• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA

MENURUT UNDANG-UNDANG N0.16 TAHUN 2011

TENTANG BANTUAN HUKUM

A. Pengertian Bantuan Hukum Cuma-cuma

Istilah bantuan hukum telah lama dikenal sejak zaman Romawi yang pada

saat itu dikenal dengan nama Patron. Istilah Patron berasal dari kata Patronus.

Patronus adalah seorang tokoh masyarakat pada zaman itu yang dipercayai

dan dihargai oleh masyarakat sebagai tempat pengaduan dan meminta

pertolongan dalam segala bidang, baik dalam soal ekonomi, perkawinan,

sosial dan lain-lain. Kemudian pada zaman Abad Pertengahan, istilah bantuan

hukum dikenal dengan nama charitas, yaitu suatu dorongan bagi manusia

untuk berlomba-lomba memberikan derma dan bantuan.

Sejak dulu secara konvensional di Negara Indonesia bantuan hukum

diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seorang Pembela/Pengacara

terhadap klien-kliennya baik dalam perkara Perdata maupun dalam perkara

Pidana di muka Persidangan.6

Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu “legal aid” dan “legal assistance”.7

6Abdurahman, Beberapa Aspek tentang Bantuan Hukum Di Indonesia , (Jakarta:

Universitas Indonesia, 1980), hal.13.

7

(2)

Legal Aid biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma/gratis khususnya

bagi mereka yang kurang mampu. Legal Assistance dipergunakan untuk

menunjukkan pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang mempergunakan honorarium. Disamping istilah “Legal Aid” dan “Legal Assistance” dikenal pula adanya istilah “Legal Service” yang kurang tepat kalau diterjemahkan dengan bantuan hukum yang diartikan sebagai pelayanan

hukum.8

Karena istilah “legal service” tersebut kurang tepat untuk digunakan maka

istilah tersebut jarang digunakan dalam pembahasan-pembahasan mengenai

bantuan hukum.

Kata bantuan secara teknis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) berarti pertolongan yang berupa bantuan modal, tenaga ahli,

sedangkan hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap

mengikat, yang dikukuhkan oleh Penguasa atau Pemerintah, Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup

masyarakat. Hukum dari perspektif Hukum Acara Perdata dapat diartikan

sebagai aturan untuk melaksanakan dan mempertahankan Hukum Perdata

Materil atau Hukum Perdata Formil. Dari uraian tersebut dapat kita peroleh

kesimpulan bahwa bantuan hukum merupakan sebuah bantuan diberikan oeh

tenaga ahli, dalam hal ini ialah Advokat, dalam proses penegakan hukum guna

mempertahankan hukum materil atau hukum formil.

Pada Pasal 7 ayat (4) UUD Sementara Tahun 1950 menyebutkan bahwa

setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sungguh dari

Hakim-Hakim yang ditentukan untuk hal itu, melawan perbuatan yang berlawanan

dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum. Dalam

(3)

hal itu, bantuan hukum diartikan sebagai sebuah pertolongan yang diberikan

oleh Hakim terhadap seorang tertuduh atau para pihak dalam suatu perkara

atau sengketa yang sedang diadilinya. Defenisi mengenai bantuan hukum

disebutkan dalam Pasal 22 Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang

Advokat (selanjutnya disebut sebagai UU Advokat), yang menyebutkan

bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat

kepada secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.9

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, bantuan hukum Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan

tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.10

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang

Bantuan Hukum (selanjutnya disebut Undang-Undang Bantuan Hukum), yang

dimaksud dengan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh

Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan

Hukum.11 Defenisi tersebut sebelumnya belum mendapat kejelasan

disebabkan pada awal kemerdekaan hingga diundangkannya undang-undang

mengenai bantuan hukum, belum ada kejelasan mengenai pengaturan dan

pengertian dari bantuan hukum itu sendiri.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang

Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana

Bantuan Hukum, bantuan hukum didefenisikan sebagai jasa hukum yang

9

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

10 Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan

Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma.

(4)

diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima

bantuan hukum.12 Beberapa pendapat dan rumusan yang pernah dibuat tentang

bantuan hukum;

“The International Legal Aid, The legal aid work is on accepted plan under

which the services of the of the legal profession are made available to ensure

that no one is deprived of the right to receive legal advice or, where necessary

legal representation before the courts or tribunals, especially by reason of his

or her lock of financial resources” 13

(Terjemahan bebas: Bantuan Hukum Internasional, tugas bantuan hukum adalah dalam rencana yang diterima di mana layanan dari profesi hukum yang dibuat tersedia untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang dirampas hak untuk menerima nasihat hukum atau, di mana perwakilan hukum diperlukan sebelum Pengadilan atau pada proses pengadilan, terutama dengan alasan terbatasnya keuangan).

“The Legal Aid Act Inggris 1974, it gives persons of moderate desposible

income and capital assistances and legal proceedings and domestic

proceedings before justices and also legal aid and advice in non litigions

matters.”14

(Terjemahan bebas: Undang-Undang Bantuan Hukum Inggris tahun 1974,

memberikan orang dengan pendapatan terbatas dan bantuan modal dan proses

hukum dan proses domestik terhadap keadilan dan bantuan hukum dan nasihat

dalam permasalahan yang bersifat non litigasi).

12Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

13

David Spencer Hallmark, Legal Aid, The Rule Of Legal Aid In Developing Countries, Paper Lawasia (Jakarta:Conference,1973).

