• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan (studi kasus Kabupaten Kutai Kartanegara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan (studi kasus Kabupaten Kutai Kartanegara)"

Copied!
261
0
0

Teks penuh

(1)

KAWASAN PASCA TAMBANG BATUBARA BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Kabupaten Kutai Kartanegara)

Nurita Sinaga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang

berjudul:

Disain Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang

Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus Kabupaten Kutai Kartanegara)

adalah

karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Maret 2010

(3)

Nurita Sinaga. 2010.

Design of Policies and Management Strategy of Sustainable

Post Coal Mining Areas (Case study Kutai Kartanegara Regency). Supervised by

Santun R.P. Sitorus, Oteng Haridjaja, and Ananto K. Seta.

The general objective of this research was to design policies and management

strategies of sustainable post coal mining areas in order to improve environmental

quality, economy and social aspects of the people in Kutai Kartanegara Regency.

This objective can be further detailed into the following operational objectives : (1)

To identify the present condition of the ecological and physical factor of the

environment, (2) To identify the sustainability status of the post coal mining, (3) To

analyze the policies through identification of the needs of stakeholders in

developing post coal mining areas in the future by identifying the key factors of

sustainability and, (4) To formulate policy direction and implementation strategy of

the sustainable post coal mining area management. The general and the operational

objectives can only be justified by : (1) Analyzing the ecological and physical factors

of the environment: soil, water, and vegetation, (2) Measuring the index of the

sustainability level of the latest condition of post coal mining using ecological,

economic, and social dimensions, (3) Analyzing the policies related to coal mining in

accordance with the needs of stakeholders in order to find the key factors, and (4)

Formulating alternative direction of the policies and strategy of the implementation.

Policy implementation strategies in the management of post coal mining areas in

Kutai Kartanegara Regency should be considered as optimum and in integrated

management of post coal mining areas using the following strategic steps, through :

immediate improvement of soil fertility by conducting reclamation of the ex-coal

mining area that suits reclamation plan and agreed requirements, development of

partnership between the government and businessman in the implementation of

extension of employment/job opportunities and increasing income of the community

so that both regional economic growth and awareness of the people in taking care of

their environment through business training programs.

(4)

Nurita Sinaga. 2010.

Disain Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Pasca

Tambang Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus Kabupaten Kutai Kartanegara).

Dibimbing oleh: Santun R.P. Sitorus, Oteng Haridjaja dan Ananto K. Seta.

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara

terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5

miliar ton (sekitar 54,4 % dari seluruh total produksi batubara di Indonesia), dengan

temuan cadangan yang dapat dieksploitasi mencapai 2,4 miliar ton. Perkembangan

produksi batubara di Kalimantan Timur sejak tahun 2003 terus mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Pada tahun 2008 produksi batubara mencapai 118.853.758 ton.

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan daerah penghasil batubara di Provinsi

Kalimantan Timur. Pada tahun 2006 produksi batubara di kabupaten ini mencapai

13,21 juta metrik ton dan 15,59 juta metrik ton pada tahun 2007. Angka ini

memberikan kontribusi sekitar 12% dari total produksi batubara di Provinsi Kalimantan

Timur.

Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki masalah dalam pengelolaan kawasan

pasca tambang batubara dalam konteks kualitas lingkungan, ekonomi dan sosial.

Kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara akhirnya dinilai belum

terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan pasca tambang batubara menyebabkan

peningkatan kerusakan lahan setiap tahunnya. Kebijakan dan Strategi pengelolaan

kawasan pasca tambang batubara semestinya tetap mempertimbangkan keseimbangan

tiga dimensi utama yaitu ekologi, ekonomi dan sosial agar berkelanjutan. Untuk itu

diperlukan penelitian kebijakan dan strategi pengelolaan lingkungan kawasan pasca

tambang batubara berkelanjutan.

(5)

penelitian mencakup dua Kecamatan yaitu Kecamatan Tenggarong Seberang diwakili

areal pasca tambang batubara perusahaan PT. Kitadin, dan Kecamatan Sebulu diwakili

areal pasca tambang batubara perusahaan PT. Tanito Harum. Pemilihan kedua

kecamatan tersebut diambil secara

purposive

karena terdapat usaha pertambangan

pemegang ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ( PKP2B) dan

Kuasa Pertambangan (KP) yang paling luas wilayah pasca tambang batubaranya..

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini secara bertahap adalah:

(1) Analisis faktor fisik lingkungan (tanah, air dan vegetasi) melalui analisis

laboratorium (untuk air dan tanah) dan uji petak pengamatan untuk vegetasi, (2)

Mengukur indeks keberlanjutan dengan menggunakan

multi dimensional scaling

(MDS)

sehingga didapat nilai skor dan diketahui faktor pengungkit yang paling sensitif.

Metode ini merupakan modifikasi dari Rapfish (

multi-disciplinary rapid appraisal

technique)

untuk mengevaluasi

sustainability of fisheries

, sehingga diketahui nilai hasil

Appraisal Post Coal Mining Sustainable

= APCMS, (3) Analisis prospektif melihat

kebutuhan

stakeholder

di masa depan dengan menggabungkan faktor kunci

keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara dan faktor kunci kebutuhan

stakeholder

. Hasilnya merupakan faktor kunci utama keberlanjutan kawasan pasca

tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian disusun skenario

pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan sehingga skor

keberlanjutan meningkat, (4) Melakukan

focus group discussion

yang melibatkan

stakeholder

dalam merumuskan arahan alternatif kebijakan dan strategi

implementasinya.

Hasil analisis laboratorium tanah dan air menunjukkan bahwa terjadi penurunan

kualitas tanah dan air. Hasil pengamatan vegetasi di lapangan juga menunjukkan

penurunan pertumbuhan tanaman karena tanaman yang tumbuh secara alami tanpa

perlakuan hanya sedikit menutupi tanah, kecuali untuk kawasan pasca tambang

batubara yang sengaja ditanami tanaman (reklamasi).

Pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

yang dilakukan saat ini kurang berkelanjutan dengan skor hasil

Appraisal Post Coal

Mining Sustainable

(APCMS) 36,01 pada skala 0 – 100 dari tiga dimensi berkelanjutan

yang dianalisis yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial.

Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan

kawasan pasca tambang batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah: (1) Dimensi

ekologi yaitu erosi dan banjir, (2) Dimensi ekonomi yaitu sarana perekonomian,

aktivitas perekonomian pasca tambang batubara, status penguasaan lahan masyarakat,

serta sarana dan prasarana transportasi, (3) Dimensi sosial yaitu migrasi penduduk,

angka beban tanggungan keluarga, persepsi masyarakat terhadap pertambangan

batubara dan konflik sosial.

(6)

perluasan lapangan kerja, (2) peningkatan pendapatan masyarakat, (3) pemberdayaan

masyarakat, (4) sarana dan prasarana kawasan pasca tambang batubara, (5) pelayanan

ekonomi dan sosial, (6) keamanan yang kondusif, (7) pertumbuhan ekonomi

wilayah/kawasan, (8) kemudahan administrasi, (9) iklim usaha yang sehat, (10)

keamanan yang kondusif, (11) pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, (12)

pembangunan wilayah, dan (13) kesinambungan pengembangan usaha.

Faktor kunci utama pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, Kabupaten

Kutai Kartanegara merupakan penggabungan faktor pengungkit berkelanjutan

pengelolaan kawasan dan faktor pemenuhan kebutuhan

stakeholder

yang kemudian

dianalisis menggunakan analisis prospektif. Hasil analisis diperoleh faktor kunci utama

pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah:

(1) erosi, (2) banjir, (3) pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, (4) peningkatan

pendapatan masyarakat, (5) pemberdayaan masyarakat, dan (6) aktivitas perekonomian

pasca tambang batubara.

