BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi anemia neonatus
Anemia pada neonatus didefinisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah nilai
rata-rata hemoglobin menurut usia neonatus.4,11 Nilai normal hematologi
pada neonatus cukup bulan dan neonatus kurang bulan dapat dilihat pada
tabel 2.11 dan tabel.2.24
Tabel. 2.1 Nilai normal hematologi neonatus cukup bulan.1
Lahir 2 minggu 2 bulan
Tabel.2.2 Nilai normal hematologi neonatus kurang bulan.4
2.2 Patofisiologi anemia neonatus
Perkembangan hematopoiesis dalam rahim terbagi tiga periode yaitu
mesoblastik, hepatik dan myeloid. Periode mesoblastik dimulai pada masa
gestasi dua minggu saat itu sel-sel darah merah dibentuk di indung telur (yolk
salk). Pada periode hepatik sel-sel normoblas dibentuk di hati dan terjadi
pada masa gestasi 6 sampai 24 minggu. Pada masa gestasi 6 sampai 7
bulan dan selanjutnya adalah periode myeloid, yaitu sumsum tulang
merupakan tempat eritropoiesis dan satu-satunya sumber sel darah baru
selama masa anak.12
Setelah lahir, bayi cukup bulan memiliki nilai hemoglobin yang lebih
tinggi dari pada anak-anak dan dewasa. Namun demikian pada usia satu
minggu terjadi penurunan nilai hemoglobin yang cepat kemudian menetap
selama 4 – 6 minggu. Dengan adanya pernafasan setelah lahir, oksigen
mengikat hemoglobin, sehingga saturasi oksihemoglobin meningkat 50-95%.
Meningkatnya oksigen dalam darah menyebabkan down regulation produksi
EPO, sehingga terjadi supresi eritropoiesis.13
Semua neonatus mengalami penurunan kadar hemoglobin selama
minggu-minggu awal kehidupan. Hal ini sebagai akibat dari berbagai faktor
fisiologi dan non fisiologi. Pada bayi aterm, nilai hemoglobin paling rendah
jarang mencapai dibawah 10 g/dl pada usia 10-12 minggu. Pada bayi
cepat yaitu pada usia 4-6 minggu dan turunnya nilai hemoglobin lebih rendah
terjadi pada bayi prematur, yaitu 8 g/dl pada bayi dengan berat badan kurang
dari 1500 gram dan 7 g/dl pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari
1000 gram. Penurunan nilai hemoglobin pada neonatus cukup bulan dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak memerlukan terapi, oleh karena itu disebut
