KARYA TULIS ILMIAH
ARTI PENTING PENGELOLAAN
KAWASAN PERBATASAN DALAM
UPAYA PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA
TIMUR
Oleh
ERLINDA MATONDANG
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ilmiah dengan judul Arti Penting Pengelolaan Kawasan
Perbatasan dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Nusa Tenggara
Timur yang ditulis oleh:
Nama : Erlinda Matondang
NIM : 09430025
Telah disahkan pada tanggal 20 Februari 2013.
Surakarta, 20 Februari 2013
Dosen Pembimbing
Dra. Christy Damayanti, M.Si NIP. 19630430 198901 2 001
Pengusul
Erlinda Matondang NIM. 09430025
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Slamet Riyadi
iii
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan rasa puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa karena atas berkah dan rahmat-Nya, penulisan karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk meninjau tingkat kepentingan pengelolan kawasan perbatasan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu, penulisan karya tulis juga bertujuan untuk menyampaikan sejumlah gagasan praktis penulis yang dapat dijadikan solusi dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan terkait.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penulisan karya tulis ini. Dukungan dan bantuan yang diberikan, baik berupa pemikiran maupun doa dan semangat, merupakan hal yang sangat berarti untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk dijadikan sebagai bahan koreksi dan perbaikan di penulisan karya-karya berikutnya.
Demikian yang dapat disampaikan oleh penulis. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, terutama Indonesia.
Surakarta, 20 Februari 2013
Penulis
iv
D. Manfaat Penulisan ... 3
1. Untuk Penulis ... 3
2. Untuk Pembaca ... 3
3. Untuk Kalangan Akademisi ... 4
4. Untuk Pemerintah ... 4
BAB II TELAAH PUSTAKA ... 5
A. Dasar Teori ... 5
1. Peraturan Terkait Pengelolaan Kawasan Perbatasan ... 5
2. Konsep Kemiskinan ... 7
B. Kerangka Pemikiran ... 9
C. Solusi Terdahulu ...10
BAB III METODE PENELITIAN ...12
A. Metode Pengumpulan Data ...12
B. Metode Analisis dan Sintesis Data ...13
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS ...14
A. Kawasan Perbatasan di Nusa Tenggara Timur ...14
1. Kabupaten Belu ...15
2. Kabupaten TTU ...16
3. Kabupaten Kupang ...17
B. Perkembangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur ...17
C. Arti Penting Pengelolaan Kawasan Perbatasan dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur ...20
BAB V PENUTUP ...23
A. Kesimpulan ...23
B. Saran ...24
v
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Pemikiran Keterkaitan Pengelolaan Kawasan Perbatasan
vi RINGKASAN
Kawasan perbatasan merupakan wilayah yang sangat krusial untuk Indonesia. Hal tersebut yang membuat pengelolaannya dilakukan oleh lembaga khusus, yaitu Badan Pengelola Perbatasan. Namun, pengelolaan kawasan perbatasan masih belum mendapatkan hasil yang optimal. Berbagai permasalahan sosial dan ekonomi masih mewarnai kehidupan warga di kawasan perbatasan. Salah satunya adalah permasalahan kemiskinan.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan darat dengan negara lain. Kawasan perbatasan di NTT masih sangat memprihatinkan. Tingkat kemiskinan yang tinggi di makroekonomi NTT juga meliputi kawasan perbatasan yang terletak di Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Oleh karena itu, penanggulangan kemiskinan merupakan agenda utama dari Pemerintah Provinsi NTT.
Pengelolaan di kawasan perbatasan yang dilakukan oleh lembaga khusus dengan anggaran yang lebih besar seharusnya memberikan dampak yang positif ke seluruh wilayah Provinsi NTT. Salah satu dampak positifnya adalah perekonomian makroekonomi NTT yang membaik karena peningkatan kesejahteraan di kawasan perbatasan, yang pada umumnya memunyai tingkat kemiskinan yang tinggi.
Berdasarkan fakta dan pendapat tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui arti penting pengelolaan kawasan perbatasan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di NTT. Tidak sebatas membahas kebenaran pendapat yang telah disampaikan di atas, tetapi juga untuk mengetahui dampak positif lain yang mungkin terjadi di wilayah di luar kawasan perbatasan di Provinsi NTT. Oleh karena itu, penulis merumuskan permasalahan ke dalam satu pertanyaan, yaitu apakah arti penting pengelolaan kawasan perbatasan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di NTT?
vii
digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan metode studi pustaka. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini merupakan data yang diterbitkan oleh pemerintah, lembaga sosial atau individu tertentu. Pengumpulan data sekunder itu juga sudah memenuhi kriteria reliabilitas, kesesuaian dan kelengkapan data. Data sekunder yang sudah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Sehingga setiap data yang berupa angka tidak akan diolah kembali, tetapi hanya digunakan untuk menjadi pendukung analisis.
Berdasarkan analisis penulis, pengelolaan kawasan perbatasan memunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan di NTT. Pengelolaan Kabupaten Belu, TTU dan Kupang yang optimal akan mendorong perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu, hasil pengelolaan kawasan perbatasan tersebut memunyai peluang untuk didistribusikan secara luas, baik melalui interaksi langsung antarmasyarakat maupun tidak.
