BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Kajian pustaka dimuat dengan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Penulis harus mencari dan mengumpulkan data-data yang akurat serta buku-buku acuan yang relevan, atau yang ada hubungannya dengan objek yang di teliti.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam penelitian adalah buku-buku sosiolinguistik dan adat perkawinan dalam suku Pakpak seperti: Adat dan tata cara perkawinan suku Pakpak oleh Lister Berutu dan Tandak Berutu (2006). Kemudian ada buku yang berjudul Tradisi dan Perubahan Kasus Pakpak Dairi oleh Lister Berutu dan Nurbani Padang (1997), dalam buku Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2010) yang berjudul Sosiolinguistik Perkenalan Awal dan buku Pengantar Linguistik oleh Aslinda dan Leni Syafyahya (2007).
Dalam buku Syafyahya dan Leni Syafyahya (2007:31) dalam buku pengantar sosiolinguistik mengatakan terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat dalam situasi itulah yang disebut dengan peristiwa tutur.
2.2 Teori Yang Digunakan
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab. Berdasarkan judul skripsi ini maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat balik ulbas dalam Perkawinan Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu Kabupaten Pakpak Bharat adalah teori Sosiolinguistik yang mencakup tentang perisiwa tutur.
Dalam setiap proses komunikasi terjadilah peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seperti yang terjadi dalam keadaan sehari-hari; proses tawar menawar di pasar, rapat di gedung dewan, dsb. Dell Hymes (1972) dalam buku Chaer dan Leony (2010:48) menyebutkan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:
N (= Norms of interection and interpretation)
G (= Genres)
1. Setting and scene
Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene
pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Untuk menemukan setting dan scence dalam upacara balik ulbas berikut contoh peristiwa tutur balik ulbas dalam tahap mertuptup/mertenggo Raja (Musyawarah)
Sukut/Orangtua peranak : Engo itengoi kene karina dengan sibeltek,
berru deket perkaing buari?
‘Sudah dipanggil semua dengan sibeltek, berru dan perkaing kemarin?’.
Berru mbelen : Ue pun/nampuhun
‘Ia paman dan bibi’.
Sukut/Orangtua peranak : Bage doken mo misapo kita karina!
‘Kalau seperti itu ke rumah kita semua’.
Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai
siulanta.
‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.
Dengan sibeltek : Katengku enggo boi simulai en, enggo mo isen kita
‘Menurut saya sudah bisa kita mulai, sudah kita sudah disini semua sulang silima’. (Struktur kekerabatan yang terdiri atas lima bagian yaitu perisang-isang, perekur-ekur (bungsu), pertulan tengah (anak tengah),
takal peggu (berru) dan tulan tengah (kula-kula).
Berutu (2006:58).
Persinabul : Situbennai mo katengku runggu ta enda, nai mula ari
balik ulbas.
‘Mari kita mulai musyawarah ini, jadi mengenai hari pelaksanaan balik ulbas’.
Sukut/orangtua peranak : Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami
pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket
purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen
mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara
mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan
kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami
memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang
kita karina.
mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya sehingga tidak dipermalukan’.
Lalu undangan yang hadir seperti sinina lainnya dan berru dipersilahkan oleh juru bicara untuk menanggapi pernyataan sukut tersebut.
Berru : Mula enggo bagi arih ta karina, enggo tuhu selloh idi. Kami pe berru enggo
siap mengurupi idi.
‘Kalau seperti itu musyawarahkan kita bersama, sudah bagus itu. Kami semuanya berru akan siap membantu acara itu’.
Sukut/orang tua peranak : Lias ate mo tuhu.
‘Terima kasih’.
Dari hasil percakapan di atas maka percakapan tersebut terjadi di dalam rumah.
Orangtua peranak : Bage doken mo misapo kita karina!
‘Kalau seperti itu ke rumah kita semua’. Kegiatan tersebut dilangsungkan pada malam hari.
Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai si
ulanta.
‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.
Sementara scene mengacu pada situasi tempat tidak formal karena peserta runggu belum semua berada di dalam rumah.
2. Participants
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).
- Sukut/Orang tua peranak
- Dengan sibeltek
- Persinabul
- Berru
- Perkaing
3. Ends
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang
terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Maka dari peristiwa tutur diatas maksud dan tujuan meruggu tersebut disampaikan dengan orang tua peranak kepada keluarga yang hadir soal pelaksanaan balik ulbas itu. Berikut maksud dan tujuannya.
Sukut Orang tua peranak : Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami
pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket
purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen
mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara
mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan
kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami
memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang
kita karina.
yang besar dan kami tidak mampu untuk mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya’.
4. Act sequence,
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujuran
ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan toping pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.
Orang tua peranak dalam menyampaikan ujaran kepada saudara dan seninanya dengan bahasa yang lembut. Atau dalam bahasa Pakpak mengelek (memohon).
Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami pe kene asa naing balik ulbas
ngo anakta deket purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan
embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami,
tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami
memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina.
5. Key
Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan
disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.
Sukut Peranak : Katengku enggo boi simulai en, enggo mo isen kita karina
sulang silimata masuk mo kita mi bages.
Dari peristiwa tutur diatas, sukut/orang tua peranak menyampaikan secara lembut dan serius agar berru, dengan sibeltek dan undangan lainnya tidak merasa tersinggung.
6. Instrumentalities,
Instrumentalities mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa,
dialek ragam, atau register.
Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai
siulanta.
‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.
Dalam pelaksaan pesta maupun acara balik ulbas persinabul sering menggunakan ragam bahasa yang tujuannya mengingatkan orang lain namun memberikan teguran secara halus. Maksudnya pernyataan persinabul jangan sampai ayam berkokok artinya acara tersebut harus dilaksanakan secepat mungkin namun menggunakan bahasa yang lebih santun.
Norm mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Dari
percakapan di atas baik antara sukut dengan persinabul semuanya kompak dan sudah saling mengenal sehingga musyarawah itu berjalan dengan baik.
8. Genre
Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa, dan sebagainya.
Ketak-ketik mbelgah palu-paluna, bagen pe I petupa kami dak mbelgah mo
pinasuna artinya sesederhanapun makanan yang dihidangkan pihak si gadis