Skenario pengelolaan kawasan pasca tambang batubara yang optimal adalah

skenario

moderat-optimistik

dengan kondisi masa depan yaitu: erosi dan banjir yang

menurun namun belum optimal sesuai kebutuhan, pengelolaan sumberdaya alam secara

optimal meningkat namun belum optimal, peningkatan pendapatan meningkat namun

belum memadai, pemberdayaan masyarakat meningkat, dan aktivitas perekonomian

yang meningkat meskipun belum memadai. Skenario ini memberikan hasil status yang

cukup berkelanjutan dengan nilai APCMS 62,51 pada skala 0 – 100.

Kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, Kabupaten Kutai

Kartanegara berkelanjutan adalah mewujudkan keadaan menurut skenario

moderat-optimistik

. Secara operasional kebijakan ini dilakukan dengan pengelolaan perbaikan

kesuburan tanah dengan metode vegetasi sehingga pertumbuhan vegetasi optimal

sesuai kebutuhan sampai erosi dan banjir dapat diminimalkan. Hal ini memerlukan

pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, peningkatan pendapatan masyarakat,

pemberdayaan masyarakat dan aktivitas perekonomian pasca tambang batubara.

Strategi implementasi kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara,

Kabupaten Kutai Kartanegara adalah pengelolaan kawasan pasca tambang batubara

secara optimal dan terpadu dengan langkah-langkah strategis melalui (1) Perbaikan

kesuburan tanah dengan meningkatkan kualitas lahan pasca tambang batubara melalui

pelaksanaan reklamasi secara tepat sesuai dengan rencana reklamasi dan persyaratan

yang telah ditetapkan dengan pengendalian/pengawasan, (2) Pengembangan kemitraan

antara pihak pemerintah dengan pengusaha dalam pelaksanaan program perluasan

lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat sehingga pertumbuhan

ekonomi wilayah/kawasan juga meningkat melalui program pelatihan kegiatan usaha

sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat.

(7)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(8)

KAWASAN PASCA TAMBANG BATUBARA BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Kabupaten Kutai Kartanegara)

Oleh:

Nurita Sinaga

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Kutai Kartanegara)

Nama

: Nurita Sinaga

NRP

: P 062024324

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Diketahui,

Tanggal Ujian : 21 Januari 2010

Tanggal Lulus :

Disetujui:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P.Sitorus

Ketua

Dr. Ir. Oteng Haridjaja.,M.Sc

Anggota

Dr. Ir. Ananto K Seta, M.Sc

Anggota

Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

(10)

Ujian Tertutup

Dilaksanakan pada tanggal

:

17 Desember 2009

Penguji Luar Komisi

:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M. Eng

(Guru Besar Departemen TEP, Fakultas

Teknologi Pertanian, IPB)

:

2. Dr. Ir. Widiatmaka

(Staf Pengajar Departemen ITSL, Fakultas

Pertanian, IPB)

Ujian Terbuka

Dilaksanakan pada tanggal

:

21 Januari 2010

Penguji Luar Komisi

:

1. Dr. Ir. Bambang Setiawan

(Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Mineral

Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi

Sumber Daya Mineral)

:

2. Dr. Henri Bastaman, MES

(11)

Puji Tuhan, karena kasih-Nya penulis berhasil merampungkan disertasi ini,

yang merupakan syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Judul penelitian ini ialah “Disain Kebijakan dan Strategi dalam Pengelolaan Kawasan

Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan” (Studi Kasus Kabupaten Kutai

Kartanegara), dilaksanakan dari bulan April 2008 hingga Desember 2009. Hasil

analisis keberlanjutan MDS dengan menggunakan tiga dimensi (ekologi, ekonomi

dan sosial) pada kawasan lahan pasca tambang batu bara kurang berkelanjutan

sedangkan analisis kebijakan yang ada belum mengakomodir kepentingan

stakeholders

. Skenario kebijakan yang digunakan adalah skenario

moderat-optimistik

dan setelah ditemukan faktor kunci utama, nilai indeks keberlanjutan meningkat dan

arahan strategi kebijakan dapat mengakomodir kebutuhan

stakeholder

.

Disertasi ini selesai, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu

penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus,

Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Ananto K. Seta, M.Sc, selaku

pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan motivasi. Ungkapan

terimakasih juga disampaikan kepada suami, Bapak Marudut Marpaung dan juga

kedua anak saya Christian Marides Marpaung, Marlin Agustina Marpaung atas

dorongan, pengertian, dan doanya. Akhirnya terimakasih kepada kedua orang tua

penulis, Bapak Nekan Sinaga (Alm) dan Ibu Rensiana Girsang serta kelima adik

kandung (Henny Ernawati Sinaga, Junius Edison Sinaga, Dehoutman Sinaga,

Derliana Ratna Yanti Sinaga, terutama sibungsu Rosmaleni Sinaga), juga buat Tina,

kasih sayang kalian sangat berarti untuk mengingatkan betapa pentingnya

menyelesaikan studi ini. Semoga Disertasi ini bermanfaat.

Bogor,

Maret

2010

(12)

Nurita Sinaga

lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 11 September

1964, dari pasangan Bapak Nekan Sinaga (Alm) dan Ibu Rensiana Girsang, sebagai

anak sulung dari enam bersaudara.

Pendidikan formal penulis: tahun 1975 penulis tamat dari SD Ev. MPH.

Romalbest di Medan, selanjutnya pada tahun 1978 tamat dari SMP Perguruan

Teladan di Medan, dilanjutkan ke SMA Negeri 2 Medan tamat pada tahun 1982.

Kemudian pada pertengahan tahun 1982, penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada

Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen dan tamat pada tahun 1988.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor untuk program Magister Sains (S-2) di Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Perdesaan, lulus pada tahun 2002. Sejak tahun 2003

penulis menempuh pendidikan di sekolah pascasarjana Program Doktor (S-3)

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut

Pertanian Bogor.

(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan ... 9

2.2. Pasca Tambang Batubara ... 13

2.3. Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 19

2.4. Konsep Sistem, Disain Kebijakan dan Strategi ... 22

2.5. Analisis Kebijakan ... 26

2.6. Peraturan Perundang-undangan Terkait Pertambangan Batubara ... 30

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu dengan Analisis Indeks Keberlanjutan ... 49

III. METODE PENELITIAN ... 56

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

3.2. Jenis Data dan Sumber Data ... 56

3.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 56

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5. Teknik Penentuan Responden ... 67

(14)

xiii

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 81

4.1. Gambaran Umum Wilayah ... 81

4.2. Dimensi Ekologi ... 83

4.3. Dimensi Ekonomi ... 96

4.4. Dimensi Sosial ... 103

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 111

5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 111

5.2. Indeks Keberlanjutan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 161

5.3. Permasalahan dan Kebutuhan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 173

5.4. Skenario Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 179

5.5. Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 185

5.6. Disain Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 196

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 199

6.1. Kesimpulan ... 199

6.2. Saran ... 201

DAFTAR PUSTAKA ... 202

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran ... 58

2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 59 3. Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan Kimia Tanah Dari Sifat Tanah 62 4. Responden Penelitian ... 68 5. Dimensi Ekologi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan

Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 71 6. Dimensi Ekonomi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan

Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 72 7. Dimensi Sosial dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan

Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 73 8. Kategori Status Berkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang

Batubara Berdasarkan Nilai Indeks ... 76 9. Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengelolaan Kawasan Pasca

Tambang Batubara Berkelanjutan, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 79 10. Gambaran umum Kecamatan Tenggarong Seberang dan Kecamatan

