• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengukuran Kinerja dan Kompensasi terhadap Motivasi pada Karyawan PT.Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengukuran Kinerja dan Kompensasi terhadap Motivasi pada Karyawan PT.Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengukuran Kinerja

2.1.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja

Dewasa ini pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan tujuan dimasa yang akan datang. Menurut Rivai (2004:309) pengertian pengukuran kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.

Menurut Mathis ( 2006 : 113 ) faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu kemampuan karyawan untuk pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi yang diterimanya. Sehubungan dengan fungsi manajemen manapun, aktivitas manajemen sumber daya manusia harus dikembangkan, dievaluasi, dan diubah apabila perlu sehingga mereka dapat memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat kerja. Faktor – faktor yang mempengaruhi karyawan dalam bekerja, yaitu kemampuan karyawan untuk melakukan pekerjan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi.

(2)

Robertson dalam Mahmudi (2010) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang atau jasa, kualitas barang atau jasa, perbandingan hasil kerja dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2007:309) pengertian pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kinerja yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematis berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan yang sistematis terhadap karyawan dan perusahaan. Dalam hal ini dapat dilihat dari kepribadiannya, sumbangannya dan potensinya adalah seorang pengawas untuk satu atau beberapa tujuan tertentu yang hendak dicapai.

2.1.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja

Menurut Rivai (2004:312) Tujuan dan kegunaan pengukuran kinerja pada dasarnya meliputi:

1. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini

2. Memberikan imbalan yang serasi, misalnya untuk memberikan gaji berkala, insentif dan lain-lain

3. Mendorong pertanggung jawaban dari karyawan 4. Untuk menjaga tingkat kinerja

5. Meningkatkan motivasi kerja

6. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.

(3)

Sedangkan menurut Parker (1996) dalam Sadjiarto (2000:138-150) dalam “Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 2 No. 2 Tahun 2000” manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan 2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal

3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas public

4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan

5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan

Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran, serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.

2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal

Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintah, dari lini terbawah sampai lini teratas.

3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas public

(4)

masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.

4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan

Proses perencanaan strategi dan tujuan akan berkurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa adanya ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak akan pernah dinilai dengan obyektif.

5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif.

Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian, apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemrintah juga mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan public kepada sector swasta dengan tetap bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

2.1.1.3 Aspek-aspek Yang Dinilai Dalam Pengukuran Kinerja

Dari hasil studi Lazar dan Wikstrom (1977) dalam buku Veithzal Rivai (2004:324) bahwa, faktor yag paling umum muncul dalam pengukuran kinerja pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengembangan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, sikap, usaha. Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

(5)

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawab sebagai seorang karyawan.

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, motivasi karyawan dan lain-lain.

Ada 7 aspek untuk mengukur pengukuran kinerja menurut Sedermayanti (2008:268), yaitu:

1. Prestasi Kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut mengenai uraian pekerjaannya.

2. Tanggung Jawab

Kejadian karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kinerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya, perilaku serta hasil kerja dari bawahannya.

3. Ketaatan

Karyawan menaati segala peraturan yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan atau organisasi

4. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya, memenuhi perjanjian baik untuk dirinya sendiri maupun terhadap orang lain sperti kepada para bawahannya.

5. Kerjasama

Kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain, sehingga hasil pekerjaan akan lebih baik.

6. Prakarsa (Inisiatif)

Kemampuan berfikir yang rasional dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisa, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapat kesimpulan dan membuat keputusan.

7. Kepemimpinan

Kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

2.1.1.4 Program Pengukuran Kinerja

(6)

kemudian menentukan standar / dimensi-dimensi kinerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi.

Marihot (2003:199), menyatakan bahwa program pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Sasaran

Penentuan sasaran harus spesifik, terukur, menantang dan didasarkan pada waktu tertentu. Disammping itu, perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan. Setiap sasaran merupakan sasaran yang diturunkan atau diterjemahkan dari sasaran yang lebih tinggi. Jadi sasaran unit adalah bagian dari sasaran organisasi. 2. Penentuan standar kinerja

Penilaian kinerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar obyektif, yaitu mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya yang disebut dengan job related. Artinya, pelaksanaan penilaian harus mencerminkan pelaksanaan kinerja yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilab pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu, sistem penilaian kinerja harus:

a. Mempunyai standar yang menunjukkan perilaku kerja yang sedang dinilai yang umumnya diterjemahkan dari sasaran kerja, misalnya hasil kerja.

b. Memiliki ukuran yang dapat dipercaya, dengan pengertian bila mana digunakan oleh orang lain atau beberapa orang dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang sama.

c. Harus praktis dalam arti mudah digunakan dan dipahami oleh penilai dan yang dinilai.

3. Penentuan metode dan pelaksanaan penilaian

Metode yang dimaksudkan disini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya.

4. Evaluasi Penilaian

Evaluasi penilaian merupakan pemberian umpan balik kepada pegawai mengenai aspek-aspek kinerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun pegawai dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.

Rivai (2008:342), menyatakan bahwa ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam program pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Tujuan pengukuran

Tujuan penelitian harus ditetapkan sebab hal ini akan menjadi acuan dari program pengukuran.

2. Instrument pengukuran. Hal ini penting yang berhubungan dengan instrumen-instrumen diantaranya:

a. Teknik yang digunakan apakah rating scale, checklist, penilaian sendiri atau MBO (management by objective) harus disesuaikan dengan tujuan penelitian.

(7)

3. Standar pengukuran

Standar pengukuran harus ditetapkan dahulu, untuk acuan penskoran dan mengurangi ketidakpuasan orang yang dinilai karena merasa tidak diperlakukan tidak adil karena standar nilai yang tidak jelas.

4. Siapa yang menilai

Penilai bisa atasan langsung, diri sendiri, dan sesama karyawan dan atasan (bersama-sama), psikolog dan sebagainya, disesuaikan dengan metode dan tujuan penilaian. 5. Siapa yang dinilai

Yang dinilai adalah karyawan dan dinilai menurut pekerjaan masing-masing. 6. Kapan harus dinilai

Jadwal yang paling banyak digunakan adalah setengah tahun. 7. Pelatihan bagi penilai

Hal ini dimaksudkan agar penilai dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan, seperti kecenderungan terlalu keras, terlalu murah, serupa dengan saya, gender, agama, kesukuan, almamater.

8. Feed back

Bagi karyawan hendaknya menjadikan hasil penilaian untuk memperbaiki kinerja mereka. Sedangkan bagi perusahaan hasil penilaian berfungsi sebagai pengendali dalam proses pengambilan keputusan.

2.1.2 Kompensasi

2.1.2.1 Pengertian Kompensasi

Suatu cara departemen personalia dalam usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan adalah melalui pemberian kompensasi. Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Maksud dari tujuan pemberian kompensasi ini yaitu untuk membantu pegawai memenuhi kebutuhan diluar kebutuhan rasa adil, serta meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berikut merupakan definisi kompensasi menurut beberapa para ahli. Definisi kompensasi menurut Panggabean (2004:75) mengemukakan bahwa kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.

Kompensasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002) adalah semua pendapatan

yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan

(8)

kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan

efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan

pemerintah.

Kompensasi adalah penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah

memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut

bekerja (Nawawi, 2001). Kompensasi juga merupakan penghargaan yang diberikan

karyawan baik langsung maupun tidak langsung, financial maupun non financial yang

adil kepada karyawan atas sumbangan mereka dalam mencapai tujuan organisasi,

sehingga pemberian kompensasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan manapun guna

meningkatkan kinerja karyawannya. Adapun bentuk kompensasi financial adalah gaji,

tunjangan, bonus,dan komisi. Sedangkan untuk kompensasi non-financial diantaranya

pelatihan, wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas kinerja serta lingkungan

kerja yang mendukung (Jurnal SDM.blogspot, 2009).

Rivai (2004:357) mengemukakan bahwa: “Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan”. Kompensasi menurut Sihotang (2007:220) adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi pegawai dan para manajer baik berupa financial maupun barang dan jasa pelayanan yang diterima oleh setiap orang karyawan. Kemudian menurut Sikula (1981:283) yang dikutip oleh Mangkunegara (2007:83) bahwa kompensasi merupakan sesuatu yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sebanding. Dalam kepegawaian, hadiah yang bersifat uang merupakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan dari pelayanan mereka.

(9)

pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji upah, bonus, insentif, dan tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti, dan lain-lain”.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka penulis mencoba menyimpulkan bahwa kompensasi merupakan bentuk penghargaan atau balasa jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan baik yang berbentuk financial maupun barang dan jasa pelayanan agar karyawan merasa dihargai dalam bekerja. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas organisasian.

2.1.2.2 Jenis-jenis Kompensasi

Menurut Rivai (2004:358) kompensasi terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Kompensasi Financial

Kompensasi finansial terdiri atas dua yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung (tunjangan).

a. Kompensasi finansial langsung terdiri dari atas pembayaran pokok (gaji, upah), pembayaran prestos, pembayaran insentif, komisi, bonus, bagian keuntungan, opsi saham, sedangkan pembayaran tertangguh meliputi tabungan hari tua, saham komulatif.

b. Kompensasi finansial tidak langsung terdiri atas proteksi yang meliputi asuransi, pesangon, sekolah anak, pension. Kompensasi luar jam kerja meliputi lembur, hari besar, cuti sakit, cuti hamil, sedangkan berdasarkan fasilitas meliputi rumah, biaya pindah, dan kendaraan.

2. Kompensasi Non finansial

Kompensasi non finansial terdiri atas karena karir yang meliputi aman pada jabatan, peluang promosi, pengakuan karya, temuan baru, prestasi istimewa, sedangkan lingkungan kerja meliputi dapat pujian, bersahabat, nyaman bertugas, menyenangkan dan kondusif. Pada dasarnya kompensasi dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi bukan finansial.

(10)

a. Kompensasi keuangan langsung terdiri atas: 1) Gaji

Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, catur wulan, bulanan atau mingguan. Harder (1992) mengemukakan bahwa gaji merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi.

2) Upah

Upah merupakan imbalan finansial langsung dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relative tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan.

3) Insentif

Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi.

b. Kompensasi tidak langsung (Fringe benefit)

Fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan karyawan. Contohnya asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan bantuan perumahan.

2.1.2.3 Tujuan Kompensasi

Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal. Menurut Rivai (2004:359) tujuan manajemen kompensasi efektif meliputi:

a. Memperoleh SDM yang berkualitas

Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk member daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsive terhadap penawaran dan pemintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetensi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.

b. Mempertahankan karyawan yang ada

Para karyawan dapat keluarga jika besarnya kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.

c. Menjamin keadilan

(11)

dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain dipasar kerja.

d. Penghargaan terhadap perilaku yang di inginkan

Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang di inginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku dimasa depan, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab dan perilaku-perilaku lainnya.

e. Mengendalikan biaya

Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar dibawah atau diatas standar.

f. Mengikuti aturan hukum

Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimnbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.

g. Memfasilitasi pengertian

Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi dan para karyawan

h. Meningkatkan efisiensi administrasi

Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.

Menurut Hill et al (1994) dalam Panggabean (2004:77) menemukakan bahwa kompensasi diberikan untuk:

a. Menarik karyawan dalam jumlah dan kualitas yang diinginkan b. Mendorong agar lebih berprestasi

c. Agar dapat mempertahankan mereka

Dengan demikian pemberian kompensasi harus sesuai dengan kualitas setiap karyawan tersebut, mendorong setiap karyawan agar lebih berprestasi dalam lingkungan pekerjaanya sehingga setiap karyawan yang berprestasi dalam pekerjannya maka kepala perusahaan tersebut dapat mempertahankan karyawan yang dinilainya bagus.

2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

(12)

a. Faktor Pemerintah

Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penetuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaa transportasi / angkutan, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai.

b. Penawaran Bersama antara Perusahaan dan Pegawai

Kebijakan dalam menentukan kompesasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya. Hal ini terutama dilakukan oleh perusahaan dalam merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang sangat dibutuhkan diperusahaan.

c. Standar Biaya Hidup Pegawai

Kebijakan kompensasi perlu dipertimbangkan standar biaya hidup minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan dasar pegawwai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pegawai dan keluarganya, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Banyaknya penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi tinggi antara motivasi kerja pegawai dan prestasi kerjanya, ada korelasi positif antara motivasi kerja dan pencapaian tujuan perusahaan.

d. Ukuran Perbandingan Upah

Kebijkan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. Artinya, perbandingan tingkat upah peegawai perlu memeperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja dan ukuran perusahaan.

e. Permintaan dan Persediaan

Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar pada saat ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai. f. Kemampuan Membayar

Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah pegawai. Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi diluar batas kemampuan yang ada pada perusahaan.

Menurut Rivai (2004:363) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi terbagi menjadi dua yaitu:

1. Pengaruh Lingkungan Eksternal pada Kompensasi

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi adalah sesuatu yang berada diluar perusahaan, seperti: pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, peraturan pemerintah dan serikat pekerja.

a. Pasar Tenaga Kerja

(13)

pengusaha untuk mencari alternatif, seperti penyediaan tenaga kerja asing, yang harganya mungkin lebih rendah, atau teknologi yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja.

b. Kondisi Ekonomi

Salah satu aspek yang juga mempengaruhi kompensasi sebagai salah satu faktor eksternal adalah kondis-kondisi ekonomi industri, terutam derajat tngkat persaingan, yang mempengaruhi kesanggupan untuk membayar perusahaan itu dengan gaji tinggi.

c. Peraturan Pemerintah

Pemerintah secara langsung mempengaruhi tingkat kompensasi melalui pengendalian upah dan petunjuk yang melarang peningkatan dalam kompensasi untuk para pekerja tertentu pada waktu tertentu, dan hukum yang menetapkan tingkat tarif upah minimum, gaji, pengaturan jam kerja, dan mencegah diskriminasi. Pemerintah juga melarang perusahaan mempekerjakan pekerja anak-anak dibawah umur (yang telah ditetapkan). d. Serikat Pekerja

Pengaruh eksternal penting lain pada suatu program kompensasi kerja adalah serikat kerja. Kehadiran serikat pekerja diperusahaan sector swasta diperkirakan meningkat upah 10 sampai 15 persen dan menaikkan tujuan sekitar 20 sampai 30 persen. Juga, perbedaan upah antara perusahaan yang mempunyai serikat pekerja dengan yang tidak mempunyai serikat pekerja tampak paling besar selama periode resesi dan paling kecil selama periode inflasi.

2. Pengaruh Lingkungan Internal pada Kompensasi

Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi upah: ukuran, umur, anggaran tenaga kerja perussahaan dan isapa yang dilibatkan untuk membuat keputusan upah untuk organisasi.

a. Anggaran Tenaga Kerja

Anggaran tenaga kerja secara normal, identik dengan jumlah uang yang tersedia untuk kompensasi karyawan tahunan. Tiap-tiap unit perusahaan dipengaruhi oleh ukuran anggaran tenaga kerja. Suatu anggaran perusahaan tidak secara normal menyatakan secara tepat jumlah uang yang dialokasikan ke masing-masing karyawan melainkan beberapa banyak yang tersedia untuk unit atau divisi.

b. Siapa yang membuat keputusan kompensasi

Kita lebih mengetahui siapa yang membuat keputusan kompensasi disbanding sekitar beberapa faktor lain, tetapi masalah ini bukan suatu hal sederhana. Keputusan atas beberapa banyak yang harus dibayar, sistem apa yang dipakai, manfaat apa untuk ditawarkan dan ssebagainya, dipengaruhi dari bagian atas hingga dibawah perusahaan.

(14)

Menurut Panggabean (2004:81) tinggi rendahnya kompensasi dipengaruhi oleh faktor:

a. Penawaran dan permintaan b. Serikat pekerja

c. Kemampuan untuk membayar d. Produktivitas

e. Biaya hidup f. Pemerintah

Perlu dicatat bahwa tidak setiap perusahaan memberikan bentuk kompensasi seperti yang telah disebutkan diatas kepada karyawan. Hal ini tergantung ada kondisi dari perusahaan tersebut. Disuatu pihak perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan karyawannya, tatapi dilain pihak perusahaan juga harus memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam membiayai karyawan tersebut. Kompensasi ini memerlukan biaya yang tidak sedikit oleh karena itu perlu ddiperhatikan apakah pemberian kompensasi yang dilakukan dapat member manfaat bagi karyawan maupun bagi perusahaan.

2.1.2.5 Tahapan Menetapkan Kompensasi

Menurut Rivai (2006:366) tujuan manajeman kompensasi bukanlah membuat berbagai aturan dan hanya memberikan petunjuk saja. Namun, semakin banyak tujuan perusahaan dan tujuan pemberina kompensasi juga harus diikuti dengan semakin efektif administrasi penggajian dan pengupahan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, perlu diikuti tahapan-tahapan manajemen kompensasi sebagai berikut :

Tahap 1 : Mengevaluasi tiap pekerjaan, dengan menggunakan informasi analisis pekerjaan, untuk menjamin keadilan internal yang didasarkan pada nilai relatif setiap pekerjaan.

Tahap 2 : Melakukan survey uapah dan gaji untuk menentukan keadilan eksternal yang didasarkan pada upah pembayaran di pasar kerja.

Tahap 3 : Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan pembayaran upah yang didasarkan pada keadilan internal dan eksternal.

(15)

a. Menyelenggarakan survey gaji, yaitu survey mengenai jumlah gaji yang diberikan bagi pekerjaan yang sebanding di perusahaan lain ( untuk menjamin keadilan eksternal ).

b. Menentukan nilai tiap pekerjaan dalam perusahaan melalui evaluasi pekerjaan ( untuk menjamin Keadilan internal )

c. Mengelompokkan pekerjaan yang sama / sejenis ke dalam tingkat upah yang sama pula ( untuk menjamin employee equity / keadilan karyawan ).

d. Menetapakan harga tiap tingkatan gaji dengan menggunakan garis upah.

e. Meneyesuaikan tingkat upah dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku ( menjamin gaji layak dan wajar )

2.1.2.6 Tantangan yang Dihadapi Dalam Menetapkan Kompensasi

Menurut Pangabean (2004:83) metode penetapan gaji yang serasional apapun akan menghadapi tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Standar gaji yang berlaku umum

Beberapa jabatan harus dibayar lebih dari yang seharusnya sebab oleh desakan pasar ( terutama untuk jabatan yang sukar didisi lowongannya ).

b. Kekuatan serikat buruh

Serikat buruh dapat menggunakan kekuatannya untuk memperoleh gaji yan sesuai dengan relatif jabatannya.

c. Produktivitas

Perusahaan harus memperoleh laba agar bisa tetap hidup. Sebaliknya juga pegawai tidk akan digaji lebih dari pada kontribusi yang diberikan kepada perusahaan (digaji sesuai produktivitas mereka).

d. Kebijakan gaji dan upah

Beberapa perusahan memiliki kebijaksanaan yang menyebabkan mereka harus mengadakan penyesuaian terhadap gaji yang telah ditetapkan. Kebijakan yang umum yaitu memberikan kenaikan gaji yang sama kepada pegawai yang tergabung dengan serikat kerja dengan pegawai yang tidak tergabung dengan serikat kerja.

e. Peraturan pemerintah

Pemerintah ikut campur dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan tenaga kerja, seperti penentuan upah minimum regional, upah lembur, pembatasan usia kerja ( 15 tahun s/d 65 tahun ), dan pembatasan jam kerja ( maximum 40 jam / minggu ) f. Nilai yang sebanding dengan pembayaran yang sama

Masalah penting dalam manajemen kompensasi dengan kesempatan yang sama adalah “Comparable Worth” (nilai yang sebanding). Setiap jabatan yang mempunyai nilai yang sama bagi organisasi harus dibayar sama. Comparable Worth berarti pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama.

(16)

2.1.3 Motivasi

2.1.3.1 Pengerian Motivasi

Motivasi berasal dari kata motivation, yang artinya dorongan daya batin, sedangan to motivate artinya mendorong untuk berperilaku atau berusaha. Motivasi dalam manajemen, lebih menitik beratakan pada bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya untk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.