14Soerjono Soekanto, Beberapa Masalah Yang Harus Diteliti Dalam Penyelenggaraan

(5)

“Roberto Conception (Attorney at Phillipines Law), Legal Aid is the expression commonly used to refer to any form of legal service offered or rendered. It may consist of information imparted or opinion given on the rights, duties and responsibilities of a party under the law, in respect of particular situation, dispute, litigation or proceeding, which may be judicial, quasi judicial administrative or otherwise. It may, also, embrace the counselling or giving of advice on the steps or measures that may or should be taken to enforce or protect those right, to comply with said duties and to meet, allay or avoid the aforementioned responsibility. Then again, it may conclude the extention of legal representation to the party concerned in said dispute, litigation or proceeding. Legal aid may, even, go as far as direct financial assistance to defray all or part of the expenses of litigation, including

attorney‟s fees and costs.”15

(Terjemahan bebas: Konsepsi Roberto (notaris dalam hukum Filipina), Bantuan Hukum adalah bentuk yang biasa digunakan untuk mengacu pada layanan hukum sehari-hari yang ditawarkan atau diberikan. Hal tersebut terdiri dari informasi yang disampaikan atau pendapat yang diberikan pada hak, tugas dan tanggung jawab partai di bawah hukum, dalam hal tertentu situasi, sengketa, litigasi atau proses, yang mungkin penyelesaiannya bersifat dilakukan di Peradilan, kuasi yudisial administratif atau sebaliknya. Mungkin juga termasuk konseling atau pemberian nasihat tentang langkah-langkah atau tindakan yang mungkin atau harus diambil untuk menegakkan atau

melindungi hak mereka, untuk mematuhi tugas dan memenuhi,

menghilangkan atau menghindari tanggung jawab tersebut. Terlebih lagi, sebagai perpanjangan perwakilan hukum kepada pihak kelompok di kata sengketa, litigasi atau proses. Bantuan hukum mungkin memberikan bantuan keuangan untuk membiayai seluruh atau sebagian dari biaya litigasi, termasuk biaya pengacara dan biaya lainnya).

“Lokakarya Bantuan Hukum, mengusulkan bahwa bantuan hukum diartikan

sebagai pelayanan hukum yang diberikan kepada orang kurang mampu secara

cuma-cuma. Pemberi bantuan Hukum adalah perseorangan baik sarjana

hukum maupun pengacara-pengacara hukum serta badan-badan yang

mendapat izin.”16

“Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum, bantuan hukum adalah jasa

memberi nasehat hukum di luar Pengadilan dan atau bertindak baik sebagai

15Roberto Conception, A Survey Of Some Legal Aid Schemes In Asia and The Western

Pacipic, (Law Asia Paper Conference Seoul, 1977), Hal.5.

(6)

pembela dari seorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai

kuasa dalam perkara Perdata atau Tata Usaha Negara di muka Pengadilan.”

Defenisi dari hak bantuan hukum telah banyak dijamin dalam beberapa

konvensi serta telah dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat diganggu

gugat, sebagai sebuah hak yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan tidak

dapat ditangguhkan dalam situasi apapun oleh siapapun. Maka dapat

dikatakan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi semua orang, yang bukan

diberikan oleh Negara dan bukan belas kasihan dari Negara. Dikatakan bahwa

hal ini sangat penting sebab seringkali bantuan hukum diartikan sebagai

sebuah bentuk belas kasihan bagi mereka yang tidak mampu. Meskipun belum

secara tegas dinyatakan di Indonesia bahwa hak atas bantuan hukum menjadi

tanggung jawab dari Negara, namun prinsip persamaan di hadapan hukum dan

Negara hukum menunjukkan bahwa hak bantuan hukum adalah Hak

Konstitusional. Bahwa pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan

tindakan kedermawanan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

kerangka upaya pembebasan masyarakat Indonesia dari setiap bentuk

penindasan yang meniadakan rasa dan wujud kehadiran keadilan yang utuh,

beradab dan berkeprikemanusiaan.17 Dari konsep tersebut dapat diperoleh

penegasan bahwa sepantasnya Negara berkewajiban untuk menghargai,

melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar dari setiap manusia

.

(7)

B. Asas Dan Tujuan Dalam Pemberian Bantuan Hukum cuma-cuma 1. Asas Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

(selanjutnya disebut KEMENKUMHAM) sesuai dengan tugasnya dalam

mengimplementasikan Undang-Undang Bantuan Hukum wajib menyusun

dan menerapkan Standar Bantuan Hukum berdasarkan asas-asas

pemberian bantuan hukum dan mengawasi dan memastikan

penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum tersebut

dijalankan sesuai dengan asas dan tujuan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Bantuan Hukum ini.18 Hal tersebut bertujuan agar dengan

dilaksanakannya bantuan hukum cuma-cuma tersebut yang berdasarkan

asas-asas yang telah diatur di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum

maka terdapat pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar

belakang dan peraturan yang konkrit dan bersifat abstrak.

Asas-asas yang menjadi landasan pemberian bantuan hukum

Cuma-cuma yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Bantuan Hukum antara

lain:

a. Keadilan

Sistem hukum Indonesia dan Undang-Undang Tahun 1945

menjamin adanya persamaan di hadapan hukum demikian pula dengan

hak untuk didampingi Advokat dijamin sistem hukum Indonesia dalam

pembelaan umum bagi orang miskin atau pro bono publico. Dalam

(8)

penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum dijelaskan bahwa asas

keadilan adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara

proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.

b. Persamaan Kedudukan Di Dalam Hukum

Indonesia sebagaimana di bagian lain di dunia khususnya di negara

berkembang, mempunyai problem ketidakserasian sumber hukum

antara yang kaya dan yang miskin. Hampir semua orang di Indonesia

menganggap penggunaan jasa Advokat mahal dan mewah.19 Melalui

asas ini, sebagaimana dijelaskan juga dalam penjelasan

Undang-Undang Bantuan Hukum, bahwa setiap orang mempunyai hak dan

diperlakukan sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi

hukum.

c. Keterbukaan

Salah satu contoh penerapan asas keterbukaan dapat dilihat dari

pelaksanaan penyaluran dana dalam bantuan hukum cuma-cuma. Pada

persyaratan perolehan dana yang dilakukan dengan reimbursement,

yaitu dengan sistem pergantian dana yang dikeluarkan oleh pemberi

bantuan hukum terlebih dahulu, apabila tidak memenuhi syarat maka

tentu tidak akan dicairkan dana bantuan hukum tersebut, oleh sebab itu

keterbukaan mengenai laporan mana yang ditolak dan apa alasan

penolakannya memiliki potensi penyalahgunaan Anggaran Negara.

19Frans Hendra Winarta (Buku I), Bantuan Hukum:Suatu Hak Asasi Manusia Bukan

(9)

Asas keterbukaan dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang

Bantuan Hukum juga mencakup dalam hal memberikan akses kepada

masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur,

dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan dalam

mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara Konstitusional.

d. Efisiensi

Dalam pelaksanaannya, asas efisiensi dijelaskan dalam penjelasan

Undang-Undang Bantuan Hukum bahwa pada pelaksanaan bantuan

hukum cuma-cuma memaksimalkan pemberian bantuan hukum

melalui penggunaan sumber anggaran yang ada. Dengan melalui asas

ini diharapkan proses pemberian dari bantuan hukum tersebut

diberikan kepada orang yang tepat sehingga tepat sasaran.

e. Efektivitas

Salah satu kewajiban Advokat sebagai penegak hukum adalah

memberikan jasa bantuan hukum terhadap pencari keadilan yang tidak

mampu secara cuma-cuma. Maka Advokat sesuai dengan penjelasan

asas efektifitas dalam Undang-Undang Bantuan Hukum bahwa

Advokat adalah sebagai penentu dalam pencapaian tujuan pemberian

bantuan hukum secara tepat.

f. Akuntabilitas

Asas akuntabilitas dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang

(10)

penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat.

2. Tujuan Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-cuma

Seorang yang kaya biasanya akrab dengan kekuasaan, dan pada saat yang bersamaan menerjemahkan kekuasaan dengan keadilan. Sejak dahulu kala kekuasaan selalu dekat dengan kekayaan, dan ini mengakibatkan banyak ketidakadilan. Padahal hukum itu harus selalu dekat dengan kemiskinan karena sering kali kemiskinan menjadikan pagar bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan. Seorang yang miskin dalam harta

seharusnya kaya dalam keadilan.20

Dengan alasan demikianlah dirasakan sangat penting keberadaan dari

bantuan hukum tersebut, agar kiranya masyarakat sebagai pencari keadilan

yang tidak mampu dapat memperoleh haknya dan merasakan keadilan

yang kadang diabaikan oleh Negara karena kecenderungan yang

disebutkan sebelumnya. Dalam Undang-Undang Bantuan Hukum

dijabarkan bahwa Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk: 21

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum

untuk mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan Hak Konstitusional segala warga Negara sesuai

dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian Penyelenggaraan Bantuan Hukum

dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Peranan Pemerintah dalam setiap rencana dan Program Bantuan

Hukum dalam berpartisipasi dan mengawasi penegakan hak dan kewajiban

setiap individu sesuai dengan aturan hukum sangat diperlukan sebagai

bentuk pelaksanaan dari Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut.

20T. Mulya Lubis (Buku II), Bantuan Hukum, Sejarah dan Peranannya (Sebuah Studi

Perbandingan), Dalam Lima Tahun Lembaga Bantuan Hukum,( Jakarta:LBH, 1976), hal. 34.

(11)

Negara telah selayaknya lebih memperhatikan pelaksanaan dari Program

Bantuan Hukum ini sehingga tujuannya dapat tercapai dan setiap

masyarakat dapat mencicipi keadilan dalam kehidupan mereka. Bantuan

hukum betujuan untuk memberikan pertolongan dan menumbuhkan serta

membina kesadaran dari masyarakat akan hak-hak nya sebagai subjek

hukum dengan mengadakan pembaharuan hukum sesuai dengan

perkembangan kebutuhan dari masyarakat sehingga tidak ketinggalan

zaman dan jelas tujuannya.

Terdapat dua aspek dari tujuan bantuan hukum, yaitu:22

a. Aspek Kemanusiaan

Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari Program Bantuan Hukum adalah meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu didepan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

b. Peningkatan Kesadaran Hukum

Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajiban secara hukum.

Pada dasarnya tujuan dari pemberian bantuan hukum cuma-cuma

didasarkan atas tujuan amal. Dengan dilatarbelakangi oleh kegiatan amal

tersebut, bantuan hukum diharapkan tujuan utamanya dapat memberikan

kepada masyarakat yang tidak mampu kesempatan yang sama seperti yang

dimiliki oleh setiap individu terlepas dari perbedaan agama, kekayaan,

22http://www.pngresik.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=52:bantua

(12)

warna kulit, dan ras dalam usaha mereka dalam mencapai apa yang

menjadi hak mereka melalui jalan hukum.

Menurut Daniel Panjaitan pada dasarnya pelaksanaan kewajiban

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma khususnya bagi kaum

miskin dan buta hukum tersebut memiliki tujuan:23

a. Bagian dari pelaksanaan Hak-Hak Konstitusional sebagaimana

yang diatur dan dijamin oleh UUD Tahun 1945 berikut amandemennya. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu dari hak asasi yang harus direkognisi dan dilindungi. Dengan mengacu kepada Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 termasuk ketentuan Pasal 28 Huruf D ayat (1) dan Pasal 28 Huruf I Ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen tersebut maka hak atas bantuan hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga yang wajib dimiliki dan hanya ada di dalam sistem Negara Hukum. Adanya prinsip

hukum yang berdaulat (supremacy of law) dan adanya jaminan

terhadap setiap orang yang diduga bersalah untuk mendapatkan

proses Peradilan yang adil (fair trial) merupakan syarat yang harus

dijamin secara absolut dalam negara hukum;

b. Bagian dari implementasi asas bahwa hukum berlaku bagi semua

orang. Adanya keterbatasan pengertian dan pengetahuan hukum bagi individu yang buta hukum untuk memahami ketentuan yang tertulis dalam undang-undang maka diperlukan peran dan fungsi Advokat untuk memberikan penjelasan dan bantuan hukum;

c. Bagian dari upaya standarisasi pelaksanaan peran dan fungsi

penegakan hukum dari Advokat.

Dalam pelaksanaannya, kewajiban memberikan bantuan hukum

cuma-cuma tersebut bertujuan mempertahankan nilai-nilai yang menjadi latar

belakang seseorang itu membutuhkan bantuan hukum, yaitu persamaan

hak di hadapan hukum, hukum yang dimaksudkan adalah hukum yang

bersifat buta tidak melihat perbedaan antara kaya dan miskin maupun

antara yang memiliki kekuasaan atau tidak memiliki kekuasaan. Tujuan itu

23

(13)

menjadikan bantuan hukum menjadi salah satu cara menuju masyarakat

yang berkeadilan sosial dimana terjadi pemerataan yang tidak hanya

difokuskan dalam bidang ekonomi tetapi juga di bidang hukum dan

keadilan.

C. Hak Dan Kewajiban Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Setiap pihak dalam penerapan bantuan hukum cuma-cuma tidak dapat

terlepas dari adanya hak dan kewajiban yang mana hak dan kewajiban tersebut

telah diatur di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum. Hak dan kewajiban

inilah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum

cuma-cuma. Penulis akan mencoba menguraikan hak dan kewajiban dalam

pemberian bantuan hukum cuma-cuma tersebut ditinjau dari segi Pemberi

Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum.

1. Hak Dan Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Terdapat dua model penting terkait penyelenggara program bantuan hukum, yaitu Model Kelembagaan dan Model Personal. Dalam Model Kelembagaan, lembaga yang sejauh ini menjadi patner kerjasama di beberapa daerah riset adalah universitas, dan lembaga atau organisasi penyedia bantuan hukum seperti LBH. Model kedua adalah Model Personal, yaitu dengan melibatkan individu dalam sebuah tim Advokat,

atau melalui penunjukan personal oleh pemerintah.24

Setiap model dari penyelenggara program bantuan hukum tersebut,

meskipun memiliki perbedaan proses dan unsur, tetap tidak terlepas dari

adanya hak dan kewajiban.

(14)

a. Hak Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pada penerapannya, pemberi bantuan hukum berhak untuk:

1) Melakukan rekrutmen terhadap Advokat, Paralegal, Dosen, dan

mahasiswa Fakultas Hukum;

2) Melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

3) Menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan

program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan

bantuan hukum;

4) Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan bantuan

hukum berdasarkan undang-undang

5) Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara

yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang Pengadilan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6) Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun

instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

7) Mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan

keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum.

Pemberi Bantuan Hukum berhak untuk memberi bantuan hukum.

Sehingga, alokasi anggaran bantuan hukum langsung ditujukan kepada

lembaga atau organisasi yang telah memenuhi syarat sebagai pelaksana

tugas bantuan hukum, untuk melayani masyarakat miskin dan tidak

(15)

b. Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pemberi bantuan hukum tidak dituntut secara Perdata maupun Pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang Pengadilan sesuai dengan Standar Bantuan Hukum berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.25

Dapat disimpulkan bahwa seorang yang terpanggil untuk menjalankan

profesi hukum pada umumnya harus mempunyai budi yang luhur dan

mulia, serta menjalankan profesi atas dasar kejujuran, serta bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berikut dapat dijabarkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum

berkewajiban untuk:

1) Melaporkan kepada Menteri tentang program bantuan hukum;

2) Melaporkan setiap penggunaan Anggaran Negara yang

digunakan untuk pemberian bantuan hukum berdasarkan

undang-undang;

3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum

bagi Advokat, Paralegal, Dosen, Mahasiswa Fakultas Hukum

yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9a

Undang-Undang Bantuan Hukum

4) Menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang

diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan

perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang; dan

(16)

5) Memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum

berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam

undang-undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang

sah secara hukum.

2. Hak Dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum

Berkaitan dengan kriteria pemohonnya, terdapat dua jenis Penerima Bantuan Hukum, yaitu masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu. Penggunaan kriteria “masyarakat” miskin hanya mempertimbangkan kualifikasi ekonomi, sementara “masyarakat tidak mampu” apabila membutuhkan bantuan hukum tidak memenuhi kualifikasi ekonomi tetap berhak mendapatkan bantuan hukum tanpa menimbulkan persoalan

apakah Negara akan mengeluarkan biaya atau tidak.26 Dan setiap kriteria

pemohon tersebut memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada diri pemohon sebagai Penerima Bantuan Hukum.

a. Hak Penerima Bantuan Hukum

Penerima Bantuan Hukum adalah orang perseorangan atau

sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu dan

memerlukan jasa hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah

hukumnya.

Adapun hak-hak dari penerima bantuan hukum adalah:

1) Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya

selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan

tidak mencabut surat kuasa;

(17)

2) Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standard bantuan

hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

3) Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan

pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Seringkali pencari keadilan yang tidak mampu tidak mengetahui

hak- haknya sebagai tersangka atau tergugat sehingga diperlakukan

secara tidak adil, atau dihambat haknya untuk memperoleh

Pendampingan dalam Proses Hukumoleh Advokat. Hal ini kembali ke

asas dari penerapan bantuan hukum cuma-cuma yaitu adanya asas

keterbukaan. Setiap individu di hadapan hukum berdasarkan asas

keterbukaan wajib mengetahui hak-haknya.

Hak didampingi Advokat bukan berlaku di dalam Pengadilan saja

melainkan juga di luar pengadilan. Hak individu untuk didampingi

Advokat (access to legal counsel) merupakan sesuatu yang imperatif

dalam rangka mencapai proses hukum yang adil.27

b. Kewajiban penerima bantuan hukum

Penerima Bantuan Hukum pada penerapan bantuan hukum wajib:

1) menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara

secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;

2) membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

27

(18)

Bukti yang dimaksud dalam hal ini adalah Penerima Bantuan

Hukum wajib melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah,

Kepala Desa, atau Pejabat yang setingkat di tempat tinggal

Pemohon Bantuan Hukum.

D. Landasan Teori Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Dasar teori yang mendasari dilaksanakannya bantuan hukum

cuma-cuma di Indonesia adalah sebagai bentuk penghormatan kepada HAM

dengan cara pemberian kesempatan yang sama kepada masyarakat tidak

mampu dalam usaha mereka untuk mencapai apa yang dikehendakinya

melalui jalan hukum.

Paus Johanes XXII dalam suratnya yang terkenal secara tegas menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah suatu hak yang bukan diberi oleh masyarakat atau Negara. Hak asasi manusia menjadi milik manusia. Oleh karena itu, berlaku sampai Pemerintah, Negara atau Rezim Militer. Hak asasi manusia mengikuti kemana saja manusia pergi. Imigran tidak

meninggalkan hak asasi manusianya di Negara asal mereka.28

Oleh sebab itu, Negara Hukum (rechtstaat) baru tercapai kalau ada

pengakuan terhadap demokrasi dan HAM. Bantuan hukum ditujukan

kepada orang miskin seperti telah dijelaskan sebelumnya, memiliki

hubungan erat dengan equality before the law dan access to legal counsel

yang menjamin keadila bagi semua orang (justice for all). Dasar teori

tersebut didukung dengan diberlakukannya produk perundang-undangan

yang pernah dan masih berlaku di Indonesia, yang antara lain adalah:

(19)

1. Pasal 27 Ayat (1) UUD Tahun 1945

Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga Negara memiliki posisi atau

kedudukan yang sama di hadapapan dan di dalam hukum maka Pemerintah

memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan

dengan tanpa pengecualian.

2. Pasal 34 UUD Tahun 1945

Pada pasal ini ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar

merupakan tanggung jawab dari Negara sehingga bantuan hukum yan

diberikan Negara terhadap fakir miskin merupakan kewajiban oleh Negara

terhadap fakir miskin tersebut.

3. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en Het Belied der Justitie (R.O)

Stb.1874 No.23

R.O mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 sebagai

Peraturan yang mengatur tentang susunan Organisasi Peradilan dan beberapa

kebijakan Peradilan pada masa itu yang didasarkan pada Pasal II Aturan

Peralihan UUD Tahun 1945. Mengenai ketentuan bantuan hukum diatur

secara khusus dalam Hoofdstuk (Bab) VI Pasal 185 s.d Pasal 192 dengan

judul “Van de Advocaten en Procureus” atau diartikan sebagai dari pengacara

dan pokrol yang mengatur tentang Advokat dan Pengacara/Pokrol.

4. Herziene Inlandsch Reglement (HIR) (Stb.1941 No.44)

HIR (Stb.1941 No.44) merupakan hasil pembaharuan dari Inlandsch

(20)

ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD Tahun 1945. Pada Peraturan ini,

mengenai bantuan hukum dalam sengketa Perdata masih merupakan ketentuan

yang mengikat sifatnya. Pada Pasal 237 HIR/273 RBg juga diatur tentang

barang siapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai

tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin

untuk berperkara dengan cuma-cuma.

5. Vertegenwoordiging van den Lande in Rechten (Stb.1922 No.533)

Peraturan vertegenwoordiging van den lande in rechten ini mengatur

tentang tata cara bagaimana mewakili negara dimana Negara atau aparatur

Negara bertindak di hadapan Pengadilan dalam keadaan sebagai penggugat

maupun tergugat. Peraturan ini mayoritas mengatur ketentuan mengenai

penyelesaian dalam bidang Perdata.

6. Regeling van De Bijstand En De Vertegenwordiging van Partijen In De

Burgerlijke Zaken voor Landraden (Stb.1927 No.496)

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 21 Oktober 1927 sebagai

Peraturan yang mengatur tentang bantuan hukum dan perwakilan para pihak

dalam sengketa Perdata pada Pengadilan Negeri, yang pada pokoknya

mengatur tentang bantuan hukum dari orang yang diberi kuasa dalam hal

bertindak atas nama si pemberi kuasa di muka Pengadilan dalam perkara

Perdata. Peraturan ini dibentuk dengan tujuan agar menanggulangi para Pokrol

dan Pengacara terkususnya dalam bidang Perdata sebab dalam bidang hukum

Pidana jarang sekali ada Pokrol pada masa tersebut.

7. Undang-Undang No.1 Tahun 1950 dan Undang-Undang No.13 Tahun

(21)

Pada Undang-Undang No.1 Tahun 1950 tentang susunan, kekuasaan dan

kewenangan Pengadilan Mahkamah Agung telah dinyatakan tidak berlaku lagi

oleh Undang-Undang No.13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Undang-undang tersebut

mengatur tentang masalah pengawasan terhadap para Advokat yang

melakukan pelaksanaan pemberian bantuan hukum oleh Mahkamah Agung.

8. Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang ini merupakan miles stone sejarah bantuan hukum dalam

Pemerintahan Indonesia terutama Pemerintahan pada masa Orde Baru.

Undang-Undang ini telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No.

48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada Undang-Undang ini

ditetapkan mengenai ketentuan-ketentuan pokok tentang bantuan hukum yang

sifatnya jauh lebih luas dari pada yang termaktub dalam kitab HIR, sehingga

memungkinkan diadakannya pemberian bantuan hukum secara meluas dan

efektif di Negara kita. Berkaitan dengan bantuan hukum pada undang-undang

ini diatur secara khusus dalam Bab VII Pasal 35 s.d Pasal 38.

9. Penetapan Presiden RI No.16 Tahun 1963 Tentang Pembentukan

Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB)

Penetapan ini kemudian ditingkatkan menjadi Undang-Undang No.5

Tahun 1969 Tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden Dan Peraturan

(22)

dalam pemeriksaan di MAHMILUB dalam Pasal 4. Penetapan ini lebih

terfokus kepada bidang hukum Pidana.

10.Peraturan Menteri Kehakiman RI No.1 Tahun 1965 Tentang Pokrol

Peraturan ini dikeluarkan atas dasar pertimbangan bahwa sebelum

Undang-Undang tentang bantuan hukum terbentuk pada taraf revolusi maka

perlu diadakan penertiban dalam rangka pemberian bantuan hukum terutama

oleh Pokrol, sehingga jelas bahwa diadakannya Peraturan ini hanyalah sebagai

suatu tindakan sementara guna mengadakan penertiban pelaksanaan bantuan

hukum di Negara Indonesia. Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka

pelaksanaan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang lama yaitu

Undang No.19 Tahun 1964 yang telah diganti dengan

Undang-Undang No.14 Tahun 1970.

11.Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Badan-Badan Peradilan

Departemen Kehakiman Tanggal 12 Oktober 1974

Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan-Badan Peradilan Departemen

Kehakiman No.0466/Sek-DP/74 tanggal 12 Oktober 1974 mengatur tentang

pemberian bantuan hukum kepada Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum

Negeri. Ketentuan tersebut pada saat itu menjadi landasan bagi pelaksanaan

bantuan hukum oleh Fakultas-Fakultas Hukum Negeri dan sebagai dasar

daripada berdirinya Lembaga/Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum di

(23)

12.Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.UM.09.08 Tahun 1980 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum

Menteri Kehakiman memandang perlunya melaksanakan pemerataan

bantuan hukum khususnya bagi mereka yang tidak mampu melalui badan

Peradilan Umum. Ketentuan yang mengatur mengenai bantuan hukum

terdapat dalam Pasal 1 s.d Pasal 8 pada keputusan ini. Peraturan ini mengatur

bantuan hukum dalam perkara Pidana dan perkara Perdata pada hal

pemerataan keadilan dan hak mendapatkan bantuan hukum.

13.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma.

Sebagai salah satu Pemberi Bantuan Hukum, maka seorang Advokat wajib untuk memberikan bantuan hukum. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menegaskan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Pencari Keadilan yang tidak mampu. Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2), maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma. Dalam hal pemberian bantuan cuma-cuma terhadap suatu perkara-perkara yang dapat dimintakan bantuan hukum cuma-cuma meliputi perkara di bidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, dan Pidana Militer. Bantuan hukum secara cuma-cuma

diberikan pula bagi perkara non litigasi (di luar Pengadilan).29

Undang-Undang ini disambut dengan suka cita sebagai suatu bentuk

pengakuan akan eksistensi Advokat sebagai penegak hukum. Namun terdapat

kegelisahan pada UU Advokat ini, dimana pada Pasal 31 diatur bahwa:“Setiap

orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat, tetapi

29Chintia Wirawan, “

(24)

bukan Advokat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp.50.000.000,00.” Hal tersebut meresahkan karena menimbulkan

diskriminasi para Pemberi Bantuan Hukum lainnya seperti Lembaga Bantuan

Hukum (LBH), LBH kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang

memberikan bantuan hukum khususnya kepada masyarakat tidak mampu.

Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan Putusan

No.006/PUU-II/2004 yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 103

Tahun 2004, yang menetapkan bahwa Pasal 31 UU Advokat bertentangan

dengan UUD Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai hukum mengikat.30

Putusan ini menggambarkan bahwa bantuan hukum merupakan hak

Konstitusional dan kewajiban bagi Negara untuk mewujudkannya sehingga

membuka jalan bagi pekerja bantuan hukum yang tergabung dalam berbagai

bentuk organisasi bantuan hukum memberikan pelayanan kepada masyarakat

tidak mampu

14.Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Dalam Undang-Undang ini, terkandung asas Peradilan berbiaya ringan dan

asas persamaan perlakuan terhadap pihak-pihak yang berperkara, yaitu:31

a. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan

orang. (Pasal 5 ayat (1)).

b. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi

segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 5 ayat (2)).

30 Mitra Hukum Edisi 2, (Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center:2009), Hal.3. 31

(25)

c. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum (Pasal 37).

Asas ini merupakan yang sangat baik apabila dilaksanakan dengan

maksimal sebab tidak semua golongan masyarakat mampu untuk membayar

biaya Advokat dan biaya administrasi Pengadilan.

15.Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata

Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pedoman atau tata cara untuk mendapatkan bantuan hukum diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008, dimana dalam Pasal 4 dalam

Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hukum

bagi masyarakat pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis kepada

Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.32

16.Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata

Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

Lahirnya Undang-Undang ini merupakan pertama kalinya di sepanajang

sejarah Indonesia bantuan hukum disusun dan dibuat dalam suatu tatanan yang

teratur dan pasti hal ini diharapkan dapat mewujudkan keadilan dan

persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi rakyat miskin. Menurut

peraturan ini yang mana disebutkan dalam Pasal 4, setiap orang yang

tersangkut perkara berhak untuk mendapatkan bantuan hukum baik dalam

32 Parningotan Tua Marbun, “Pedoman atau tata cara untuk mendapatkan bantuan

hukum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008, dimana dalam pasal (4) dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hukum bagi masyarakat pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis kepada Advokat atau Lembaga

(26)

perkara Perdata, Pidana, maupun Tata Usaha Negara baik litigasi maupun non

litigasi. Lewat peraturan ini juga, kedudukan Paralegal mendapatkan

legitimasi formil dalam memberikan bantuan hukum kepada para pencari

keadilan yang tidak mampu.

Pengaturan di tingkat Internasional terdapat dalam berbagai instrument

Internasional seperti:33

a. World Conference on the Independence of Justice c.q Universal Declaration on the Independence of Justice yang berbunyi:

“ it‟s a necessary corollary of the concept of an independent bar that

its members shall make their services available to all sectors of society so that no one maybe denied justice, and shall promote the cause of justice by protecting the human rights, economic, social and cultural, as well as civil and political, of individuals and groups;

Government shall be responsible for providing sufficient funding for legal service programmers for the poor;

“lawyers engaged legal service programmers and organization, which are financed wholy or in part from public funds, shall receive adequate renumeration and enjoy full guarantees of their professional independence in particular by:

1) The direction of such programmers or organizations being entrusted to an independent board composed mainly or entirely of members of the proffesion, with full control over is policies, budget and staff;

2) Recognition that, in serving the cause of justice, the lawyer‟s primary duty is towards his client, whom be must advices and represent in conformity with his professional conscience and

judgement”.34

(Terjemahan bebas: Pada Konferensi tingkat dunia tentang peradilan

yang independen berdasarkan Deklarasi Universal tentang

independensi dari pengadilan yang berbunyi bahwa merupakan konsekuensi yang diperlukan dari konsep independen yang anggotanya akan membuat layanan mereka tersedia untuk semua golongan masyarakat sehingga tidak ada yang mengabaikan keadilan, dan akan

33

Frans Hendra Winarta (Buku II), Bantuan Hukum Di Indonesia Hak Untuk Di Dampingi Penasihat Hukum Bagi Semua Warga Negara, (Jakarta:Gramedia, 2011), Hal.40.

34 Universal Declaration On The Independence of Justice, World Conference On The

(27)

meningkatkan keadilan dengan melindungi hak asasi manusia, ekonomi, sosial dan budaya, serta sipil dan politik, individu dan kelompok; Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan dana yang cukup untuk program bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Pengacara terlibat dalam program bantuan hukum dan organisasi, yang dibiayai seluruhnya atau sebagian dari dana publik akan menerima dukungan yang memadai dan menikmati kepastian penuh kemandirian profesional mereka khususnya dengan: Arah pelaksanaan bantuan hukum atau organisasi seperti yang dipercayakan kepada dewan independen terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari tenaga ahli, dengan kontrol penuh atas penetapan kebijakan, anggaran dan staf; Pengakuan terhadap pelayanan keadilan, tugas utama pengacara adalah bertanggungjawab kepada kliennya, memberi nasihat dan mewakili sesuai dengan hati nurani, profesional dan tanggung jawab).

b. Eight United Nations Congress on the Prevention Of Crime and TheTreatment of Offenders pada bagian b. Other Instrument adopted by the congress tepatnya pada bagian 3. Basic Principles on The Role of Lawyers tentang Acces to Lawyers and Legal Services:

1) “All person are entitled to call upon the assistance of a lawyer of their choice to protect and establish their rights and to defend them

in all stages of criminal proccedings”;

2) Government shall ensure that efficient procedure and responsive mechanisme for effective and equal access to lawyers, are provided for all person within their territory and subject to their jurisdiction, without distinction of any kind, such as discrimination based on race, colour, ethnic, colour origin, sex, language, religion, political, or other opinion, national or social origin, property, birth economic or other status”;

3) “government shall ensure the provision of sufficient funding and other resources for legal services to the poor and, as necessary, to other disanvantages person. Professional association of lawyer shall cooperate in the organization and provision of services,

facilities and other resources”;

4) “government and professional association of lawyer shall promote programmes to inform the public about their rights and duties under the law and the important role of lawyers in protecting their fundamental freedoms. Special as to enable them to assert rights

and where necessary call upon the assistance of lawyers”35

(Terjemahan bebas: Pada Kongres VIII PBB tentang pencegahan kejahatan dan perjanjian dengan terdakwa pada bagian b. Instrumen lain yang diadopsi oleh Kongres tepatnya pada Bagian 3. Prinsip dasar terhadap peran Pengacara tentang akses Pengacara dan pelayanan hukum yaitu: Semua orang memohon bantuan dari seorang Pengacara

35United Nations, Eight United Nations Congress on The Preention of Crime and The

(28)

pilihan mereka untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak mereka dan membela mereka di semua tahap penyelesaian perkara dan Pemerintah harus memastikan bahwa prosedur yang efisien dan mekanisme yang responsif untuk akses yang efektif dan sama oleh Pengacara, disediakan untuk semua orang di dalam wilayah mereka dan tunduk pada yurisdiksi mereka, tanpa pembedaan apapun, seperti diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, etnis, asal warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status ekonomi lainnya. Pemerintah harus menjamin penyediaan dana yang cukup dan sumber daya lain untuk jasa hukum kepada orang miskin dan, jika perlu, untuk orang tidak mampu lainnya Pemerintah dan asosiasi lembaga penyedia bantuan hukum akan mempromosikan program untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam hukum dan peran penting dari Pengacara dalam melindungi kebebasan fundamental mereka).

c. Universal Declaration of Human Rights Khususnya dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 5: “No one shall be subjected to tortue or to cruel, inhuman or

degrading treatment or punishment”.

Pasal 6: “ every one has the right to recognition everywhere as a

person before the law”.

Pasal 7: “all are equal before the law and are entitled to equal

protection against any discrimination in violation of this Declaration

and against any incitement to such discrimination”.36

d. International Covenant on Civil and Political Rights khususnya dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 16: “everyone shall have the right to recognition every where as

a person before the law”;

Pasal 26: “ all persons are equal before the law and are entitled

without any discrimination to the equal protection of law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all persons, equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other

opinion, national or social origin, property; birth or other status”.

(Terjemahan bebas: Pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia khususnya pada Pasal 5 bahwa tidak seorangpun pantas disiksa atau dianiaya, tidak manusiawi atau perlakuan seenaknya. Pasal 6, bahwa setiap orang berhak atas pengakuan yang sama di hadapan hukum serta Pasal 7 yaitu bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap diskriminasi yang melanggar

(29)

Deklarasi ini dan terhadap setiap hasutan untuk melakukan semacam diskriminasi. Pada Konvensi Internasional tentang hak sipil dan politik terdapat pada Pasal 16 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan di hadapan hukum dimanapun orang tersebut berada; serta pada Pasal 26 yaitu semua orang adalah sama di depan hukum dan berhak tanpa diskriminasi atas perlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini, hukum harus melarang diskriminasi apapun dan jaminan bagi semua orang, perlindungan yang sama dan efektif terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan; kelahiran atau status lainnya).

Selain hal-hal tersebut, Pemerintah telah meratifikasi Convention Against

and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment of Punisment pada

tanggal 28 September 1998 yang berupa Resolusi PBB No. 39/40 tanggal 10

Desember 1984.

Dengan didasarkan pada teori penghormatan kepada HAM yang

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang telah dijabarkan

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa telah menjadi suatu kepastian bahwa

bantuan hukum di Indonesia merupakan suatu kepastian yang wajib adanya dan

telah menjadi hak dari setiap rakyat yang tidak mampu untuk mendapatkan

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan telah diberlakukannya Permen PAN dan RB No 16 tahun 2009 mulai 1 Januari 2013 tentang Kenaikan Jabatan Fungsional Guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

In view of immense significance of multi-temporal remote sensing and water balance modeling in monitoring water availability to crop and, consequently, crop performance, we

In this study, we analysed sev- eral years of high temporal frequency MODIS and TRMM satellite data sets of vegetation dynamics and rainfall, respectively, to seasonal and

Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.. Pengaturan hutan adat ini menimbulkan banyak dampak

Jika telah yakin bahwa gejala yang dipilih adalah benar gejala yang dirasakan oleh sapi tersebut, maka pengunjung dapat menekan tombol proses diagnosa yang terdapat

Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran aspal porus terlebih dahulu diuji kinerja dari masing-masing bahan agregat kasar, agregat halus maupun pengujian terhadap Aspal

Pelecehan seksual sejak dahulu hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik itu dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Persoalan pelecehan bukanlah

Sesuai dengan intruksi presiden nomor 17 tahun 2011 dimana presiden menginstruksikan aksi percepatan pemberantasan korupsi dan juga sesuai dengan undang undang nomor 54 tahun