Sebulu ... 81 11. Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm) Periode Tahun 1991-2006 di

Kabupaten Kutai Kartanegara ... 87 12. Kondisi Jalan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Km) Tahun 2008 ... 98 13. Kondisi Jalan di Kabupaten Kutai Kartanegara Berdasarkan Jenis

Permukaan Jalan (Km) Tahun 2008 ... 98 14. Jumlah Sertifikat Hak Atas Tanah Menurut Pendaftaran Tanah

Pertama di Kecamatan ... 99 15. Status Penguasaan Lahan Masyarakat Sekitar Tambang Batubara ... 99 16. Jumlah Koperasi di Kecamatan Sebulu, Kecamatan Tenggarong

Seberang dan Kabupaten Kutai Kartanegara ... 100 17. Banyaknya Pasar, Warung/Kedai, dan Toko di Kecamatan Sebulu ... 101 18. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Sebelum, Saat dan Sesudah

Aktivitas Pertambangan ... 102 19. Pendapatan Masyarakat Sebelum, Saat dan Sesudah Penambangan ... 103 20. Sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten Kutai Kartanegara,

(16)

xv

22. Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... 107 23. Migrasi Penduduk di Kecamatan Sebulu Tahun 2007 ... 108 24. Migrasi Penduduk di Kecamatan Tenggarong Seberang Tahun 2007 ... 109 25. Jumlah Kejadian Kejahatan yang Terjadi pada Tahun 2003-2007 ... 110 26. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Sifat Fisik Tanah (Tekstur) di PT. Kitadin ... 113 27. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Sifat Fisik Tanah

(Tekstur) di PT. Tanito Harum ... 115 28. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Reaksi Tanah

(pH tanah) di PT. Kitadin ... 117 29. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Reaksi Tanah

(pH tanah) di PT.Tanito Harum ... 118 30. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Kapasitas Tukar

Kation (KTK) di PT. Kitadin dan PT.Tanito Harum ... 120 31. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Rasio C/N di

PT. Kitadin dan PT.Tanito Harum ... 123 32. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Kadar P2O5 dan

K2O tersedia di PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum ... 128

33. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Kejenuhan Basa

dan Kejenuhan Al di PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum ... 132 34. Kelas Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 133 35. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Sifat Fisik dan

Kimia Air ... 145 36. Kategori Kelas Sifat Fisik dan Kimia Anorganik Air ... 146 37. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Keragaan Vegetasi di PT. Kitadin ... 149 38. Rona Lingkungan Hidup Awal dan Kondisi Saat Ini Keragaan Vegetasi di PT.Tanito Harum ... 150 39. Kondisi Kebijakan Saat Ini ... 160 40. Hasil Analisis Keberlanjutan untuk Beberapa Parameter Statistik ... 163 41. Hasil Analisis Monte Carlo untuk Penerapan Nilai Indeks Keberlanjutan

Mutidimensi dan Masing-Masing Dimensi pada Selang

Kepercayaan 95% ... 164 42. Kebutuhan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Pasca

(17)

xvi

Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 178 44. Prospektif Faktor Kunci dalam Pengelolaan Kawasan Pasca

Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 180 45. Definisi Masing-masing Skenario Strategi ... 181 46. Perubahan Skor Atribut Faktor untuk Skenario Terpilih ... 182 47. Perbandingan Status Keberlanjutan Pengeloaan Kawasan Pasca

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 8

2. Jalinan Antar Unsur dalam Sistem ... 10

3. Proses Transformasi Input menjadi Output ... 23

4. Diagram Pengajuan Izin Usaha Pertambangan ... 36

5. Alur Penentuan Dana Jaminan Reklamasi ... 44

6. Peta Lokasi Penelitian ... 57

7. Jarak dan Jalur Petak Pengamatan ... 66

8. Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara ... 75

9. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor dalam Sistem ... 78

10. Peta Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara... 82

11. Persentase Tumbuhan pada Areal Reklamasi Berumur Sekitar 5 Tahun ... 84

12. Persentase Tumbuhan pada Areal Non Reklamasi Berumur Sekitar 5 Tahun ... 84

13. Tumbuhan yang Cepat Tumbuh di Lahan Reklamasi Sekitar 5 Tahun ... 85

14. Tumbuhan yang Lambat Tumbuh di Lahan Non Reklamasi Sekitar 5 Tahun ... 86

15. Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara, 2007 96 16. Perkembangan PDRB tahun 2000, 2006 dan 2007 ... 97

17. Nilai Indeks Keberlanjutan Multi Dimensi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebesar 36.01. ... 161

18. Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara ... 163

19. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebesar 39,40. 165

20. Nilai Masing-masing Atribut Dimensi Ekologi ... 166

21. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebesar 34,96 167

(19)

xviii

23. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebesar 39, 09 ... 169 24. Nilai Masing-amsing Atribut Dimensi Sosial ... 170 25. Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor Pengungkit... 172 26. Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor Kebutuhan Stakeholder

dalam Pengelolan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan . 177 27. Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor Gabungan dalam

Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan ... 179 28. Nilai Indeks Keberlanjutan Multi Dimensi Pengelolaan Kawasan

Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan, Sebesar 62,51 ... 183 29. Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) Grafik Perbandingan

Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara

Saat Ini dan Hasil Skenario ... 184 30. Disain Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis Tanah ... 211

2. Sifat Fisik Tanah (Tekstur) di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 213

3. Reaksi Tanah (pH tanah) di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 215

4. Kapasitas Tukar Kation (KTK) di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 217

5. Rasio C/N di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 219

6. Kadar P2O5 dan K2O Tersedia di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 221

7. Kejenuhan Basa dan Kejenuhan Aluminum di PT. Kitadin PT.Tanito Harum ... 223

8. Hasil Analisis Kualitas Air ... 225

9. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas ... 226

10. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Baku Mutu Golongan ... 227

11. Kondisi Fisik Lingkungan Vegetasi Pasca Tambang Batubara PT. Kitadin ... 228

12. Kondisi Fisik Lingkungan Vegetasi Pasca Tambang Batubara PT. Tanito Harum ... 234

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 147

(21)

1.1. Latar Belakang

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton (sekitar 54,4 % dari seluruh total produksi batubara di Indonesia), dengan temuan cadangan yang dapat dieksploitasi mencapai 2,4 miliar ton. Perkembangan produksi batubara di Kalimantan Timur sejak tahun 2003 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2008 produksi batubara mencapai 118.853.758 ton.

Salah satu daerah penghasil batubara di Provinsi Kalimantan Timur adalah Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada tahun 2006 produksi batubara di kabupaten ini mencapai 13,21 juta metrik ton dan 15,59 juta metrik ton pada tahun 2007. Angka ini memberikan kontribusi sekitar 12% dari total produksi batubara di Provinsi Kalimantan Timur.

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki tersebut tentunya membawa dampak bagi perkembangan perekonomian, baik perekonomian regional maupun perekonomian nasional. Berdasarkan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2006 memberikan share sebesar 80,49% bagi perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara, sedangkan share pada tahun 2007 mencapai 78,35%.

Kondisi perekonomian ini tidak hanya memberikan sumber devisa bagi negara tetapi juga memberikan dampak sosial bagi penyerapan tenaga kerja. Perusahaan pertambangan dan penggalian yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2007 sebanyak 208 perusahaan atau mencapai 29,3% dari total perusahaan yang ada. Dari sejumlah perusahaan pertambangan dan penggalian tersebut pada tahun yang sama mampu menyerap 24.358 orang tenaga kerja atau 37,68% dari total tenaga kerja (BPS, Kab. Kutai Kartanegara, 2008).

