• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DESKRIPTIF TERHADAP KELENGKAPAN .

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA DESKRIPTIF TERHADAP KELENGKAPAN ."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DESKRIPTIF TERHADAP

KELENGKAPAN KOMPONEN PETA

PADA PETA YANG DIPUBLIKASIKAN

MEDIA MASSA

Laporan Penelitian

Peneliti

Momon Sudarma

NIP. 150.346.528

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2

KOTA BANDUNG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisa Deskripsi Terhadap Kelengkapan Komponen Peta Dalam Peta yang Dipublikasikan Media Massa

Waktu Penelitian : Juli - Agustus 2007 Biaya Penelitian : Pribadi

Peneliti : Momon Sudarma

NIP : 150.346.528

Gol/Pangkat : III-a / Penata Muda Lokasi Kerja : MAN 2 Kota Bandung

Instansi : Departemen Agama Kota Bandung

Dinyatakan : Sah dan telah dilaporkan kepada pihak Sekolah pada tanggal ditandatanganinya laporan penelitian ini.

Bandung, September 2007

Mengetahui,

Kepala MAN 2 Kota Bandung

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Peta merupakan alat bantu utama dalam mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Kehadiran peta atau atlas dalam PBM Geografi selain menjadi ciri utama pembelajaran juga memberikan bantuan dalam mendukung pemahaman mengenai berbagai konsep, analisa dan fakta geografi. Oleh karena itu, menghadirkan peta dalam proses belajar mengajar menjadi sesuatu hal yang penting.

Seiring dengan perkembangan zaman dan maraknya media massa, ternyata peta pun dijadikan alat bantu kalangan media massa untuk menjelaskan peristiwa atau pemberitaan yang akan disampaikan kepada masyarakat (publik). Baik media massa nasional maupun lokal, telah menggunakan peta sebagai alat bantu penjelasan dan penegasan mengenai peta. Hal ini dapat ditunjukkan dalam beberapa jenis media massa yang ada di masyarakat, seperti Kompas, Pikiran Rakyat, Galamedia, Tribun Jabar dan Koran Sindo.

(4)

media dalam mempublikasikan peta kepada masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini bertemakan ”Analisa Deskripsi Terhadap Kelengkapan Komponen Peta Dalam Peta yang Dipublikasikan Media Massa”.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui keakurasian dan kelengkapan komponen peta dalam peta yang dipublikasikan media massa kepada masyarakat. Dengan harapan, melalui penelitian ini dapat ditemukan beberapa karakter dasar peta yang ada di media massa.

Tuntasnya penulisan laporan penelitian ini, penulis sadari mendapat bantuan dari berbagai pihak, khususnya kalangan siswa-siswi kelas XII MAN 2 Kota Bandung yang turut berpartisipasi dalam mendata dan mengumpulkan sebaran peta yang ada di media massa. Atas bantuan dan partisipasinya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Dan kepada pihak Perpustakaan MAN 2 Kota Bandung penulis pun memberikan apresiasi yang tinggi atas izin dan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan beberapa referensi yang tersedia di perpustakaan.

(5)

dorongan kuat bagi penulis untuk senantiasa terus melakukan kajian dalam berbagai bidang keilmuan.

Yang terhormat, Kepala Madrasah dan Tim Manajemen Madrasah, penulis mengucapkan tarima kasih atas berbagai kesempatan yang diberikan penulis untuk relajar dan mengasah pemahaman dan keterampilan edukatif di lembaga ini. Semua sarana belajar dan kesempatan belajar tersebut merupakan momen indah dalam meningkatkan keterampilan edukatif yang penulis miliki selama ini.

Akhirnya, semoga sumbangsih pemikiran ini dapat bermanfaat dan berguna bagi generasi muda atau siapapun yang mau belajar hidup di muka bumi ini. Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, penulis berdoa semoga Allah Swt memberikan balasan yang layak menurut perhitungan-Nya. Amin.

Terima kasih.

Bandung, September 2007 Peneliti,

(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel

BAB I Pendahuluan 1.1 Rasionalisasi

1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka

2.2 Desain Penelitian 2.3 Hipotesis Kerja

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Sumber Penelitian 3.2 Data Yang Terkumpul

(7)

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan

4.2 Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENELITI

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 2.1 : Perbandingan Pendapat Mengenai Jumlah Komponen Peta

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi

Peta merupakan salah satu alat bantu pembelajaran, khususnya pelajaran geografi. Bagi guru geografi atau siswa yang sedang belajar geografi, kehadiran peta merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan, dengan alasan seperti ini pulalah banyak kalangan menyebutkan bahwa salah satu keunikan dan ciri khas geografi itu yaitu senantiasa ada peta dalam setiap pembahasannya. Ciri unik seperti ini, merupakan satu konsekuensi logis dari karakter ilmu geografi yang berusaha untuk mengembangkan model analisa interrelasi dalam konteks keruangan. Sehingga satu fenomena sosial ataupun fenomena fisik bumi harus dilihat dari sudut pandang keruangannya.

Dalam konteks proses belajar mengajar, peta merupakan media belajar sekaligus alat bantu pembelajaran yang berfungsi untuk mendukung penjelasan informasi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan adanya peta sejumlah informasi bumi akan dapat dengan mudah dan efektif disampaikan kepada peserta didik.

(9)

mengalami kerusakan. Akibat dari kondisi seperti ini, proses belajar mengajar geografi kadang tidak selamanya menyertakan peta.

Dalam konteks seperti ini, upaya kreatif para guru untuk memanfaatkan sumber belajar lain, menjadi sangat penting. Guru atau pihak manajemen sekolah dituntut untuk memiliki kreativitas yang unggul dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan untuk dijadikan sebagai sumber belajar mengajar bagi anak didiknya di sekolah. Termasuk dalam masalah penyediaan peta geografi.

Bila seorang guru terjebak pada sikap menanti datantnya bantuan alat dan media belajar peta geografi dari Pemerintah, mungkin membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, perlu ada upaya kreatif dan aktif dari para guru dan manajemen sekolah dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan sebagai bagian dari upaya mendukung lancarnya proses belajar mengajar.

Salah satu sumberdaya lingkungan yang bisa digunakan untuk sumber belajar yaitu media massa. Semenjak lahirnya gerakan reformasi di Indonesia, banyak diterbitkan media massa, baik yang berskala lokal maupun nasional.

(10)

Kehadiran peta di media massa ini, satu sisi merupakan satu keuntungan besar dan peluang besar bagi dunia pendidikan, khususnya kalangan geografi. Karena dengan adanya peta di media massa ini, para guru geografi dapat menggunakannya sebagai salah satu sumber belajar geografi. Pada sisi yang lain, ternyata peta-peta yang dipublikasikan media massa itu tidak memiliki standar yang sama mengenai sebuah peta.

Khusus bila dilihat dari komponen peta yang harus ada dalam sebuah peta, ternyata tidak semua media massa mempublikasikan peta dengan menyertakan komponen peta secara lengkap. Bila ada sebuah peta yang tidak menyertakan komponen peta secara lengkap, tidak mustahil dapat menyebabkan salahpenafsiran (misinterpretation) terhadap peta tersebut. Bagi mereka yang baru belajar geografi atau kurang terbiasa dengan peta, maka peta yang komponen petanya tidak lengkap dapat menyebabkan kesulitan dalam mengartikan peta tersebut. Dengan kata lain, alih-alih dapat memudahkan penyampaian informasi, peta yang tidak menyertakan komponen peta yang lengkap dapat memberikan informasi yang keliru kepada para pembacanya.