Distribusi hasil pengelolaan kawasan perbatasan tersebut dapat mendorong produktivitas masyarakat. Peningkatan produktivitas masyarakat tersebut akan mendorong daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli masyarakat tersebut akan memutar roda perekonomian dengan lebih cepat. Sehingga perekonomian NTT akan semakin membaik dan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Pemenuhan kebutuhan hidup minimum ini merupakan salah satu indikator dari pengurangan angka kemiskinan. Sehingga dapat dikatakan, secara tidak langsung, pengelolaan kawasan perbatasan dapat mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan di NTT.
viii
penurunan angka kemiskinan. Ketiga kabupaten di NTT yang memunyai kawasan perbatasan memunyai angka kemiskinan yang tinggi. Jika angka kemiskinan menurun dan kesejahteraan meningkat, maka makroekonomi NTT akan menunjukkan perbaikan. Perbaikan makroekonomi tersebut akan mempermudah NTT dalam mengembangkan potensinya.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan perbatasan memunyai nilai strategis dan penting dalam mempertahankan kedaulatan negara. Untuk itu, terdapat beberapa peraturan khusus yang mengatur mengenai pengelolaan kawasan perbatasan. Salah satunya adalah Undang-undang (UU) No. 43 Tahun 2008 mengenai Wilayah Negara. Di dalam UU tersebut dinyatakan bahwa kawasan perbatasan dikelola oleh badan khusus yang dibentuk pemerintah melalui perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, untuk membangun kawasan perbatasan, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota diwajibkan membuat anggaran khusus. Sehingga berbagai program kerja yang dilaksanakan oleh badan pengelola kawasan perbatasan memunyai anggaran khusus yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Namun, sistem pengelolaan dan anggaran khusus yang diberikan pemerintah untuk daerah perbatasan masih belum memberikan hasil yang maksimal. Berbagai permasalahan masih ditemui di kawasan perbatasan. Salah satu permasalahan dalam masyarakat di kawasan perbatasan adalah kemiskinan.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan darat dengan Timor Leste. Dengan kata lain, NTT memunyai kawasan perbatasan. Kabupaten di NTT yang berbatasan dengan Timur Leste adalah Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang.
perdesaan dan perkotaan yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.
NTT menempati posisi kelima untuk provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, setelah Papua, Papua Barat, Maluku dan Gorontalo. Kemiskinan yang berada di NTT tersebar di seluruh kabupaten/kota. Dalam data tingkat kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, Kabupaten Belu dan Kupang merupakan dua dari lima daerah di NTT yang memunyai angka kemiskinan paling tinggi.
Sebagai provinsi yang memunyai kawasan perbatasan, NTT mendapat kewajiban untuk menetapkan anggaran khusus untuk pengelolaan. NTT juga berhak untuk mendapatkan anggaran khusus dari pemerintah pusat untuk pengelolaan kawasan perbatasan. Selain itu, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di NTT mendapatkan bantuan kinerja pengelolaan dari Badan Pengelola yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan perbatasan mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah.
Pengelolaan di kawasan perbatasan yang dilakukan dengan upaya dan anggaran khusus, seharusnya memberikan dampak ke seluruh wilayah Provinsi NTT, termasuk ke makroekonominya dan berbagai hal yang sedang diupayakan penyelesaiannya, termasuk kemiskinan. Dengan kata lain, pengelolaan kawasan perbatasan akan memberikan pengaruh kepada upaya penanggulangan kemiskinan NTT.
Hal tersebut yang menarik perhatian penulis untuk membahas peranan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di NTT dalam karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, karya tulis
ilmiah ini diberi judul Arti Penting Pengelolaan Kawasan Perbatasan dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur .
B. Rumusan Masalah
3
arti penting pengelolaan kawasan perbatasan dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT?
C. Tujuan Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan kawasan perbatasan di NTT. 2. Untuk mengetahui tingkat kemiskinan dan upaya penanggulangan yang
sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah NTT.
3. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengelolaan kawasan perbatasan dengan upaya pengentasan kemiskinan di NTT.
4. Untuk mengetahui tingkat kepentingan pengelolaan kawasan perbatasan dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT.
5. Untuk mencari solusi permasalahan kemiskinan dan optimalisasi pengelolaan kawasan perbatasan di NTT.
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk Penulis
Penulisan karya tulis ini merupakan salah satu bagian dari pengembangan kemampuan penulis dalam mengembangkan dan mengimplementasikan keilmuannya untuk membangun Indonesia. Selain itu, penulisan karya tulis ini juga diharapkan dapat meningkatkan jiwa sosial penulis pada kondisi masyarakat yang berada di wilayah lain di dari Indonesia.
2. Untuk Pembaca
3. Untuk Kalangan Akademisi
Karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan diskusi mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, penanggulangan kemiskinan serta undang-undang terkait otonomi daerah dan pemerintah daerah. Sehingga karya tulis ini dapat dijadikan literatur tambahan dalam forum diskusi.
4. Untuk Pemerintah
5 BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Peraturan Terkait Pengelolaan Kawasan Perbatasan
Dalam pasal 1 ayat (6) UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, kawasan perbatasan merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah darat Indonesia dengan negara lain. Kawasan perbatasan dihitung dari garis batas wilayah hingga ke tingkat kecamatan setempat. Sehingga perbatasan laut tidak termasuk dalam kawasan perbatasan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, kawasan perbatasan Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Kalimantan, Papua dan Pulau Timor (Nusa Tenggara Timur/NTT). Di sebelah utara pulau Kalimantan, Indonesia berbatasan dengan Malaysia. Di sebelah timur Papua, Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini. Di NTT, Indonesia berbatasan langsung dengan negara yang sebelumnya merupakan bagian Timor Leste.
Kawasan perbatasan memunyai nilai strategis dalam menjaga keutuhan negara sehingga pengelolaannya dilakukan secara khusus oleh pemerintah. Dalam pasal 1 ayat (11) UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan perbatasan merupakan kewenangan badan pengelola yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam mengelola kawasan perbatasan, badan pengelola memunyai tugas untuk menetapkan kebijakan program pembangunan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasi pelaksanaan program dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan. Sedangkan pelaksana teknis pembangunan dilakukan oleh instansi teknis terkait.
Peraturan Presiden, sedangkan Badan Pengelola Daerah diatur oleh Peraturan Daerah.
Walaupun badan pengelola sudah diberi kewenangan oleh undang-undang, pemerintah pusat dan daerah masih memunyai peranan yang penting dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1a) UU No. 43 Tahun 2008, pemerintah pusat memunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan. Selain itu, pemerintah pusat juga diwajibkan untuk menetapkan biaya pembangunan kawasan perbatasan.
Sebagaimana penetapan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah merupakan pemegang wewenang dalam mengelola daerahnya, termasuk kawasan perbatasan yang berada di wilayahnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah, baik yang di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, memunyai peranan yang sangat penting dalam mengelola kawasan perbatasan.
Dalam pasal 11 ayat (1) UU No. 43 Tahun 2008, pemerintah di tingkat provinsi berwenang untuk menjalin kerjasama antar-pemerintah daerah dan/atau dengan pihak ketiga lain dalam upaya pembangunan kawasan perbatasan. Selain itu, pemerintah di tingkat provinsi juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pembangunan kawasan perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah di tingkat provinsi juga berkewajiban untuk menetapkan biaya pembangunan kawasan perbatasan. Sementara itu, pemerintah di tingkat kabupaten/kota juga memunyai wewenang yang sama dengan pemerintah di tingkat provinsi, tetapi dengan kinerja yang lebih terfokus.
7
2. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan bagian dari keamanan nasional. Kemiskinan dapat mengancam integritas negara. Oleh karena itu, berbagai studi memelajari kemiskinan dan mencari upaya penanggulangan yang tepat. (Williams, 2008:246)
Berbagai pengertian dari kemiskinan disampaikan oleh pakar dan akademisi. Definisi yang disampaikan dapat bersifat normatif dan empiris. Definisi kemiskinan yang bersifat normatif menentukan kriteria kemampuan kelompok tertentu dalam memenuhi kebutuhannya. Sedangkan definisi yang bersifat empiris menentukan kriterianya melalui penelitian. (Veit-Wilson, 2006:3)
Bank Dunia menyatakan bahwa kemiskinan adalah kekurangan atau ketidakmampuan pencapaian standar hidup secara sosial (Bellù dan Liberati, 2005:2). Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan suatu individu atau kelompok masyarakat untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasarnya (Cahyat, 2004:2).
Dalam teori ekonomi, kata kemiskinan memunyai arti yang lebih
luas. Tidak sekedar diartikan sebagai kondisi kekayaan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan, tetapi kata kemiskinan juga didefinisikan sebagai
penggambaran dari perilaku dan budaya yang mendasari perilaku ekonomi seseorang. Oleh karena itu, Harold W. Watts (t.t: 8-9) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu sifat dari situasi individu yang melebihi karakternya atau perilaku pada umumnya dalam melakukan tindakan ekonomi. Dengan kata lain, seseorang yang melakukan transaksi pasar secara terpaksa merupakan salah satu bentuk kemiskinan.
disimpulkan bahwa indikator utama dari kemiskinan adalah tingkat pendapatan suatu individu atau kelompok (rumah tangga).
Berbagai pakar dan lembaga terkait menetapkan indikator yang berbeda mengenai kemiskinan. Indikator-indikator tersebut yang menjadi tolok ukur dari penentuan dan identifikasi tingkat kemiskinan dari suatu kelompok masyarakat.
Secara tradisional, kelompok masyarakat yang dinyatakan miskin dicirikan dengan gaya hidup yang sangat kekurangan, mengalami
minder dan perasaan yang buruk. Selain itu, kekurangan gizi dan
defisiensi kesehatan, pengalaman partisipasi yang minim, rumah yang tidak layak huni, lingkungan yang tidak sehat serta pemenuhan kebutuhan sosial yang kurang juga menjadi indikator dari kemiskinan. (Wilson, 2006:2)
Sementara itu, secara spesifik pada lembaga nasional tertentu, indikator tersebut tidak selalu digunakan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggolongkan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan ke dalam dua kelompok, yaitu Pra-Sejahtera (sangat miskin) dan Sejahtera I (miskin). Keluarga Pra-Sejahtera merupakan kelompok masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pengajaran agama. Sedangkan Keluarga Sejahtera I merupakan kelompok masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial dan psikologisnya, seperti pendidikan, transportasi, interaksi dengan lingkungan dan keluarga berencana. (Cahyat, 2004:4)
9
Sementara itu, Keluarga Sejahtera I belum mampu memakan daging/ikan/telur minimal satu kali dalam seminggu; belum mampu membeli satu stel pakaian baru pada setahun terakhir; memunyai penghasilan tetap; luas lantai rumah minimal 8 m2 untuk setiap penghuni;
tidak ada anggota keluarga yang buta huruf pada usia 10-60 tahun; dan mengikuti program Keluarga Berencana. (Cahyat, 2004:5)
B. Kerangka Pemikiran
Perhatikan gambar berikut!
Sumber: Diolah Penulis
Bagan 2.1. Pemikiran Keterkaitan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan mengenai pengelokaan kawasan perbatasan tertuang dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, merupakan peraturan yang bernilai strategis untuk pembangunan provinsi atau daerah yang memunyai kawasan perbatasan. Pengelolaan suatu wilayah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Hal ini dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga berbagai program pemerintah daerah dalam pembangunan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya.
Daerah yang memunyai kawasan perbatasan juga memunyai hak pengelolaan yang sama dengan wilayah lainnya. Bahkan, dengan dukungan UU No. 43 Tahun 2008, pemerintah daerah yang memunyai kawasan
perbatasan mendapat energi khusus, berupa bantuan material dan
kawasan perbatasan lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah yang memunyai kawasan perbatasan lebih baik atau permasalahan kemiskinannya dapat ditanggulangi.
C. Solusi Terdahulu
Kawasan perbatasan di NTT berada di Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Kondisi ketiga kabupaten ini masih belum menunjukkan gambaran kawasan perbatasan yang ideal. Pemasalahan mendasar yang dihadapi masyarakat di kawasan perbatasan NTT meliputi tingkat kesejahteraan yang rendah; sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, perhubungan, penerangan dan komunikasi; kerusakan lingkungan hidup karena pengalihan fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan pertambangan; permasalahan lahan sengketa dan peraturan lintas batas ilegal; serta kapasitas aparat pemerintah di tingkat kecamatan dan desa masih minim dan anggaran dana yang sangat terbatas.
Dalam buku Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia (2011:19-20) disampaikan kebijakan khusus yang ditetapkan pemerintah dalam mengelola kawasan perbatasan di NTT. Adapun kebijakan tersebut antara lain.
a. Kebijakan penyelesaian masalah pertanahan berbasis ulayat menjadi tanah yang memunyai keabsahan untuk diatur dengan legitimasi peraturan berdasarkan undang-undang pertanahan yang berlaku.
b. Kebijakan mengakomodasi aspek sosial-budaya untuk menyelesaikan sengketa batas lahan yang berkepanjangan.
c. Kebijakan affirmative action yang berkenaan dengan faktor intervensi teknologi serta dukungan modal, bibit, air dan budidaya.
11
wilayah NTT. Di bidang kesehatan, kebijakan diarahkan pada upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi, status gizi dan penanggulangan gizi buruk serta pemberantasan penyakit masyarakat, seperti frambusia, malaria serta penyakit seksual.
Peningkatan pendapatan masyarakat diarahkan melalui pengembangan kesempatan kerja dan berusaha berbasis pengelolaan sumber daya yang dikuasai oleh masyarakat. Masyarakat yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak juga mendapatkan kesempatan untuk menambah keahliannya melalui berbagai program pengembangan usaha.
12 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pengumpulan Data
Penulisan karya tulis ini menggunakan pengamatan dengan pendekatan kualitatif. Objek yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah kaitan antara pengelolaan kawasan perbatasan dengan upaya penanggulangan kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Berdasarkan objek penelitian tersebut, maka terdapat dua variabel yang akan menentukan distribusi data yang digunakan, yaitu pengelolaan kawasan perbatasan dan upaya penanggulangan kemiskinan.
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan metode studi pustaka. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh orang lain dan sudah pernah melewati proses statistik (Kothari, 2004: 95). Data sekunder terbagi ke dalam dua jenis, yaitu data yang diterbitkan dan tidak diterbitkan (Kothari, 2004: 111). Data sekunder yang digunakan dalam karya tulis ini adalah data yang diterbitkan, baik oleh pemerintah maupun lembaga atau individu tertentu.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data sekunder, yaitu reliabilitas data, kesesuaian dan kelengkapan data (Kothari, 2004: 111). Reliabilitas data mengacu pada identitas sumber data dan kualitas data yang digunakan. Sementara itu, kesesuaian dan kelengkapan data mengacu pada keterkaitan data dengan tema yang diangkat dan kapasitasnya dalam keperluan analisis.
