• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di SD Siti Hajar Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di SD Siti Hajar Medan Chapter III VI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah.

Berdasarkan teori dan tujuan penelitian dalam penelitian ini maka kerangka konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

Skema 3.1 Kerangka konsep hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar

Kecerdasan emosional : 1. Kesadaran diri 2. Pengaturan diri 3. Motivasi diri 4. Empati

5. Keterampilan sosial (Goleman, 2001)

Perilaku agresif :

(2)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar

Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil Skala Variabel

independen: kecerdasan emosional

(3)

Variabel yang dilakukan anak usia sekolah di SD Siti Hajar yang dilakukan dengan yang tidak disukai.

(4)

3.3 Hipotesis Penelitian

(5)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional, dimaksudkan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah.

4.2Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi

Menurut Notoatmodjo (1993 dalam Setiadi, 2007) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik SD Siti Hajar kelas 1 sampai kelas 6 dengan jumlah 763 orang siswa.

4.2.2 Sampel

Notoatmodjo (1993 dalam Setiadi, 2007) menyatakan bahwa

sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Adapun sampel dalam penelitian ini

ditentukan melalui rumus Slovin. Adapun rumus Slovin adalah sebagai

berikut:

n = N

(6)

Dimana

n = Jumlah anggota sampel N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan, peneliti menentukan d yaitu 10% Maka :

n = �

1+�(�)2

= 763

1+763 (0,1)2

= 763

1+763 (0,01)

= 763

1+7,63 = 763

8,63 = 88,4 dibulatkan menjadi 89 siswa.

4.2.3 Teknik sampling

Menurut Nursalam (2001 dalam Setiadi, 2007) sampling adalah

proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis dimaksudkan

untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Sedangkan

pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti,

antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahpurposive sampling dimana kriteria sampel yang diambil telah ditentukan. Kriteria sampel yang dimaksud peneliti adalah siswa yang memiliki absen kelas,

siswa yang masuk dalam daftar catatan kesiswaan murid bermasalah di SD

(7)

4.3Lokasi dan waktu penelitian

4.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SD Siti Hajar Meda Jl. Letjen

Jamin Ginting, Km 11, Gg. Paya bundung 26, Simpang Selayang, dengan

pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah sampel

yang memadai, serta efesiensi waktu dan biaya.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai juli 2017.

4.4Pertimbangan etik

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari kepala sekolah SD Siti Hajar Medan. Dalam pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada responden yang memenuhi kriteria sampel. Calon responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian dan menanyakan kesediaan responden dalam menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang tidak bersedia, peneliti tidak memaksa.

(8)

4.5Instrumen Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang diteliti, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep penelitian. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu data demografi, kecerdasan emosional, dan perilaku agresif siswa.

4.5.1 Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi yang digunakan untuk mengkaji data demografi meliputi inisial nama, usia, dan jenis kelamin, dan pendidikan orangtua.

4.5.2 Kuesioner kecerdasan emosional

(9)

pernyataan negatif yaitu tidak pernah bernilai 4, kadang-kadang berniai 3, sering bernilai 2, dan selalu bernilai 1. Skor tertinggi adalah 60 dan skor terendah adalah 15. Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk menentukan panjang kelas dipakai rumus:

P = rentang kelas/banyak kelas

P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 60 dan nilai terendah adalah 15 sehingga didapat panjang kelas = (60 – 15) / 3 = 15. Jadi hasil penilaian total skor 15-30 dikategorikan kecerdasan emosional rendah, 31-45 kecerdasan emosional sedang, 46-60 kecerdasan emosional tinggi.

4.5.3 Kusioner perilaku agresif

Kuisioner perilaku agresif terdiri atas 17 butir soal dengan beberapa pilihan jawaban yang telah tersedia. Kusioner ini bertujuan untuk mengungkap segala bentuk perilaku agresif pada siswa yang diukur berdasarkan enam aspek perilaku agresif yaitu agresif instrumental (no. 1, 3, 5, 6), agresif verbal (no.2, 4, 7, 9), agresif fisik(no. 8, 10) agresif emosional (no. 11, 13), agresif konseptual (no. 12, 14), agresif kolektif (no. 15, 16, 17). Semua kusioner merupakan pernyataan favourable.

