah hubungan dengan keluarga besar, tetangga, dukungan pemerintah dan hidup damai.

Definisi kualitas hidup dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup merupakan sebuah fenomena abstrak dan pengalaman individu yang sangat subjektif. Setiap orang mempersepsikan dan mengekspresikan pengalaman hidup sesuai dengan tingkat kehidupan dan kapasitas individu tersebut. Orang dengan kesenangan dan pencapaian hidup yang lebih baik sesuai dengan setting yang mereka buat akan menyatakan kualitas hidupnya baik sementara orang dengan kualitas hidup kurang baik bilamana apa yang mereka telah tentukan dalam hidupnya tidak tercapai atau kurang dapat memenuhi keinginan subjektifnya.

2.3.2 Komponen Kualitas Hidup

(20)

(hubungan individu dengan lingkungan) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan dan masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat. (3) Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan pekerjaan. Secara praktis yaitu rumah tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarela dan pencapaian kebutuhan atau sosial. Secara pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi stress.

(21)

depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 1998). (3) Tidur dan istirahat, aspek yang berfokus pada tidur dan istirahat. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO, 1998).

(22)

apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya, berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan sebagainya (WHO, 1998). (5) perasaan negatif, aspek ini berfokus pada pengalaman perasaan negatif individu, termasuk putus asa, perasaan berdosa, kesedihan, tidak bersemangat, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari perasaan negatif yang menyedihkan yang berakibat pada fungsi keseharian individu (WHO, 1998).

(23)

efek samping dari kemoterapi) di saat yang sama pada kasus lain menambah kualitas hidup individu (seperti pasien kanker yang menggunakan penghilang nyeri) (WHO, 1998). (4) Kapasitas pekerjaan yaitu aspek yang menguji penggunaan energi individu untuk bekerja. Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana individu disibukkan. Aktivitas besar termasuk pekerjaan dengan upah, pekerjaan tanpa upah, pekerjaan sukarela untuk masyarakat, belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan tugas rumah tangga (WHO, 1998).

(24)

Unit penelitian kualitas hidup Universitas Toronto (2004), menyatakan bahwa social belonging sebagai hubungan dengan lingkungan sosial dan termasuk perasaan dari penerimaan yang keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga serta masyarakat. WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu: (1) keamanan fisik dan keamanan, aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 1998). (2) lingkungan rumah, aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 1998). (3) sumber penghasilan, aspek ini mengeksplor pandangan individu padasumber penghasilan (dan sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998). (4) kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas, aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di sekitar (WHO, 1998). (5) kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan, aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang terjadi, misalnya program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).

(25)

pengetahuan dan keterampilan yaitu partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang, aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 1998).

Unit penelitian kualitas hidup Universitas Toronto (2004), menyatakan bahwa leisure becoming sebagai aktivitas yang menimbulkan relaksasi dan penurunan stress misalnya, permainan kartu, pembicaraan dengan tetangga, dan kunjungan keluarga, atau aktivitas dengan durasi yang lama seperti liburan. Leisure becoming ini terdiri dari (1) Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim), aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 1998). (2) Transportasi, aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 1998).

(26)

Unit penelitian kualitas hidup Universitas Toronto (2004), menyatakan bahwam Spiritual being sebagai refleksi nilai diri, standar diri dari tingkah laku, dan kepercayaan spiritual dimana terhubung atau tidak dengan pengaturan kepercayaan World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF membagi kualitas hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.

2.3.3 Masalah Stroke yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Beberapa masalah yang dialami pasien stroke dapat sangat mempengaruhi kualitas hidupnya, antara lain adalah (1) Nyeri merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien stroke. Berbagai penyebab nyeri yang timbul antara lain; nyeri bahu, nyeri akibat spastisitas. Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke. Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan sendi bahu yang melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai atas atau bawah yang lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan tungkai atas, diabetes melitus, dan tinggal sendiri di rumah. Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih mudah dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk, nyeri ini cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika tidak terapi dengan benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan.

(27)
(28)
(29)

disertai halusinasi dan delusi. (5) Masalah kognitif pada pasien stroke mengalami masalah kognitif, perilaku dan penurunan emosi akibat kerusakan otak. Derajat fungsi dapat kembali pulih karena tidak semua daerah otak rusak bersama-sama; beberapa yang tersisa lebih utuh dan berfungsi dari pada yang lain.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

(30)

Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup sangat banyak, seperti keuangan, kesehatan, keamanan, keadaan lingkungan dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut saling terkait satu sama lain. Walaupun seseorang mempunyai keuangan yang cukup belum tentu mempunyai kualitas hidup yang baik, jika orang tersebut menderita penyakit kronik begitu juga sebaliknya. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, sehingga dalam bidang kesehatan yang dibicarakan adalah kualitas hidup yang terkait kesehatan (Guyat et al, 1993). Konsep kualitas hidup baru mulai berkembang pesat dimana adanya peningkatan penelitian kualitas hidup dari tahun 1980-1997 dari 0.6% menjadi 4.2% dari seluruh penelitian (Garrat et al, 2002).