anemia fisiologi. Sedangkan penurunan nilai hemoglobin pada bayi prematur
disertai tanda dan gejala serta memerlukan transfusi eritrosit. Hal ini disebut
dengan anemia pada bayi prematur ( anemia of prematurity ) 14
Pelayanan neonatologi moderen saat ini memerlukan monitoring yang
ketat dengan pemeriksaan laboratorium secara serial seperti analisa gas
darah, elektrolit dan kultur darah. Kehilangan darah karena phlebotomy
berperan penting dalam terjadinya anemia pada neonatus dan perlunya
transfusi eritrosit selama minggu pertama kehidupan.15
Secara umum anemia pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi:16
A. Anemia karena perdarahan
B. Anemia karena kegagalan produksi eritrosit.
C. Anemia karena proses hemolitik
A. Anemia karena perdarahan
Anemia karena perdarahan dapat terjadi pada waktu sebelum, saat atau
1. Perdarahan tersembunyi (okulta) sebelum persalinan: perdarahan ini
dapat terjadi akibat perdarahan fetus masuk ke sirkulasi maternal atau
dari fetus yang satu ke fetus yang lain pada kehamilan ganda.16
a. Perdarahan fetomaternal
Eritrosit fetus dalam jumlah kecil masuk kedalam sirkulasi maternal
pada sebagian besar kehamilan. Adanya komplikasi kehamilan,
abortus, preeklamsi, operasi sesar atau komplikasi persalinan
meningkatkan risiko perdarahan fetomaternal. Diagnosis perdarahan
fetomaternal dapat dipastikan dengan penemuan darah fetal dalam
sirkulasi maternal dengan pemeriksaan aglutinasi diferensial, teknik
antibody fluoresens serta pewarnaan sel fetal (Rosette screen). Test
ini berdasarkan resistensi oleh hemoglobin fetal terhadap media
asam (Kleihauer-Betke Stain). 17
b. Transfusi feto-fetal ( twin-twin transfusion)
Transfusi feto-fetal adalah suatu kondisi kehamilan kembar dimana
sirkulasi dari satu bayi dengan bayi yang lain dihubungkan melalui
anastomosis plasenta. Transfusi feto-fetal ini hanya ditemukan pada
kembar monokhorionik dengan kembar monokhorionik.18 Diagnosa
transfusi feto-fetal ini ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
seimbang antara kedua bayi dan akan tampak perbedaan ukuran
kantong amnion. 19
2. Perdarahan internal
Perdarahan internal yang menyertai trauma persalinan diketahui
menyebabkan anemia neonatus, meskipun perbaikan pelayanan
obstetrik dan meningkatnya tindakan operasi sesar untuk mengatasi
persalinan dengan komplikasi sulit telah menurunkan komplikasi ini. 17
a. Perdarahan ekstrakranial
Perdarahan ekstrakranial sering menyertai persalinan yang sulit
atau persalinan dengan ekstraksi vakum.17
b. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada intraventrikuler atau
subarahnoid.17
c. Perdarahan intra abdomen
Perdarahan adrenal dan ginjal kadang-kadang menyertai
persalinan letak sungsang.17
d. Perdarahan pada saat persalinan
Perdarahan pada saat persalinan dapat disebabkan oleh
komplikasi obstetrik seperti plasenta previa atau trauma plasenta
B. Anemia karena penurunan / kegagalan produksi eritrosit
Anemia karena penurunan produksi eritrosit sering disebut dengan pure red
cell aplasia (PRCA). Anemia ini ditandai dengan adanya gambaran anemia
normositik berat, retikulositopenia dan tidak adanya eritroblas pada sumsum
tulang.20 Anemia ini dapat digolongkan menjadi jenis diwariskan ( inherited )
seperti anemia Diamond-Blackfan dan jenis didapat ( acquired ) seperti
anemia karena adanya infeksi seperti infeksi parvovirus B19, sitomegalovirus,
toksoplasmosis, sifilis kongenital, rubella dan herpes simpleks.4
C. Anemia karena proses hemolitik
Anemia karena proses hemolitik dapat dibagi menjadi anemia hemolitik
karena proses autoimun dan non imun.
1. Anemia hemolitik autoimun/alloimun
Anemia hemolititik autoimun merupakan akibat interaksi abnormal antara
eritrosit dan sistem imun. Hal ini terjadi setelah antibodi dan komponen
komplemen mengikat antigen permukaan sel eritrosit dan mengawali
pengrusakan sel eritrosit melalui sistem fagosit mononuklear. Autoimun
hemolitik anemia (AIHA) ditandai dengan produksi antibodi melawan sel
eritrosit. Sedangkan alloimun anemia hemolitik mengikuti paparan
a. Inkompatibilitas Rhesus
Ibu dengan Rhesus (-) dapat terpapar dengan antigen Rhesus melalui 2
cara transfusi fetomaternal dan transfusi darah. Risiko terjadinya
transfusi fetomaternal meningkat pada abrupsi plasenta, abortus,
toksemia, seksio sesaria kehamilan ektopik serta beberapa prosedur
seperti amniosintesis dan kardiosintesis. Meskipun bisa dicegah,
penyakit hemolisis masih merupakan penyebab paling sering anemia
berat. Comb test positif kuat dan retikulosit meningkat setelah bayi
lahir. Anemia yang terjadi bervariasi dari ringan sampai dengan berat.4
b. Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas maternal-fetal ABO adalah terjadi pada 15-20% dari
seluruh kehamilan. Sensitisasi maternal pada ibu dengan golongan
darah O oleh antigen A atau B janin akan memproduksi anti-A dan
anti-B berupa IgG, yang dapat menembus plasenta, masuk ke sirkulasi
janin dan menimbulkan hemolisis. Ibu dengan golongan darah A atau
B memiliki anti-A atau anti-B berupa IgM, yang tidak dapat menembus
plasenta. Kondisi ini sering merupakan penyebab
hiperbilirubinemia.4,22 Test antiglobulin direk hanya positif lemah.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan apusan sel darah tepi dengan
2. Anemia hemolitik non-imun
Anemia hemolitik non-imun dapat terjadi karena kelainan membran
eritrosit herediter dan defek enzim eritrosit.