(10)

untuk jawaban STS. Sedangkan skor untuk item unfavourable bergerak dari nilai 1 untuk jawaban SS, nilai 2 utuk jawaban S, nilai 3 untuk jawaban TS, dan nilai 4 untuk jawaban STS. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi perilaku agresif yang dilakukan oleh anak. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin rendah perilaku agresif pada anak. Skor tertinggi adalah 68 dan skor terendah 17 adalah . Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk menentukan panjang kelas dipakai rumus:

P = rentang kelas/banyak kelas

P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 68 dan nilai terendah adalah 17 sehingga didapat panjang kelas = (68 – 17) / 3 = 17. Jadi hasil penilaian total skor 17-34 dikategorikan sebagai perilaku agresif rendah, 35-52 perilaku agresif sedang, dan 53-68 perilaku agresif tinggi.

4.6 Validitas dan realibilitas

4.6.3 Validitas

(11)

perawat di RSU Kabanjahe. Alat ukur perilaku agresif dan kecerdasan emosional ini merupakan uji validitas isi yang memerlukan uji oleh dosen departemen keperawatan jiwa, Ibu Jenny Marlindawani Purba, MNS, Ph. D. Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pernyataan pada instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai Coefisient Valid Index (CVI) mencapai 0,70. Hasil uji validitas yang didapat, kuesioner hubungan kecerdasan emosional memiliki nilai CVI sebesar 1,00 dan kuesioner perilaku agresif memiliki nilai 0,88 sehingga instrumen yang digunakan peneliti telah valid.

4.6.4 Reliabilitas

(12)

menggunakan Cronbach Alpha dan hasil yang diperoleh adalah 0,876. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya >0,717 (Arikunto, 2007)

4.7 Pengumpulan data

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (SD Siti Hajar Medan). Setelah mendapatkan izin peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menetukan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Kemudian responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Setelah semua responden mengisi kuesioner tersebut, maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8Analisa data

(13)

tahapan. Pertama editing, yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat mengoreksi.

(14)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2017 di SD Siti Hajar Medan dengan melibatkan 89 responden. Responden pada penelitian ini adalah siswa-siswi SD Siti Hajar yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan menjabarkan tentang karakteristik demografi responden, kecerdasana emosional, perilaku agresif, dan hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah.

5.1.1 Analisis Univariat

5.1.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden mencakup usia, kelas, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir orang tua. Hasil penelitian mengenai karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah.

(15)

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 45 responden (50,6%); mayoritas pendidikan terakhir orang tua responden adalah lulusan perguruan tinggi atau universitas sebanyak 82 responden (92,1%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Responden di SD Siti Hajar Medan (n= 89)

Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

(16)

a. SD

5.1.1.2Deskripsi Kecerdasan Emosional Anak Usia Sekolah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SD Siti Hajar Medan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kecerdasan emosional yang sedang sebanyak 60 responden( 67,4%), responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 28 responden (31,5%), dan 1 responden (1,1%) memiliki kecerdasan emosional rendah.

Tabel 5.2 Deskripsi Kecerdasan Emosional Anak Usia Sekolah

Kategori kecerdasan emosional Frekuensi (f) Persentase (%)

rendah

Distribusi masing-masing indikator kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(17)

No Indikator kecerdasan emosional

tinggi sedang rendah

F % f % f %

(18)

keterampilan sosial dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 51 responden (57,3%), sedangkan keterampilan sosial pada kategori sedang ada 33 responden (37,1%), dan hanya 5 responden yang memiliki keterampilan sosial kategori rendah.

5.1.2 Deskripsi perilaku agresif anak usia sekolah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SD Siti Hajar Medan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki perilaku agresif rendah sebanyak 46 responden (51,7%), responden yang memiliki perilaku agresif sedang sebanyak 43 responden (48,3%), dan tidak terdapat responden yang memiliki perilaku agresif yang tinggi.

Tabel 5.3 Deskripsi perilaku agresif anak usia sekolah

Kategori perilaku agresif Frekuensi (f) Persentase (%)

rendah

sedang tinggi

46

43 0

51,7

48,3 0,0

Distribusi frekuensi masing-masing indikator perilaku agresif dapat dilihat pada tabel dibawah.