Seiring dengan hal ini dan berlandaskan pada pemikiran seperti itu, kajian ini akan melakukan ”Analisa Deskripsi Terhadap Kelengkapan Komponen Peta Dalam Peta yang Dipublikasikan Media Massa”.

1.2 Maksud dan Tujuan

(11)

massa sebagai sumber informasi bagi masyarakat. Dengan kata lain, media massa yang berposisi sebagai sumber informasi bagi masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan yang maksimal dalam memberikan informasi yang benar dan akurat. Oleh karena itu, peta yang disajikan dalam media massa pun, sejatinya diharapkan tidak menimbulkan salah persepsi dan salah tafsir terhadap isi berita yang disampaikan media massa tersebut. Pada konteks itulah penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

Dengan memperhatikan maksud penelitian tersebut, dapat dikemukakan tujuan penelitian yang dapat diraih dari hasil penelitian ini ::

a. Mendapatkan penjelasan (deskripsi) variasi jenis peta yang digunakan pelaku media dalam memanfaatkan peta sebagai bagian dari berita media massa.

b. Mendapatkan hasil analisa dan deskripsi kritis mengenai komponen atau unsur-unsur peta pada peta yang digunakan media cetak.

c. Menemukan unsur/komponen tambahan yang digunakan media dalam mengoptimalkan peta sebagai media dan alat bantu informasi.

d. Mencuatkan fungsi khusus peta pada media massa terkait terkait dengan wacana yang disampaikan.

(12)

Merujuk pada maksud dan tujuan penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk kepentingan tertentu sesuai dengan konteksnya masing-masing. Baik pihak guru geografi, pembuat peta atau pun peserta didik dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam menggunakan peta yang diambil dari media massa.

a. Hasil penelitian dapat dijadikan input dan bahan pertimbangan para guru dalam memanfaatkan peta sebagai sumber belajar, dan pada akhirnya para guru dapat menunjukkan sikap yang cermat, proporsional, objektif dan kritis dalam menggunakan peta yang bersumber pada media massa (media cetak).

b. Menjadi bahan masukan (input) bagi para pelaku media massa dalam memanfaatkan peta sebagai alat bantu informasi. Sehingga pada akhirnya, peta tidak hanya diposisikan sebagai gambar yang menutup ruang kosong koran, namun benar-benar menjadi bagian dari informasi penting bagi masyarakat.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS KERJA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Peta

Istilah peta berasal dari bahasa Inggeris yaitu map. Kata map itu sendiri, menurut Yusman Hestiyanto (2005:21) berasal dari bahasa Yunani yaitu mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja. Dari konsep seperti inilah, kemudian peta diartikan sebagai sesuatu gambar yang dibuat pada bidang datar (kertas atau kain). Ilmu yang mempelajari peta disebut kartografi dan pelakunya disebut kartograf.

Peta merupakan alat utama di dalam ilmu geografi, selain foto udara dan citra satelit. Melalui peta, seseorang dapat mengamati ketampakkan bumi lebih luas dari batas pandangan mata manusia (Mulyo dan Suhandini, 2004:19).

(14)

Impliasi dari kondisi ini menyebabkan adanya perkembangan konsep peta dalam dunia akademik. Merujuk pada referensi yang ada, setidaknya ada empat jenis konsep ‘peta’ yang sering digunakan masyarakat.

Pertama, ada yang disebut dengan peta bintang. Yaitu peta yang digunakan oleh kalangan astronomi dalam memetakan letak dan posisi bintang dan benda langit diantara bintang atau benda-benda langit yang lainnya. Dalam konteks ini, pengertian peta yang dikemukakan oleh Agus Sudarsono (2007:2) lebih tepat pada peta astronomi, atau peta geografi yang dikaitkan dengan peta astronomi.

Peta adalah gambaran yang mewakili suatu wilayah geografis bumi untuk membantu menemukan tempat atau memahami keadaan suatu tempat serta menjelaskan dan menggambarkan kondisi suatu tempat di bumi, planet, bulan dan posisi bintang di angkasa.

(15)

Pembacaan peta bintang secara ilmiah, kemudian dikembangkan oleh ilmuwan Muslim. Ilmu Falak merupakan istilah lain yang digunakan kalangan ilmuwan Muslim untuk memetakan letak dan posisi bintang. Peran dan fungsi ilmu falak (astronomi) bagi kalangan muslim ini yaitu selain mendukung pada usaha pengembangan ilmu, juga dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan ibadah (ritual Islam) seperti sholat dan puasa (shaum).

Kedua, kalangan ilmuwan psikologi atau pendidikan modern menggunakan konsep ‘peta’ untuk memetakan “letak dan posisi” sebuah konsep dalam sebuah wacana. Konsep ini biasa disebut dengan ‘peta konsep’ atau ‘peta mental’.

Howard Gardner (1993, 2007) menyebutkan bahwa peta konsep memberikan kemudahan untuk meningkatkan daya ingat dan kemampuan analisis seseorang. Dengan adanya peta konsep, seseorang akan memiliki kemampuan untuk menguasai struktur ilmu dan atau tahapan pemahaman mengenai sebuah wacana yang sedang dipelajarinya.

(16)

Terakhir, yaitu peta bumi atau peta geografi. Yang dimaksud dengan peta geografi yaitu media yang menggambarkan mengenai letal dan posisi daerah di planet bumi.

Wardiyatmoko (2004:18) mengatakan bahwa :

Peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagaimana kenampakannya dari atas dan dilengkapi dengan tulisan, skala, mata angin dan simbol-simbol. Dengan kata lain, peta adalah gambaran konvensional permukaan bumi atau gambaran permukaan bumi yang diperkecil dengan skala.

Peta merupakan alat yang sangat penting dalam geografi karena mempunyai beberapa fungsi. Yusman Hestiyanto (2005:21) antara lain (1) menunjukkan posisi atau lokasi suatu wilayah di permukaan bumi, (2) menggambarkan bentuk dan persebaran berbagai gejala di permukaan bumi, dan (3) menggambarkan kondisi fisik dan kondisi sosial suatu wilayah.

Selain pandangan-pandangan tersebut, ada pendapat yang dikemukakan ICA, Erin Raisz dan RM Soetardjo Soerjosoemarno yang penting untuk dicermati (dalam Mulyo dan Suhandini, 2004:20).

(17)

yang ada kaitananya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan.

Erin Raisz berpendapat bahwa ’peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai ketampakkan jika dilihat dari atas dengan ditambah tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal”.

RM Soetardjo Soerjosoemarno mengajukan pendapat bahwa peta ”adalah suatu lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diperkecil dengan perbandingan ukuran yanag disebut skala atau kedar.

Merujuk pada pandangan-pandangan tersebut dapat dikemukakan bahwa yang dimaksudkan peta dalam penelitian ini, yaitu gambaran permukaan bumi baik secara keseluruhan maupun sebagian muka bumi dengan ukuran yang diperkecil melalui teknik

skala disertai keterangan mengenai simbol fenomena bumi dan

digambar pada bidang datar.

Setiap orang geografi senantiasa dituntut untuk memiliki kemampuan penggunaan peta. Karena dengan menggunakan peta ini, seseorang dapat melihat sebaran dan keterkaitan antara satu komponen geografi dengan komponene yang lainnya.

(18)

Pencinta alam, pramuka, rencana pembangunan regional, dan juga media massa merupakan beberapa kelompok sosial yang sering menggunakan peta sebagai alat bantu informasi.