a. Kelainan membran eritrosit herediter
Kelainan membran eritrosit herediter meliputi sferositosis herediter,
eliptositosis herediter dan xerosis herediter. Semua kelainan ini
bermanifestasi pada periode neonatal.17
b. Defek enzim eritrosit
Kelainan yang paling umum pada kelainan enzim eritrosit adalah
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Defisiensi
G6PD diturunkan secara X-linked dan dapat ditemukan pada etnis
tertentu seperti Afrika, Mediterania dan Asia.16
2.3 Mekanisme terjadinya hipoksia jaringan
Mekanisme terjadinya hipoksia jaringan dapat dijelaskan melalui keterkaitan
berbagai komponen oksigenasi jaringan. Oksigen masuk kedalam tubuh
melalui paru-paru kemudian ditransport ke jaringan melalui darah dan
digunakan dalam sel untuk proses metabolisme. Gangguan di setiap titik
dalam suatu sistem apakah di paru-paru, jantung, darah atau jaringan dapat
mengganggu oksigenasi jaringan dan dapat menyebabkan kerusakan
Gambar.2.1 Diagram mekanisme hipoksia jaringan. Tekanan oksigen dalam
diagram adalah Inspirasi (PI), Alveolar (PA), Arteri (Pa), Vena (PV).5
Dalam keadaan normal sekitar 97% oksigen dalam darah di transport
dalam ikatan kimia dengan hemoglobin dalam sel eritrosit dan 3% dibawa
dalam kondisi terlarut dalam plasma dan sel. Setiap molekul hemoglobin
dapat mengikat molekul oksigen. Persentase ikatan hemoglobin dengan
oksigen meningkat ketika PaO2 dalam darah meningkat. Afinitas hemoglobin
terhadap oksigen meningkat setelah hemoglobin sebelumnya telah berikatan
dengan molekul oksihemoglobin. Hubungan antara afinitas oksigen dengan
Pada praktek klinis defisiensi oksigen di darah arteri umumnya
dikaitkan dengan kurva disosiasi oksihemoglobin (Gambar 2.2). Karena
bentuk sigmoid hubungan antara PaO2 dan SaO2, hipoksemia arteri
meningkat ketika PaO2 berada dibawah area sudut siku dari kurva (sekitar
60-70 mmHg), dimana SaO2 berkurang lebih cepat dengan berkurangnya
PaO2 lebih lanjut. Kondisi klinis hipoksia meningkat ketika PaO2 jatuh
dibawah 50-60 mmHg dan SaO2 berkurang lebih cepat, gagal nafas akut
dapat terjadi bila PaO2 dibawah 50 mmHg.5
Gambar.2.2 Kurva disosiasi oksihemoglobin. Hubungan tekanan oksigen
arteri (PaO2) dengan saturasi oksihemoglobin (SaO2), kandungan oksigen
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi afinitas oksihemoglobin
yaitu susunan asam amino hemoglobin (methemoglobin, hemoglobinopati,
karboksihemoglobin), suhu, PCO2, pH, konsentrasi 2,3 diphosphoglycerate.
