BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Salam (Eugenia polyantha Wight)
Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan bukan saja di Indonesia, tetapi umumnya di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur-mayur, maupun nasi. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh, kering ataupun segar, dan turut dimasak hingga makanan tersebut matang. Pohon salam tumbuh tersebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indochina, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Tumbuhan ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti ubar serai, meselangan (Sumatera); samak, kelat samak, serah (Malaysia); dan manting (Jawa) (Agoes, 2010).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Salam
Menurut Anonim (2008), klasifikasi tanaman salam Eugenia polyantha Wight secara sistematik adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae Marga : Eugenia
Jenis : Eugenia polyantha Wight Sinonim : Eugenia lucidula Miq.;
Nama umum : Salam
Nama daerah : Ubar serai (Melayu); Gowok (Sunda); Salam (Jawa); Salam (Madura); Kastolam (Kangean).
2.1.2 Morfologi Tanaman Salam
Pohon salam berukuran sedang dan tingginya mencapai 30 m. Kulit batang berwarna cokelat abu-abu, rengkah/pecah atau bersisik. Daun tunggal terletak berhadapan dengan tangkai hingga 12 mm. Helai daun berbentuk jorong lonjong, jorong sempit, atau lanset sebesar 5-16 × 2,5-7 cm, gundul. Dengan 6-11 urat daun sekunder, dan sejalur urat daun intramarginal yang tampak jelas dekat tepi helaian, dan berbintik kelenjar minyak yang sangat halus. Bunga berupa malai dengan banyak kuntum bunga, 2-8 cm, muncul di bawah daun atau terkadang pada ketiak. Bunga kecil-kecil, duduk, berbau harum, berbilangan 4, kelopak seperti mangkuk, panjangnya sekitar 4 mm, mahkota lepas-lepas, berwarna putih yang besarnya sekitar 2,5-3,5 mm. Pohon salam memiliki banyak benang sari, dengan panjang sekitar 3 mm, terkumpul dalam 4 kelompok, dan mudah rontok, serta piringan tengah agak persegi, berwarna jingga kekuningan. Buah membulat atau agak cekung, bermahkota keping kelopak, berwarna merah sampai ungu kehitaman apabila masak (Agoes, 2010).
2.1.3 Kandungan Senyawa Aktif
Eugenia polyantha mengandung tanin, minyak atsiri, seskuiterpen,
seperti kalsium, besi, natrium dan selenium terdapat di dalam kandungan daun salam (Lajuck, 2012).
Daun salam kering mengandung sekitar 0,17% minyak esensial dengan komponen penting eugenol dan metal kavikol (methyl chavicol) di dalamnya. Ekstrak etanol dari daun menunjukkan efek anti jamur dan anti bakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anti cacing nematode kayu pinus Bursaphelenchus xylophilus (Agoes, 2010).
2.2 Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier, 2004). Kira-kira 6% tubuh manusia dewasa terbuat dari mineral. Mineral yang dibutuhkan oleh manusia diperoleh dari tanah. Tanaman sumber pangan menyerap mineral yang diperlukan dan menyimpannya dalam struktur tanaman. Hewan sebagai konsumen tingkat pertama menggunakan dan menyimpan mineral dalam tubuhnya. Sebagai konsumen tingkat akhir, manusia memperoleh mineral dari pangan nabati dan hewani. Mineral merupakan bahan anorganik dan bersifat esensial (Yuniastuti, 2008).
2.2.1 Kalsium
Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0 – 1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno, 1992). Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi. Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil susu, seperti keju, ikan, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan seperti tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga (Almatsier, 2004).
Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi dan mengukur proses biologi dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi juga keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan (Winarno, 1992).
Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu, dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar). Sedangkan jika kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh (Almatsier, 2004). 2.2.2 Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular. 35-40% natrium ada didalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalh garam dapur atau NaCl (Almatsier, 2004).
besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Di dalam sel tekanan osmosis di atur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium didalam sel (Almatsier, 2004).
2.2.3 Magnesium
Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh (Almatsier, 2004). Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat (fosfatase). Magnesium diserap di usus kecil, dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap (Winarno, 1992).
Kebutuhan magnesium untuk orang dewasa pria 350 mg per hari dan untuk dewasa wanita 300 mg. Kekurangan magnesium akan menyebabkan
hypomagnesemadengan gejala denyut jantung tidak teratur, insomnia, lemah otot,
kejang kaki serta telapak kaki dan tangan gemetar (Winarno, 1992). Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian dan kacang-kacangan, daging, susu dan hasilnya serta cokelat juga merupakan sumber magnesium yang baik (Almatsier, 2004).
2.3 Metode Destruksi
dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah dan destruksi kering (Kristianingrum, 2012).
2.3.1 Destruksi Basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat olsidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik (Kristianingrum, 2012).
2.3.2 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnance dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam
destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800°C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan di analisis (Kristianingrum, 2012).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
sutu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1990).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif sederhana (Rohman, 2007).
2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
Menurut Rohman (2007), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Sistem peralatan spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007)
1. Sumber Sinar
mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah. Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus (Rohman, 2007).
2. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan di analisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).
a. Nyala
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas astilen-udara: 2200°C dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000°C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan
adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi.
b. Tanpa Nyala
(ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising).
3. Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Didalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper.
4. Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakn tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi.
2.4.2 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption)
2.5 Validasi Metode Analisis
Menurut Harmita (2004), validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat dan spesifik.
Menurut Harmita (2004), Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
2.5.1 Kecermatan (accuracy)
a. Metode Simulasi (spiked-placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
b. Metode Penambahan Baku (standard addition method)
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan kedalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).
Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
2.5.2 Keseksamaan (precision)
2.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi