• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi yaknipenyerahan urusan pemerintah daerah kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya.Salah satu urusan yang diserahkan kepada daerah adalah mengenai urusan yang memberikan penghasilan kepada pemerintah daerah dan potensial untuk dikembangkan dalam penggalian sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah bersangkutan karena PAD ini sangat diharapkan dapat membiayai pengeluaran rutin daerah.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”

Menurut Saragih (2003 :39 dan 40) kata autonomy berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni kata autonomia, yang artinya: “The quality orstate being independent, free, and self directing. Atau The degree of self determination or political control passed by a minority group, territorial division or political unit in its relation to the

(2)

forms a part and extending from local to full independence.” Sedangkan menurut

Encyclopedia of Social Science dalam Ahmad Yani (2002 : 5) pengertiannya yang orisinal, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual independence.

Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air, setiap pemerintahan kabupaten dan kota melakukan berbagai pembenahan menuju kearah terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah di kabupaten dan kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalam implementasi daerah tersebut adalah tersedianya sistem dan mekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

2.1.2 Desentralisasi Fiskal

2.1.2.1 Definisi Desentralisasi

(3)

2.1.2.2 Definisi Desentralisasi Fiskal

Menurut Saragih (2003: 83) desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

2.1.2.3 Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal

(4)

penyelenggara pemerintah di daerah, karena pada tahun tersebut kebijakan tentang otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif ”. Menurut Widjaja (2004 : 100) “Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan pelaksanaan daerah dimulai dari tahun 2001”.

Misi utama pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat

2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan

2.1.3 Pendapatan Perkapita

(5)

nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar penghitungannya.

Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feoni (2003) indikator pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk.

(6)

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Hal ini mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di pihak lain. Pendekatan alternative penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah antara lain:

a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan bahwa porsi barang-barang social selalu mengalami peningkatan. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efisien menghendaki adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross National Product (GNP).

(7)

kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran sperti kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor seperi mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik

Menurut Badan Pusat Statistik, “ pendapatan Perkapita adalah gambaran rata rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah.

�������������������= ������ℎ���

�����ℎ����������ℎ���

2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)

2.1.4.1 Pengertian DAU

(8)

Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim 2009).

Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

(9)

1. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

2. DAU untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari DAU sebagaimana ditetapkan diatas. 3. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan

perkalian jumlah DAU untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

4. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain itu, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

(10)

daerah dengan potensi daerah. DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada (Rahmawati 2010).

2.1.4.2. Prinsip Dasar Alokasi DAU

Ririn (2011) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU adalah sebagai berikut :

1. Kecukupan. Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan. Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan cukup harusdiartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi sebagaimana diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis, melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh karena itulah maka penerimaan pun seharusnya naik sehingga pemerintah daerah mampu membiayai beban anggarannya. Bila alokasiDAU mampu merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang relevan, maka sistem DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.

(11)

alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input, untuk itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.

3. Akuntabilitas. Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum, maka penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya dilepaskan ke daerah, karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah alokasi, maka peranlembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu dibiayai DAU. Format yang seperti ini, format akuntabilitas yang relevan adalah akuntabilitas kepada elektoral (accountability to electorates) dan bukan akuntabilitas finansial kepada pusat (financial accountability to the centre).

4. Relevansi dengan tujuan. Sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus mengacu pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana dimaksudkan dalam UU. Alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari beban fungsi yang dijalankan, hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua UU telah mencantumkan secara eksplisit beberapa hal yang menjadi tujuan yang ingin dicapai lewat program desentralisasi.

(12)

6. Objektivitas dan transparansi. Sebuah sistem alokasi DAU yang baik harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan manipulasi, maka sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin dan formulanya pun dibuat se-transparan mungkin. Prinsip transparansi akan dapat dipenuhi bila formula tersebut bisa dipahami oleh khalayak umum. Oleh karena itu maka indikator yang digunakan sedapat mungkin adalah indikator yang sifatnya obyektif sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang ambivalen.

7. Kesederhanaan. Rumusan alokasi DAU harus sederhana (tidak kompleks). Rumusan tidak boleh terlampau kompleks sehingga sulit dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-adilan. Rumusan sebaiknya tidak memanfaatkan sejumlah besar variabel dimana jumlah variabel yang dipakai menjadi relatif terlalu besar ketimbang jumlah dana yang ingin dialokasikan.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah

(13)

1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada semua objek pajak, seperti orang / badan, benda bergerak / tidak bergerak.