2.1.2 Komponen Peta

Sebuah peta yang lengkap memiliki komponen-komponen informasi yang menjadi ciri sebuah peta. Bila ada gambar sebuah wilayah, misalnya gambar pulau Indonesia, tidak akan dikatakan sebagai sebuah peta bila tidak memiliki informasi yang disertai dengan komponen peta sebagai pendukungnya. Oleh karena itu, kelengkapan sebuah peta sangat dipengaruhi oleh komponen peta yang menyertai gambaran permukaan bumi tersebut.

Dalam buku pelajaran yang banyak digunakan oleh para pendidik di lingkungan pendidikan formal, terdapat perbedaan mengenai jumlah komponen peta. Bahkan istilah komponen pun kadang ditukarpindahkan dengan istilah unsur peta. Dalam penelitian ini, istilah komponen peta akan digunakan untuk menunjukkan komponen atau unsur peta menurut pendapat yang lain.

(19)

bahasan komponen peta. Rincian yang berbeda dikemukakan Septianti Rahayu, dkk. Walaupun mereka merinci ada 10 komponen peta, namun rincian komponen peta itu berbeda dengan yang lainnya. Mereka memasukkan komponen warna dan simbol sebagai komponen peta yang harus diperhatikan oleh si pembuat (penginput) peta dan pembaca peta, tapi tidak memasukkan inset sebagai bagian dari komponen peta.

(20)
(21)

Penjelasan umum mengenai ke sebelas komponen peta tersebut, yaitu :

1) Judul. Peta harus diberi judul. Fungsi judul yaitu memberikan keterangan umum mengenai isi dan tipe peta dimaksud. Letak atau posisi penulisan judul dapat dilakukan di sembarang tempat, sepanjang tidak mengganggu isi peta pada umumnya. Dengan kata lain, judul peta dapat diletakkan di sisi luar kanan peta, sisi luas kiri peta, atau dibagian tengah atas luar peta.

2) Skala. Skala peta merupakan angka yang menunjukkan perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya. Oleh karena itu, pencantuman skala merupakan hal pokok dan terpending dalam pembuatan peta. Cara penulisan skala dan letak penulisannya dapat dilakukan secara variatif. Jenis skala ada yang menggunakan skala batang, skala garis, skala angka, atau skala lettering (kalimat).

(22)

dalam konteks planet bumi. Pada umumnya, garis astronimis dimunculkan pada garis tepi, yang merupakan titik-titik grid garis lintang dan garis bujur. Dalam kasus yang lain, ada pula garis astronomi yang gambarkan secara nyata dalam tubuh peta itu sendiri.

4) Garis Tepi Peta. Yaitu garis yang memisahkan area peta dengan area di luar peta. Garis tepi ini biasanya persegiempat dengan menggunakan garis tabal, atau garis ganda. Bila dilihat dalam konteks wacana atau area dari sebuah gambar, maka dengan adanya garis tepi peta menunjukkan bahwa ada wilayah yang termasuk area peta dan ada wilayah yang bukan area peta.

(23)

6) Inset. Yang dimaksud dengan inset yaitu peta tambahan dan pendukung untuk memperjelas posisi dan letak daerah yang sedang dikaji. Fungsi inset ini untuk memperjelas kedudukan daerah yang sedang dikaji dengan daerah yang ada di sekitarnya.

7) Mata Angin. Dengan adanya arah mata angin, pembaca peta dapat menentukan arah geografi (Barat, Utara, Selatan dan Timur).

(24)

garis sungai dengan bentuk huruf miring, (4) legenda ditulis dengan huruf kecil dan diatu seupaya baik untuk dilihat, dan (5) kota-kota besar ditulis dengan huruf tegak dan cetak, lebih kecil dari judul peta. Untuk kota kecil, hurufnya pun harus diperkecil lagi,

9) Tahun Pembuatan. Daerah yang ada dipermukaan bumi senantiasa berubah. Hal ini bisa disebabkan karena perubahan kebijakan politik, dinamika politik maupun gejala alam yang menyebabkan adanya perubahan permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk keakurasian sebuah peta, perlu dicantumkan tahun pembuatan peta. Fungsi utama tahun pembuatan yaitu memperjelas mengenai kapan peta tersebut disusun, sehingga setiap pembaca dapat membaca maksud dan keterangan peta dengan tepat.

(25)

perubahan-perubahan bentuk muka bumi, atau setidaknya adanya perubahan tata guna lahan permukaan bumi. Misalnya pada saat ini, daerah di sekitar kita masih merupakan daerah pertanian dan perkebunan. Sedangkan untuk 20 tahun atau 30 tahun ke depan, bisa jadi daerah tersebut akan berubah menjadi daerah pemukiman atau perindustrian. Di lain pihak, seiring dengan kebijakan otonomi daerah, banyak provinsi yang mengalami pemekaran wilayah. Akibatnya batas administrasi antara satu daerah dengan daerah lain mengalami perubahan. Oleh karena itu, tahun pembuatan peta menjadi sangat penting untuk dicantumkan pada sebuah peta.

10) Sumber Pembuatan. Hal yang tidak kalah pentingnya lagi, yaitu perlunya pencantuman mengenai sumber pembuatan peta. Di Indonesia sumber pembuatan peta biasanya dialamatkan pada Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional).

(26)

Penunjukkan fenomena gunung, sungai, dan laut akan lebih sederhana dan memudahkan si pembaca peta bila menggunakan simbol. Dalam konteks inilah, simbol berfungsi untuk menyederhanakan fenomena alam yang bersifat kompleks, luas dan atau berulang-ulang.

Gambar sebuah gunung atau danau merupakan satu fenomena alam yang sangat kompleks. Sementara ruang peta sangat terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan ada simbol mengenai fenomena alam yang bersifat kompleks tersebut. Demikian pula kalau menunjukkan adanya fenomena sejumlah gunung, atau sejumlah pemukiman. Bila digambar merujuk pada model asli bentuk alami benda tersebut, akan sangat menyulitkan dan tidak efektif. Maka kehadiran simbol dalam peta menjadi sesuatu hal yang sangat penting dalam memudahkan fenomena alam yang kompleks, luas dan berulang-ulang.

(27)

digunakan media massa dalam mendukung penyajian informasinya kepada masyarakat.

2.2 Kerangka Pikir

Peta adalah alat bantu pembelajaran. Dengan adanya peta diharapkan proses pembelajaran mengenai pokok bahasan geografi dapat disampaikan lebih efektif dan tepat sasaran. Nilai efektifitas penggunaan peta dalam pembelajaran geografi dapat dilihat dari sisi kemudahan anak untuk mengenali letak dan lokasi sebuah daerah. Sehingga pembelajaran mengenai hal tersebut dapat dilakukan secara tepat sasaran, dan tidak bersifat verbalisme.

(28)

Terkait dengan masalah ini, keterbatasan kepemilikan peta di sebuah sekolah kerap kali menjadi salah satu penghambat para guru geografi dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran geoegrafi.

Untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah ini, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menggunakan media massa sebagai sumber tambahan dalam penyediaan peta. Dengan kata lain, peta di media massa dijadikan alat bantu (tambahan) dalam mengisi kekosongan ketersediaan peta di sekolah.