(22)

desentralisasi fiskal ke daerah dengan diterbitkannya UU Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU Nomor 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan antara Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2004 bagian dana perimbangan yang diterima Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 1,93 triliun rupiah atau sekitar 97,54% dari total penerimaan. Peluang ini bagi Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan momentum penting karena dengan sumberdaya alam yang berlimpah, uang yang diperoleh dari sumber perimbangan mampu untuk menyusun APBD dengan leluasa (BPS dan BAPEDA Kutai Kartanegara, 2005).

Meskipun demikian, banyak kasus menunjukkan dampak negatif pasca penambangan batubara setelah potensi sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui tersebut habis. Potret nyata yang terjadi diantaranya adalah rusaknya lingkungan alam, rusaknya sarana dan prasarana, serta bertambahnya angka pengangguran sebagai dampak kehilangan pekerjaan, masyarakat menjadi pihak yang banyak mendapatkan dampak kerugian.

Menurut Pemerintah daerah, kebijakan investasi nasional di daerah lebih dominan ditentukan pemerintah pusat, sementara investor asing atau investor dalam negeri dipastikan menghindar bila diminta sebagai pihak yang bertanggung jawab dengan alasan bahwa secara hukum investor telah memenuhi kewajiban dengan memberikan gaji bagi karyawan, memberi dana rehabilitasi kerusakan lingkungan dan community development.

Kawasan pasca tambang batubara merupakan kawasan yang telah mengalami degradasi lingkungan dari fungsi lingkungan sebelumnya. Salah satu cara yang dilakukan dalam pemulihan menurunnya kemampuan lahan adalah melalui reklamasi. Tujuan akhir dari reklamasi adalah untuk menstabilkan permukaan tanah sambil menyediakan kondisi fisik yang menunjang agar terbentuknya kembali suatu komunitas spesies tumbuhan asli yang beragam dan sama dengan lingkungan hutan primer (Soeprapto dan Chairot, 2003).

(23)

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang pertambangan, pasal 30 menyebutkan bahwa apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya. Kepmenpertamben Nomor 1211.K/008/M.PE/1995 tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum tersarikan pula dalam pasal 29 bahwa walaupun dengan adanya jaminan dana reklamasi, pengusaha juga harus melakukan penataan (reklamasi) lahan bekas tambang.

Kegiatan konservasi perlu dilakukan sebagai upaya memacu pelaksanaan reklamasi agar sebanding dengan laju aktifitas penambangan serta untuk mengoptimalkan upaya pemulihan lingkungan bekas tambang. Kegiatan konservasi diantaranya meliputi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, konservasi tanah, dan konservasi air. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Model-model reklamasi pasca tambang batubara yang bisa ditawarkan kepada stakeholder, sampai saat ini diduga belum ada yang berpihak pada pembangunan kawasan pasca tambang batubara yang berkelanjutan dengan menganut prinsip memanfaatkan, melindungi dan melestarikan lingkungan. Sementara itu, pelaksanaan reklamasi yang dilakukan sampai saat ini sifatnya sekedar memenuhi tuntutan prosedur yaitu hanya menjadikan reklamasi sebagai bagian dari persyaratan pelaksanaan pertambangan batubara yang kebanyakan belum memadai.

(24)

sehingga dapat disusun rumusan arahan alternatif kebijakan dan strategi implementasinya bagi pengelolaan kawasan pasca tambang yang berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Pengelolaan dan pemanfaatan lahan bekas penambangan (pasca tambang batubara) meliputi aspek yang sangat luas dan kompleks. Tidak hanya meliputi aspek lingkungan hidup, namun mencakup pula aspek ekonomi dan sosial.

Proses penambangan batubara dengan membongkar bagian atas tanah (over burden) dan memindahkan batuan. Pada penambangan secara terbuka, bahan non tambang atau sisa hasil penambangan berupa batu liat, batu pasir, dan bahan tanah lapisan atas ditimbun di suatu tempat sehingga membentuk bukit-bukit yang cukup besar dan tinggi menyerupai stupa, dengan lereng/tebing cukup terjal (antara 15-20%). Timbunan ini kelak digunakan untuk menimbun kembali lubang-lubang galian bekas tambang. Luas areal penimbunan ini bisa mencapai ratusan hektar (Soekardi dan Mulyani, 1997).

Tanah bekas tambang berbeda dengan tanah yang terbentuk dan berkembang secara alami. Perbedaan ini ditandai dengan adanya sifat-sifat negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan pada saat reklamasi. Karakteristik tanah bekas tambang antara lain: kualitas fisik jelek karena berupa batuan sehingga menjadi media tumbuh yang jelek; sifat kimia yang kurang baik, termasuk di antaranya adalah kesuburan yang sangat rendah, toksisitas, dan kemasaman tinggi, kualitas hidrologi yang jelek dicirikan oleh rendahnya daya pegang air (water holding capacity), percepatan aliran permukaan (run off) dan erosi serta rendahnya kualitas biologi tanah (Haigh, 2000).

(25)

intervensi melalui kebijakan reklamasi menjadi alternatif agar degradasi kualitas lahan dapat diminimalkan.

Sudut pandang ekonomi masih memerlukan analisis manfaat-biaya untuk membandingkan antara dana yang diperoleh jika dilakukan penambangan dibandingkan keuntungan dengan melestarikan kawasan tambang. Sedangkan dari sudut pandang sosial, masyarakat setempat perlu dipertanyakan manfaat keberadaan pertambangan batubara di lokasi tempat tinggal, dan apakah lebih besar manfaatnya atau dampak negatif yang ditimbulkannya.

Hasil evaluasi lingkungan yang dilakukan oleh PT. Tanito Harum pada tahun 2005 menjelaskan bahwa terdapat dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan. Dampak positif adalah pada aspek kesempatan kerja dan berusaha serta peningkatan pendapatan sepanjang operasi penambangan berlangsung. Dampak positif ini diikuti pula dengan dampak negatif yaitu kegiatan pelepasan tenaga kerja sementara masyarakat yang belum berdaya mengembangkan usaha lainnya. Permasalahan ini menjadi berlangsung dari waktu ke waktu, dengan kondisi yang demikian para pekerja tambang batubara lebih memilih menunggu menjadi buruh kembali pada lokasi penambangan yang lain dan pada saat yang demikian angka beban tanggungan keluarga meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini dirumuskan empat permasalahan penelitian yaitu:

1. Terjadi kerusakan lingkungan pada kawasan pasca tambang batubara seperti: menurunnya kemampuan lahan, dan air menjadi bersifat asam.

2. Dimensi ekonomi dan sosial juga pada akhirnya berdampak negatif pasca tambang batubara.

3. Implementasi terhadap aturan dan kebijakan pengelolaan kawasan lahan pasca tambang batubara belum optimal dilaksanakan, atau aturan dan kebijakan yang ada sesungguhnya belum mengakomodir kebutuhan stakeholder.

(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah tersusunnya sebuah disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan untuk untuk meningkatkan kualitas lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat di Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun secara terinci tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui kondisi saat ini faktor fisik lingkungan meliputi tanah, air dan

vegetasi.

2. Mengetahui indeks keberlanjutan kondisi saat ini pasca tambang batubara, berdasarkan dimensi ekologi (fisik lingkungan), ekonomi dan sosial.

3. Mengetahui faktor kunci pengelolan kawasan pasca tambang batubara yang berkelanjutan.

4. Merumuskan arahan kebijakan dan strategi implementasi dalam pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Ilmu pengetahuan dalam bidang aplikasi pendekatan sistem pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan, agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan pengelolaan kawasan khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara.

2. Semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan kawasan pasca tambang batubara dapat memberikan alternatif dalam mengambil keputusan dengan memberi hasil yang lebih baik.

3. Pemerintah pusat maupun daerah, sebagai acuan dalam menyusun kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan dengan strategi baru berbasis kebutuhan semua pihak.

1.5. Kerangka Pemikiran

(27)

mampu mengembalikan fungsi penggunaan kawasan pasca tambang batubara untuk tujuan produktif seperti pertanian, perkebunan, hutan tanaman industri, dan juga untuk tujuan perbaikan lingkungan lainnya.

Kondisi saat ini (existing condition), penebangan liar dan pertambangan batubara merupakan kegiatan yang paling dominan memberikan dampak bagi kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang bisa dilihat dari indikasi umum yaitu terjadinya pencemaran, perubahan iklim, dan rusaknya sistem tata air. Kerusakan lingkungan ini akan diperparah adanya penambang legal yang tidak melakukan reklamasi.

Ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan dari suatu kebijakan yaitu: (1) produknya/substansinya, (2) implementasinya, dan (3) pengendaliannya. Dalam tataran operasionalnya, produk peraturan dan kebijakan yang ada mulai dari Undang-Undang, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini dapat disebabkan lemahnya substansi, atau substansi sudah memadai namun lemah dalam implementasi dan pengendaliaannya.

(28)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian

Penelitian ini adalah pengembangan dari beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara. Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah :

Membangun disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan berbasis kebutuhan stakeholder dan faktor kunci utama (erosi, banjir, pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, peningkatan pendapatan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan aktivitas perekonomian pasca tambang batubara) dengan mempertimbangkan nilai hasil Appraisal Post Coal Mining Sustainable (APCMS).

KAWASAN PASCA TAMBANGBATUBARA

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan

di masa lalu

Kondisi saat ini (Existing Condition)

™ Ekologi

™ Sosial

™ Ekonomi

- Melakukan reklamasi - Tidak melakukan reklamasi

KAWASAN PASCA TAMBANG BATUBARA

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan

di masa lalu

Kondisi saat ini (Existing Condition)

™ Ekologi

™ Sosial

™ Ekonomi

Disain Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan

- Melakukan reklamasi - Tidak melakukan reklamasi

Kawasan Pasca Tambang Batubara

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan di Masa Lalu

Kondisi saat ini (Existing Condition)

™Ekologi

™Sosial

™Ekonomi

Analisis Kebijakan : UU, PP, KEPMEN, PERDA, SK.Bupati

(Memadai/Tidak Memadai) - Substansi

- Implementasi

- Pengendalian

Status Keberlanjutan Saat ini

Faktor Kunci Pengelolaan Kawasan

(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kawasan Pasca Tambang Batubara Berkelanjutan

Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: (1) secara ekonomi layak, (2) secara sosial berkeadilan, dan (3) secara ekologi lestari. Pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi menekankan pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan (Munasinghe, 1993).

Pengelolaan sumberdaya alam secara global telah disepakati harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Pertimbangan ini akan mendukung upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Realisasinya harus memperhatikan prinsip penggunaan sumberdaya alam tidak lebih cepat dibandingkan kemampuannnya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi).

(30)

lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Aktor yang berperan dalam melakukan kebijakan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara bukan hanya sebagai aktor yang bertanggung jawab atas permasalahan atau bahkan tidak mempunyai peran tanggung jawab, tetapi juga sebagai aktor pelaku kebijakan agar kebijakan tersebut berjalan efektif. Ada 3 (tiga) aspek/faktor dan program-program kebijakan yang akan dijalankan, yaitu (1) Aspek Ekonomi, (2) Aspek Sosial, dan (3) Aspek Ekologi.

Manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan, maka konsep arahan keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat kabupaten Kutai Kartanegara. Frotjof Capra menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan adalah masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka (Susilo, 2003). Persoalan lingkungan merupakan persoalan sistemik yang seharusnya perlu dibongkar dan kemudian dirumuskan bentuk penyelamatan lingkungan secara terintegralistik. Upaya perbaikan lingkungan harus diawali dari keinginan bersama yang masuk dalam sistem secara terintegrasi dan secara komprehensif, sebagaimana logika rasional dapat dilihat dalam Gambar 2.

[image:30.612.123.499.478.683.2]

Sumber : Hadi (1995 : 24)

Gambar 2. Jalinan Antar Unsur dalam Sistem

Penanaman Modal

Sistem

ekonomi Tabungan

Sistem sosial Sistem fisik Pelayanan Kesehatan & kesejahteraan sosial Hiburan Tingkat Upah Perdagang Konstruksi Tenaga kerja Pembayaran kesejahteraan Kebudayaan Keluarga Pendidikan Kelompok sosial Individu Sekolah Kehutanan Jalan Ruang terbuka

Udara Air

(31)

Mengendalikan jalinan sistem bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain membutuhkan kerjasama yang sinergis antara masing-masing subsistem, kepercayaan juga memiliki andil sangat penting. Bisa dibayangkan jika satu sistem telah berjalan sesuai dengan fungsi, status, peran dan nilai-nilai yang mengarahkan, tetapi subsistem yang lain justru menyimpang. Keadaan yang bisa diperburuk dengan sifat sistem tersebut yang tidak pro terhadap lingkungan, dan hal ini sangat terbuka terjadi pada kawasan pasca tambang batubara.

Menurut Hermansyah (1999) proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut dapat terjamin, maka kegiatan penambangan harus ditangani secara baik dan sistematik. Penambangan batubara atau penambangan bahan galian dari perut bumi seharusnya tidak merusak lingkungan daerah yang ditambang. Pemanfaatan sumberdaya alam harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Pembangunan nasional pada dasarnya adalah usaha pengelolaan secara sadar terhadap sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia guna peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan. Arah kebijakan pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni :

a. Mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukung agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.

c. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.

(32)

e. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbukaan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang dapat balik.

Pada saat ini hasil penambangan batubara diarahkan untuk meningkatkan ketersedian sumber energi tinggi, karena batubara dijadikan energi alternatif untuk menggantikan penggunaan energi minyak bumi yang cadangannya mulai berkurang. Sebagai subsistem di dalam pembangunan nasional, maka pengadaan batubara menjadi prioritas utama untuk menjamin tersedianya energi yang cukup dalam memenuhi permintaan energi bagi industri dan masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi masalah-masalah lingkungan hidup di Indonesia maka ditempuh langkah-langkah pembinaan kependudukan dan pemukiman inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam, rehabilitasi lahan kritis, perlindungan wilayah pembangunan alam suatu ekosistem, selain itu diharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang mengatur kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam agar kelestarian manfaatnya dapat terjamin melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kekuatan dalam penegakan hukum bagi pihak pemerintah, sehingga dapat menindak para perusak lingkungan sesuai Undang Undang yang berlaku.

Kegiatan konservasi alam di Indonesia pertama kali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tahun 1982 yang diawali dengan diimplementasikannya strategi konservasi alam pada pengelolaan taman nasional (Alikodra, 1998). Strategi ini telah merubah secara total sistem pengelolaan kawasan konservasi alam Indonesia, yang sebelumnya hanya dilaksanakan atas dasar perlindungan dan pelestarian alam, kemudian disempurnakan dengan program pemanfaatannya secara lestari. IUCN, UNEP dan WWF (1991) menyatakan bahwa dasar utama strategi konservasi alam adalah perlindungan dan pelestarian SDA, dan peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, yang semuanya ini mengarah kepada terlaksananya pembangunan terlanjutkan.

(33)

inventarisasi yang akurat dan kebutuhan untuk melakukan tindakan perlindungan untuk menjamin agar sumberdaya tidak habis. Kawasan yang dilindungi, apabila dirancang dan dikelola secara tepat, akan memberi keuntungan yang lestari bagi masyarakat. Pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk di sebagian besar kawasan tropika di dunia, yang disertai tingginya kecepatan pengurasan sumberdaya alam maka kebutuhan pelaksanaan konservasi dirasakan sangat mendesak.

Kegiatan penambangan batubara berpotensi merusak lingkungan seperti penurunan produktifitas tanah dan terjadinya lahan kritis, terjadinya erosi dan sedimentasi, pencemaran air, penurunan muka air tanah, terganggunya flora dan fauna dan perubahan iklim mikro, sehingga diperlukan upaya pengendalian dan pemulihan lingkungan pada areal bekas tambang tersebut. Untuk membangun kriteria yang terukur dari keberhasilan proses rehabilitasi dapat diderivasi dari karakteristik komunitas dan ekosistem (sebagai tujuan rehabilitasi lahan bekas tambang) (Johnson dan Putwain, 1981). Rehabilitasi lahan pasca penambangan batubara merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari manajemen penambangan secara keseluruhan. Sebagian besar areal penambangan batubara terdapat di dalam kawasan hutan. Keadaan ini mengandung resiko untuk mengarahkan tujuan rehabilitasi lahan untuk menciptakan ekosistem sesuai dengan peruntukan kawasan seperti semula atau mendekati kondisi ekosistem hutan sebelum dilakukan penambangan batubara tersebut. Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi secara berkelanjutan diperlukan untuk mewujudkan tujuan rehabilitasi lahan pasca penambangan (Kustiawan, 2000).

2.2. Pasca Tambang Batubara

Pasca tambang adalah masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi, baik karena berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena dikembalikannya seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi (Kepmentamben Nomor 1211/1995).

(34)

tambang batubara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu areal yang sudah ditambang dimana kontrak perusahaan bisa sudah selesai atau belum selesai aktivitasnya di kawasan tersebut, sehingga diharapkan tanah yang sudah digali berupa kolong-kolong sudah dapat direklamasi meskipun kegiatan pertambangan masih berlangsung. Berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena dikembalikannya seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi menjadi acuan pemahaman pasca tambang batubara.

Batubara merupakan salah satu andalan utama sumber energi alternatif masyarakat Indonesia saat ini, selain minyak dan gas bumi yang sebagian besar terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Batubara merupakan salah satu sumberdaya mineral yang penting di Indonesia dan termasuk dalam golongan bahan tambang mineral organik yang dieksploitasi untuk kebutuhan sumber energi dalam negeri dan ekspor (Qomariah, 2003). Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari berbagai tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminous, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit.

Batubara memiliki peran yang cukup besar bagi penyediaan sumber energi nasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penghasilan devisa negara. Industri pertambangan batubara di Indonesia diperkirakan akan terus berkembang. Namun demikian, perkembangannya selalu diiringi dengan masalah lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. Kegiatan penambangan batubara berpotensi mencemari lingkungan dan sering aspirasi/kepentingan masyarakat sekitar penambangan kurang diperhatikan oleh penambang maupun pemerintah. Sebagai akibatnya masyarakat sekitar penambangan sering merasa dirugikan atas dampaknya terhadap kehidupan mereka (Suyartono, 2001).

(35)

Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebanyak 17 perusahaan, dan Kuasa Pertambangan (KP) sebanyak 130 perusahaan. Sejumlah potensi cadangan batubara yang tersedia di Kalimantan Timur, terdapat penambangan liar (illegal mining) di 108 titik, di Samarinda ada 36 titik, di Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari Kecamatan Samboja 60 titik dan Kecamatan Sanga-sanga 12 titik, juga terdapat stockpile kapasitas 200 ribu ton illegal, serta di Kecamatan Muara Jawa sebanyak 40.000 ton (Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Timur, 2005). Kawasan ini merupakan daerah yang sangat strategis untuk tambang illegal karena berdekatan dengan sungai besar dan laut sehingga memudahkan pengangkutan hasil curian kekayaan alam tersebut.

Kegiatan usaha di sektor pertambangan merupakan kegiatan usaha padat modal dan padat teknologi yang sarat dengan berbagai resiko, mulai dari pencarian cadangan, eksplorasi, sampai pada kegiatan eksploitasi. Resiko yang dihadapi dalam dunia usaha pertambangan antara lain resiko geologi, resiko teknologi, resiko politik dan resiko kebijakan. Semua kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan, baik langsung maupun tidak langsung, akan sangat mempengaruhi perkembangan investasi pertambangan di Indonesia. Selain itu, pemerintah sebagai penyelenggara negara yang berhak atas kebijakan pertambangan seperti royalti dan pajak/iuran tambang harus mampu memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun daerah.

Pengeksploitasian dan pemanfaatan berbagai bahan tambang secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa mekanisme keseimbangan dalam pengeksploitasiannya akan menyebabkan perubahan ekosistem dan gangguan terhadap sumberdaya alam. Kondisi ini akhirnya menimbulkan masalah lingkungan, yaitu menurunnya kualitas lingkungan hidup, produktivitas dan keanekaragaman sumberdaya alam (Djajadiningrat, 2001).

(36)

Oleh sebab itu, diperlukan perhatian yang cukup untuk mencegah dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh bahan timbunan bekas tambang. Beberapa cara yang biasa dilakukan, diantaranya adalah penggunaan teknik-teknik khusus seperti penimbunan selektif dan sistem drainase yang baik (Gautama dan Muhidin, 1992).

Pengelolaan dan pemanfaatan lahan bekas penambangan, sebenarnya meliputi aspek yang sangat luas dan kompleks, meliputi tidak hanya aspek lingkungan hidup, tetapi juga aspek sosial, ekonomi lokal, tenaga kerja, dan budaya. Tidak sedikit tempat di seluruh dunia terjadi fenomena boom-and-bust, dimana ketika muncul operasi pertambangan di suatu kawasan maka kawasan tersebut mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi yang sangat tajam sementara ketika perusahaan tambang pergi maka kawasan tersebut berubah menjadi kota-kota mati (ghost town), sedangkan upaya pengelolaan lingkungan dalam operasi pertambangan seharusnya adalah tercapainya suatu kondisi lingkungan yang aman dan stabil yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang.

Keamanan dan kestabilan lingkungan hidup dapat meliputi terjaminnya suatu kondisi lingkungan yang bebas pencemaran yang dapat mendukung keberlanjutan kehidupan dan ekosistem setempat maupun yang tercakup dalam wilayah lain yang secara tidak langsung terkena dampak operasi pertambangan itu, oleh karenanya pengelolaan lingkungan hidup, terutama pada periode pasca operasi pertambangan tidak boleh disimplifikasi hanya sebatas penanaman pohon atau reklamasi saja. Reklamasi lahan bekas tambang batubara menjadi kurang bermanfaat jika sekadar memenuhi ketentuan yang berlaku tanpa kaidah perencanaan dan penataan yang tepat. Reklamasi merupakan bagian dari rehabilitasi yang fungsinya untuk beberapan penggunaan sesuai kondisinya.

(37)

tidak beraturan dan menyebar kemana-mana, vegetasi dan spesies hewan dikawasan merupakan dua faktor lingkungan penting yang terancam keberdaannya (Holec et al. 2006).