Faktor lain yang menjadi alas an pentingnya kualitas hidup adalah adanya perbedaan kemampuan adaptasi seseorang terhadap penyakit. Misalnya pada kasus seseorang dengan penyakit sendi yang sama, dapat memberikan status fungsional fungsional dan status emosional yang berbeda. Sehingga pada kasus seperti ini, seorang pasien masih dapat bekerja sedangkan pasien lain sudah berhenti bekerja (Guyatt et al., 1993).

(31)

Bays dan Cathy (2001), menemukan bahwa kualitas hidup pasien paska serangan stroke dipengaruhi oleh gangguan psikologis, parahnya kerusakan fisik, tingkat keparahan afasia yang dialami pasien, reaksi yang tidak adekuat terhadap penyakitnya, pesimis dan ketidakmampuan untuk kembali bekerja. Dua puluh persen sampai tujuh puluh persen dari kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh adanya depresi (gangguan psikologis), Kemampuan fungsional dan hubungan sosial dengan sekitarnya.

Kualitas hidup terkait kesehatan dapat diukur dengan menggunakan instrumen yang berisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seperti yang sudah disebutkan diatas, yaitu mobilitas, rasa nyeri, gangguan depresi/ cemas dan ungkapan/ persepsi seseorang tentang kualitas hidupnya dalam suatu angka/skala. Untuk menetapkan kualitas pasien stroke kita harus memilih instrumen yang sesuai usulan yang dikemukakan oleh De Haan & Farransen (2002) diantaranya harus jelas konsep kualitas hidup dalam hubungannya dengan International classification of impairment, disabilities, and handicaps (ICIDH) dari WHO.

(32)

(Williams, 1998). Kualitas hidup sebagian besar dinilai oleh instrumen tergantung pada laporan diri. Metode pengumpulan data sangat tidak cocok untuk pasien dengan kognitif atau komunikatif (De Haan & Faranson, 2002; Sneeuw et al, 1997). Pemilihan ukuran kualitas hidup harus didasarkan pada atribut psikometri yang termasuk kelayakan, validitas, reliabilitas, dan kepekaan terhadap perubahan (Norman et al, 1998). Penelitian outcome pasien stroke memerlukan skala kualitas hidup yang spesifik yang memfokuskan pada masalah spesifik pasien stroke. Instrumen harus dapat membedakan efek akibat stroke dengan akibat bertambahnya usia.

2.3.5 Domain Kualitas Hidup

Secara umum terdapat 5 bidang (domains) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner oleh WHO (World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah kesehatan fisik (physical health), kesehatan umum, nyeri, energy dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat, Kesehatan psikologis (physichological health), cara berpikir, belajar, memori dan konsentrasi, tingkat aktivitas (level of independence), mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja, hubungan sosial (sosial relationship), hubungan sosial, dukungan sosial, lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja (Herman, 1993).

(33)

dalam mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan semua domain akan diukur dalam dua dimensi yaitu penilaian objektif dari fungsional atau status kesehatan dan persepsi sehat yang lebih subjektif. Walaupun dimensi objektif penting untuk menentukan derajat kesehatan, tetapi persepsi subjektif dan harapan membuat penilaian objektif menjadi kualitas hidup yang sesungguhnya. Suatu instrument pengukuran kualitas hidup yang baik perlu memiliki konsep, cakupan, reliabilitas, validitas dan sensitivitas yang baik pula.

Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu instrumen umum (generic scale) dan instrumen khusus (specific scale). Instrumen umum ialah instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronis, instrumen ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan dan kekuatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita. Salah satu contoh instrumen umum adalah the Medical Outcome Study (MOS) 36-item short-form Health Survey (SF-36). Instrumen yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu (misalnya pada orang tua) atau fungsi yang khusus (misalnya fungsi emosional), contohnya adalah “The Washington Psychosocial Seizure Inventory” (WPSI).

(34)

(Harmaini, 2006) dan telah dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Validitasnya telah dibuktikan pada populasi umum dan beberapa grup pasien yang bervariasi (De Haan & Farnson, 2002). Instrument SF-36 ini dapat digunakan oleh subjek wanita maupun pria. Subjek yang dapat menggunakan kuesioner ini harus berusia di atas 14 tahun ((AHOC, 2005). Instrument SF-36 merupakan suatu isian berisi 36 pertanyaan yang disusun untuk melakukan survey terhadap status kesehatan yang terbagi dalam; pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan yang ada, pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi, pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik, nyeri seluruh badan, kesehatan mental secara umum, pembatasan aktivitas sehari-hari karena masalah emosi, vitalitas hidup, pandangan kesehatan secara umum. Pertanyaan yang terdapat pada SF-36 adalah tentang persepsi pasien secara umum tentang kesehatannya, kemudian pasien akan mengatakan tentang kesehatannya adalah, sempurna, sangat baik, baik, kurang, sangat kurang. Kemudian pertanyaan pada instrument ini adalah membandingkan kesehatan pasien saat ini dengan 4 minggu yang lalu.

(35)

valid digunakan pada pasien setelah mengalami stroke, karena pada instrumen ini menilai bagaimana pasien beradaptasi, kognitif, spiritual setelah serangan stroke.

