ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).
2.2 Faktor Predisposisi
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri. 2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
2.3 Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
2.4 Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam 3) Tangan mengepal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak 3) Mengancam secara verbal atau fisik 4) Mengumpat dengan kata-kata kotor 5) Suara keras
6) Ketus c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain 2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain 4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman 2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi 4) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual 1) Mendominasi 2) Cerewet 3) Kasar 4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar 2) Mengkritik pendapat orang lain 3) Menyinggung perasaan orang lain 4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan 2) Penolakan
4) Ejekan dan sindiran. h. Perhatian
1) Bolos 2) Mencuri 3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.
2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif dan mal adaptif. (Gambar 1)
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu: a. Mengungkapkan secara verbal
Respon adaptif
Respon adaptif Respon mal adaptifRespon mal adaptif
Asertif
b. Menekan c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram berikut:
2.6 ASKEP PERILAKU KEKERASAN Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal klien
2. Keluhan utama
Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Stress
Cemas
Marah
Mengingkari marah/merasa kuat Diungkapkan secara tepat/asertif
Marah tidak terungkap Masalah teratasi
Marah berkepanjangan
Marah pada orang lain Marah pada diri sendiri
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain. 3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit? b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini? c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan 5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan 6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan. 7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain j. Merusak barang atau benda
Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, pandangan tajam
perilaku kekerasan
DS : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, pandangan tajam
Risiko tinggi mencederai orang lain
DS: klien merasa tidak berguna, merasa kosong DO: kehilangan minat melakukan aktivitas
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan
Perilaku kekerasan
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku kekerasan 2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu: A. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien dirumah. Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien 2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/ orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah. 5. Buat perawatan lanjutan
B. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien N
O
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan Intervensi
Tujuan Kriteria Hasil 1 Resiko
mencederai diri b.d perilaku kekerasan
TUM: Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1.1 Klien mau membalas salam 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.3 Klien mau menyebutkan
nama
1.4 Klien mau tersenyum 1.5 Klien mau kontak mata 1.6 Klien mau mengetahui nama
perawat
1.1.1 Beri salam atau panggil nama
1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
2. Klien dapat mengidentifikas i penyebab perilaku kekerasan
2.1 Klien mengungkapkan perasaannya
2.2 Klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel ataupun kesal
2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
3. Klien dapat mengidentifikas i tanda dan gejala perilaku kekerasan
3.1 Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
3.2 Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialaminya
3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel atau marah
3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialami klien
4. Klien dapat mengidentifikas i perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.1 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.2 Klien dapatbermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3 Klien dapat menngetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah
4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan yang biasa dilakukan klien
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien lakukan masalahnya selesai
5. Klien dapat mengidentifikas i akibat perilaku kekerasan
5.1 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien:
a. akibat pada klien sendiri, b. akibat pada orang lain, c. akibat pada lingkungan
5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien
5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien
6. Klien dapat mendemonstrasi kan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
6.1 klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik: tarik napas dalam, pukul kasur, dan bantal
6.2 klien dapat
mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
6.3 Klien mempunyai jadwak untuk melatih cara
pencegahan fisik yang telah dipelajari sebelumnya 6.4 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam melakukan cara fisik sesuai jadwal yang disusun
1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien 1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
klien
1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk mencegah perilaku kekerasan
6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien
6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam 6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat mendemonstrasi kan cara social untuk mencegah perilaku
kekerasan
7.1 Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan a. Meminta dengan baik b. Menolak dengan baik c. Mengungkapkan perasaan
dengan baik 7.2 Klien dapat
mendemonstrasikan cara verbal yang baik
7.3 Klien mumpunyai jadwal untuk melatih cara bicara yang baik
7.4 Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan cara bicara yang sesuai dengan jadwal yang telah disusun
7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
d. Meminta dengan baik e. Menolak dengan baik
f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
makanan”
b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain.
c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai nada suara yang rendah.
7.2.2. Minta klien mengulang sendiri 7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan 7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?”
8. Klien dapat mendemonstrasi kan cara
spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
8.1 Klien dapat menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan 8.2 Klien dapat
mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih 8.3 Klien mempunyai jadwal
untuk melatih kegiatan ibadah 8.4 Klien melakukan evaluasi
terhadap kemampuan
8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan
8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah 8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation) 8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan 8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang
9. Klien dapat mendemonstrasi kan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku
kekerasan
9.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar orang, obat, dosis, waktu dan cara pemberian)
9.2 Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
9.3 Klien mengevaluasi kemampuannya dalam
9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum obat.
9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur :
a.Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat
b. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter c.Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
a.Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat susuai dosis
c.Klien meminum obat pada waktu yang tepat. 9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation) 9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.2 Klien mempunyai jadwal TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.3 Klien melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK
10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK 10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
TAK da beri pujian atas keberhasilannya 10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK 10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK 10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK 10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”
11. Klien
mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara
11.1 Keluarga dapat
mendemonstrasikan cara merawat klien
11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
perilaku kekerasan
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan 11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
DAFTAR PUSTAKA
Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic course).jakarta: EGC
Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC
Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.
Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya.
Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press