(19)

No Indikator Perilaku Agresif tinggi sedang rendah

F % f % f %

1 Agresif instrumental 3 3,4 34 38,2 52 58,4

2 Agresif verbal 4 4,5 53 59,6 32 36,0

3 Agresif fisik 22 24,

7

45 50,6 22 24,7

4 Agresif emosional 33 37, 1

40 44,9 16 18,0

5 Agresif konseptual 6 6,7 33 37,1 50 56,2

6 Agresif kolektif 3 3,4 27 30,3 59 66,3

(20)

Agresif kolektif pada kategori tinggi terdapat 3 responden (3,4%), kategori sedang 27 responden (30,3%), dan ada 59 responden (66,3%) yang memilki agresif kolektif rendah.

5.1.2 Analisis Bivariat

5.1.2.1 Hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku agresif

Sebelum menentuakan uji korelasi untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan metode Skewness dan Kurtosis. Dari hasil uji didapat bahwa variabel kecerdasan emosional dengan perilaku agresif terdistribusi normal. Sehingga uji yang digunakan untuk menganalisis kedua variabel tersebut adalah uji korelasi pearson-product moment.

Hasil penelitian berdasarkan hipotesa dengan menggunakan rumus

korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasi jumlah skor variabel kecerdasan emosional dengan variabel agresivitas. Adapun hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Hasil uji hipotesis

Variabel 1 Variabel 2 r p-value

Kecerdasan emosional Perilaku Agresif -0,155 0,147

(21)

usia sekolah. Nilai r hitung yang dihasilkan sebesar -0,155 menunjukkan korelasi yang sangat lemah antar kedua variabel.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Data Demografi

Penelitian menggunakan desain deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan. Penelitian ini melibatkan 89 responden yang merupakan siswa-siswi SD Siti Hajar Medan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, diperoleh kecerdasan emosional anak usia sekolah adalah sedang sebanyak 60 responden (67,4%) dan perilaku agresif anak usia sekolah adalah rendah sebanyak 46 responden (51,7%).

Berdasarkan data demografi responden pada penelitian ini, mayoritas usia responden adalah 9 tahun sebanyak 21 responden (23,6%), dan usia 8 tahun sebanyak 20 responden (22,5%). Usia anak sekolah menurut WHO yaitu antara 7 sampai 15 tahun. Usia anak sekolah masih dalam tahap perkembangan aspek fisik, kognitif, emosional, mental, dan sosial (Kriswanto, 2006; Amaliyasari & Puspitasari, 2008).

(22)

pada penelitian ini antara kelas 1 sampai kelas 6, mayoritas kelas adalah kelas 6 dimana kelas 6 dalam penelitian ini memiliki usia rata-rata 12 tahun. Hasil penelitian tentang kecerdasan emosional yang menunjukkan mayoritas kecerdasan emosional yang sedang hingga tinggi dipengaruhi oleh tingkatan kelas yang lebih mayoritas dari penelitian yaitu kelas 3 dan kelas 6. Kelas 6 dalam hal ini lebih mampu berpikir logis dibandingkan siswa kelas 1 sampai kelas 5, karena mereka telah mampu mempertimbangkan seperti apajadinya kelompok tanpa adanya aturan karena kemampuan mereka untuk membuat alasan secara logis dan pengalaman mereka dalam kelompok bermain. Siswa kelas 6 ini sudah mampu memandang aturan sebagai prinsif dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang memiliki otoritas (Potter & Perry, 2005).

Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki yaitu 45 responden (50,6%). Ditinjau dari suatu kelompok, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, misalnya marah, dibandingkan dengan emosi yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan , takut, cemas dan kasih sayang (Santrock, 2007). Sehingga dari teori tersebut terlihat bahwa laki-laki lebih mudah marah, artinya laki-laki lebih beresiko terhadap perilaku agresif.

(23)

mempengaruhi kecakapan anak dalam melakukan interaksi sosial. Hal ini sesuai dengan laporan dari penelitian Nuru (1994) yang menyatakan bahwa dengan mengetahui pekerjaan orang tua, dapat kita ketahui berapa lama anak dapat berkumpul dengan orangtuanya untuk saling bertukar cerita, bertukar pikiran atau untuk melakukan hal-hal yang mungkin dapat dilakukan bersama antara orang tua dan anak. Orangtua yang meiliki sedikit waktu dengan anaknya tapi mempunyai aspirasi tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya, anak akan menjadi canggung, malu dan merasa bersalah apabila mereka menyadari kritik orangtua bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Pengalaman semacam ini yang terjadi berulang kali dengan segera akan menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan dalam kehidupan anak.

5.2.2 Kecerdasan emosional anak usia sekolah

(24)

orang lain serta dapat memahami hubungan spasial dengan lebih baik (Papalia, dkk, 2010).