13
B. Metode Analisis dan Sintesis Data
Analisis data dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu analisis deskriptif dan interferensial. Analisis deskriptif merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam tema yang diangkat. Sedangkan analisis interferensial merupakan teknik analisis data dengan menggunakan metode statistik. (Kothari, 2004: 130).
Karya tulis ini menggunakan hasil pengamatan yang dilakukan dengan metode kualitatif. Selain itu, karya tulis ini juga menggunakan data sekunder. Oleh karena itu, teknik analisis data yang digunakan dalam karya tulis ini adalah analisis deskriptif.
Data berupa angka yang digunakan dalam karya tulis ini tidak diolah kembali oleh penulis. Data angka yang disampaikan dalam karya tulis ini merupakan kutipan langsung dari sumber data. Data angka digunakan sebagai pendukung dari fakta-fakta lapangan yang tercantum dalam sumber data. Sehingga analisis yang digunakan dalam karya tulis ini tidak menggunakan statistik, tetapi penjelasan mendetil mengenai distribusi dari variabel yang sudah ditentukan.
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A. Kawasan Perbatasan di Nusa Tenggara Timur
Kawasan perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di tiga kabupaten, yaitu Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Kawasan perbatasan di Kabupaten Belu terletak memanjang dari utara ke selatan bagian Pulau Timor, sedangkan Kabupaten Kupang dan TTU berbatasan dengan bagian Timor Leste yang terpisah dan terletak di tengah wilayah Indonesia (enclave).
Garis batas antarnegara di NTT terletak di sembilan kecamatan, yaitu satu kecamatan di Kabupaten Kupang, tiga kecamatan di Kabupaten TTU dan lima kecamatan di Kabupaten Belu. Pintu perbatasan terdapat di setiap kecamatan, tetapi akses terbesar berada di Kabupaten Belu.
Kabupaten Belu memunyai tiga Pintu Lintas Batas (PLB) sebagai pintu masuk atau keluar dari Timor Leste (Bank Indonesia, 2012:11). Namun, pintu perbatasan yang memunyai fasilitas yang relatif lengkap dan sering digunakan sebagai lintas batas berada di Kecamatan Tasifeto Timur. Fasilitas di wilayah tersebut sudah cukup lengkap walaupun masih dalam kondisi darurat. (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011:50)
Sarana dan prasarana sosial yang dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah juga masih sangat terbatas. Sekolah dan pusat kesehatan masyarakat sudah tersedia walaupun kondisinya masih belum baik. Sarana perhubungan darat dan laut ke pintu perbatasan juga cukup baik. Sehingga akses jalan yang dapat digunakan untuk saling berkunjung relatif mudah dan cepat. (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011:50)
15
Potensi sumber daya alam yang tersedia di kawasan perbatasan NTT tidak terlalu besar. Hal tersebut ditinjau dari kondisi lahan yang kurang baik untuk pengembangan pertanian di sepanjang perbatasan. Sementara itu, hutan yang berada di kawasan ini bukan merupakan hutan produksi atau konversi. (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011:51)
Kondisi masyarakat disepanjang perbatasan, pada umumnya, tergolong miskin ataumemunyai tingkat kesejahteraan yang rendah. Sumber mata pencaharian utama masyarakat di kawasan perbatasan adalah pertanian lahan kering. Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
1. Kabupaten Belu
Menurut penilaian Bank Indonesia, Kabupaten Belu memunyai nilai strategis untuk kepentingan bisnis maupun tujuan wisata. Perkembangan perekonomian di Kabupaten Belu menunjukkan yang cukup signifikan. Bahkan, wilayah ini juga menjadi penopang perekonomian negara Timor Leste dalam memenuhi kebutuhannya. (Bank Indonesia, 2012:11)
Posisi Belu yang berada di perbatasan Indonesia-Timor Leste dan juga berada di titik silang Kabupaten Flores Timur dan TTU merupakan posisi strategis dalam pengembangan perdagangan. Hal tersebut yang digunakan oleh sebagian masyarakat Belu. Walaupun intensitas perdagangannya masih kecil, masyarakat Belu sudah melakukan kegiatan berdagang dengan Timor Leste. Sehingga sektor perdagangan dapat dikatakan sebagai salah satu potensi yang dimiliki Belu.
Selain perdagangan, pertanian juga merupakan sektor penting untuk Belu karena berkaitan dengan pengadaan bahan pangan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Belu bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengadakan pengembangan klaster budidaya padi dengan pilot project percontohan di Kecamatan Raihat, tepatnya di Desa Tohe dan Maumutin. (Bank Indonesia, 2012:12)
pada umumnya merupakan industri rumah tangga yang padat karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia Belu memunyai keterampilan yang bernilai lebih.
2. Kabupaten TTU
Kabupaten TTU memunyai kondisi yang tidak jauh berbeda dengan Belu. Namun, secara berangsur TTU sudah tidak bergantung pada sektor pertanian. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mulai mengalami penurunan, sedangkan pekerja di sektor sekunder dan tersier terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2008, sektor pertanian menyerap 67,71% tenaga kerja di TTU, sedangkan lapangan kerja sekunder hanya 13,92% dan tersier 18,37%. Pada tahun 2009, lapangan pekerjaan primer (pertanian) TTU menyerap tenaga kerja sebesar 60,42%, sedangkan sekunder 19,83% dan tersier 19,75%. Hal tersebut menunjukkan kemajuan pola pikir masyarakat dan mendorong pembentukan lapangan kerja yang lebih beragam.
Walaupun demikian, pertanian merupakan salah satu sektor penting untuk TTU. Hal tersebut berkaitan dengan pengadaan bahan pangan untuk masyarakat di wilayahnya. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten TTU memasukkan program peningkatan pertanian ke dalam
Panca Program . Program yang dilaksanakan pemerintah daerah di
bidang pertanian memunyai misi sebagai berikut:
a. meningkatkan pemanfaatan teknologi pertanian tepat guna;
b. merevisi pola bertani yang bersifat subsisten tradisional ke pola yang berorientasi pasar;
c. penguatan kelembagaan desa; dan
17
3. Kabupaten Kupang
Kabupaten Kupang memunyai ibukota yang sama dengan ibukota Provinsi NTT. Namun, sebagai bagian dari kawasan perbatasan, perkembangan Kabupaten Kupang masih berada di bawah Belu dan TTU. Walaupun lahan Kabupaten Kupang lebih luas dibandingkan dengan Belu dan TTU, hasil alam yang dimilikinya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat.
Kabupaten Kupang tidak memunyai potensi yang cukup besar di bidang agraria. Penanaman padi di Kabupaten Kupang yang mencapai 13.135 hektar, jumlah terbesar di antara kawasan perbatasan lainnya di NTT, hanya menghasilkan 28,54 kuintal/hektar lahan. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan hasil tanam padi di TTU dan Belu yang memunyai lahan yang lebih kecil.
Namun, Kabupaten Kupang memunyai potensi di bidang peternakan dan perikanan. Pengusaha di bidang perikanan yang berada di Kabupaten Kupang merupakan potensi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan. Kabupaten Kupang yang menjadi wilayah dengan populasi dan peternakan sapi terbesar di NTT dapat dikembangkan dan menghasilkan hasil optimal jika dikelola dengan baik.
B. Perkembangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur
Indonesia menunjukkan pergerakan perekonomian makro yang positif sejak memasuki tahun 2000. Perekonomian Indonesia terus mengalami kemajuan yang pesat hingga dinobatkan sebagai negara ekonomi terbaik ketiga di dunia pada masa krisis global. Penobatan Indonesia sebagai negara ekonomi terbaik ketiga di dunia pada krisis global pada tahun 2008 didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif.
kemiskinan ini lebih banyak terjadi di wilayah perdesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23%, menurun menjadi 8,78% pada Maret 2012. Sedangkan di daerah perdesaan jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 mencapai 15,72% dan menurun hingga 15,12% pada Maret 2012. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 0,45% sedangkan di perdesaan mencapai 0,60%. (Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XV, 2 Juli 2012)
Pada umumnya kemiskinan di perkotaan disebabkan oleh harga perumahan yang tinggi. Sedangkan kemiskinan di daerah pedesaan didorong oleh kelangkaan bahan pangan. Sehingga indikator utama kemiskinan di perkotaan adalah pemukiman. Indikator kemiskinan di perdesaan adalah kemampuan memenuhi kebutuhan pangan.
Angka kemiskinan di Indonesia semakin menurun. Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 28,59 juta orang (11,66%), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30%). Penurunan angka kemiskinan di daerah perkotaan mencapai 0,18%, sedangkan di perdesaan 0,42% jika dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2012. (Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013)
Penurunan tingkat kemiskinan di tingkat provinsi juga terjadi di NTT. Pada September 2012, jumlah penduduk miskin di NTT sebesar 20,41%, mengalami penurunan sebesar 0,07% dari 20,48% pada September 2011. Walaupun secara regional mengalami penurunan angka kemiskinan, data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan.
Penurunan jumlah penduduk miskin di NTT juga terjadi dari tahun 2009. Dalam data yang disampaikan oleh BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 tercatat sebesar 1.014,1 ribu orang atau sebesar 23,03%. Sedangkan pada September 2011, jumlah penduduk miskin di NTT sebesar 986,50 ribu orang atau 20,48%.
19
Manggarai, Kupang dan Belu. Sementara itu, data penduduk miskin menunjukkan bahwa kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Timor Tengah Selatan (TTS), Kupang, Sumba Barat Daya, Belu dan Sumba Timur.
Kabupaten Kupang dan Belu merupakan wilayah yang memiliki kawasan perbatasan. Dana yang diberikan oleh pemerintah pusat dan provinsi serta berbagai program yang dilaksanakan oleh lembaga masyarakat non-pemerintah seharusnya dapat memperbaiki kondisi di wilayah tersebut. Sehingga Kabupaten Kupang dan Belu dapat terlepas dari masalah kemiskinan.
