• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ungkapan Metaforis dalam Kolom Essai Taratarot pada Situs Berita Medanbagus.Com (Kajian Semantik) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ungkapan Metaforis dalam Kolom Essai Taratarot pada Situs Berita Medanbagus.Com (Kajian Semantik) Chapter III V"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan atau di perpustakaan melalui kajian pustaka. Keduanya dianggap sebagai lokasi penelitian (Djajasudarman, 1993:3). Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti, sedangkan di perpustakaan melibatkan hubungan peneliti dengan buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dan tempat khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak ungkapan-ungkapan metaforis yang terdapat dalam empat belas esai yang menjadi objek penelitian. Penelitian tentang analisis ungkapan metaforis dalam kolom esai Taratarot pada situs berita medanbagus.com ini dilakukan selama dua bulan

untuk meneliti dan menganalisis data yang diperlukan oleh peneliti.

3.2 Sumber Data

Adapun sumber data dari penelitian ini diperoleh dari esai dalam kolom Taratarot di situs media medanbagus.com yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan

S.Sn, M.Si, sebagai penulis kolom Taratarot.

Adapun esai yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak empat belas esai, yaitu:

(2)

2. Amuk (amock) (Senin, 13 April 2015)

3. Anak Muda Bunuh Diri(?) (Minggu, 31 Mei 2015)

4. Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya (Kamis, 2 Juli 2015)

5. Batu Akik Bijaksana (Jumat, 20 Februari 2015)

6. Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif (Sabtu, 14 Maret 2015)

7. Begal, Main Hakim Sendiri dan Ketertekanan Jiwa (Selasa, 3 Maret 2015)

8. Corat-Coret Lulus Sekolah (Selasa, 28 April 2015)

9. Kabar Burung Kakek Sarung (Sabtu, 21 Maret 2015)

10.Kemerdekaan Imajinasi (Sabtu, 16 Mei 2015)

11.Manusia Fiktif dalam Dunia Fiksi (Sabtu, 17 Oktober 2015)

12.Penerimaan Diri (Senin, 30 Maret 2015)

13.Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu (Senin, 8 Juni 2015)

14.Semak belukar Pikiran (Selasa, 17 Maret 2015)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

(3)

Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat (Sudaryanto, 1993:134-135).

Teknik simak bebas libat cakap (SBLC), adalahpeneliti sebagai pemerhati dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya (Sudaryanto, 1993:136).

Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, dilakukan teknik catat, yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan pengklasifikasian data. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama selesai digunakan dengan alat tulis tertentu.

Peneliti menggunakan metode simak serta teknik simak bebas libat cakap (SLBC) karena sumber data penelitian ini berupa essai atau teks tertulis dalam media online. Menurut peneliti, teknik dan metode tersebut adalah yang paling mudah dan paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

3.4 Teknik Analisis Data

(4)

statis. Analisis dapat berupa perbaikan atau pengembangan, sejalan dengan data yang masuk.

Berikut adalah beberapa contoh ungkapan metaforis yang terdapat dalam kolom esai Taratarot pada situs berita medanbagus.com

(01) “Tujuan hidup, cita-cita bahkan sekedar mimpi dan fantasi seperti semak belukar yang tumbuh di dalam kepala, semuanya fiktif”. (Manusia fiksi dalam dunia fiktif)

Metafora dengan menggunakan kata ‘tumbuh’ pada (01) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (01) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bagaimana seseorang mengalami kekacauan dan kebingungan dalam pikirannya, sehingga tidak dapat membedakan mana itu mimpi, fantasi, cita-cita dan tujuan hidup.

(02) “Peristiwa ini lantas bertransformasi diri ke beragam bentuk wacana dan menyebar cepat ke banyak tempat” (Absurditas kami tidak takut).

Dalam kalimat (02) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “menyebar” dalam (02) sebagai aktivitas, merespon sebuah kejadian yang berubah dengan sangat cepat kedalam banyak bentuk wacana yang beredar dan banyak dibicaraka oleh masyarakat sebagai isi (substance).

(5)

Dalam kalimat (03) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “sebagaimana” dalam (03) merupakan keadaan, mengacu pada keadaan semakin luasnya penyebaran sebuah wacana dengan cepatnya dari satu tempat ketempat lainnya seperti penyakit menular.

(04) “Seperti seorang ayah yang mengidamkan anak lelakinya jadi seorang polisi” (Manusia fiksi dalam dunia fiktif).

Dalam kalimat (04) terdapat metafora ontologikal suasana batin sebagai wadah, di mana kata “mengidamkan” dalam (04) sebagai suasana batin, melihat bagaimana inginnya seorang ayah untuk membuat anak lelakinya menjadi seorang polisi sebagai isi (substance).

(05) “Pembangunan sumber daya manusia itu lebih utama” (Kemerdekaan imajinasi).

Pada kalimat 05 manusia diposisikan sebagai sebuah bidang bangunan yang dapat dibangun atau yang kita sebut gedung. Hal itu didukung oleh kata “pembangunan” yang biasanya identik dengan kata gedung atau bangunan. Kalimat tersebut dapat dimasukkan dalam kategori metafora structural, yaitu manusia digambarkan sebagai bangunan atau gedung.

(6)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Metafora Konseptual Ungkapan Metaforis Esai Dalam Kolom

Taratarot di Situs Berita Medanbagus.Com

Penelitian ini menggunakan teori metafora konseptual dalam menganalisisnya. Terdapat sejumlah penjenisan dalam kajian metafora konseptual, seperti metafora orientasional, metafora ontologikal, metafora struktural serta metafora dan inferensi. Data yang telah didapat berikutnya akan dianalasis dan dibagi berdasarkan jenis metaforanya.

4.1.1 Analisis Metafora Orientasional

Metafora orientasional ada juga yang mengindentikkannya dengan metafora spasial yang menggambarkan ruang ataupun jarak. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah metafora dengan orientasi NAIK-TURUN, yang masing-masing dimaknai sebagai ‘kemaslahatan, keberuntungan, kebaikan’ apabila NAIK atau mengarah ke atas, dan ‘kemudaratan, kerugian, keburukan’ apabila TURUN atau mengarah ke bawah.

Dalam 14 esai sebagai sumber data terdapat 16 ungkapan metaforis yang menurut peneliti merupakan metafora ontologikal, dan berikut adalah analisis data yang telah ditemukan.

(01) Manusia dari belahan ‘bumi yang maju’ itu banyak belajar dari kita (yang sering dicap) terbelakang ini (Amuk (Amock)).

(7)

hubungan ini, metafora (01) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bahwa kita negara yang sering dikatakan ketinggalan ini, ternyata tidak seperti yang sering dikatakan. Buktinya banyak bangsa asing dari negara yang jauh lebih maju dari kita masih banyak belajar dari kita.

(02) Pikiran jadi beku karena tunduk pada emosi(Amuk (Amock)). Metafora dengan menggunakan kata “tunduk” pada (02) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (02) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat ketika kita dikuasai oleh emosi maka kita tidak dapat berpikir dengan jernih, tidak bisa mempertimbangkan baik buruknya, dan bertindak sesukanya mengikuti emosi kita.

(03) Karir akademik mereka terdongkrak (Amuk (Amock)).

Metafora degan menggunakan kata “terdongkrak” pada (03) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan. Dalam hubungan ini, metafora (03) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat adanya perkembangan mereka dalam bidang akademik kearah yang lebih baik.

(04) Bilamana lulus ujian, akan ada kenaikan kelas, naik kelas kehidupan (Anak Muda Bunuh Diri(?)).

(8)

penuturnya yang melihat adanya perkembangan dalam diri seseorang ketika orang tersebut berhasil melewati ujian kehidupan yang dialaminya. Dia akan mendapatkan sebuah pembelajaran yang akan membimbing dirinya menjadi lebih baik lagi.

(05) Bahkan di hari-H (rabu 1 Juli 2015) pun pemerintah kota Medan sendiri terkesan menciutkan hari jadi kotanya (Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).

Metafora dengan menggunakan kata “menciutkan” pada (05) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (05) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bahwa kota Medan sebagai salah satu kota besar yang terdapat di Indonesia, pemerintah kotanya seakan abai terhadap hari jadi kotanya. Biasanya hari jadi kota disambut dengan acara festival yang sangat meriah di kota-kota lainnya, tetapi tidak terjadi di kota Medan.

(06) Bukan masakan saja yang tidak jadi, si pemasak juga bisa melepuh bermandi minyak panas (Bawah sadar dan Demokrasi Ilusif).

(9)

(07) Di sisi lain, masyarakat bawah kebanyakan butuh ‘pelampiasan’ (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).

Metafora dengan menggunakan kata “bawah” pada (07) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisayaratkan keburukan. Dalam hubungan ini metafora (07) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat masyarakat denga ekonomi menengah kebawah atau masyarakat bawah, yang memiliki kelas rendah selalu saja mencari pelampiasan yang berhujung pada maraknya aksi main hakim sendiri oleh masyarakat kelas bawah.

(08) Tekanan hidup terasa semakin menyesak diri (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).

Metafora dengan menggunakan kata “tekanan” pada (08) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (08) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bahwa masyarakat mendapati begitu banyak masalah dalam kehidupan, mulai dari politik, ekonomi serta hukum yang tidak berpihak, semakin membuat masyarakat mendapatkan tekanan yang begitu banyak dalam kehidupan.

(09) Corat-coret adalah peristiwa yang menggambarkan minimnya nuansa perenungan reflektif (Corat-Coret Lulus Sekolah).

(10)

yang kurang akan perenungan, hanya luapan emosi sesaat yang menggambarkan kegembiraan, dan mengarah pada hal yang tidak jelas. Akibat kurangnya kesadaran untuk memikirkan atau merenungkan manfaat melakukan corat-coret tersebut.

(10) Namun, pada kenyataanya ia ‘tidak dilupakan’ tetapi ‘ditekan’ ke alam bawah sadar (Penerimaan Diri).

Metafora dengan menggunakan kata “ditekan” pada (10) dapat dipandang sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (10) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bahwa kita selalu saja mencoba melupakan kejadian buruk di masa lalu yang menimpa kita, dan mencoba menghilangkannya dengan cara membuatnya masuk jauh secara paksa ke alam bawah sadar kita. Yang nantinya peristiwa atau kenangan buruk itu jugaakan muncul, karena sebenarnya tidak pernah hilang, melainkan hanya kita sembunyikan jauh di alam bawah sadar kita.

(11) Hal ini karena alam sadar begitu ‘tak jujur’ pada faktor penyebabnya, yaitu trauma-trauma yang terendap di bawah sadar (Penerimaan Diri).

(11)

diri sendiri, yang sebenarnya banyak mengalami trauma yang tidak bisa dilupakan di dalam pikiran kita.

(12) Menganggap titel akademik bisa menaikkan status sosial kita? (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).

Metafora dengan menggunakan kata “menaikkan” pada (12) dapat dianggap sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan. Dalam hubungan ini, metafora (12) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat kita yang sekarang ini menganggap sesorang yang memiliki titel akademik, akan membuat status sosial seseorang dapat berubah.

(13) Candu bebatuan meningkat terutama saat semarak pilpres 2014 lalu (Batu Akik Bijak Sana).

(12)

(14) Demokrasi semestinya membumi (Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).

Metafora dengan menggunakan kata “membumi” pada (14) dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan kebaikan. Dalam hubungan ini, metafora (14) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bahwa demokrasi itu sesuatu yang nyata, sesuatu yang dapat dirasakan kebaikannya oleh semua orang, bukan hanya menguntungkan satu pihak atau beberapa pihak, melainkan dapat menguntungkan terhadap semua pihak. Sama seperti bumi yang memberikan dampak yang baik bagi semua orang yang hidup di dalamnya. Dalam (14) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya mengacu pada hal sebaliknya.

(15) Tidak melayang mengawang-ngawang (Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).

(13)

(16) Menjamurnya ijazah palsu tak terlepas dari tingginya minat dan permintaan terhadapnya (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).

Metafora dengan menggunakan kata “tingginya” pada (16) dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (16) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ijazah adalah sesuatu yang sangat berharga, bukan proses belajar yang dilalui serta ilmu yang didapatkan dalam proses mendapatkan ijazah tersebut. Akan tetapi kertas yang bernama ijazah itu jauh lebih penting. Hal ini membuat permintaan terhadap ijazah palsu sangat tinggi peminatnya. Dalam (16) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya mengacu pada hal sebaliknya.