Perusahaan tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang terpenting mereka memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dan mencapai hasil kerja yang baik. Handoko (2003:252) mengatakan bahwa pengertian motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

(17)

bahwa motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.

Rivai (2008:457), mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus tercapai.

2.1.3.2 Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Hasibuan (2003:146) mengatakan bahwa pengertian motivasi adalah sebagai berikut :

1. Meningkatakan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2.1.3.3 Jenis-jenis Motivasi

Hasibuan (2005;150) mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut :

a. Motivasi Positif ( Insentif Positif )

Motivasi positif adalah manajer memotivasi ( merangsang ) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar. b. Motivasi Negatif ( Insetif Negatif )

Motivasi negatif adalah manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatakan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkatkan karena mereka takut dihukum, untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.

2.1.3.4 Metode Motivasi

(18)

a. Motivasi Langsung ( Direct Motivation )

Motivasi langsung adalah motivasi ( materil dan non materil ) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.

b. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation )

Motivasi tidak langusng adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atas kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sejenisnya.

2.1.3.5 Proses Motivasi

Menurut Hasibuan (2003:151) bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut: 1. Tujuan

Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.

2. Mengetahui Kepentingan

Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja. 3. Komunikasi efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.

4. Integrasi tujuan

Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.

5. Fasilitas

(19)

Sumber : Melayu S.P Hasibuan (2003:151)

Gambar 2.1 Proses Motivasi

6. Team Work

Manajer harus membentuk Team Work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

Dengan penjelasan diatas dan gambar 2.1 proses motivasi haruslah terlebih dahulu diketahui tujuan organisasi, baru kemudian karyawan diarahkan pada tujuan. Harus mengetauhi kepentingan karyawan, tidak hanya melihat kepentingan perusahaan. Kemudian diadakan komunikasi yang efektif, integrasi tujuan, fasilitas, dan pembentukan team work.

2.1.3.6 Prinsip-prinsip Dalam Motivasi Kerja

Mangkunegara (2007;100) mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut:

2. Mencari jalan  keluar untuk 

memnuhi  kebutuhan 

3. Perilaku yang  berorientasi pada 

tujuan 

1. Kebutuhan yang  tidak terpenuhi 

4. Hasil Karya  (Evaluasi dari  tujuan yang 

tercapai) 

5. Imbalan atau  hukuman 

6. Kebutuhan yang  tidak dipenuhi  dinilai kembali oleh 

karyawan. 

(20)

1. Prinsip Partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapain tujuan. Dalam pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4. Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip Memberi Perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

2.1.3.7 Teori-teori Motivasi

Menurut Rivai (2008;458), mengatakan bahwa beberapa teori motivasi adalah sebagai berikut :

1. Hierarki Teori Kebutuhan ( Hierarchical of Needs Theory )

(21)

Sumber : Stephen P. Robbins (2007)

Gambar 2.2

Teori Hierarki Kebutuhan

2. Teori Kebutuhan McClelland’s ( Mccllend’s Theory of Needs ) McClelland theory of needs memfokuskan kepada tiga hal, yaitu :

a. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan: kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.

b. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja: kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana tugasnya masing-masing.

c. Kebutuhan untuk berafiliasi: hasrat untuk bersahabat dan mengenai lebih dekat rekan kerja,

3. Teori X dan Y Mc. Gregor

Teori X dan Y, Douglas McGregor dalam Hasibuan (2003:160) mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif dengan tanda label x dan positif dengan tanda label y.

Teori X (negatif) merumuskan asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Rata-rata karywan malas dan tidak suka bekerja,

Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan menghindari tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.

b. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya.

c. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi.

Penghargaan  Aktualisasi diri

Keamanan  

(22)

Sedangkan Teori Y (positif) ,memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja, sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat, pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksaan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal tidak bekerja.

b. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal.

c. Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengambangakan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan.

4. ERG (Existence, Relatedness, Growth Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer dalam Mangkunegara (2007:98) yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan teori dari Abraham Maslow. Teori ini mengemukakakn bahwa ada tiga kelompok kebutuhan manusia, yaitu : a. Existence Needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi

pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits.

b. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam

berinteraksi dalam lingkungan kerja.

c. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.