Sumberdaya alam tanah dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi karena untuk mendapatkan mendapatkan batubara didalam tanah harus melalui mekanisme pengelupasan tanah. Vegetasi penutup lahan ditebang sebelum pengelupasan tanah dilakukan, dengan demikian fungsi tanaman sebagai penyerap air permukaan tidak berlangsung. Hal ini mengakibatkan tanah akan terangkut dari satu tempat ke tempat lainnya yang disebut dengan erosi. Kerusakan tanah juga terjadi karena pada saat pengelupasan tanah dalam proses penambangan. Lapisan tanah atas (top soil) yang kaya unsur hara ditumpuk pada suatu tempat, dan pada akhirnya oleh hujan atau angin mengalami pengurangan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Tanah yang bertekstur baik sebagai media tumbuh (liat) pada akhirnya terbawa oleh air ketempat lain yang peruntukkannya tidak spesifik lagi. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Sitorus (2003) bahwa kerusakan tanah dapat terjadi oleh: (1) Kehilangan unsur hara dan dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) Proses salinisasi, (3) Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging) dan (4) Erosi.

Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan atau menghasilkan barang atau jasa (Foth, 1998 dan Arsyad, 2000). Masalah kerusakan tanah oleh erosi di Indonesia merupakan masalah yang harus ditangani secara sungguh-sungguh (Sinukaban, 1983).

(38)

lingkungan hidup juga banyak bersumber pada kelakuan manusia yang tidak ramah lingkungan.

Sitorus (2003) mengartikan degradasi tanah adalah proses hilangnya atau berkurangnya kegunaan (utility) atau potensi kegunaan tanah dan kehilangan atau perubahan kenampakan (features) tanah yang tidak dapat diganti. Degradasi tanah adalah proses yang menguraikan fenomena yang menyebabkan menurunnya kapasitas tanah untuk mendukung suatu kehidupan (FAO, 1993). Degradasi tanah memerlukan rehabilitasi yang pilihannya dapat direklamasi untuk keperluan beberapa penggunaan, dan bisa juga direstorasi untuk dikembalikan ke bentuk penggunaan awal.

Kerusakan lahan yang selama ini sering diangkat ke permukaan lebih banyak yang disebabkan penebangan liar dan kebakaran, dan jarang sekali karena pertambangan padahal pembukaan lahan untuk kepentingan eksplorasi bahan tambang sebenarnya lebih parah keadaannya dan akan lebih banyak memerlukan teknik dan biaya dalam rehabilitasinya (Rustam, 2003).

Salah satu limbah tambang menurut Saptaningrum (2001) adalah lapisan penutup yang digali dan dipindahkan pada kegiatan pertambangan. Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan antara lain berupa: penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya longsoran tanah, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk juga perubahan iklim mikro.

(39)

2.3. Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara

Pengelolaan (management) berasal dari bahasa Italia (1561) yaitu maneggiare. Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi management yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumberdaya alam untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Terdapat empat fungsi manajemen yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) pengorganisasian (organizing), (3) pengarahan (directing), dan (4) pengevaluasian (evaluating).

George R. Terry (1977) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda yang terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumberdaya lainnya. Berbagai jenis kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.

Pengelolaan (management) digunakan dalam meminimalkan degradasi lahan, air dan vegetasi melalui rehabilitasi baik kepenggunaan awal (restorasi) maupun untuk peruntukkan lainnya (reklamasi) juga kepentingan ekonomi sosial melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian dan pengontrolan sumberdaya batubara yang dilakukan secara bersama-sama dengan stakeholder. Istilah reklamasi (reclamation) dideskripsikan sebagai proses umum dimana permukaan lahan dipulihkan untuk peruntukan lain. Reklamasi didasarkan pada prinsip-prinsip dan pemulihan ekologi secara terintegrasi disebut restorasi (restoration). Pemulihan lingkungan pada dasarnya ditujukan untuk pengembalian menuju keadaan ekosistem semula dari aspek struktur dan fungsinya. Rehabilitasi (rehabilitation) adalah istilah yang digunakan untuk proses ke depan dari pengembalian ke ekosistem semula, dengan menciptakan ekosistem alternatif menuju ekosistem aslinya melalui penggantian atau replacement (Johnson dan Tunner, 2000).

(40)

terbentuknya kembali suatu komunitas spesies tumbuhan asli yang beragam dan sama dengan lingkungan hutan primer (Soeprapto dan Chairot, 2003). Areal yang terbuka dan terganggu direklamasi secara progresif. Strategi penanaman kembali dilaksanakan untuk menstabilkan lahan terganggu dan meminimalkan erosi, karena kalau tidak demikian akan memperburuk mutu air permukaan (Soeprapto dan Chairot, 2003). Menurut Brata (2001), teknik mulsa vertikal efektif meresapkan air apabila dilakukan di setiap penggunaan lahan. Dengan demikian setiap penggunaan lahan dengan mudah meresapkan air hujan, disimpan menjadi sumber air bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian Tobing (1994) menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal lebih efektif menekan aliran permukaan dan erosi dibandingkan mulsa konvensional. Rustam (2003) menyatakan bahwa penanaman untuk rehabilitasi areal tambang memerlukan media tanam yang menguntungkan bagi tanaman dan pemilihan jenis yang benar sesuai keadaan lahan dan keinginan perusahaan. Pada lahan yang terbuka, biasanya didahului dengan menanam tanaman penutup tanah (cover crops) yang juga berfungsi sebagai pupuk hijau, sedangkan pada lahan miring yang dibuat guludan dan teras ditanam tanaman jangkar, dan pada daerah yang berdekatan dengan penduduk ditanam tanaman buah.

Pemilihan jenis tanaman dalam rehabilitasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) tanaman harus bisa tumbuh cepat sehingga bila menutup tanah dalam waktu yang tidak lama, (2) mempunyai perakaran yang lebar dan atau dalam, (3) jika ditanam pada daerah yang sering turun hujan harus mempunyai sifat mudah menguapkan air, (4) sebaliknya untuk daerah yang kering, tanaman harus dipilih yang mempunyai sifat sulit menguapkan air, (5) tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai prospek ekonomi yang baik.

(41)

Agathis (Agathis sp). Jenis tanaman yang tertua ditanam adalah Mangium, Sengon, Sungkai dan Agathis. Pada umur 2 tahunan telah mencapai tinggi dan diameter berturut-turut : 726 cm dan 104 mm (Mangium), 425 cm dan 67 mm (Sengon), 253 cm dan 54 mm (Sungkai), 158 cm dan 26 mm (Agathis). Hasil pengukuran tinggi dan diameter pada ketiga jenis lainnya adalah : Gmelina berumur 1 tahun 3 bulan : 331 cm dan 70 mm; Angsana berumur 1 tahun 10 bulan: 312 cm dan 30 mm; Mahoni berumur 5 bulan : 71 cm dan 13 mm.

Di kawasan reklamasi PT. Kitadin, persentase tumbuh tanaman Sengon yang berumur 2½ bulan, hanya mencapai 69% dengan nilai rataan tinggi ± 60 cm dan diameter ± 6 mm. Dari sejumlah tanaman yang tumbuh tersebut, terdapat lebih dari 20% semai yang tumbuh abnormal. Dengan memperhatikan hasil analisis kimia tanah dan pertumbuhan tanaman yang dicapai di lahan bekas galian tambang batubara tersebut di atas, maka pemupukan tanah, mutlak diperlukan.