4.1.2 Analisis Metafora Ontologikal

Lakoff dan Johnson 1980 (dalam Hasibuan, 2005:3), menjelaskan skema metafora ontologikal seperti hubungan antara isi (substances) dan wadah (container). Dalam hubungan ini, menurut Lakoff dan Johnson, wadah yang dimaksud dapat berupa bidang visual, aktivitas, dan keadaan. Dalam esai yang digunakan sebagai sumber data, ditemukan metafora ontologikal suasana pikiran sebagai wadah.

(14)

(17) Paska peristiwa pikiran kita melayang entah kemana-mana (Absurditas Kami Tidak Takut).

Dalam kalimat (17) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai wadah, dimana kata “melayang” dalam (17) sebagai suasana pikiran, melihat tidak fokusnya menanggapi suatu peristiwa yang tengah terjadi sebagai isi (substance).

(18) Pikiran sebagai garda depan mesti dibiarkan terbuka agar perasaan mendapat asupan gizi yang sehat (Amuk (Amock)).

Dalam kalimat (18) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai wadah, dimana kata “terbuka” dalam (18) sebagai suasana pikiran, bahwa pikiran harus lebih diutamakan ketimbang perasaan sebagai isi (substance).

(19) Anak muda yang (telah) membunuh dirinya itu, mengalami kebuntuan pikiran (Anak Muda Bunuh Diri(?)).

Dalam kalimat (19) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai wadah, dimana kata “kebuntuan” dalam (19) sebagai suasana pikiran, bagaimana orang yang bunuh diri, tidak dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan yang tengah dihadapi olehnya sebagai isi (substance).

(20) Dari jauh hari pun tak ada tanda-tanda persiapan (Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).

(15)

(21) Suasananya penuh luapan kegembiraan (Corat-Coret Lulus Sekolah).

Dalam kalimat (21) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai wadah, dimana kata “suasana” dalam (21) sebagai bidang visual, adanyakegembiraan yang sangat besar pada peristiwa tersebut sebagai isi (substance).

(22) Luap gempita kegembiraan mengisyaratkan ada emosi yang tertahan selama ini (Corat-Coret Lulus Sekolah).

Dalam kalimat (22) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai wadah, dimana kata “mengisyaratkan” dalam (22) sebagai bidang visual, dimana terlihat pelepasan emosi yang tertahan dengan terjadinya kegembiraan yang sangat luar biasa sebagai isi (substance).

(23) Tak jarang kita terbawa oleh arus pikiran yang liar itu (Semak Belukar Pikiran).

Dalam kalimat (23) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai wadah, dimana kata “arus”dalam (23) sebagai suasana pikiran, bahwa pikiran memiliki alurnya sendiri yang terkadang tidak bisa kita kendalikan sebagai isi (substance).

Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal, aktivitas sebagai wadah:

(16)

Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “disetir” dalam (24) merupakan aktivitas, yang mengacu pada dikendalikannya pikiran seseorang sebagai isi (substance).

(25) Begitu digdaya untuk melebur kediriannya (Anak Muda Bunuh Diri(?)).

Dalam kalimat (25) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “melebur” dalam (25) merupakan aktivitas, mengacu pada penghancuran jati diri seseorang sebagai isi (substance).

(26)Semua itu tak terlepas dari fondasi awal yang menjadi akar kota ini (Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).

Dalam kalimat (26) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “menjadi” dalam (26) merupakan aktivitas, mengacu pada awal bagaimana terbentuknya dasar kota sebagai isi (substance).

(27) Hiruk pikuk konstestasi Pilpres menyita banyak energi sosial (Batu Akik Bijak Sana).

Dalam kalimat (27) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “menyita” dalam (27) sebagai aktivitas, merespon banyaknya waktu dan perhatian masyarakat yang dihabiskan sebagai isi (substance).

(17)

Dalam kalimat (28) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “putar” dalam (28) sebagai aktivitas, merespon pada pergerakan perekonomian disebabkan maraknya penjualan batu akik sebagai isi (substance).

(29)Bisa kontrol dan tidak unjuk hasrat liar bawah sadar di ruang publik (Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).

Dalam kalimat (29) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “Unjuk” dalam (29) merupakan aktivitas, mengacu pada pengendalian untuk tidak memperlihatkan sesuatu yang tidak pantas di depan umum sebagai isi (substance).

(30) Belum mampu kendalikan insting buas bawah sadar (Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).

Dalam kalimat (30) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “kendalikan” dalam (30) merupakan aktivitas, mengacu pada tidak mampu mengendalikan emosi dan sebagainya, yang mengarah pada hal negatif sebagai isi (substance).

(31)Seperti sebotol minuman bersoda yang terlepas tutupnya (Corat-Coret Lulus Sekolah).

(18)

(32) Lalu, seperti burung, terbang bebas ke mana suka (Kabar Burung Kakek Sarung).

Dalam kalimat (32) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “terbang” dalam (32) sebagai aktivitas, merespon kejadian penyebaran isu secara acak kemana saja sebagai isi (substance).

(33) Seperti wabah, ‘Kakek Sarung’ menular dari mulut ke mulut (Kabar Burung Kakek Sarung).

Dalam kalimat (33) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “menular” dalam (33) sebagai aktivitas, merespon kejadian penyebaran cerita kakek sarung yang terlihat seperti penyakit menular sebagai isi (substance).

(34) Imajinasi menghasilkan gambaran mental (Kemerdekaan imajinasi).

Dalam kalimat (34) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah,di mana kata “menghasilkan” dalam (34) sebagai aktivitas, merespon peristiwa terbentuknya mental seseorang sebagai isi (substance).

(35) Menurutnya, film yang dibuat malah menciutkan imajinasi yang ada dalam novel (Kemerdekaan Imajinasi).

(19)

(36) Wacana ijazah palsu menjalar ke berbagai daerah (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).

Dalam kalimat (36) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “menjalar”dalam (36) sebagai aktivitas, merespon kejadian penyebaran wacana ijazah palsu sebagai isi (substance).

(37) Ia suka kembara dan melompat kemana-mana (Semak Belukar Pikiran).

Dalam kalimat (37) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah, di mana kata “kembara”dalam (37) sebagai aktivitas, merespon bagaimana pikiran seseorang memang suka bergerak bebas kemana-mana sebagai isi (substance).

Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal keadaan sebagai wadah:

(38)Seakan terlihat gagap bekerja secara sistemik merespon peristiwa pengeboman (Absurditas Kami Tidak Takut).

Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “gagap” dalam (24) sebagai keadaan, merespon kejadian pengeboman sebagai isi (substance).

(20)

Dalam kalimat (39) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “membekas”dalam (39) merupakan keadaan, mengacu pada trauma yang membekas pada pikiran sebagai isi (substance).

(40) Walau ada aspek keseimbangan lingkungan hidup yang perlu diperhitakan (Batu Akik Bijak Sana).

Dalam kalimat (40) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “keseimbangan”dalam (40) merupakan keadaan, mengacu pada pengendalian pengambilan batu akik untuk menjaga lingkungan sebagai isi (substance).

(41)Di tengah perang urat syaraf antar pendukung kandidiat (Batu Akik Bijak Sana).

Dalam kalimat (41) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “perang” dalam (41) sebagai keadaan, merespon perselisihan pendapat yang terjadi antara dua kubuh pendukung kandidat calon presiden sebagai isi (substance).

(42) Bukan sambil mabuk atau sedang ‘lupa diri’ (Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).

(21)

(43) Tanpa kendali diri pasti akan mengalami gesekan dengan hidup orang kebanyakan (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).

Dalam kalimat (43) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “gesekan” dalam (43) merupakan keadaan, mengacu pada terganggunya kehidupan orang lain akibat ulah kita yang tidak terkendali sebagai isi (substance).

(44) Menurutku, masyarakat kita sedang mengalami tekanan jiwa yang lumayan hebat (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).

Dalam kalimat (44) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “tekanan” dalam (44) merupakan keadaan, mengacu pada masyarakat yang tengah mengalami tekanan terhadap jiwanya yang lumayan hebat sebagai isi (substance).

(45) Begal dan main hakim sendiri tidak berada di ruang hampa (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).

Dalam kalimat (45) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “berada” dalam (45) merupakan keadaan, mengacu pada begal dan main hakim sendiri merupakaan keadaan yang terjadi pada realitas masyarakat kita sehari-hari sebagai isi (substance).

(46) Tidak gampang diombang-ambingkan informasi samar (Kabar Burung Kakek Sarung).

(22)

merupakankeadaan,mengacu pada suasana pikiran yang tidak mudah goyang dengan informasi yang belum jelas kebenarannya sebagai isi (substance).

(47) Otak kita pun semakin tak terlatih berpikir jangka panjang (Kemerdekaan Imajinasi).

Dalam kalimat (47) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “semakin” dalam (47) merupakan keadaan, mengacu pada kondisi pikiran kita yang mengalami keadaan penurunan dalam mempersiapkan sesuatu dalam jangka panjang sebagai isi (substance).

(48) Kalaulah dulu para pendiri bangsa ini rendah kadar imajinasinya (Kemerdekaan Imajinasi).

Dalam kalimat (48) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “dulu” dalam (48) merupakan keadaan, mengacu pada kondisi para pemikir dan para pendiri bangsa yang memiliki kadar imjinasi yang tinggi sebagai isi (substance).

(49) Memandang setiap perjalanan hidup yang telah dilalui sebagai pelajaran (Penerimaan Diri).

Dalam kalimat (49) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “telah” dalam (49) merupakan keadaan, mengacu pada hal yang telah kita lewati dalam kehidupan,dan seharusmya kita mengambil pelajaran didalamnya sebagai isi (substance).

(23)

Dalam kalimat (50) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah,di mana kata “mengambang” dalam (50) merupakan keadaan, mengacu pada ketidak jelasan hal yang dilakukan oleh pak menteri sebagai isi (substance).

(51) Eksistensi pikiran bisa diilustrasikan seperti berada di tengah semak belukar (Semak Belukar Pikiran).

Dalam kalimat (51) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “berada” dalam (51) merupakan keadaan,mengacu pada bentuk atau keadaan pikiran, yang digambarkan seperti semak belukar sebagai isi (substance).

(52)Tinggal digiring kemana kekuasaan itu mau menggiringnya (Semak Belukar Pikiran).

Dalam kalimat (52) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah, di mana kata “digiring” dalam (52) sebagai keadaan, merespon peristiwa seringnya kekuasan mengarahkan pikiran kita yang telah dikuasai ke arah yang diinginkan sebagai isi (substance).

4.1.3 Metafora Struktural

(24)

memberikancontoh MANUSIA sebagai HEWAN, sebagai metafora struktural.

Dalam 14 esai sebagai sumber data, penulis menemukan 4 data sebagai metafora struktural, berikut adalah analisis datanya.

(53) Manusia membabibuta (Amuk (Amock)).

Dalam kalimat (53) manusia dikonseptualisasikan sebagai babi. Sebagai mana dapat dilihat seekor babi yang memiliki sifat mudah marah, suka mengamuk, dan menyerang apapun disekitarnya. Maka dalam kalimat (53), manusia dikonseptualisasikan sebagai babi, yaitu manusia yang memiliki sifat liar seperti seekor babi yang suka mengamuk dan menyerang secara tidak teratur.

(54) Konon kabarnya lagi (lagi), si kakek sedang mengamalkan ilmu hitam (Kabar Burung Kakek Sarung).

Dalam kalimat (54) ilmu dikonseptualisasikan sebagai warna hitam. Seperti sifat warna hitam yang banyak dianggap buruk, berbahaya dan merusak. Maka dalam kalimat (54), ilmu hitam dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang berbahaya, buruk, dan dapat merusak.

(55) Ini adalah borok yang mesti disembuhkan segera apabila bangsa ini berniat maju (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).

(25)

borok, yaitu luka yang susah untuk disembuhkan karena bernanah, bau dan meninggalkan bekas.

(56) Pikiran juga punya akar (Semak belukar pikiran).

Dalam kalimat (56) pikiran dipresepsikan sebagai akar dari tumbuhan. Seperti akar tumbuhan yang memiliki sifat untuk menumbuhkan tanaman, tempat penyimpanan makanan tumbuhan, membuat tumbuhan tetap tegak berdiri dan pengambil bahan makanan untuk tumbuhan. Maka dalam kalimat (56) pikiran dikonseptualisasikan sebagai akar tumbuhan karena pikiran memiliki sifat dari akar tumbuhan.

4.1.4 Metafora dan Inferensi

Inferensiialah kesimpulan yang dapat digambarkan dari satu kalimat atau ujaran (Kridalaksana 1987).Jadi, metafora dan inferensi dapat disebutkan sebagai ungkapan, yang merupakan kesimpulan dari objek lain terhadap sesuatu yang lain, dengan maksud yang sama. Berikut adalah analisis dari metafora dan inferensi.