2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah daerah secara langsung dan nyata.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain laba dividen, penjualan saham milik daerah.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan asset tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahali, 2011)

Menurut Mardiasmo (2002) “PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.Menurut Halim (2003) PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

(14)

merupakan pendapatan asli daerah dan menjadi sumber pendanaan bagi keberlangsungan pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah (Undang-undang nomor 28 Tahun 2009).

PAD yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).

Perolehan PAD diperlukan bagi manajemen pemanfaatan dana yang mampu digunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang diluncurkan pemerintah daerah tersebut (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).

2.1.6 Belanja Modal

Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.”

(15)

a. Belanja Pelayanan Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.

b. Belanja Aparatur Daerah, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur.

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari:

a. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

b. Belanja Langsung

(16)

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, “Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.”

Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik.Pergeseran ini dilakukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk asset tetap.Semakin tinggi investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas peayanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

(17)

alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya Adi dan Harianto (2007) yang meneliti tentang hubungan antara Dana Alokasi Umum , Belanja Modal, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan perkapita. Penelitian ini menemukan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap belanja modal.Belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negativ terhadap pendapatan perkapita dalam hubungan langsung. PAD sangat berpengaruh terhadap pendapatan perkapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. DAU mempunyai dampak yang signifikan terhadap PAD melalui belanja modal (efek tidak langsung).

(18)

simultan, Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Perkapita.

Jayanti (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pendapatan Perkapita.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa belanja modal berpengaruh negative dan signifikan terhadap Pendapatan Perkapita di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Perkapita di Kabupaten dan Kota provinsi Jawa Tengah.Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita penduduk di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 2.1

Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja

Modal. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap

Pendapatan Perkapita dalam hubungan langsung. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita.

Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan

Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung). Ramayanti

(19)

Pemerintah negatif dan signifikan terhadap

Pendapatan Perkapita di Kabupaten dan Kota provinsi Jawa Tengah. Pendapatan Asli

Daerah dan Belanja Modal secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita

penduduk di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah. Bangun

Secara simultan, DAK, DAU, dan PAD berepengaruh terhadap pendapatan perkapita.

(20)

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Erlina (2008 :38) kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan juga jika ada variabel lain yang menyertainya.

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen (X)

�1

2�4Variabel Dependen

�3

Pendapatan perkapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu daerah yang diperoleh dari Produk Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan gas dari tiap kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah tersebut.Pendapatan perkapita mengindikasikan apakah pertumbuhan perekonomian

Dana Alokasi Umum (DAU) (X1)

Belanja Modal (X3)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2)

(21)

di suatu daerah telah tumbuh atau tidak.Pertumbuhan pendapatan perkapita dapat disebabkan oleh banyak faktor.Dalam penelitian ini faktor tersebut adalah Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal.

DAU diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka pemerataan keuangan dan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.Pembagian DAU berdasarkan bobot dari masing-masing daerah, yang ditetapkan berdasarkan ataskebutuhan wilayah otonomi daerah dan potensi ekonomi daerah. Pengelolaan DAU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyrakat yang denga sendirinya akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan perkapita.

(22)

Berbagai penerimaan yang diperoleh tidak akan berpengaruh langsung kepada masyarakat apabila tidak melakukan strategi belanja yang efektif. Salah satu belanja daerah yang menentukan pertumbuhan pendapatan perkapita dan pembangunan ekonomi adalah belanja modal yang efektif dan efisien. Belanja modal berpengaruh langsung terhadap tingkat produktivitas masyarakat, dimana masyarakat akan lebih produktif ketika infrastruktur dan sarana umum lengkap, dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat kemakmuran rakyat atau pendapatan perkapita daerah tersebut.

2.4 Hipotesis Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kondisi ini, Admin Kemenag Kab/Kota akan mencetak SURAT TANDA BUKTI MUTASI SEKOLAH INDUK PTK (SM03) langsung. tanpa melalui prosedur Pelaporan Mutasi Masuk (SM02)

Penulisan Ilmiah ini membahas tentang pembuatan Aplikasi Game Tank dengan menggunakan bahasa pemrograman Python, berikut pula sekilas penjelasan tentang Python dan segala

Pembuatan Aplikasi Permainan CastleQuest ini menggunakan Java 2 Micro Edition (J2ME) yang merupakan bagian dari Java 2, dan telah di uji cobakan pada emulator yang disediakan oleh

Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2014 Kantor Kesatuan Bangsa1.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pelatihan Reviewer Nasional program Penelitian, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan

Menteri Muda Dalam Negeri   Abdul Madjid Djojohadiningrat   Sosialis   Menteri Pertahanan   Amir Syarifuddin   Sosialis  

[r]

[r]