Umumnya ikatan hemoglobin terhadap oksigen berkurang dengan
menurunnya pH, meningkatnya PCO2 di jaringan, sehingga menyebabkan
kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kanan ( shift to the right ), hal ini
mempercepat pelepasan oksigen di jaringan.24 Dari kurva disosiasi
oksihemoglobin tampak bahwa jumlah oksigen yang terlarut di plasma tidak
menentukan pada sebagian besar kondisi klinis, melainkan ditentukan oleh
oksigen yang terikat pada hemoglobin. Nilai kandungan oksigen arteri (CaO2)
dianggap normal pada konsentrasi hemoglobin 15 g/dl.23
2.4 Diagnosis anemia neonatus
Diagnosis anemia pada neonatus dapat dimulai dengan evaluasi riwayat
pasien meliputi medis, diet, perdarahan, transfusi, dan riwayat sakit
sebelumnya. Riwayat anggota keluarga anemia, ikterik, kolestasis atau
splenektomi. Riwayat maternal meliputi diet dan minum obat selama
kehamilan. Umur saat anemia timbul mempunyai nilai diagnostik. Anemia
yang timbul saat lahir dapat diakibatkan oleh perdarahan atau alloimmunisasi
48 jam pertama kehidupan biasanya karena hemolitik dan biasanya disertai
dengan ikterik.4 Manifestasi klinis secara umum pada anemia akut adalah
syok, perfusi perifer yang buruk, distres pernafasan, takikardi, pucat, letargi
dan hipotensi.4,25 Pada anemia kronik didapatkan pucat, biasanya disertai
hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan apusan darah tepi didapatkan
eritrosit hipokromik mikrositik dan banyak eritrosit imatur.4
Evaluasi laboratorium awal meliputi pemeriksaan darah lengkap,
retikulosit dan apusan darah tepi, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut disesuaikan dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang
didapat.4 Algoritma diagnostik (Gambar 2.3) dapat digunakan untuk
membantu mengidentifikasi penyebab anemia.4,25
Data yang ada saat ini menunjukkan dengan nilai hematokrit dibawah
20% memiliki oksigenasi jaringan yang mencukupi, sedangkan nilai
hematokrit yang lebih tinggi dapat ditemukan pada bayi yang mengalami
hipoksia. Sehingga hemoglobin / hematokrit menunjukkan prediktor yang
buruk untuk menentukan hipoksia jaringan pada anemia neonatus.
Parameter hipoksia jaringan yang lain telah banyak diteliti. Nilai asam laktat
dan fractional oxygen extraction dapat menunjukkan terjadinya hipoksia
jaringan pada anemia neonatus. Kedua parameter ini memiliki respon yang
cepat terhadap hipoksia pada anemia. Namun perubahan hemodinamik
2.5 Peran VEGF sebagai prediktor hipoksia jaringan pada anemia neonatus
Masalah utama pada anemia neonatus adalah ketersediaan oksigen yang
tidak mencukupi untuk memenuhi oksigenasi jaringan karena berkurangnya
transport oksigen. Untuk mengatasi hipoksia jaringan ini terjadi kompensasi
adaptif berupa vasodilatasi, meningkatnya curah jantung. Jaringan yang
mengalami iskemik akan mendeteksi kondisi hipoksia atau hipoglikemia dan
memberikan respons dengan menginduksi produksi faktor angiogenik secara
lokal seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) yang membentuk
pembuluh darah baru pada daerah yang iskemik.10 VEGF adalah mediator
utama permeabilitas pembuluh darah, proliferasi dan migrasi sel endotel.
