• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PPKn Melalui Penerapan Model Pembelajaran Example NonExample pada Siswa Kelas VIIIF SMP Negeri 7 Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PPKn Melalui Penerapan Model Pembelajaran Example NonExample pada Siswa Kelas VIIIF SMP Negeri 7 Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Belajar

Dalam menjalani kehidupan ini, manusia tidak pernah terlepas dari aktivitas atau kegiatan belajar, aktivitas yang dilakukan oleh seseorang baik sebagai individu atau bagian dari suatu kelompok, pada hakekatnya adalah kegiatan belajar. Hal ini menunjukan bahwa belajar tidak pernah dibatasi oleh usia, tempat maupun waktu. John Dawey (1904 : 10), salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach berpendapat “Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman. Slameto ( 2010 : 2) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sardiman (2010:20) juga mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan dan meniru, sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen pada dirinya sebagai hasil pengalaman.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Jumanta Hamdayana (2014 : 2) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang menggunakan media dan metode tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran terjadi transfer

(2)

Miftahul Huda (2014 : 2) menyatakan pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang”. Menurut Wanger (1998) dalam Miftahul huda ( 2014 : 2) pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial. Hal senada dikemukakan oleh Winkel (dalam Slameto, 2007:50 ) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung didalam diri peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi yang berhasil guna. Pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaanya. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar yang bersifat edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan penguasaan yang baik terhadap materi yang diajarkan pendidik kepada peserta didik.

2.2 Pengertian Hasil Belajar

(3)

Hasil belajar menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana 1990 : 22-23) secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris,yaitu Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi, ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi, ranah psikomotoris berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan reflex, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perceptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga Ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

2.3 Penilaian Hasil Belajar

Berdasarkan lampiran Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan, penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Penilaian adalah bagian dari pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran atau pada akhir pembelajaran. Penilaian (assement) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa

2. Pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi tersebut Adapun tujuan penilaian hasil belajar menurut Zainal Arifin (2011 : 15) yaitu :

1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan;

2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran;

(4)

4. Untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, keunggulan peserta didik dapat dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan atau bimbingan;

5. Untuk seleksi yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu;

6. Untuk menentukan kenaikan kelas

7. Menempatkan pserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya

Seorang guru perlu mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sebab pengetahuan mengenai kemajuan peserta didik mempunyai bermacam-macam kegunaan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses belajar peserta didik, karena hasil belajar dapat membentuk perubahan pribadi individu dengan cara berpikir yang lebih baik serta akan menghasilkan perilaku yang baik dan akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama.

2.4 Hakikat Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) 2.4.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

(5)

2.4.2 Tujuan PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)

Adapun tujuan mata pelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006 ; 49) adalah untuk memberikan kompetensi :

1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan

2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga bertujuan untuk mengetahui persoalan jati diri dan identitas suatu bangsa. Di Indonesia PPKn juga berkontribusi penting dalam menunjang tujuan bernegara Indonesia. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegraan secara sistematik mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 (pasal 3). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan dan berjalan seiring dengan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks tujuan pendidikan Nasional dewasa ini, warga negara yang baik yang gayut dengan pendidikan kewarganegaraan adalah warga Negara yang demokratis bertanggung jawab dan warga Negara yang memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air ( pasal 37 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 ). Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat melahirkan warga Negara yang berkualitas baik dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja, dalam produktivitas kerja, dalam kemampuan intelektual dan professional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan, kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian.

(6)

2.4.3 Ruang Lingkup PPKn

Ruang Lingkup mata pelajaran PPKn meliputi aspek-aspeknya :

1. Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi hidup rukun dalam perbedaan cinta lingkungan, kebanggan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia partisipasi dalam pembelaan negara. Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Norma hukum dan peraturan meliputi; tertib dalam kehidupan keluarga, tertib disekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem hukum dan peradilan nasional hukum dan peradilan internasional

3. Hak Asasi Manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan Internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

4. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara

5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia. Hubungan dasar negara dengan konstitusi

6. Kekuasaan dan politik meliputi: pemerintah desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat. Demokrasi dan sistem politik.budaya politik. Budaya demokrasi menuju masyarakat madani. Sistem pemerintahan. Pers dalam masyarakat demokrasi

7. Pancasila meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara proses perumusuhan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai ideology terbuka ( kurikulum KTSP, 2006)

(7)

berkaitan dengan warga negara yang baik, meliputi : wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara

Dari penjelasan-penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa mata pelajaran PPKn senantiasa dikembangkan secara komprehensif melalui berbagai unsur pembelajaran yang dapat memperkuat jati diri warga Negara yang dapat diandalkan oleh negaranya.