Dengan fungsi seperti ini, penampakan sebuah peta dalam sebuah media, sejatinya harus benar-benar menampakkan diri sebagai alat bantu dalam menyampaikan informasi yang efektif dan akurat. Pra syarat seperti ini merupakan prasyarat rasional (raisan d’tre) atau penalaran yang wajar (common sense) terhadap penampakan sebuah peta.

Tuntutan kenampakkan peta di media massa secara tepat ini bukan hanya sangat dibutuhkan untuk para pelajar di sekolah namun terkait pula dengan fungsi media massa dalam memberikan informasi kepada masyarakat.

(29)

informasi dan kesadaran dari semua pihak secara tepat mengenai informasi-informasi yang disampaikan media massa.

Kesimpangsiuran informasi (misinformation) potensial terjadi oleh beberapa sebab. Satu sisi bisa disebabkan karena orang salah mengartikan informasi mengenai peta yang dipublikasikan media massa. Pada konteks ini kemampuan diri dan kejelian dari si pembaca menjadi faktor penentu ketepatan seseorang dalam membaca sebuah peta.

Pada sisi lain, kesimpangsiuran dalam membaca peta ini dapat terjadi karena adanya kenampakan peta di media massa yang kurang lengkap atau tidak akuran. Misalnya saja masalah jarak sebuah lokasi. Sebuah peta yang tidak menyertakan skala, potensial menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi mengenai jarak lokasi sebuah tempat. Karena tidak skala atau tidak ada perbandingan jarak antara jarak skala dengan jarak sebenarnya, maka jarak lokasi yang jauh dapat diinterpretasikan (terbaca) dekat, dan atau sebaliknya.

Oleh karena itu, keakurasian penampakan peta oleh media massa, merupakan satu kebutuhan utama untuk membangun kesehatan informasi dan komunikasi.

(30)

informasi kepada masyarakat. Dengan kata lain, sebuah peta yang dipublikasikan media massa dituntut untuk memenuhi syarat komponen peta, sehingga tingkat keakurasian peta dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Dalam konteks inilah, tanggungjawab akademik untuk mencermati kelengkapan komponen peta dalam sebuah media massa menuntun penulis untuk melakukan analisis terhadap kenampakkan peta di media massa yang terbit di Indonesia.

1.4 Desain Penelitian

Dalam mencapai maksud dan tujuan penelitian ini, akan dilakukan penelitian langsung terhadap penampakan peta yang dipublikasikan media massa. Teknik ini dilakukan dengan harapan dapat menemukan informasi yang akurat dan mampu menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana diajukan dalam rumusan penelitian di awal.

(31)

sebagai acuan utama mengenai kualitas kenampakkan peta dalam media tersebut. Pelibatan model analisis statistic hanya diposisikan informasi tambahan dan sekaligus membantu pencarian makna mengenai kenampakkan peta di media massa. Teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu model penelitian incidental. Artinya menggunakan peta yang muncul di media massa tanpa harus terikat dengan tanggal terbit media massa atau kasus/berita yang dipublikasikan media massa. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk mempermudah mendapatkan data peta yang dipublikasikan media massa. Karena dalam pengamatan awal dan asumsi peneliti, media massa tidak memiliki jadwal khusus mengenai penerbitan peta dalam media massanya. Oleh karena itu, pendekatan ini lebih rasional dibandingkan dengan menggunakan metode pembatasan waktu terbit, berita yang dipublikasikan atau jenis media yang akan dikaji.

Secara lebih rinci, langkah-langkah desain penelitian yang digunakan ini, yaitu :

(32)

yang dijadikan sebagai sumber utama untuk mendapatkan peta. Contoh-contoh penampakan peta ini akan dijadikan objek analisa mengenai jenis, komponen dan fungsi peta bagi media massa.

b. Setelah tahap pengumpulan data, dilakukan tahap kedua yaitu klasifikasi peta. Tahapan ini dilakukan untuk mengeliminasi peta dari gambar permukaan bumi, sketsa, bagan atau denah suatu wilayah.

c. Tahap ketiga, yaitu dilakukan analisa terhadap penampakan-penampakan peta yang terkumpul. Seiring dengan maksud dan tujuan penelitian, maka dalam tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan jawaban atau alternatif dari pertanyaan-pertanyaan penelitian.

(33)

e. Terakhir yaitu generalisasi. Tujuan dari generalisasi yaitu menjadi simpulan akhir penelitian, yang memadukan antara hasil penelitian dengan kerangka teori serta peran media massa dalam konteks penyiaran informasi kepada masyarakat.

Seiring dengan kerangka penelitian, serta desain penelitian yang digunakan, maka secara lebih sederhana proses penelitian dan langkah penelitian ini dipetakan dalam gambar 2.1.

(34)

Gambar 2.1

Alur Riset Penampakan Peta di Media Massa

2.3 Hipotesis Kerja

(35)

a. Media massa sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, merupakan media informasi public yang harus mengedepankan objektivitas pemberitaan.

b. Pelaku media memiliki kesadaran yang tinggi dalam memposisikan dirinya sebagai actor utama dalam menyajikan informasi yang benar, sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers.

c. Para pelaku media akan berusaha untuk menyajikan peta sebagai bagian dari informasi yang mendukung pada penjelasan mengenai informasi yang akan disampaikan pada masyarakat.

Merujuk pada asumsi penelitian tersebut, dapat dirumuskan hipotesisi bimbingan, “komponen peta yang disajikan dalam peta media massa merupakan informasi yang mendukung

pada isi pemberitaan. Sifat dan peran peta tersebut, lebih sekedar

(36)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Sumber

Sumber data yang digunakan dalam riset ini yaitu media massa yang dipublikasikan di Indonesia, khususnya media massa berbahasa Indonesia. Pengambilan keputusan untuk mengambil sumber media berkarakter seperti ini, yaitu (a) adanya kenyataan bahwa media massa berbahasa Indonesia merupakan media massa yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, (b) media massa nasional pada saat ini sudah banyak inisiatif dan kreativitasnya dalam menggunakan peta sebagai alat bantu penyampaian informasi kepada masyarakat.

Seiring dengan perjalanan tahapan riset yang dilakukan, media massa yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini yaitu media nasional yang diwakili Kompas, media Daerah Pikiran Rakyat dan media local yaitu Tribun Jabar atau Galamedia. Keempat media massa ini dianggap sebagai media representasional untuk mewakili kategorinya masing-masing.

(37)

Tahap pengumpulan data merupakan tahapan yang paling sulit dilakukan, karena tidak setiap hari media massa baik nasional maupun local menyajikan pemberitaan yang menyertakan peta. Akibat dari kondisi seperti ini, penelitia menerapkan metode incidental sampling.

Dengan menggunakan metode sampling seperti ini, peluang ketidakhadiran peta dalam satu hari pemberitaan media massa bukan sesuatu hal yang meresahkan. Peneliti senantiasa berusaha untuk mengumpulkan data sesuai dengan kehadiran peta pada media massa tersebut.

Dalam menggenapkan metode incidental sampling ini, peneliti pun menghubungi sumber-sumber dokumen Koran dan media massa, baik dikantor tempat kerja (yaitu di Komite Perencana Provinsi Jawa Barat) maupun perorangan yang berlangganan koran. Melalui model kerja seperti ini, menyebabkan (a) jangka waktu terbitan Koran tidak ada dalam kurun waktu yang sama, (b) kurun waktu terbit koran terbentang sangat panjang, yaitu mulai dari tahun 2006-2007, (c) kasus-kasus yang tertuang dalam peta yang dipublikasikan media massa menjadi sangat beragam.

(38)

peta yang terdapat pada peta yang dipublikasikan media massa tersebut, dan bukan terletak pada topik khusus yang diinformasikan dalam peta.

(39)

TABEL 3.1

DATA KOMPONEN PETA DI MEDIA MASSA

No. Komponen

Kompas Pikiran Rakyat Tribun

(40)

Tabel tersebut tidak menunjukkan prioritas dalam analisa dan pembahasan penelitian ini. Dengan kata lain, tabel tersebut tidak menunjukkan bahwa Kompas merupakan sumber utama dalam proses penelitian ini. Penulisan tersebut disertakan dengan menggunakan skala ruang lingkup semata, yaitu Kompas diposisikan sebagai representasi dari koran nasional, kemudian Pikiran Rakyat sebagai representasi wakil daerah, dan Galamedia serta Tribun sebagai wakil dari koran lokal.

Di lain pihak table tersebut pun difungsikan sebagai data ratting penggunaan peta sebagai alat bantu informasi. Dengan kata lain, merujuk pada peta tersebut bahwa Kompas merupakan media massa yang paling sering memunculkan peta sebagai alat bantu penyampaian informasi.

3.3 Kenampakan Jenis Peta

(41)

itu, tampilan kenampakkan peta yang digunakan media massa itu sangat bersifat sederhana dan lebih administrasi-oriented.

Peta media massa disebut berpusat pada wilayah administrasi, dapat dipahami selaras dengan peran dan fungsi peta di media massa tersebut, yaitu sebagai bagian ‘pelengkap’ informasi yang akan disampaikan. Dalam keadaan seperti itu, maka upaya menggunakan peta di media massa sebagai peta akademik dengan sudut pandang geografi belum dapat dilakukan. Karena sesungguhnya jenis peta yang ditampilkan pun, relative lebih sederhana dan kurang memberikan informasi menyeluruh mengenai kenampakakan muka bumi.

Simpulan awal pemikiran seperti itu, dapat dirasakan pula ketika membaca hasil akumulasi data mengenai komponen peta yang dimuat dalam sebuah peta di media massa. Nilai-nilai komponen peta yang termasuk cirri unik dan kekhasan peta akademik (seperti skala, garis astronomis, tahun pembuatan) justru kurang mendapat perhatian yang seksama dari pembuat peta di media massa. Terlebih lagi bila seseorang bertanya mengenai jenis proyeksi yang digunakan dalam membuat peta tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut akan sulit untuk ditemukan dari peta yang dimuat di media massa.

(42)

dasar yang kemudian diisi dengan tema sesuai dengan informasi yang akan disampaikan. Jenis peta dasar yang digunakannya pun, merupakan jenis peta dasar tanpa memperhatikan aspek proyeksi. Melainkan peta dasar yang (peluang terjadi) diambil dari gambar peta.

Yang dimaksud dengan gambar permukaan bumi yaitu gambar permukaan bumi yang tidak memperhatikan aspek skala dan proyeksi. Oleh karena itu, gambar permukaan bumi ini sesungguhnya belum bisa disebut peta karena tidak mengandung komponen-komponen dasar sebuah peta. Namun demikian, gambar permukaan bumi dapat dijadikan sebagai peta dasar untuk menyampaikan informasi mengenai kasus yang sedang terjadi di muka bumi.

Di media elektronik dan atau media massa kadang banyak dimunculkan gambar-gambar mengenai bentuk permukaan bumi. Bagi masyarakat awam, gambar-gambar permukaan bumi tersebut kadang dianggapnya sebagai sebuah peta. Padahal sesungguhnya gambar tersebut bukanlah peta, namun baru sebatas gambar permukaan bumi. Karena sebuah gambar permukaan bumi dapat dikategorikan sebagai sebuah peta manakala gambar permukaan bumi tersebut baik secara keseluruhan maupun sebagian muka bumi memiliki ukuran yang

(43)

fenomena bumi. Dengan adanya pembatasan masalah seperti itu, maka sebuah gambar yang dikategorikan sebagai sebuah peta dituntut memunculkan komponen-komponen peta yang menjadi standar peta.

Terkait dengan makna peta seperti itu, maka yang dijadikan sebagai peta dasar dalam peta di media massa kadang merupakan peta dasar umum yang bersumber gambar permukaan bumi dan bukan peta dasar sebagaimana yang dimaksud dari ‘peta’ itu sendiri. Oleh karena itu, peta dasar dalam media massa itu lebih cenderung menunjukkan gambar permukaan (peta) umum yang hanya menyertakan ibukota suatu daerah, jalan raya besar dan kemudian informasi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila para pembaca akan dengan mudah menemukan lokasi-lokasi yang akan dituju.

Dengan menggunakan jenis peta dasar, lokasi-lokasi yang akan dimunculkan dalam peta, hanyalah titik-titik lokasi yang dianggap penting dan menjadi bagian dari kelengkapan informasi yang akan disampaikannya.

(44)

Sebagaimana dikemukakan pada tinjauan pustaka sebelumnya, buku-buku penunjang atau buku paket yang beredar di masyarakat baik yang berbentuk LKS (Lembar Kerja Siswa) maupun buku paket umum, tidak memiliki kesamaan dalam jumlah komponen utama yang ada dalam peta. Satu buku hanya menyertakan 9 komponen, sedangkan sumber yang lain ada yang mencantumkan 10 komponen. Namun demikian ada beberapa poin komponen peta yang dianggap sama dan menjadi bagian dari komponen peta.

Selaras dengan pandangan ini, akan dilakukan analisa terhadap kenampakan komponen peta yang dimunculkan dalam media massa. Komponen peta yang dimaksudkan tersebut, yaitu judul, latering, simbol, skala, legenda, garis astronomis, garis tepi, arah mata angin, tahun pembuatan, dan sumber pembuatan. Hasil pengamatan terhadap sumber data riset dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Judul.

(45)

menggunakan judul peta dengan tema informasi yang akan disampaikan.

Kasus banjir di Sambas, Kompas menggunakan judul peta ”Sambas”, dan bukan ”banjir Sambas”.

Di lihat judul peta, sesungguhnya peta tersebut dapat dikategorikan sebagai peta umum. Karena judul petanya tidak menunjukkan informasi spesifik sebagaimana yang akan dikemukakan dalam peta tersebut. Namun pada sisi lain, di lihat dari kerangka umum informasi yang sedang dikemukakannya, yaitu mengenai banjir Sambas, maka sesungguhnya pihak pengelola dapat menggunakan peta khusus.

(46)

b. Lettering

Secara umum cara penulisan nama-nama geografi sudah menunjukkan ketepatan cara penulisan. Judul peta ditulis dengan huruf capital tegak, nama ibukota provinsi ditulis dengan huruf tegak dan kapital pada huruf pertama saja (seperti Bedegul di Bali), nama provinsi di tulis dengan huruf capital.

Terkait dengan ukuran bentuk huruf –meminjam analisa dan peraturan sebagaimana yang dikemukakan Wardiyatmoko— penulisan nama-nama geografi ’darat’ sudah dilakukan dengan tepat. Pada umumnya, media massa sudah menunjukkan hasil yang tepat terkait dengan cara penulisan nama geografi darat.

(47)

Pembuat peta di Kompas (27/12/06), misalnya, ketika menuliskan identitas ”LAUT JAWA” ditulis dengan huruf tegak. Padahal menurut teori, sebagaimana dikemukakan dalam kajian pustaka, nama geografi yang terkait dengan air harus ditulis miring (italic). Dengan kata lain, identitas geografi ”LAUT JAWA” seharusnya ditulis ”LAUT JAWA”, dan tulisan ”SAMUDRA HINDIA”, ditulis ”SAMUDRA HINDIA”. Kasus serupa pun diperlihatkan kembali pada penulisan ”LAUT BALI” (Kompas, 6/12/06), yang seharusnya ditulis ”LAUT BALI”

c. Skala

Penampakan peta dalam sebuah peta merupakan satu kebutuhan mutlak. Bagi seorang pembaca peta yang baru, skala ini dapat berfungsi untuk mengukur jarak dan luas wilayah, sehingga dirinya dapat mengambil kesimpulan terhadap rencana mengunjungi daerah tersebut.

(48)

berada di Jakarta, maka dia akan melihat jarak lokasi Jakarta-Bandung sangat membutuhkan kehadiran peta sehingga dirinya dapat menentukan jam keberangkatan dan jam kesampaiannya di lokasi yang akan dituju.

Kompas merupakan media yang sering menggunakan skala sebagai bagian dari informasi peta. Jenis skala yang digunakan Kompas pada umumnya skala batang. Misalnya :

180 km

(49)

Namun demikian ada nilai lebih dari penggunaan skala seperti ini, yaitu memudahkan si pembaca untuk dapat menghitung jarak dan luas wilayah secara cepat.

Pilihan media menggunakan skala batang, merupakan pilihan yang tepat seiring dengan fleksibilitas pengguna dalam menggunakan peta tersebut. Mereka yang bermaksud menggunakan peta dari media massa, akan dengan mudah melakukan perubahan ukuran skala peta, baik ke ukuran peta berskala besar maupun ukuran berskala kecil. Karena skala batang tersebut akan dapat dengan mudah mengalami perubahan seiring dengan pembesaran atau perkecilan ukuran peta tersebut. Kejadian seperti ini akan sulit dialami oleh skala dalam karakter yang lain, misalnya skala angka (numerik) atau skala lettering (kalimat).

d. Legenda

(50)

informasi sendiri. Oleh karena itu, fungi legenda menjadi sangat kurang dalam penampilan peta di media massa.

Dalam sebuah peta pembelajaran (peta yang digunakan sebagai media belajar), banyak simbol yang ditetakkan dalam peta, bahkan variasi simbol itu secara berulang-ulang. Dengan keadaan seperti itu, menjadi masuk akal dan mudah dipahami bila peran dan fungsi legenda adalah untuk menyederhanakan informasi dalam peta, sehingga dapat dengan efektif dan lengkap.

Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada peta di media massa. Peta di media massa itu, kadang hanya membutuhkan satu atau dua bentuk simbol. Dan munculnya simbol tersebut dalam peta, hanya satu atau dua kali. Oleh karena itu, peran legenda yang menyajikan keterangan mengenai berbagai simbol menjadi kurang penting.

(51)

pembuat peta di media massa. Dan mereka lebih banyak membuat keterangan-keterangan langsung pada sasaran objek berita yang sedang dipublikasikan.

e. Simbol

Simbol yang digunakan dalam peta media massa cenderung menggunakan simbol konvensional. Misalnya saja simbol jalan raya, simbol lapangan udara, simbol rel kereta api. Model-model simbol tersebut cenderung konvensional.

Hal yang menjadi arena kreativitas para pembuat peta media massa, yaitu pada bagian warna dan desain peta dan legenda. Ketiga arena ini merupakan arena yang sering menjadi sasaran kreativitas para pembuat peta di media massa.

f. Arah Mata Angin

(52)

Pikiran Rakyat, ada setengahnya yang tidak menampilkan orientasi peta (arah mata angin).

Kondisi seperti ini sudah tentu dapat memberikan informasi yang kurang tepat bagi masyarakat. Bahkan dalam batasan tertentu, khususnya masyarakat yang tidak terbiasa membaca peta potensial mendapatkan informasi yang keliru atau setidaknya mengalami kesulitan dalam membaca peta.

g. Garis Tepi Peta

Mayoritas peta di media massa mencantumkan garis tepi peta. Sehingga para pembaca dapat secara langsung (direct) dapat membedakan areal yang termasuk kategori areal (wilayah) peta dan bukan areal peta. Keadaan seperti ini dapat dilihat pada peta-peta yang ada di media massa.

(53)

Koran Sindo, ketika menampilkan peta “Busway Koridor VIII –X” membuat garis tepi peta dengan satu garis tipis yang tegas. Sementara Pikiran Rakyat (16 Juni 2005) menampilkan peta tentang garis Wallacea dengan garis tepi peta yang lebih tebal dari peta yang dimunculkan Sindo. Hal yang unik, dimunculkan oleh Kompas. Dalam beberapa peta yang ditampilkan Kompas, beberapa diantaranya menggunakan warna dasar sebagai garis tepi peta, dan bukan membuat garis tepi peta baru yang menjadi pembatas atau bingkai ruang peta tersebut. Warna dasar peta, dalam beberapa peta di Kompas berfungsi langsung menjadi areal peta, dan garis tepi peta yang bisa dibedakan dari areal tulisan yang lain.

Walaupun demikian, ditemukan pula peta yang ditampilkan media massa tidak menggunakan garis tepi peta, sehingga areal peta dengan areal wacana media massa membaur. Namur demikian, secara umum peta di media massa menggunakan garis tepi peta.

(54)

Garis astronomi merupakan aspek penting dalam memahami perubahan iklim dan cuaca dari sudut pandang revolusi bumi dan rotasi bumi. Namun demikian, dari sejumlah peta yang terkumpul, ditemukan bahwa garis astronomi ini kurang mendapat perhatiana yang seksama dari para pembuat peta di media massa.

Bila dilihat dari teknik penyertaan garis astronomis, sesungguhnya dapat dilakukan dalam dua model. Pertama, hanya mencantum grid astronomi pada garis tepi peta. Kedua, menyertakan garis astronomis (garis bujur dan garis lintang) secara lengkap di dalam peta.

i. Sumber Peta

(55)

atau yang lainnya. Persepsi seperti itu mereka tunjukkan pula dalam menyebutkan sumber peta yang ada di Atlas Indonesia. Mereka menyebutkan bahwa sumber peta itu adalah ”penerbit Atlas” tersebut.

Persepsi seperti ini sudah tentu kurang tepat. Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan sumber peta adalah pembuatan peta dari peta dasar. Artinya peta dasar itu dibuat oleh siapa dan atau menggunakan teknologi apa. Karena pada dasarnya, banyak peta-peta yang terpublikasikan saat ini lebih merupakan satu bentuk duplikasi dari peta dasar yang disusun oleh lembaga tertentu.

j. Tahun Pembuatan

(56)

Sebagai contoh, dalam Peta ”Daerah Rawan Bencana Alam di Jawa Barat” (PR, 27 Desember 2006) tidak menyertakan Kota Cimahi sebagai bagian dari wilayah administrasi baru. Apakah hal ini merupakan satu kekhilapan dalam mencantumkan lokasi Kota Cimahi, atau sebuah ketidaktahuan pembuatnya. Hal ini merupakan satu bentuk nyata potensi kekeliruan mencantumkan peta tanpa menyertakan tahun pembuatan peta.

3.5 Analisa Kenampakan Peta dalam Media Massa

a. Peta di Kompas

(57)

Informasi mengenai sebuah kasus di sebuah daerah, misalnya banjri di Kalimantan Barat (7/1/07), kendatipun informasi yang disampaikan itu sekitar 390 kata, namun menyertakan peta lokasi banjir di Sambas, serta inset Pulau Kalimantan. Sehingga si pembaca akan dengan mudah mengetahui lokasi banjir di Sambas dalam ruang wilayah Pulau Kalimantan itu sendiri.

Kehadiran inset pun merupakan salah satu keunikan penampakan Peta yang sering ditampilkan Kompas dibandingkan media massa yang lainnya. Ketika menjelaskan keadaan daerah Timor Leste pasca kemerdekaan dari Indonesia (30/6/2007), Kompas pun menyertakan peta Indonesia untuk mengetahui lokasi dan wilayah Negara Timor Leste. Hal ini ditunjukkan pula pada penyampakan penampakaan peta pembangunan “underpass” di Jakarta (8/12/06), banjir di Jakarta (28/12/06).

(58)

mengenai kasus-kasus yang terkait dengan tema informasi yang disampaikan. Data statistik dan atau sejarah daerah yang tengah disampaikan, dikemukakan dengan singkat dan cukup rinci.

b. Peta di Pikiran Rakyat

Pikiran Rakyat merupakan harian umum yang paling populer dan paling banyak oplahnya di Jawa Barat. Media massa ini merupakan salah satu media massa tertua di Indonesia dan di Jawa Barat. Dinamika sosial-ekonomi Indonesia sudah banyak dirasakan oleh kalangan pelaku pers di lingkungan Pikiran Rakyat.

Dengan asumsi seperti itu, media PR sesungguhnya sudah memiliki waktu belajar yang cukup panjang dan matang dalam memberikan penyajian berita. Mereka sudah terbiasa dan terlatih untuk menyajikan berita sesuai dengan visi dan misi Pers itu sendiri.

(59)

komponen peta secara tepat, misalnya komponen judul, lettering nama geografi bumi, garis tepi dan skala. Kadang dari empat komponen ini berganti komponen dengan komponen mata angin atau inset.

c. Peta di Media Lokal

Kenampakkan peta pada media lokal, seperti Galamedia atau Tribun Jabar dapat dimaknai sebagai tahap pelengkap. Peta-peta yang ditampilkan dalam media massa ini, kadang masih bercampur dengan sketsa, rute atau denah.

Bagi seorang siswa yang tidak kritis, akan terjebak oleh rute perjalanan yang menggunakan gambar peta sebagai dasar ilustrasi. Sementara dari pihak media, tampaknya lebih menonjolkan aspek ilustrai gambar daripada dilandasi oleh motif penyertaan peta sebagai sarana informasi.

3.6 Keunikan kenampakan peta pada peta di media massa

(60)

komponen peta merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan efektivitas penyampaian informasi kepada masyarakat (pembaca). Dengan asumsi seperti ini, upaya menampilkan kenampakkan peta yang lengkap dan akurat menjadi penting untuk diperhatikan oleh kalangan pembuat peta di media massa.

Kesadaran akan kebutuhan akan peta dengan fungsi informasi yang maksimal sudah mulai banyak dipahami oleh kalangan media massa. Sehingga tidak mengherankan, bila muncul kreativitas kalangan media dalam menampilkan kenampakkan peta di media massa.

Seiring dengan hal ini, dapat dikemukakan beberapa hal penting yang terkait dengan kenampakkan peta di media massa saat ini.

a. Melebarnya Fungsi Peta

(61)

atau berita yang terjadi di masyarakat. Sebagai contoh, peta di media massa dapat digunakan untuk kepentingan pemetaan kekuatan politik, mobilitas buronan yang dijadikan DPO oleh negara, dan sebaran wabah endemi di suatu daerah.

Hal ini menunjukkan bahwa peta, bukan hanya digunakan untuk menggambarkan fenomena alam atau potensi alam, melainkan digunakan pula untuk menggambarkan berbagai peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat.

Kesadaran penggunaan peta untuk kasus-kasus berita yang lain ini, dilatari oleh adanya asumsi bahwa apapun yang ada di muka bumi ini, pasti memiliki konteks ruang-waktu. Dengan adanya keterkaitan sesuatu hal tersebut dengan ruang-waktu, maka mereka pasti memiliki letak, lokasi dan posisi di muka bumi. Dengan kata lain, apapun yang ada di muka bumi, sesungguhnya bisa dipetakan dalam konteks ruang-waktunya. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila menggambarkan berbagai peristiwa yang terjadi di muka bumi ini banyak menggunakan peta sebagai ’panggung’ peristiwa. Pada konteks itulah, media massa banyak yang mempublikasikan berita dengan menyertakan peta sebagai bagian dari informasinya.

(62)

negara disampaikan kepada masyarakat melalui peta sebagai media informasinya. Misalnya peta banjir, peta akses ke lokasi rencana PLTS Gede Bage Bandung, Pembangunan Underpass di Kebayoran Lama, Anak Jalanan di Jawa Barat tahun 2006.

Dalam beberapa kasus, masalah kriminalitas atau wabah penyakit banyak dimunculkan pula oleh media massa dalam bentuk peta. Pada posisi tersebut, peta benar-benar dijadikan sebagai model ’teater’ perjalanan seorang tokoh yang sedang dibicarakan media massa. Misalnya kasus pelariannya seorang teroris dan pembunuh Budi Angsana.

b. Peta Tidak Mandiri

Bila mencermati kehadiran peta di media massa, tampaknya dapat dijelaskan status kehadiran peta sebagai bagian informasi media massa. Peta bukanlah informasi mandiri yang bisa dibaca langsung tanpa memperhatikan isi berita yang disampaikan media massa. Seseorang yang membaca peta di media massa, terpaksa harus memperhatikan isi berita yang disampaikan oleh media massa itu sendiri.

(63)

Hal ini sangat mudah dipahami, karena legenda pada sebuah peta berfungsi untuk memberikan keterangan mengenai simbol-simbol yang digunakan dalam peta, sehingga keterangan simbol tidak ditulis secara berulang. Dengan adanya legenda, keterangan simbol dapat dilakukan satu kali untuk satu simbol yang sama. Namun demikian, peta di media massa pada umumnya, simbol-simbol peta lebih sering muncul satu kali untuk satu kasus, sehingga keefektivan memunculkan legenda pada peta menjadi sangat tidak efektif.

Pada konteks inilah peta di media massa merupakan bagian informasi yang tidak bisa dilepaskan dari isi berita yang disampaikan media massa tersebut. Peta adalah informasi berita itu sendiri.

(64)

c. Keunikan Peta di Media Massa

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, peta di media massa jarang memunculkan kenampakkan peta sebagaimana yang dikemukakan oleh media massa. Untuk peta-peta yang sifatnya praktis, kadangkala jarak sesungguhnya dan jarak di peta tidak pernah memperhatikan skala. Hal yang dikejar oleh kalangan media adalah tersampaikannya informasi tanpa harus mengkernyitkan dahi. Kebutuhan dan sikap pragmatis seperti inilah, yang kadangkala melahirkan kenampakkan peta di media massa kurang relevan dengan kepentingan pendidikan.

Namun demikian, hal yang perlu mendapat perhatian pula, media massa pun telah mampu menunjukkan kreativitas yang tinggi dalam melahirkan kenampakkan peta yang unik, menarik dan memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikannya.

(65)

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Selaras dengan desain dan prosedur penelitian, maka tahap akhir dari penelitian ini yaitu menyampaikan kesimpulan pemikiran, yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan rekomendasi penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.

4.1 Simpul Penelitian

Berdasarkan hasil pembahasan terhadap data yang terkumpulkan dapat dikemukakan beberapa simpul penelitian.

a. Di era informasi ini, banyak media massa yang sudah berusaha keras menggunakan peta sebagai alat bantu dalam menjelaskan berita yang akan disampaikan pada masyarakat.

b. Jenis peta yang digunakan yaitu peta khusus. Hanya saja, peta khusus yang digunakan ini, ada yang bersumber pada peta dasar yang memiliki sumber pembuatan peta yang sah, dan ada pula yang menggunakan hasil rekayasa komputer.

(66)

penyertaan komponen peta dibandingkan dengan media massa yang lainnya.

d. Hanya komponen ”judul” yang merupakan komponen peta yang senantiasa muncul di berbagai pempublikasian peta oleh media massa. Walaupun kadang-kadang, pemuatan judul peta tersebut tidak langsung pada peta, namun disertakan sebagai bagian dari isi pemberitaan tersebut.

4.2 Rekomendasi

Seiring dengan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakana beberapa rekomendasi :

a. Bagi para guru geografi, hendaknya hati-hati dalam menggunakan peta yang bersumber dari hasil publikasi media massa. Hal ini terkait dengan ketidaklengkapan penyertaan komponen peta, misalnya skala peta dan tahun pembuatan. Ketidaklengkapan komponen peta ini, potensial menyebabkan ketidakakurasian seseorang dalam membaca peta.

(67)

masalah perpetaan, sebelum melakukan analisa terhadap peta yang dipublikasikan media massa. c. Kepada pelaku, pembuat atau desain peta di media

massa, diharapkan untuk lebih memperhatikan lagi komponen-komponen utama peta. Hal ini ditujukan untuk menjaga kesalahpahaman para pembaca dalam membaca peta yang dipublikasikan.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Referensi

Bintarto, R. dan Surastopo H. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta : LP3ES.

Gardner, Howard.. 2002, Kecerdasan Majemuk: Teori dalam Praktek. Batam: Interaksara.

Gardner, Howard. 1993. Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligences. London – Fontana Press.

Gunawan, Totok., dkk. 2007. Fakta dan Konsep Geografi : Pelajaran Geografi Untuk SMA/MA. Jakarta : Inter Plus. Hestiyanto, Yusman. 2005. Geografi 1 SMA Kelas X. Jakarta :

Yudistira - Ghalia Indonesia.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning. Bandung : Mizan. Terjemahan Rahmani Astuti.

Mulyo, Bambang Nianto dan Purwadi Suhandini. 2004. Kompetensi Geografi. Solo : Tiga Serangkai.

Rahayu, Septianti, dkk. 2006. Nuansa Geografi XII. Surakarta : Widya Duta.

Sudarsono, Agus. 2007. Geografi Kontekstual Untuk SMA dan MA Kelas XII. Surakarta : Mediatama.

Sumaatmadja,Nursid. 1988. Studi Geografi : Suatu Pendekatan dan Studi Keruangan. Bandung : Alumni.

Wardiyatmoko, K. 2004. Geografi SMA. Jilid 1. Kelas X. Jakarta : Erlangga.

B. Sumber Penelitian

(69)
(70)

BIODATA

Momon Sudarma, Majalengka, 23

November 1971, adalah seorang tenaga pendidik yang penulis. Dalam perjalanan karirnya, dia termasuk pendidik yang produktif menuangkan pengalaman dan pengetahuannya dalam bentuk tulisan. Sehingga tidak mengherankan, bila dalam sejumlah tahapan perjalanan hidupnya,

melahirkan karya yang sudah

dipublikasikan.

Sebagai alumni dari Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia, diantara karya tulisnya seperti

Perihal Geografi Kesehatan” dalam Jurnal Alumni UPI (2008), “Geografi dan Pendidikan Multikultural”, (Jurnal Literat - Uninus, 2008), “Sekolah Sehat menuju pendidikan generasi unggul” (Jurnal Manajemen

Pendidikan, Universitas Negeri Malang, 2007), “Kebahagiaan Geografik” (Jurnal Geo, UPI, 2011), “Indonesia sebagai peristiwa, fakta dan nilai” (Makalah pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IGI, 2013,

UNLAM). “Model-Model Pembelajaran Geografi” (Jogjakarta : Ombak,

2015)

Kemudian melanjutkan pendidikan ke Program Sosiologi Antropologi Universitas Padjadjaran, lulus tahun 2007. Dari pengalaman dan

kompetensinya ini, melahirkan karya “Sosiologi untuk Kesehatan

(Medika Salemba, 2008), “Antropologi Komunikasi” (Mitra Wacana

(71)

Karir pekerjaan yang kini ditekuni, yaitu sebagai tenaga pengajar Geografi di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bandung. Di luar itu, aktif sebagai pengajar Sosiologi di STIKES Aisyiyah Bandung, dan STIKOM Bandung. Sehubungan dengan profesinya sebagai tenaga pendidik, melahirkan karya “Profesi Guru” (Rajagrafindo, 2013), dan

“Mengembangkan Keterampilan Berfikir Kreatif” (Rajagrafindo, 2013).

Kemahirwacanaan (bersama M. Rakhmat, Pustaka Latifah, 2009),

Sekolah Kita pun Berhak Maju (bersama Jajang W. Mahri, Bandung : Rizqi, 2011).

Putra asli dari Kabupaten Majalengka ini, pernah menjadi tenaga honorer di lingkungan Pemda Provinsi Jawa Barat sebagai speechwriter

(penulis sambutan). Pengalamannya kemudian dituangkan karya berjudul Menjadi Speechwriter Profesional (Nuansa, 2006). Kini tinggal di Bandung, dengan istri tercinta, Winda, dan dua orang putranya, yakni Iqbal Fadhil Tresnadarma, dan Muhammad Aidil Fathir Sudarma.

Curhatan mingguannya bisa ditemukan di blog, yaitu (a) http://dede.wordpress.com, dan (b)

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Pendapat Mengenai
Gambar 2.1 Alur Riset Penampakan Peta di Media Massa
TABEL 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian belum ada yang meneliti akan pentingnya karakterisasi lima isolat cendawan endofit tanaman padi sebagai agen antagonis Pyricularia oryzae, oleh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis hubungan karakteristik, pengetahuan dan motivasi dengan penerapan surgical safety checklist perawat

Tujuan dari pengendalian gulma di gawangan antara lain dapat mengurangi kompetisi antara gulma dengan kelapa sawit, memudahkan kontrol kegiatan kebun dan menekan

Fungsi majas menghaluskan dalam lirik lagu Dewa 19 album Bintang Lima yaitu ungkapan yang ingin disampaikan dalam lirik lagu, kalimat yang kasar dihaluskan dengan

Bahasa pengantar di sekolah rendah Inggeris telah ditukar kepada bahasa kebangsaan Penubuhan Universiti Kebangsaan Malaysia 1977 Pada tahun 1982, Bahasa Melayu menjadi bahasa

Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk menguji efektivitas daya bunuh dari produk pembersih lantai yang digunakan oleh masyarakat Indonesia terhadap bakteri

orang Papua. Tawaran dialog per- lu segera disambut dengan lang- kah-langkah konkret, dibarengi dengan penegakkan hukum dan penanganan berkas-berkas kasus

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Inverse Distance Weighting (IDW) untuk model logam berat pada biota yang telah dicoba nilai Root Mean Square