VEGF juga memainkan peranan yang penting selama perkembangan fetus
dalam kandungan. Kadar VEGF meningkat pada plasma tali pusat selama
perkembangan fetus. Kadar VEGF dapat dideteksi pada jaringan fetus dari
usia kehamilan 16 minggu. Selama periode fetus, VEGF diekspresikan
didalam villous dan extravillous trophoblast dan kadar VEGF ini berubah
seiring perubahan usia janin saat dilahirkan. Pada bayi yang lahir prematur
kadar VEGF secara signifikan lebih rendah dibanding bayi yang lahir cukup
bulan.26
Penelitian yang dilakukan tahun 1999 di Jerman pada orang dewasa
Penelitian yang dilakukan tahun 2004 di Berlin pada neonatus yang
menderita anemia akut dan kronik didapatkan peningkatan kadar VEGF.10
Penelitian yang dilakukan tahun 2011 pada anak-anak di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung di dapatkan korelasi negatif berkekuatan sedang antara
hemoglobin dan VEGF (r= -0,503).28
VEGF diketahui memiliki berbagai aktivitas biologi yang penting yaitu
kemampuan meningkatkan pertumbuhan sel endotel vaskuler yang berasal
dari arteri, vena dan limfe. VEGF merangsang angiogenesis dalam tiga
dimensi yaitu menyebabkan pertemuan sel-sel endotel mikrovaskuler,
penetrasi kedalam gel kolagen dan membentuk struktur seperti kapiler. VEGF
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah, sebagai respon angiogenesis
yang kuat, memicu ekspresi serine protease-uro-kinase type, tissue-type
plasminogen activator (PA) dan juga PA inhibitor-1(PAI-1) dalam sel-sel
endotel mikrovaskuler, untuk mempertahankan keseimbangan proses
proteolitik. VEGF juga meningkatkan ekspresi metalloproteinase interstitial
collagenase pada sel endotel vena. Induksi VEGF terhadap kolagenase dan
aktivator plasminogen akan menciptakan suatu lingkungan prodegradasi
untuk migrasi dan pertumbuhan sel-sel endotel. Hal ini merupakan elemen
penting dari rantai proses seluler yang memperantarai invasi seluler serta
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, ini merupakan tahapan yang
sangat penting dari angiogenesis. Fungsi utama dari VEGF dalam proses
angiogenesis adalah mendorong kebocoran (leakage) protein plasma, akibat
terjadi pembentukan fibrin gel ekstravaskuler, suatu substrat untuk penetrasi
dan pertumbuhan sel endotel dan sel-sel tumor. Kondisi fisiologi jangka
panjang mikrovaskuler yang dipicu oleh VEGF, terutama sekali ditentukan
oleh lingkungan mikrovaskuler setempat, daripada rangasangan yang
memulai angiogenesis itu sendiri.29 (Gambar.2.4)
Gambar. 2.4 Aktifitas VEGF pada endotel vaskuler29
Famili VEGF saat ini terdiri dari 7 anggota : VEGF-A, VEGF-B,
VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F dan PIGF. Struktur gen VEGF ini
inter dan intramolekuler disulfida yang terikat pada ujung 4-stranded pusat
pada setiap monomer dengan orientasi antipararel bersebelahan.30
(Gambar.2.5)
Gambar 2.5. Struktur VEGF dan isomer.30
VEGF-A yang dikenal sebagai VPF (vascular permeability factor)
merupakan suatu regulator fisiologi sel endotel telah diidentifikasi sekitar 15
tahun yang lalu dan telah dikenal sebagai faktor pertumbuhan utama untuk
sel endotel. VEGF-A adalah suatu glikoprotein dimer esensial untuk berbagai
proses angiogenik dalam keadaan normal dan patologi seperti vaskularisasi
permeabilitas vaskuler. Dalam kondisi patologis seperti pada keganasan
VEGF-A juga meningkatkan perkembangan pembuluh darah pada tumor.