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, Pemerintah Provinsi NTT membentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2009-2013. Penanggulangan kemiskinan merupakan upaya lintas sektor dan kewenangan. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan merupakan program lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Prioritas dalam program tersebut antara lain.
a. Program – program terkait Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS).
b. Program terkait ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. c. Program terkait pengembangan kelembagaan agribisnis. d. Program terkait pengembangan industri non pertanian. e. Program terkait revitalisasi institusi ekonomi.
f. Program terkait peningkatan derajat kesehatan masyarakat. g. Program terkait peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. h. Program terkait penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. i. Program terkait pendidikan non formal.
j. Program terkait peningkatan kualitas angkatan kerja, penciptaan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja.
Sementara itu, program untuk pembangunan infrastruktur berupa: a. pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana dan fasilitas
perhubungan (termasuk jalan dan jembatan);
b. pembangunan dan pengembangan energi listrik dan mineral; dan c. pembangunan infrastruktur pedesaan.
C. Arti Penting Pengelolaan Kawasan Perbatasan dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur
Permasalahan sosial dan ekonomi kerapkali melanda wilayah perbatasan Indonesia. Salah satunya adalah kawasan perbatasan di NTT. Provinsi NTT memunyai angka kemiskinan yang tinggi. Tidak hanya di kawasan perbatasan, tetapi juga wilayah lainnya. Sehingga permasalahan kemiskinan di seluruh wilayah NTT, termasuk kawasan perbatasan, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.
Namun, di dalam UU No. 43 Tahun 2008, dijelaskan tugas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Selain itu, pemerintah juga membentuk badan pengelola perbatasan. Pembentukan badan pengelola perbatasan ini bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan.
Pada dasarnya tugas badan pengelola perbatasan hanya sebatas pembentuk dan pelaksana program pembangunan, sedangkan pemerintah memunyai tugas sebagai pengawas dan penyedia dana. Jika dilihat dari faktanya, pemerintah Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, belum mampu menyediakan dana yang cukup untuk pembangunan di kawasan perbatasan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dengan pihak ketiga, terutama perusahaan tertentu. Dengan kata lain, pemerintah harus dapat menarik perhatian investor untuk menanamkan modal.
21
Selain itu, potensi di bidang industri tersebut juga dapat dikelola dengan mendorong pembentukan usaha kecil dan menengah. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan intensivitas dan efektivitas dari kerjasama yang dilakukan dengan lembaga non-pemerintah, seperti FAO, UNDP, dan lain-lain.
Pengelolaan kawasan perbatasan di NTT tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama di setiap wilayahnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan potensi wilayah di setiap kawasan perbatasan. Kabupaten Belu dengan potensi perdagangan dan pertanian, TTU dengan perindustrian dan Kupang dengan peternakan dan perikanan. Ketiga kabupaten tersebut harus mendapatkan pengelolaan dengan cara yang berbeda.
Pengelolaan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Kabupaten Belu dengan hasil pertanian dan perdagangan, TTU dengan hasil perindustrian, sedangkan Kupang dengan hasil peternakan dan perikanan. Hasil pengelolaan kawasan perbatasan dapat didistribusikan ke wilayah lainnya. Sehingga dapat dikembangkan di luar kawasan perbatasan dan dapat mendorong perbaikan ekonomi masyarakat NTT yang berada di luar kawasan perbatasan.
Sebagai contoh, potensi Kabupaten TTU di bidang perindustrian dapat dikembangkan menjadi sumber mata pencaharian utama untuk masyarakat setempat melalui pembentukan usaha kecil dan menengah. Hasil industri rumah tangga yang selama ini bersifat musiman dapat menjadi aktivitas rutin yang menguntungkan melalui penjualan ke pasar yang lebih luas, termasuk ke Timor Leste. Apalagi Kabupaten TTU memunyai pintu lintas batas ke wilayah kantong Timor Leste.
Prospek distribusi hasil pengelolaan kawasan perbatasan ditunjukkan dengan cara yang berbeda oleh Kabupaten Kupang. Kabupaten yang memunyai potensi di bidang peternakan dan perikanan ini, dapat memberi pengaruh ke wilayah lainnya yang juga bergantung pada hasil laut. Tidak hanya sebatas pada penjualan hasil laut, tetapi juga pada pengembangan kemampuan sumber daya manusianya dan kelengkapan peralatan yang dimiliki. Distribusi hasil pengelolaan kawasan perbatasan tersebut tidak hanya melalui pembelajaran secara formal, tetapi juga melalui proses imitasi yang dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan perbatasan.
Pengembangan berbagai sektor yang berawal dari upaya pengelolaan kawasan perbatasan tersebut, akan mendorong peningkatan pendapatan penduduk. Tidak hanya yang berada di Kabupaten Belu, TTU dan Kupang, tetapi juga di wilayah NTT lainnya. Sebagaimana dalam ilmu ekonomi, peningkatan pendapatan akan mendorong daya beli. Begitupula dengan peningkatan pendapatan penduduk NTT akan mendorong daya beli masyarakat. Daya beli yang meningkat akan memutar roda perekonomian NTT dengan lebih cepat, sehingga aktivitas ekonomi penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan pemerintah. Peningkatan kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum merupakan gambaran dari penurunan angka kemiskinan.