2.1.3.8 Model-model Motivasi

Menurut Rivai (2005;470) mengatakan bahwa model-model motivasi adalah sebagai berikut :

1. Model Tradisional

Model tradisional ini digunakan untuk memberikan dorongan kepada karyawan agar melakukan tugas mereka dengan berhasil, para manager menggunakan sistem upah insentif, semakin banyak mereka menghasilkan atau mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar penghasilan mereka.

2. Model Hubungan Manusiawi

Model hubungan tradisional yaitu manajer dianjurkan untuk bisa memotivasi para karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan membuat mereka merasa penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Para karyawan diberi lebih banyak waktu kebebasan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.

3. Model Sumber Daya Manusia

(23)

bekerja. Tugas manajer dalam model ini, bukanlah menyuap para karyawan dengan uapah atau uang akan tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing.

2.1.3.9 Pengukuran Motivasi

Pengukuran motivasi menurut Sastrohadiwiryo (2003:275), kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja secara langsung tercermin sebagai upaya seberapa jauh karyawan bekerja keras yang baik atau sebaliknya, karena ada dua faktor yang harus benar jika upaya itu akan diubah menjadi kinerja.

1. Tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi, tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik.

2. Persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upaya dapat diubah sebaik-baiknya menjadi kinerja. Diasumsikan bahwa persepsi tersebut dipelajari individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. “persepsi bagaimana harus dikerjakan”, ini jelas sangat berbeda mengenai kecermatannya jika terdapat persepsi yang salah, kinerja akan rendah meskipun upaya dan motivasi mungkin tinggi.

Salah satu cara untuk menukur motivasi tenaga kerja adalah dengan menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat diagnosa permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja memahami mengapa para tenaga kerja terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya di berbagai bagian dalam perusahaan. Dan berapa jauh berbagai cara pengolahan data.

2.1.3.10 Pengaruh Pengukuran Kinerja dan Kompensasi Terhadap Motivasi

(24)

kinerja karywan diperusahaan tersebut. Dari pengukuran kinerja tersebut dapat diketahui seberapa pantas karyawan tersebut untuk mendapatkan kompensasi yang diukur dari kinerja suatu karyawan sehingga akan termotivasi bagi karyawan.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini tercantum dalam Tabel 2.1:

Tabel 2.1

Tinjauan Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Metode Analisis

Hasil Penelitian

Darma kinerja karyawan

Penilaian prestasi, penilaian hubungan, penilaian sifat-sifat pribadi

Analisis Linier Berganda

Penilaian kinerja berpengaruh terhadap motivasi berprestasi dan knerja. Minuman Bandung

(25)

Bambang negatif terhadap kinerja karyawan, faktor motivasi tidak berpengaruh

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah di kemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual pada gambar 2.3 ini.

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, yang menjadi variable independen adalah pengukuran kinerja, kompensasi. Variabel dependen adalah motivasi. Hubungan antara ketiga variabel independen dan dependen adalah hubungan satu arah atau hubungan positif.

(26)

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan kerangka konseptual adalah

H1 : Pengukuran kinerja berpengaruh secara parsial terhadap motivasi pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.

H2 : Kompensasi berpengaruh secara parsial terhadap motivasi pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.

Gambar

Gambar 2.1 Proses Motivasi
Gambar 2.2 Teori Hierarki Kebutuhan
Tabel 2.1
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota

Universitas Negeri

Format Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, Buku Pembantu Kas Kegiatan, Rencana Anggaran Biaya dan Surat Permintaan Pembayaran serta Pernyataan Tanggungjawab Belanja,

[r]

6 2006 Ketua Pemanfaatan Pohon Bakau Sebagai Media Karburising Untuk Meningkatkan Sifat Mekanis Baja Karbon Rendah. 7 2006 Anggota Analisis Efektifitas Ukuran Serbuk Arang Batok

2 Oleh karena itu, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, mengarahkan dan membimbingnya agar anak terjaga dari hal-.. hal yang tidak baik yang

translasi : translasi merupakan suatu transformasi yang memerlukan besar dan arah translasi trigonometri : cabang ilmu matematika yang berhubungan dengan besar sudut dan.

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta