• Tidak ada hasil yang ditemukan

Moderasi Islam Antara Tekstual dan Konte

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Moderasi Islam Antara Tekstual dan Konte"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Moderasi Islam: Antara Tekstual dan Kontekstual

oleh: M. Muafi Himam1

I. Pendahuluan

Dalam studi Alquran sebagai sumber utama hukum Islam, akhir-akhir ini muncul

perbedaan serta perdebatan antara tekstualisasi ataupun kontekstualisasi Alquran.

Golongan pertama mengajak umat Islam untuk kembali menggunakan cara sahabat dan

tabiin dalam mengambil kesimpulan hukum dengan hanya bersumber dari Alquran

dan hadis, secara tekstual. Oleh karena itu, peran akal dalam pengembangan nash

Alquran secara kontekstual sangat tidak diperbolehkan. Sedangkan, ulama lain

berpendapat bahwa eksistensi konteks tidak bisa dinihilkan perannya dalam mengurai

isi dari Alquran. Menurut mereka, konteks yang diartikan sebagai realitas sosial-historis

merupakan unsur penting dalam penentuan sebuah hukum. Dengan pengetahuan akan

realitas yang melatarbelakangi suatu keputusan hukum, pembaca dapat mengetahui

hakikat asal terbentuknya hukum tersebut.

Bagi kaum muslim yang hidup pada masa awal Alquran diturunkan, pemahaman

mereka terhadap Alquran secara benar bukanlah suatu masalah. Keseriusan para

sahabat dalam membaca, menghafal dan mencerna Alquran menjadi dinamika yang

aman dari segala ‘keterbelokan’. Di samping itu, keberadaan Nabi sebagai sumber utama penjelas Alquran jelas menjadi garansi terjaganya otentitas ayat-ayat Tuhan.

Namun, sepeninggal Nabi, pemahaman yang dianggap paling benar akan Alquran

menjadi masalah yang mulai menggurita hingga mencapai puncaknya pada

pertempuran Shiffin. Sejak itu pula muncul perdebatan tentang dasar dan metode

pengambilan hukum Islam.

II. Teks dan Konteks

1 Disampaikan dalam diskusi Ilahiyat pada Rabu, 11 Maret 2015 di fakultas Ilahiyat universitas

(2)

Banyak orang mempertukarakan istilah teks dan wacana. Sebenarnya, istilah teks lebih

dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan (Dede

Oetomo, 1993: 4). Maka, teks adalah esensi wujud dari bahasa. Teks merupakan wujud

dari susunan kosa kata dan kalimat. Dalam KBBI, teks adalah: naskah yg berupa

kata-kata asli dari pengarang, atau kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan.2

Kata teks, dalam bahasa Arab disebut nash, telah dipakai dalam wacana keilmuan Islam

klasik khususnya dalam bidang hukum Islam. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah, nash

diartikan dengan mengangkat atau batas akhir sesuatu. 3 Di kalangan ulama Ushul Fiqh

nash berarti lafal yang hanya bermakna sesuai dengan ungkapannya dan tidak dapat

dialihkan pada makna lain. 4

Sedangkan, konteks adalah; bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung

atau menambah kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu

kejadian.5

Konteks merupakan lingkungan yang dimasuki sebuah kata (Gorys keraf, 2007: 67).

Konteks adalah situasi atau latar yang menyebabkan terjadinya suatu komunikasi

maupun peristiwa. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, baik berkaitan

dengan arti maupun maksud, sangat tergantung dengan latar belakang yang

mendasarinya. Saragih dalam Persfektif LFS (2006: 4) juga memaparkan bahwa konteks

merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu

pada segala sesuatu yang mendampingi teks.

III. Aliran tekstual dan Kontekstual

Dalam perkembangan pemikiran Islam, aliran tekstual mulai dimunculkan saat terjadi

kontestasi politik oleh dua kelompok yang berseberangan. Perseteruan antara

2 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php

3 Ahmad bin Faris, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, Juz IV (Beyrut : Dār al-Fikr, t.th.), h. 356

4 Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid IV (Jakarta : Ichtiar Baru van

Hoeve, 1996), h. 1303

(3)

konservatisme dari pihak Ali bin Abi Thalib dengan pragmatisme dari kelompok

Muawiyah memunculkan radikalisme yang bernama Khawarij. Khawarij yang tidak

setuju dengan Ali bin Abi Thalib lantas menyempalkan diri dari pasukan Ali sembari

berikrar bahwa pemimpin yang ingkar layak dibunuh.6

Ungkapan "ه اإ مكح ا" menjadi slogan kaum Khawarij saat mereka kecewa dengan

keputusan yang dihasilkan oleh dua kelompok tersebut. Menurut mereka, berhukum

dengan keputusan yang dihasilkan oleh manusia adalah sesat, karena hukum hanya

milik Allah.7 Dari situlah Khawarij mulai mengembangkan pondasi mereka dimulai dari

daerah Hurura.

Pemikiran Khawarij yang paling terkenal adalah takfiri (pengkafiran). Yaitu, siapa saja

yang melakukan dosa maka dia kafir. Mereka tidak membedakan antara dosa karena

melanggar syariat atau karena kesalahan dalam berfikir/berpendapat. Setiap orang

yang salah mengambil keputusan hingga menyebabkan perbedaan pendapat dengan

mereka maka dia telah melakukan sebuah dosa. Sedang seseorang yang telah berbuat

dosa maka dia dinyakan kafir. Oleh karena itu, Ali bin Abi Thalib telah dinyatakan kafir

oleh kaum Khawarij karena telah bersalah dalam pengambilan keputusan Tahkim

(arbitrasi). Nalar berfikir tersebut juga yang memunculkan anggapan bahwa kebenaran

mutlak merupakan segala keputusan yang datang dari kelompok mereka, karena

mereka ‘paling dekat dengan Tuhan’ (Harun Nasution: 2010).

Sebagai aliran berbasis tekstual, pendapat-pendapat mereka dipengaruhi oleh

pemahaman Alquran dengan nalar letterlijk. Mari ambil contoh ayat berikut:

((

يَنَغ َهّا هنَإَف َرَفَك ْنََو اًيَبَس َهْيَلَإ َعاَطَتْسا َنَ َتْيَ بْلا ُجَح َساهنلا ىَلَع َهََّو َ ََلاَلْلا َنَع

))

“yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan

sesuatu) dari semesta alam.” (QS: Ali Imran: 97)

6 Bahwa sebenarnya kaum Khawarij lah yang memaksa Ali untuk menerima Tahkim, namun

diakhir keputusan mereka malah mengingkari Tahkim. Lebih jelasnya lihat Tarikh Madzahib al-Islamiyah,

Muhammad Abu Zahroh, Dar Fikr, hal. 56

(4)

Khawarij berpendapat, siapa saja yang meninggalkan kewajiban haji maka dia berdosa.

Dan siapa yang telah melakukan dosa, maka dia kafir.

Model tekstualis yang digagas Khawarij seperti ini terus berkembang hingga sekarang

ini. Gaya berfikir tersebut lantas dihidupkan kembali pada abad ke-12 Hijriyyah oleh

sekelompok orang yang menginduk ke Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ibnu Taimiyyah

sendiri, pada tahun 600-an Hijriyah, menggagas doktrin kembali kepada Alquran dan

Sunnah.8 Penggagasan doktrin tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya khurafat dan

bid’ah yang merebak di Mesir dan Arab Saudi.9

Sedangkan, pendekatan kontekstual dalam menyimpulkan sebuah hukum dari Alquran

sendiri telah dimulai Rasulullah dalam kasus tawanan perang badar. Adalah ijtihad

Rasulullah tentang pembebasan tawanan Perang Badar. Ketika itu pasukan Rasulllah

memenangkan peperangan dengan berhasil membunuh 70 musuh dan mendapat

tawanan dengan jumlah yang sama. Rasulullah sendiri lantas bertanya kepada

sahabat-sahabatnya mengenai tawanan perang tersebut. Umar bin Khattab menjawab, "Tawanan

perang hendaknya dibunuh”. Sahabat lain, Abu Bakar as-Siddiq menyatakan, agar

tawanan tersebut dibebaskan dengan syarat membayar fidyah (denda). Rasulullah

sendiri lantas mengambil keputusan yang sama dengan yang diusulkan Abu Bakar

as-Siddiq. Keputusan tersebut merupakan ijtihad Rasulullah meskipun dimusyawarahkan

terlebih dahulu dengan sahabat-sahabatnya.10

Kasus lain dalam masalah ini (kontekstualis) adalah ketika Umar bin Khattab

mengambil kebijakan untuk tidak lagi membagi harta rampasan perang (ganimah)

seperti yang termaktub dalam QS. Al-Anfal: 41 dan 69 kepada para prajurit yang telah

bertumpah darah di medan laga, melainkan memasukkannya ke kas negara (bait al-mal),

membuat marah banyak orang. Bahkan, para sahabat di Madinah pun merasa perlu

melakukan semacam “unjuk rasa” untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka itu.

8 Ibid, hal. 179

9 Ali Jum’ah, Prof. Dr., Al-Bayan, Dar as-Salam, hal. 135

(5)

Menghadapi kritikan tersebut Umar berargumen secara konteks, tetapi di salah pahami

oleh teman-temannya yang lain, karena menggunakan argumen teks.11

Persoalan sama dilakukan Umar terhadap kasus pencurian yang dilakukan seseorang

pada musim paceklik dengan memutuskan untuk menunda hukuman potong tangan.

Protes dan kritik dilontarkan kepada Umar, bahkan telah dicap melakukan kesalahan

karena melanggar teks ayat QS. Al-Maidah: 38.

IV. Tentang moderasi Islam

Dalam Islam, rujukan utama dalam penentuan hukum merupakan nash-nash yang

tertulis dalam Alquran dan Sunnah. Namun, dalam perkembangannya terbentuklah

sebuah fenomena bahwasanya Islam berwajah banyak. Wajah-wajah tersebut kadang

memunculkan konflik berskala kecil maupun besar. Tampaknya, konflik yang tercipta

memang sudah menjadi kewajaran, sunnatullah, bahkan merupakan sebuah rahmat.

“Terjadinya perbedaan persepsi terhadap masalah-masalah tidak bisa dihindari, termasuk perbedaan-perbedaan persepsi keagamaan. Terhadap hal tersebut, ada diantara umat Islam yang bersifat konfrontatif, akomodatif, adaptif, dan bahkan ada

diantara mereka yang sangat kooperatif”.

Ungkap Ali Maschan Moesa dalam bukunya.12 Yang menjadi permasalahan adalah

bisakah dari yang berbeda tersebut dapat saling menghormati, tidak saling

menyalahkan, tidak menyatakan paling benar sendiri, dan bersedia berdialog, sehingga

tercermin bahwa perbedaan itu benar-benar rahmat.

DR. Ramadhan al-Buthi sendiri pernah berucap, “Permasalahan fanatisme merupakan masalah utama yang hingga sekarang masih mengurung umat Islam. Akhirnya, jika

kedua belah pihak masih ngotot dengan pendapat masing-masing, aslam-nya

kembalikanlah kepada keyakinan masing-masing”.

11 Hasan M. Noer, Catatan Editor, dalam buku Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an :

Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Penamadani, 2005, hal. xi-xii

12 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme kyai: konstruksi sosial berbasis agama, Yogyakarta: LKiS,

(6)

Di antara karakteristik Islam yang secara eksplisit Allah sebut dalam Alquran adalah

karakter wasathiyyah (moderat). Konsep ini merujuk pada makna ummatan

wasathan dalam QS Al-Baqarah ayat 143. Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyar

(terbaik, paling sempurna) dan adil (adil). Dengan demikian, makna ungkapan ummatan

wasathan berarti umat terbaik dan adil.

Dengan karakter inilah ajaran Islam beserta perangkat-perangkatnya akan selalu bersifat

fleksibel serta tak usang dimakan zaman. Sebagaimana ditegaskan oleh DR. Yusuf

al-Qardhawy, beliau menyatakan bahwa salah satu karakteristik Islam yang menjadi

faktor keuniversalan, fleksibilitas dan kesesuaian ajarannya di setiap zaman dan tempat

adalah konsep wasathiyyah-nya.13 di samping itu terdapat karakteristik lainnya, yaitu

rabbaniyyah (bersumber dari Tuhan dan terjaga otentisitasnya), al-Insaniyyah (sesuai

dengan fitrah dan demi kepentingan manusia), as-syumul (universal dan komprehensif),

al-waqi’iyyah (kontekstual), al-wudhuh (jelas), dan al-jam’u bayna Tsabat wa

al-murunah (harmoni antara perubahan hukum dan ketetapannya).14

Konsep Islam moderat sendiri sebenarnya tidak ada rujukan pastinya,15 namun untuk

mewujudkan konsep wasathiyyah yang telah ditunjukkan oleh Alquran, tanpa

mengurangi prinsip-prinsip dasar agama, tampaknya konsep ini perlu diaktualisasikan.

Konsep moderat adalah menjunjung tinggi sikap saling menghormati terhadap segala

perbedaan. Moderasi yang dibawa oleh Islam mengedepankan pemahaman kontekstual

terhadap segala konflik dan problem yang terjadi, sesuai dengan dasar-dasar syariat

yang telah digariskan oleh mujtahid 4 (empat) madzhab. Karena, bagi seorang muslim

yang beriman, menanyakan apa yang benar-salah secara mutlak dalam keyakinan Islam

yang dianutnya bukanlah hal yang menyenangkan. Problematika benar-salah

merupakan persoalan sensitif jika dihubungkan dengan perbedaan antar golongan.

Pernyataan semacam ini hanya akan membuat seorang muslim merasa bahwa dalam

13 Yusuf al Qaradhawi, DR, al-Khasha’is al-Ammah li al-Islam, Bairut: Mu’assasah ar Risalah, 1983,

hal. 131

14 Ibid, hal.7

15 hanya saja konsep “Islam moderat” oleh para ahli dinisbatkan kepada ayat yang berbunyi

(7)

beberapa hal tindakannya justru menguntungkan kelompok-kelompok yang memusuhi

Islam, baik dari dalam maupun luar.

Tindakan itulah yang memicu terbentuknya pengelompokan muslim oleh kelompok

yang memusuhi Islam. Akhirnya, kelompok-kelompok intern Islam sendiri mulai

meyakini bahwa mereka berbeda, dan diantara perbedaan tersebut hanya salah satu

yang paling benar. Pembenaran inilah yang memicu terjadinya radikalisme dan

ekstrimisme dalam tubuh agama, hingga berakhir dengan kekerasan dan intoleransi

dalam tubuh agama (terorisme). Dan mayoritas, kecenderungan melakukan kekerasan

dan intoleransi itu banyak dilakukan oleh kaum muda.16

V. Penutup

Alquran diturunkan secara bertahap bukanlah tanpa sebab. Kondisi sosial tanah hijaz

yang belum stabil saat itu menjadi salah satu jawaban mengapa ayat 1-5 surat Al-Alaq

menjadi partikel Alquran yang pertama kali disampaikan pada Rasulullah. Selain itu,

secara nashi, Alquran juga terdiri dari dua bagian. qoth’y dan zhonny. Jika ayat-ayat

Qoth’y sudah jelas secara tekstual, ayat-ayat zhonny dapat dipahami dengan berbagai

dimensi. Disitulah peran para ulama sebagai seorang mujtahid. Ayat-ayat zhonny inilah

yang membawa Alquran selalu selaras dengan waktu dan tempat. karena tergantung

pada situasi dan kondisi, penafsiran yang berbeda-beda menjadi sebuah fenomena yang

tak dapat dihindari. Karena perbedaan merupakan sebuah rahmat jika tidak ditanggapi

dengan intoleransi dan kekerasan. Wallahu a’lam.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menjadi perhatian ketika mendesain sistem proteksi busbar karena ketika terjadi arus gangguan eksternal bernilai besar dapat menyebabkan arus yang dihasilkan pada

Kelebihan osilator colpits adalah mudahnya mengatur nilai frekuensi yaitu dengan menempatkan sebuah induktor variabel pada komponen induktornya seperti halnya

Keempat tentang alur proses pengiriman / rujukan pecandu narkoba dari Kabupaten Bulungan ke Balai Besar Rehabilitasi LIDO Badan Narkotika Nasional dan ke Kabupaten Bulungan

Rasa empati akan mendorong kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Sebelum kita membangun

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Taufiq dan Hidayahnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan judul: “Strategi

Apabila mahasiswa berhalangan hadir HARUS menghadap dan membuat surat ijin tertulis yang ditujukan kepada penanggung jawab pendidikan profesi dan dikumpulkan di

Hasil analisis pada faktor eksternal dalam matriks EFAS pada tabel 5, menunjukkan bahwa faktor yang menjadi peluang utama terhadap usaha minuman produk Bunaty

kurangnya kelengkapan sarana dan prasrana yang dimiliki SMA 17 Pagelaran dikarenakan minimnya dana yang dimiliki sekolah untuk memenuhi standar kelengkapan sarana