Dorman et al (1999) membandingkan reliabilitas The Short-Form 36 (SF-36) dengan EuroQol (5D). Sebanyak 1125 pasien stroke diukur kualitas hidup dengan EuroQol dan 1128 pasien diukur dengan kuesioner SF-36. Jumlah tersebut diambil secara acak (EuroQol: 271 pasien dan SF-36: 253 pasien) dalam selang waktu 3 minggu kemudian untuk mengisi lagi daftar instrumen yang sama. Hasil yang didapat untuk EuroQol reliabilitasnya (k antara 0.63-0.80), interval kepercayaan 95%) dan pada SF-36 untuk masing-masing bidang secara kualitatif didapatkan hasil yang serupa kecuali kesehatan mental (Koefisien korelasi intra kelas = 0.28). Penggunaan kedua instrument ini layak untuk pengukuran kualitas hidup pasien stroke.

(36)

kualitatif maupun kuantitatif). Penilaian untuk Skoring pada SF-36 berkisar antara 0-100, dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup terkait kesehatan pasien (Brazier, Jines & Kind, 1993).

2.4 Kerangka Konsep

(37)

Gambar 2.2: Sumber: Price & Wilson (2005), Carod-Artal et al (2009), Slevin (1996).

2.5 Kerangka Konsep Teori Dorothea Orem

Berdasarkan konsep teori Orem bahwa perawatan diri merupakan fungsi regulasi manusia untuk dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup. Menurut Orem (2001) kebutuhan perawatan diri terdiri dari tiga asumsi yaitu pertama, manusia membutuhkan pemasukkan bahan kebutuhan untuk mempertahankan hidup; kedua, perkembangan manusia dari janin hingga dewasa untuk memenuhi kebutuhan mempertahankan hidup agar terpenuhi lingkaran kehidupan; dan

Gangguan

Motorik

Gangguan

Sensorik

Gangguan

Kognitif

Gangguan

Verbal

Gangguan

Emosional Stroke Iskemik

(CT-Scan Kepala)

STROKE ISKEMIK

Status Fungsional

(Self report)

Perubahan Kualitas Hidup

(38)

deviasi dari struktur normal dan fungsi dari kebutuhan untuk kesejahteraan dan mencegah penyimpangan yang terjadi serta mengontrol pengaruh dari penyimpangan.

Gambar 2.3: Teori Orem (2001); Framework Conceptual of Self-Care Requisites (Adopted by Theory Based Nursing Practice (TBNP) A working document at The University of Tennesse at Chattanooga School of Nursing Faculty & Students, 2013).

Mencegah Bahaya/ Mempromosikan kesejahteraan

(Prevention Hazard/ Promotion well being)

(39)

2.6 Kerangka Penelitian

Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti, kerangka konsep inti terdiri dari variabel bebas (independen) dan Variabel terikat (dependen).

Adapun variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Variabel independen adalah variabel status fungsional yang digunakan untuk mempengaruhi kualitas hidup (2) variabel dependen adalah variabel kualitas hidup adalah variabel yang dipengaruhi oleh status fungsional. Indikator pengukuran aktivitas sehari-hari, peneliti mengadopsi instrumen berdasarkan gangguan status fungsional pada pasien yang mengalami gangguan sistem syaraf yang sudah divalidasi oleh tiga orang yang ahli dalam bidang neurologi. Variabel kualitas hidup menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi oleh peneliti sembelumnya dan sudah digunakan banyak Negara termasuk Indonesia.

Skema 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar

Gambar 2.1. Tiga domain dari status fungsional (Donna, 2011).
Gambar 2.2: Sumber: Price & Wilson (2005), Carod-Artal et al (2009),
Gambar 2.3: Teori Orem (2001); Framework Conceptual of Self-Care Requisites

Referensi

Dokumen terkait

218 2.e.1 Kebijakan terkait proses belajar mengajar, dokumen evaluasi hasil kerja siswa, dokumen evaluasi kesiapan lulusan sekolah dalam konteks internasional dikaitkan dengan

7) Setel waktu yang diperlukan untuk pengisian sesuai dengan hasil pengukuran berat jenis elektrolit baterai, ( untuk battery charging yang dilengkapi timer), bila tidak

tugas yang di emban dalam masa sekarang ini; (4) hendak mewujudkan tekad dan doa hidup agar dalam mengarungi hidup yang berat ini selalu mendapat berkah dari

Perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan yang memegang peranan penting bagi kehidupan perekonomian di Indonesia dalam mengerakkan pembangunan.Dalam menjalankan

Dengan input berupa teks berita dan query dan proses yang terdiri dari text. preprocessing, pembobotan tfidf, pembobotan cosine similarity

Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indonesia : Suatu Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang-undang Perlindungan. Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen :

Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi analisis usaha budidaya maggot serta penghematan yang dapat dilakukan jika maggot diberikan sebagai alternatif kombinasi

Berangkat dari visi, misi, dan tujuan seorang Perancang Acara / Produser maka masyarakat akan lebih mengetahui tentang sesuatu hal yang kecil yang tidak banyak di