2.5 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK)

(8)

2.5.1 Tujuan dan Karakteristik PTK

Penelitian Tindakan kelas memiliki beberapa tujuan sebagai berikut. (Heris dan Afrilianto 2014 : 32)

1. Memperbaiki dan meingkatkan kualitas isi, masukan, proses dan hasil pembelajaran; 2. Menumbuhkembangkan budaya meneliti para guru agar lebih proaktif mencari solusi

terhadap permasalahan pembelajaran;

3. Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti para guru, khususnya dalam mencari solusi masalah – masalah pembelajaran;

4. Meningkatkan kolaborasi antarguru dalam memecahkan masalah pembelajaran. Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah pendidikan dan pembelajaran yang terjadi sehari – hari di kelas. Oleh karena itu, penelitian kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, Suyitno (2011 : 11 ) mengemukakan bahwa PTK tersebut dilakukan oleh guru yang bertujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya sehingga berfokus pada pada proses dan hasil belajar yang terjadi dikelas,

Secara umum, terdapat tiga karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu : 1. Inkuri

Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari – hari dihadapi oleh guru dan siswa ( pratice driven) dan (action driven). Tujuan penelitian tindakan adalah untuk memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung. 2. Reflektif

Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khusus, yaitu sikap reflektif yang berkelanjutan

3. Kolaboratif

(9)

2.6 Model Pembelajaran Example Non-Example

2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Example non-Example

Example non-Example merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran. Strategi ini bertujuan mendorong siswa untuk belajar berpikir kritis dengan memecahkan permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh gambar yang disajikan. Penggunaan media gambar dirancang agar siswa dapat menganalisis gambar tersebut untuk kemudian di deskripsikan secara singkat perihal isi dari sebuah gambar, dengan demikian, strategi ini menekankan pada konteks analisis siswa. Strategi Example non-Example juga ditujukan untuk mengajarkan siswa dalam belajar memahami dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara yakni pengamatan dan definisi. Menurut Buehl 1996 ( Miftahul Huda, 2014 : 235-236 ) strategi Example non-Example melibatkan siswa untuk: 1) menggunakan sebuah contoh untuk memperluas pemahaman sebuah konsep dengan lebih mendalam dan lebih kompleks; 2) melakukan proses discover (penemuan), yang mendorong mereka membangun konsep secara progresif melalui pengalaman langsung terhadap contoh-contoh yang mereka pelajari; dan 3) mengekplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non-example yang dimungkinkan masih memiliki karakteristik konsep yang telah di paparkan pada bagian example.

(10)

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Model pembelajar Example non-Example menggunakan gambar yang dapat melalui proyektor ataupun yang paling sederhana adalah poster ( Jumanta Hamdayama, 2014 : 98-99 )

2.6.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non-Example

Langkah-langkah dari proses pembelajaran Example Non-Example menurut Slavin 1994 ( dalam Jumanta Hamdayama, 2014 : 99 ) , yaitu sebagai berikut :

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran

2. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau ditayangkan melalui OHP atau LCD 3. Guru memberikan petunjuk dan kesempatan pada siswa untuk memperhatikan atau

menganalisis gambar

4. Melalui diskusi kelompok 4-5 orang siswa, hasil diskusi dari hasil analisis gambar tersebut dicacat pada kertas kerja siswa.

5. Tiap kelompok diberi kesempatan memberikan hasil diskusinya

6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Menurut Agus Suprijono ( Jumanta Hamdayama, 2014 : 99-100) langkah-langkah model Example Non-Example, diantaranya berikut ini.