Hasil penelitian Padlie (1997) di PT. Multi Harapan Utama mempelajari sifat-sifat tanah pada areal bekas penambangan batubara terbuka yang berumur 1, 4 dan 6 tahun sejak kegiatan penambangan berakhir. Meski secara partial, namun hasil penelitiannya dapat dijadikan acuan bagi perkembangan profil tanah setelah kegiatan penambangan berakhir. Pada profil tanah bekas penambangan 1 tahun batas lapisan A dan lapisan B relatif mudah dikenali, batas-batas lapisan lainnya tidak jelas. Warna tanah, pada lapisan A adalah coklat sampai coklat gelap (7,5 YR 4/2), sedangkan pada lapisan B adalah kuning kemerahan (7,5 YR 7/8). Struktur tanah hancur akibat proses penimbunan kembali tanah di blok bekas penambangan. Lapisan sub soil memiliki tekstur lempung berdebu dan lempung liat berpasir sedangkan lapisan top soil mempunyai tekstur lempung liat berpasir. Tanah bekas penambangan 1 tahun belum menunjukkan terbentuknya lapisan bahan organik baru yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang ditanam di lokasi tersebut.

(42)

dan berkembang baik pada tanah timbunan sisa galian penambangan batubara (Tala’olu et al. 1999). Menurut Sinukaban (1983) pemberian pupuk buatan atau organik, pergiliran tanaman dengan tanaman leguminosa dan menghindari pembakaran vegetasi atau sisa-sisa tanaman adalah cara-cara untuk menghindari dan memulihkan kerusakan tanah. Untuk memperbaiki sifat kimia, sifat fisik dan biologi tanah timbunan diperlukan pengelolaan dan upaya tertentu sehingga areal tanah timbunan tidak terkesan gersang dan terhindar dari bahaya ancaman erosi (Tala’olu et al., 1995).

Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari bahwa peran dari eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam yang tidak mudah untuk diperbaharui (non renewable resources) ini mesti diikuti dengan dicarikan alternatif dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), karena diperlukan waktu yang lama mengembalikan sumberdaya alam seperti keadaan semula. Intervensi melalui disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara dapat dijadikan alternatif memperpendek waktu pemulihan kawasan akibat kerusakan pada saat memanfaatkan sumberdaya alam batubara.

2.4. Konsep Sistem, Disain Kebijakan dan Strategi

Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin, 2004). Sistem menurut Hartisari (2007) adalah gugusan atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam

rangka mencapai tujuan atau gugus-gugus tujuan tertentu. Pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antara bagian. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari sistem yang meliputi kerjasama antara bagian yang interdependent satu sama lain. Pencapaian tujuan ini menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan. Sifat-sifat dasar dari suatu sistem antara lain: 1. Pencapaian tujuan

(43)

2. Kesatuan usaha

Kesatuan usaha mencerminkan suatu sifat dasar dari sistem dimana hasil keseluruhan melebihi dari jumlah bagian-bagiannya atau sering disebut konsep sinergi.

3. Keterbukaan terhadap lingkungan

Keterbukaan terhadap lingkungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau yang dinamakan equifinality atau pencapaian tujuan suatu sistem tidak mutlak harus dilakukan dengan satu cara terbaik. Tetapi pencapaian tujuan suatu sistem dapat dilakukan melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi.

4. Transformasi

Merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem. Proses transformasi diilustrasikan pada Gambar 3.

5. Hubungan antar bagian

Kaitan antara subsistem inilah yang akan memberikan analisis sistem suatu dasar pemahaman yang lebih luas.

6. Sistem ada berbagai macam antara lain sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem dengan umpan balik.

7. Mekanisme Pengendalian

Mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang memberi informasi pada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi.

Berikut ini (Gambar 3.) proses transformasi input menjadi output.

Gambar 3. Proses Transformasi Input menjadi Output

Pendekatan sistem pada dasarnya adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan

(44)

memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Menurut Eriyatno (1998), berhubung pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pikir baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem untuk dapat bekerja secara sempurna, terdiri dari beberapa unsur yaitu: metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, suatu tim yang multidisipliner, pengorganisasian, disiplin untuk bidang yang nonkuantitatif, teknik model matematik, teknik simulasi, teknik optimasi dan aplikasi komputer. Konsep sistem merupakan suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan secara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan, bisa dalam bentuk perbedaan kepentingan (conflict of interest) atau keterbatasan sumberdaya.

Sistem adalah suatu gugus atau kumpulan elemen-elemen yang saling terkait dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Manetch dan Park (1977) menyatakan bahwa suatu pendekatan sistem akan dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi: (1) tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, (2) prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riil adalah tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, (3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk dilakukan.

Pendekatan sistem, seperti dikemukakan oleh Checkland dalam Jackson (2000) merupakan pendekatan yang tidak secara langsung mereduksi faktor-faktor yang berpengaruh, tetapi lebih bersifat menyeluruh (holistik). Pendekatan yang bersifat holistik lebih memfokuskan pada hubungan atau keterkaitan antar faktor. Pendekatan sistem menggunakan model untuk mempelajari perilaku sistem yang dikaji, yang digunakan sebagai dasar perbaikan kinerja sistem tersebut.

(45)

membuat rancangan pola (Balai Pustaka, 2002). Disain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Kata benda digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, obyek nyata. Kata kerja adalah proses untuk membuat/menciptakan sebuah obyek baru. Disain adalah merancang/rancangan dari data yang telah dianalisis kedalam bentuk yang mudah dianalisis, berati disain adalah rancangan kebijakan sebagai miniatur dari keadaan yang sebenarnya.

Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain menggunakan istilah public policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah karena dianggap paling berwenang atau berkuasa mengarahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara-kota. Kata ini dalam bahasa latin kata ini menjadi politia, artinya negara, dalam bahasa Inggris kata tersebut menjadi policie yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi pemerintah (Dunn, 1999). Teori pilihan publik adalah merupakan keputusan kolektif sebagai hasil kombinasi preferensi individu melalui kelembagaan dan sistem politik yang demokratis.

(46)

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga Departemen Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa arti dasar strategi adalah taktik; strategi merupakan ilmu dan seni menggunakan semua sumberdaya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai; strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Balai Pustaka, 2002).

2.5. Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu terapan yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan. Analisis ini diperlukan dalam praktek pengambilan keputusan dengan adanya perubahan lingkungan yang kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, analisis kebijakan d

Gambar

Gambar 2. Jalinan Antar Unsur dalam Sistem
Gambar 4. Diagram Pengajuan Izin Usaha Pertambangan
Gambar 5. Alur Penentuan Dana Jaminan Reklamasi
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ekonomi di Indonesia telah didasari oleh norma-norma hukum Islam, tentu tidak ditemukan orang miskin atau paling tidak orang miskin dapat diperdayakan

17/2000 membedakan tarip dan lapisan penghasilan kena pajak untuk Adanya perubahan tarip dan lapisan penghasilan kena pajak dapat memberikan insentif bagi manajemen untuk

negeri atau bersubsidi. Calon guru juga harus berkelakuan baik dengan dibuktikan surat keterangan dari bupati. Pihak sekolah menyediakan kamus bahasa Jerman dan Inggris dengan

Kriteria penolakan sampel penelitian pendahuluan adalah anak yang menderita DA menurut kriteria Williams, sedangkan kriteria penolakan penelitian lanjutan adalah pasien

Sampel penelitian adalah pasien dengan riwayat dermatitis kontak yang telah sembuh dari gejala dermatitis kontaknya selama minimal dua minggu, tidak sedang dalam pengobatan

Jika pemerintah daerah Kota Batam ingin mengambil suatu kebijakan pada tahun 2011-2012, dengan hanya menaikan upah minimum regional sebesar 20 persen maka akan mengakibatkan

Komunikasi interpersonal antara kepala sekolah dan guru di SMK Muhammadiyah Karangmojo dilaksanakan dalam bentuk konsultasi langsung (bertatap muka) atau menggunakan media

Dalam metode ini, jenis metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif yaitu berupa uraian dengan menggunakan data-data, literatur-literatur maupun