Gen VEGF-A diorganisasi ke dalam 8 ekson yang dipisahkan oleh 7 intron
yang terletak pada kromosom 6p21.3. VEGF-A manusia memiliki setidaknya
9 subtipe yaitu gen VEGF121, VEGF145, VEGF148, VEGF162, VEGF165,
VEGF165b, VEGF183, VEGF189, VEGF206. VEGF diproduksi dalam sel endotel,
makrofag, sel-T dan berbagai sel lainnya.31
Fungsi biologi VEGF diperantarai oleh 3 reseptor VEGF yaitu
VEGFR-1 (flt-1/fms like tirosin kinase-1), VEGFR-2 (KDR/flk-1/fetal liver
kinase-1 dan VEGFR-3 (Flt-4) setiap reseptor memiliki 7 immunoglobin like
domain dalam ekstravaskuler domain. VEGF menunjukkan bagian reseptor
yang jelas dan spesifik. VEGF-A mengikat VEGFR-1 dan 2, sementara
VEGF-C dan VEGF-D mengikat resptor VEGFR-2 dan 3. PIGF danVEGF-B
mengikat VEGFR-1, VEGF-E mengikat VEGFR-2, VEGF-F mengikat
VEGFR-1. VEGF-A, VEGF-B dan PIGF terutama diperlukan untuk
pembentukan pembuluh darah, sementara VEGF-C dan VEGF-D diperlukan
Gambar 2.6. Skematis famili VEGF dan ikatan reseptor32
Tekanan oksigen memegang peranan utama baik secara in vitro
maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen VEGFA. Ekspresi VEGF mRNA
dipicu oleh paparan tekanan oksigen (pO2) yang rendah.29
Ekspresi gen VEGFA diregulasi oleh berbagai rangsangan seperti
hipoksia, hormon pertumbuhan, transformasi, mutasi p53, thyroid stimulating
hormone(TSH) dan nitric oxide (NO). Meskipun semua rangsangan berperan
dalam meningkatkan regulasi gen VEGFA, hipoksia menjadi bagian paling
penting dalam regulasi gen VEGFA.31
immunoassay ditandai dengan batas deteksi yang rendah dan spesifitas yang
lebih tinggi dan mudah dilakukan. Dalam pengukuran VEGFA beberapa
assay hanya menditeksi VEGF121, atau hanya VEGF165 atau jumlah total dari
VEGFA (121/165). Saat ini ada beberapa assays yang telah dipasarkan untuk
pemeriksaan VEGFA seperti CytokitRedTM (batas diteksi 200 ng/L),
ACCUCYTE® (batas diteksi 10 ng/L), Quantikine®, R&D system,
CYTRLISA™, hVEGF ELISA.33, Abnova VEGFA (Human) ELISA Kit (batas
diteksi 7,9 pg/ml)34. Pemeriksaan VEGFA dapat menggunakan plasma dan
serum. Kadar VEGFA pada individu dewasa yang sehat dengan
menggunakan plasma berkisar 0 - 42 pg/ml, sedangkan jika menggunakan
serum kadar VEGFA berkisar 0 - 173 pg/ml.35 Perbedaan kadar VEGFA di
dalam plasma dan serum karena telah terjadi peningkatan pelepasan VEGFA
dari sel darah atau platelet selama proses pembekuan.33
Kadar VEGFA berdasarkan penelitian yang dilakukan pada penderita
anemia tampak terjadi peningkatan.27 ( Tabel.2.3)
Tabel.2.3 Kadar VEGFA plasma berdasarkan kadar hemoglobin27
Kadar hemoglobin Kadar VEGF plasma
≥ 12 g/dl 16,6 ± 13,3 (pg/ml)
11,0 – 11,9 g/dl 18,5 ± 14,5 (pg/ml)
10,0 – 10,9 g/dl 49,7 ± 41,1 (pg/ml)
Dalam kondisi anemia akut pada neonatus, konsentrasi VEGFA
adalah 130 pg/ml, menunjukkan bahwa konsentrasi VEGFA dibawah nilai
yang menunjukkan persediaan oksigen yang cukup. Sedangkan nilai yang
lebih tinggi mencerminkan hipoksia jaringan. Atas dasar ini, konsentrasi
VEGFA 140 pg/ml adalah nilai threshold yang menunjukkan hipoksia jaringan
pada penelitian yang dilakukan pada saat sekarang.10
Pemeriksaan VEGFA dilakukan dengan menggunakan darah yang
berasal dari vena atau arteri. Darah yang telah diambil disimpan dalam suhu -
80º C kemudian diproses di laboratorium dengan menggunakan serum yang
diperoleh dari sampel darah yang telah disentrifugasi, kemudian konsentrasi
VEGFA ditentukan dengan menggunakan metode enzyme-linked