23 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Pengelolaan kawasan perbatasan melibatkan peranan pemerintah pusat, daerah dan masyarakat, sedangkan tugas pelaksana dan pembentuk program berada pada badan pengelola perbatasan, baik yang dibentuk di tingkat pusat maupun daerah.
b. Permasalahan kemiskinan masih menjadi agenda pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk diselesaikan.
c. Kawasan perbatasan di NTT berada di Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Ketiga kabupaten tersebut memunyai potensi yang berbeda-beda.
d. Pengelolaan kawasan perbatasan NTT masih belum maksimal dan memberikan hasil yang optimal.
e. Pengelolaan kawasan perbatasan yang optimal dapat memberikan dampak positif untuk wilayah NTT lainnya, baik melalui interaksi langsung maupun tidak. Dampak positif utama yang diperoleh penduduk adalah pembentukan sumber mata pencaharian baru dan peningkatan pendapatan.
f. Peningkatan pendapatan penduduk sebagai akibat dari pengelolaan kawasan perbatasan akan meningkatkan daya beli masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum tersebut menunjukkan peningkatan kualitas hidup.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan permasalahan yang disampaikan dalam bab sebelumnya dan kesimpulan yang di atas, maka penulis menyarankan beberapa upaya untuk pengelolaan kawasan perbatasan. Adapun upaya yang disarankan penulis antara lain.
a. Pembentukan hubungan kerjasama oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dengan pihak ketiga dalam membangun kawasan perbatasan, baik secara permodalan maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia.
b. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten juga dapat menjalin kerjasama dengan perusahaan tertentu atau mengundang investor untuk menanamkan modal, agar lapangan kerja dan perindustrian dapat semakin meningkat.
c. Pelaksanaan program pembangunan Provinsi NTT sebaiknya difokuskan pada kabupaten yang memunyai kawasan perbatasan.
d. Fokus pembangunan di ketiga kabupaten yang memunyai kawasan perbatasan sebaiknya dibedakan. Hal tersebut mengingat perbedaan potensi yang dimiliki setiap kabupaten.
e. Pelaksanaan sosialisasi program pembangunan dari pemerintah sebaiknya tidak sebatas pada proses yang akan dilaksanakan, tetapi juga menggambarkan dengan jelas potensi yang dimiliki daerah tersebut. Selain itu, sebaiknya dalam sosialisasi tersebut juga disertakan motivasi-motivasi dan gambaran peluang pencapaian masyarakat jika program berhasil dilaksanakan.
f. Pemerintah dan lembaga terkait sebaiknya melakukan pengawasan terhadap pengembangan hasil pembangunan di kawasan perbatasan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan program dan distribusi hasil pembangunan.
25
dan mendapatkan pengarahan dalam mengembangkan keahliannya dalam mengelola potensi tertentu.
26
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bellù, Lorenzo Giovanni dan Paolo Liberati. 2005. Impacts of Policies on Poverty The Definition of Poverty. Rome: EASYPol.
Kabupaten Belu dalam Angka 2009. 2009. Atambua: BPS Kabupaten Belu.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III-2012.
2012. Kota Kupang: Bank Indonesia.
Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia. 2011. Jakarta Selatan:
Kemitraan Partnership.
Kothari, C.R. 2004. Research Methodologies: Methods and Techniques. New Delhi: New Age International (P) Limited.
Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2010. 2010. Kota Kupang: BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. 2012.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur 2010. 2010.
Kota Kupang: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian and World Food Programme (WFP).
Rumusan Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Perbatasan di Nusa Tenggara
Timur. 2011. Jakarta Selatan: Kemitraan Partnership.
Timor Tengah Utara dalam Angka 2009. 2009. Kafemenanu: BPS Kabupaten
27
C. Majalah
Veit-Wilson, John. 2006. Poverty. New York: Routledge International Encyclopaedia of Social Policy.
Watts, Harold W. n.d. An Economic Definition of Poverty. Winconsin: The University of Winconsin.
D. Artikel
Anonim. . Profil Kemiskinan di Indonesia Maret dalam Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XV, 2 Juli 2012.
Anonim. . Profil Kemiskinan di Indonesia September dalam Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013.
Anonim. . Profil Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur September dalam Berita Resmi Statistik No. 05/01/53/Th. XVI, 2 Januari 2013.
E. Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 8
Nomor 177.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
LAMPIRAN
A. Peta Provinsi Nusa Tenggara Timur
D. Peta Kabupaten Timor Tengah Utara
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Nusa Tenggara Timur Sumber: Diolah dari data Susenas September 2011 dan September 2012
Data Keluarga Fakir Miskin dan Miskin di Nusa Tenggara Timur Tahun 2009
Sumba Timur 32.095 2.061 76,56
Kupang 58.033 0 90,03