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gambar yang digunakan tentunya merupakan gambar yang relevan dengan materi yang dibahas sesuai dengan kompetensi dasar

2. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD atau OHP, jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini, guru juga dapat meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat dan sekaligus pembentukannya kelompok siswa

(11)

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisis gambar, tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika disediakan oleh guru.

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih untuk menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing-masing 6. Mulai dari komentar / hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi

sesuai tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisis yang dilakukann siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

7. Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2.6.3 Sintak Model Pembelajaran Example Non-Example

(12)

2.6.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Example Non-Example

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Example non-Example

menurut Jumanta Hamdayama, (2014: 10) :

Kelebihan model pembelajaran Example Non-Example adalah : a) Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar

b)Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar c) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya Kekurangan dari model pembelajaran Example Non-Example adalah :

a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. b) Memakai waktu yang cukup lama.

2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan

Rahmawati, Farida Nur (2013), “Penerapan model Example non-Example untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PPKn di kelas IV SDN Jetis 1 Pace Nganjuk” , skripsi, program studi S1 PGSD. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model Example non-Example dapat meningkatkan hasil belajar siwa pada mata pelajaran PPKn di SDN Jetis 1 Pace, hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada pratindakan 59,63 meningkat menjadi 63,13 pada siklus 1 dan siklus II juga mengalami peningkatan yaitu menjadi 82,5. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran Example non-Example

pada mata pelajaran PPKn kelas IV SDN Jetis 1 Pace Nganjuk semester II Tahun pelajaran 2012/2013, berhasil dilaksanakan.

Marlay, Albertina 2011. “Penerapan Model Example non-Example Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Madyopuro 5 Kota Malang” Skripsi. Jurusan KSDP Program Studi S-I PGSD. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa kelas IV SDN Madyopuro 5 Kota Malang, mengalami peningkatan secara signifikan.

Hal ini dapat diketahui dari hasil pra tindakan sebesar 62,66%, siklus 1 sebesar 72,82%,

siklus 2 sebesar 81,73% setelah menggunakan model Example Non Example.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar PPKN dan IPS pada siswa kelas IV SD

(13)

menggunakan model pembelajaran Example non-Example pada intinya dapat meningkatkan

hasil belajar siswa, dimana setiap penulis penelitian yang menggunakan model pembelajaran

Example non-Example memberikan kesimpulan akhir bahwa dengan menggunakan model

pembelajaran Example non-Example hasil belajar menjadi lebih baik. Oleh karena itu akan

dilakukan penelitian yang sejenis pada mata pelajaran PPKn di kelas VIIIF SMP Negeri 7

Salatiga.

2.8 Kerangka Berpikir

Kondisi awal guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional sehingga hasil belajar siswa masih di bawah KKM, Interaksi dan kerjasama dalam kelas pun kurang aktif maka dari itu akan dilakukan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaraan Example non-Example dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa mencapai KKM yang ditentukan.

(14)
(15)

2.9 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar

gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran, guru menempelkan gambar di papan tulis atau
GAMBAR 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Upaya untuk kembali menstabilkan kondisi perekonomian Indonesia pemerintah Indonesia melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mengambil kebijakan ekonomi dengan melakukan

Dilihat dari kelas intervalnya pada rasio ini menyatakan bahwa < 1 % merupakan angka atau persentase yang tidak efesien pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah

[r]

Efektivitas Media Film dalam Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jerman Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. Pembelajar

David Ospina, Faryd Mondragon, Camilo Vargas (g); Mario Yepes, Cristian Zapata, Pablo Armero, Camilo Zuniga, Aquivaldo Mosquera, Santiago Arias, Luis Amaranto Perea, Eder

Setelah dilakukan analisis dan perhitungan data mengenai penguasaan kosakata bahasa Jerman yang dibatasi dalam kosakata sich vorstellen dan kemampuan membaca

Pedagang etnis Tionghoa menguasai perdagangan kedelai ini, sedangkan para pengrajin tahu tempe umumnya adalah rumahtangga pribumi yang tidak menguasai jaringan

[r]