Salah satu faktor yang menyebabkan kecilnya angka kecerdasan emosional rendah di SD Siti Hajar yaitu hanya 1,1% saja adalah karena siswa-siswi SD Siti Hajar memiliki hubungan yang sangat baik dengan guru-gurunya, hal ini dilihat oleh peneliti selama melakukan penelitian di SD Siti Hajar Medan.

(25)

Pengaturan diri siswa juga tinggi yaitu 27 siswa (30,3%) dan 62 siswa (69,7%) memiliki pengaturan diri yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah siswa-siswi SD Siti Hajar memiliki kemampuan pengaturan diri yang sedang, artinya mereka cukup baik dalam mengelola dan mengendalikan diri. Memiliki sifat jujur, bertindak menurut etika, rendah hati dan mengakui kesalahan, serta berani menegur terhadap perbuatan salah yang dilakukan otang lain. Teori Pieget dalam (Papalia,dkk. 2010) mengatakan bahwa pada usia 7 sampai 11 tahun ditandai dengan meningkatnya fleksibilitas dan beberapa tingkat otonomi bergantung pada rasa hormat dan kerja sama mutual. Ketika anak berinteraksi dengan banyak orang dan bersentuhan dengan dengan berbagai sudut pandang, mereka mulai membuat ide bahwa hanya ada standar tunggal dan absolut dari benar salah dan mulai mengembangkan rasa akan keadilan yang didasarkan kepada keadilan atau perlakuan yang sama untuk semua. Karena mereka dapat mempertimbangkan lebih dari satu aspek stuasi, mereka dapat membuat penilaian moral yang lebih subtil lagi.

(26)

dipengaruhi oleh kecakapan diri, siswa dengan kecakapan diri yang tingggi memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menguasai tugas sekolah dan memiliki kecendrungan yang lebih besar untuk mencoba berprestasi dan cendrung sukses dibanding mereka yang tidak yakin dengan kemampuan mereka sendiri (Papalia,dkk. 2010).

Berdasarkan empati siswa didapatkan bahwa 59 siswa (66,3%) memiliki tingkat empati yang tinggi dan 28 siswa (31,5%) memiliki tingkat empati yang sedang. Hal ini menunjukkan lebih dari setengah siswa SD Siti Hajar memiliki kemampuan yang sangat baik memahami orang lain, mau mendengarkan orang lain, serta mau menolong teman. Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa anak usia sekolah mampu mempertimbangkan perilaku aktual saat membuat penilaian tentang bagaimana perilaku mempengaruhi mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan untuk fleksibel saat menerapkan aturan dan mengambil perspektif orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral.

(27)

5.2.3 Perilaku Agresif anak usia sekolah

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari setengah siswa memilki perilaku agresif rendah yaitu 46 siswa (51,7%) dan 43 siswa (48,3%) memilki perilaku agresif sedang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SD Siti Hajar mampu mengontrol diri dari perilaku agresif, lebih dari setengah siswa tidak melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain dan sebagian kecilnya lagi melakukan perilaku agresif jika hanya mendapatkan ancaman dari orang lain dan mendapat hinaan dari orang lain terhadap diirinya. Hal ini terlihat pada nilai tertinggi kategori perilaku agresif dari jawaban siswa berada pada kategori agresif emosional yaitu 33 responden (37,1%) lebih besar dari kategori agresif lainnya. Hal ini didukung oleh teori yang mengemukakan bahwa terdapat beberapa rangsangan yang menimbulkan kemarahan yaitu, rintangan terhadap keinginan, gangguan dari orang lain, selalu dipersalahkan dapat menimbulkan kemarahan (Santrock, 2007).

(28)

Perilaku agresif verbal siswa pada tingkat rendah terdapat 32 siswa (36,0%) dan terdapat lebih banyak pada tingkat sedang yaitu 53 siswa (59,6%), dan hanya 4 siswa (4,5%) yang memiliki perilaku agresif verbal tinggi. Mayoritas agresif verbal adalah dalam tingkat yang sedang, hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sebagian siswa terkadang masi melakukan perilaku agresif berupa perkataan seperti mengejek teman. Anderson, Clark, dan Mullin (1994 dalam Papalia, 2010) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan individual yang cukup besar dalam keterampilan berbicara, beberapa anak usia 7 tahun dapat menjadi kecakapan yang lebih dibandingkan orang dewasa. Pada masa anak usia sekolah terjadi perkembangan bahasa pada anak-anak dalam hal pragmatis. Pragmatis adalah penggunaan praktis bahasa untuk berkomunikasi, hal ini mencakup keterampilan bercakap-cakap. Anak menjawab pertanyaan orang dewasa dengan jawaban yang singkat dan sederhana. Anak lebih cenderung berbicara secara berbeda kepada oorang tua ketimbang kepada orang dewasa lainnya, mengeluarkan lebih banyak tuntutan dan terlibat dalam percakapan yang menyempit.

(29)

penolakan, agresi dan supresi. Salah satu orientasi prakoping anak adalah resistensi yaitu berusaha menghindari stuasi dengan menolak atau membuat serangan fisik atau verbal (Potter & Perry, 2005)

Enam belas siswa (18,0%) memiliki perilaku agresif emosional rendah, siswa yang memiliki perilaku agresif emosional sedang sebanyak 40 siswa (44,9%) dan 33 siswa (37,1%) memiliki perilaku agresif emosional tinggi. Jika dilihat dari beberapa kategori dalam tabel kategori perilaku agresif sebelumnya, maka perilaku agresif emosional merupakan kategori terbanyak dalam frekuensi perilaku agresif tinggi dan terbanyak pada usia 11 tahun. Sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa kemampuan anak mendeskripsikan perasaan yang saling bertentangan terhadap target yang sama ditemuakan pada anak usia 11 tahun (Papalia, 2010). Salah satu contoh perilaku agresif emosional adalah marah.Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru bagian kesiswaan bu Lestari bahwa ada beberapa siswa SD Siti Hajar yang pernah berkelahi, namun yang menyebabkan munculnya perkelahian itu adalah ketidaksengajaan sehingga memicu korban melampiaskan kemarahan dengan berkelahi. Santrock (2007) menemukakan bahwa anak yang mendapat rintangan dan merasa terganggu dalam mendapakkan keinginanya serta terganggu dalam melakukan aktivitasnya, merasa disalahkan maka respon yang akan muncul adalah marah.

(30)

menunjukkan bahwa sangat kecil angka siswa di SD Siti Hajar yang melakukan kenakalan terhadap temannya dengan cara menghasut teman lain untuk melukai orang yang tidak disukai. Perilaku agresif konseptual dapat terjadi jika seseorang ingin melukai orang lain namun tidak berdaya untuk melakukannya bisa disebabkan karena anak takut untuk melawan teman yang tidak disukainya, sehingga menghasut teman lain untuk menyalurkan perasaan negatif yang dimilikinya. Hal ini di dukung oleh teori yang mengatakan bahwa anak pada tahap usia sekolah memiliki ketakutan pada guru dan teman- temannya. Mereka juga mejadi takut tentang kematian dan hal-hal yang mereka dengar dalam berita seperti perang dan pengrusakan lingkungan (Potter & Perry, 2005)

Berdasarkan perilaku agresif kolektif siswa didapatkan 59 siswa (66,3%) memiliki perilaku agresif kolektif rendah, 27 siswa (30,3%) memiiliki perilaku agresif kolektif sedang dan hanya 3 siswa (3,4%) memiliki perilaku agresif tingggi. Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa di SD Siti Hajar tidak melakukan perbuatan yang mencelakai orang lain yang dilakukan berkelompok. Hal ini terbukti bahwa dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru bagian kesiswaan Bu Lestari bahwa tidak ada siswa SD Siti Hajar yang pernah berkelahi secara berkelompok.

5.2.4 Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif

(31)

diperoleh bahwa nilai r hitung yang dihasilkan sebesar -0,155. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 0,1 dengan N 89 adalah 0,175. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (-0,155) < dari nilai r tabel (0,175) dan nilai signifikasi (p) yang besarnya 0,147 jika dibandingkan dengan nilai � = 5%, dimana nilai p >�maka hipotesis alternatif (Ha) awal yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah ditolak. Dengan demikian Ho yaitu yang menyatakan tidak terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah diterima. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif anak usia sekolah. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) tentang hubungan kecerdasan emosional terhadap pengendalian perilaku agresif peserta didik kelas X SMK PGRI 3 Kediri. Hasil penelitian tesebut mengatakan bahwa adanya hubungan signifikan antara kecerdasan emosioanal terhadap pengendalian perilaku agresif pada peserta didik kelas X SMK PGRI 3 Kediri.

(32)

variabel tersebut mempengaruhi variabel agresif hanya sebesar 32, 5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi agresivitas.

Tori lain yang mendukung yaitu teori agresi yang dikenal dengan singkatan GAAM, agresi dipicu oleh banyak sekali variabel input aspek aspek dari stuasi saat ini atau kecendrungan yang dibawa inidividu ketika menghadapi stuasi tertentu, variabel pertama meliputi frustasi, bentuk serangan tertentu dari orang lain, role model agresif, munculnya tanda-tanda yang memicu agresi seperti senapan dan senjata lainnya, dan hampir semua hal yang memicu orang lain merasa tidak nyaman, mulai dari suhu udara yang tinggi bahkan kuliah yang sangat membosankan. Variabel dalam kategori kedua meliputi sikap misalnya mudah marah, kepercayaan yaitu mempercaayai suatu hal diterima atau tidak dengan layak, penilaian terhadap kekerasa yaitu penilaian bahwa kekerasan mununjukkan kebanggaan individu atau maskulinitas, dan keterampilan spesifik yang terkait dengan agresi misalnya mengetahui cara berkelahi dan menggunakan berbagai senjata (Sears,dkk, 1985)

(33)

pekerjaan orang tua, dapat kita ketahui berapa lama anak dapat berkumpul dengan orangtuanya untuk saling bertukar cerita, bertukar pikiran atau untuk melakukan hal-hal yang mungkin dapat dilakukan bersama antara orang tua dan anak. Orangtua yang meiliki sedikit waktu dengan anaknya tapi mempunyai aspirasi tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya, anak akan menjadi canggung, malu dan merasa bersalah apabila mereka menyadari kritik orangtua bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Pengalaman semacam ini yang terjadi berulang kali dengan segera akan menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan dalam kehidupan anak. Sehingga kecerdasan emosional yang baik pada siswa SD Siti Hajar tidak sepenuhnya menghindari mereka dari berperilaku agresif.

Uraian diatas menunjukkan bahwa perilaku agresif sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, dan dalam teori GAAM tidak mengemukakan bahwa perilaku agresif dipengaruhi oleh kecerdasan emosional. Begitu juga dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional tidak berhubungan dengan perilaku agresif.

(34)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 89 siswa di SD Siti Hajar Medan menggambarkan bahwa kecerdasan emosional siswa dalam kategori sedang dan perilaku agresif siswa dalam kategori sedang serta tidak ditemukan perilaku agresif kategori tinggi dan hanya satu responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan.

6.2 Saran

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

(35)

6.2.2 Pelayanan Keperawatan

Peneliti menyarankan agar perawat sebelum melakukan tindakan intervensi sebaiknya terlebih dahulu memahami kondisi emosional klien khususnya anak-anak untuk lebih mengetahui cara melakukan intervensi yang tepat.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Gambar

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Responden di SD Siti
Tabel 5.2 Deskripsi Kecerdasan Emosional Anak Usia Sekolah
Tabel 5.3 Deskripsi perilaku agresif anak usia sekolah

Referensi

Dokumen terkait

meneliti lebih lanjut mengenai masalah itu sehingga peneliti mengambil judul penelitian “ kontribusi kecerdasan emosional dan konformitas terhadap perilaku agresif

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perilaku agresif dengan kecerdasan emosional pada suporter sepakbola yang

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perilaku agresif dengan kecerdasan emosional pada suporter sepakbola yang dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media gambar terhadap kecerdasan visual spasial anak usia 5-6 tahun di TK Islam Siti Hajar Medan tahun ajaran

Akan mengadakan penelitian Stadion Jati Diri Semarang, dalam rangka Penyusunan Tugas Skripsi dengan Judul : “ Perilaku Agresif Suporter. Sepakbola Ditinjau Dari Kecerdasan

Hasil pengujian terhadap ke empat hipotesis dapat disimpulkan bahwa: Kecerdasan emosional dan stres kerja memiliki pengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan RSI Siti

Berdasarkan penelitian terhadap 255 siswa SD Siti Hajar diketahui bahwa meja dan kursi terlalu tinggi bagi siswa sehingga membuat 99,6 % posisi kaki siswa berada dalam

Maka dapat diartikan bahwa perilaku agresif pada siswa kelas eksperimen (VIII B) di SMP Trampil Jakarta Timur termasuk dalam kategori sedang, dan dapat