(57) ‘Orang atas’ mulutnya berbusa-busa (Amuk (Amock)).

Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (57) adalah, para petinggi negara yang sibuk berdebat tidak jelas.

(26)

Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (58) adalah, rasa selalu kekurangan akan pengetahuam yang didapatkan.

(59) Semuanya beraroma sepi dan abai (Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).

Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (59) adalah, semuanya terlihat seperti biasa saja dan terlihat terlupakan.

(60) Yang tak jarang menampilkan hasrat liar purbawi (Batu Akik Bijaksana).

Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (60) adalah, terkadang secara tidak sadar kita mengeluarkan keinginan liar kita seperti manusia purba.

(61) Baik kabar burung kakek sarung atau kabar burung dari burung lain (Kabar Burung Kakek Sarung).

Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (61) adalah, kabar atau berita yang tidak jelas tentang kakek sarung, atau kabar-kabar lainnya yang tidak jelas.

(62) Kita makin seperti anak kecil yang terus ‘disuapin’ televise (Kemerdekaan Imajinasi).

(27)

(63) Lesu dan merasa kehidupan begitu miskin untuk dirayakan (Manusia Fiksi Dalam Dunia Fiktif).

Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (63) adalah, tidak memiliki gairah untuk hidup, dan sepertinya kehidupan begitu berat untuk dijalani.

(64) Sisi gelap manusia (Penerimaan Diri).

Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (64) adalah, pengalaman atau peristiwa buruk yang telah dilalui oleh seseorang.

(65) Ketimbang bermain bola pimpong ijazah palsu (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dalam esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si, terdapat ungkapan-ungkapan metaforis yang digunakan dalam tulisannya. Berdasarkan teori metafora yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, yang dipakai sebagai teori dalam menganalisis data, serta teknik analisis data dalam penelitian ini, peneliti menemukan banyak pengungkapan metaforis dalam esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si. Peneliti menemukan pengungkapan metaforis dengan mempresepsikan manusia sebagai binatang, tumbuhan, dan benda. Peneliti juga menemukan pengungkapan metaforis dengan mempresepsikan sebuah kejadian sebagai keadaan, aktivitas, penglihatan dan juga suasana pikiran dalam pengungkapannya.

(29)

sebagai sumber data juga terdapat makna metafora orientasional yang dikotominya menunjukkan hal sebaliknya didukung dalam empat data. Kedua, makna metafora ontologikal sebanyak 36 data, terbagi dalam: a).makna metafora ontologikal bidang visual, suasana pikiransebagai wadah didukung sebanyak tujuh data. b). makna metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah didukung sebanyak 14 data. c). Makna metafora ontologikal keadaan sebagai wadah didukung sebanyak 15 data. Ketiga, makna metafora struktural yang didukung sebanyak empat data. Serta yang terakhir yaitu makna metafora dan inferensi didukung sebanyak Sembilan data.

5.2 Saran

Referensi

Dokumen terkait

Konsep desain partisipasi dalam interior ruang terapi perilaku anak autis sangat mempertimbangkan karakter anak dan metode terapi yang digunakan sehingga kriteria dan perwujudan

Opininya “kalau PKI menang juga akan melakukan pembantaian serupa dan jika melihat sejarah, perebutan kekuasaan yang dilakukan komunis pasti memakan pertumpahan darah yang sangat

The initials (signature) of the member of staff who prepared the working paper, and the date on which it was prepared In the case of audit papers prepared by client staff, the

Untuk menambah nilai ekonomis sampah kulit nanas maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol dengan cara hidrolisa dan fermentasi dengan menambahkan

Fenomena manajemen laba riil merupakan isu yang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena pengelolaan laba melalui aktivitas-aktivitas riil dianggap lebih dapat

From the value of bi and yield averages of 37 lines, there were nine lines having wide adaptability to the environment because they had a bi values equal to one and the

Nilai gizi protein suatu bahan pargan bukan saja oleh kadar protein yang di tetapi juga oleh ketersediaau atau dapat. protein tersebut digunakan oleh

Taburan Populasi Mengikut Sekolah, Umur dan Posisi Pengiraan Bagi Menentukan Tahap Setiap Sub Skala Kriteria Nilai Cronbach’s Alpha Untuk Penerimaan Nilai Kebolehpercayaan