• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalur Pengamatan Jarak antar petak sampel ± 100

3.6. Analisis Data

3.6.2. Identifikasi Indeks Keberlanjutan

Penilaian status keberlanjutan lahan pasca tambang batubara dapat menggunakan alat tools Multidimentional Scalling (MDS). Metode ini merupakan modifikasi dari Rapfish. Rapfish adalah multi-disciplinary rapid appraisal technique untuk mengevaluasi sustainability of fisheries. Keberlanjutan merupakan hal penting terkait dengan eksploitasi sumberdaya alam yang meliputi faktor ekologi, ekonomi dan sosial secara bersamaan. Perhitungan indeks keberlanjutan dari sumberdaya alam dapat dilakukan penilaiannya dengan menggunakan MDS.

Penggunaan metode MDS di Indonesia telah dilakukan oleh Fauzi dan Anna (2005) dalam menilai aspek-aspek keberlanjutan ekologi (ecologycal sustainability), keberlanjutan sosio-ekonomi (sosio-economic sustainability), keberlanjutan sosial budaya (sosio-culture sustainability) dan keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) di perairan Teluk Jakarta.

Analisis keberlanjutan terhadap lahan pasca tambang batubara dalam penelitian ini dilengkapi dengan analisis kebutuhan stakeholder, produk kebijakan atau regulasi. Metode MDS dapat menunjukkan tingkat keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara pada saat ini yang dilihat dari konsep pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan dapat didekati dari tiga dimensi yaitu ekologi, ekonomi dan sosial (Munasinghe, 1993). Mengacu pada konsep tersebut, dalam penelitian ini ditentukan pula tiga dimensi yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara.

Penilaian terhadap setiap dimensi dilakukan dengan membuat atribut penilaian yang dinilai dengan skala ordinal. Model pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan model yang telah dikembangkan dalam prikanan yaitu

model RAPFISH (Rapid Apraisal for Fisheries) yang dikembangkan oleh University of British Colombia, Canada, pada tahun 1998.

Teknik rapfish menggunakan pendekatan multi dimensional scaling (MDS), yang memetakan obyek atau titik yang diamati dalam satu ruang (Pitcher dan Preikshot, 2001) dalam Fauzi (2002). Obyek atau titik yang sama dipetakan saling berdekatan dan obyek atau titik yang berbeda dipetakan berjauhan. Teknik penentuan jarak dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dapat digambarkan sebagai berikut: d = ([X1 – X2]2 + [Y1 – Y2 ]2 + [Z1 – Z2 ]2 + ....)

Konfigurasi dari objek atau titik didalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Eucledian (dij ) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij ) seperti persamaan berikut : dij = a + bdij + e. Teknik yang digunakan untuk meregresikan dengan metoda least square adalah metoda ALSCAL.

Metoda ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (square distance = dij )

terhadap data kuadrat (titik asal = Oijk ) yang dalam tiga dimensi ditulis dalam formula S-stress sebagai berikut:

S =

( )

∑∑

= ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − m k j i i j ijk O ijk O ijk d m 1 4 2 2 2 1

Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot sebagai berikiut: d2ijk =

=

r

a 1

wia (Xia - Xja )2

Goodnes of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran S-stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai stres yang rendah menunjukan good fit, dan S yang tinggi menunjukan sebaliknya. Didalam model Rapfish yang baik memperlihatkan nilai sterss lebih kecil dari 0,25 ( S < 0,25). (Fauzi, 2002)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hasil perhitungan atau data sekunder yang tersedia, setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan ekologi, ekonomi dan sosial. Skor ini menunjukkan nilai yang “buruk” di satu ujung dan nilai “baik” di ujung yang lain (Alder et al.,2000). Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan, sebaliknya nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Diantara dua ekstrim nilai ini terdapat satu atau lebih

nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut. Jumlah peringkat pada setiap atribut ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat (Susilo, 2003).

Pemilihan dimensi dilakukan dengan acuan studi literatur tentang analisis keberlanjutan beberapa sistem yang telah dikaji yaitu sistem perikanan, sistem peternakan sapi perah, sistem pertanian jeruk dan sistem pengembangan wilayah transmigrasi yang hanya meliputi dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Pemilihan dimensi dilakukan melalui Focussed Group Discussion (FGD) sebanyak tiga kali dengan masing-masing topik bahasan, yaitu FGD untuk membangun asumsi, FGD untuk membuat kerangka dan FGD untuk memverifikasi dimensi (Eriyatno.2005/pers.com dalam Iswari 2008).

Keberlanjutan dimensi ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi. Keberlanjutan ekologi dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara melakukan reklamasi agar degradasi lahan, air dan vegetasi segera diatasi dengan rehabilitasi lahan baik dengan cara restorasi maupun reklamasi.

Tabel 5. Dimensi Ekologi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Dimensi dan Atribut

Skor Baik Buruk Kategori Pengukuran Referensi

Persentase tumbuhan 0; 1 ; 2 ; 3 ; 4 4 0 (0) Tidak ada (1) 25% tertutup (2) 50% tertutup (3) 75% tertutup (4) > 75% tertutup Hardjowigeno, 2007 Pergantian pertumbuhan tanaman 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sangat lambat (1) Lambat (2) Cepat Hardjowigeno, 2007 Banjir 0; 1 ; 2 2 0 (0) Selalu (1) Sering (2) Jarang Hardjowigeno, 2007 Ketersediaan air 0; 1 ; 2 2 0 (0) Tidak ada (1) Sedikit (2) Banyak PP No 82/ 2001 Erosi 0 ; 1 ; 2 2 0 (0) Tinggi, (1) Sedang, (2) Rendah Morgan, 1979 Kemampuan lahan

0; 1 ; 2 2 0 (0) Tidak dapat digarap

sama sekali (1) Digarap dengan perlakuan (2) Dapat digarap Sitorus, 2004 Tingkat kesuburan tanah 0; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tidak subur, (1) Kurang subur, (2) Subur (3) Sangat subur Pusat Penelitian Tanah, 1983

Atribut dimensi ekologi berkelanjutan dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah tingkat kesuburan tanah, jenis tanah, erosi, keberadaan air, banjir, pergantian pertumbuhan tanaman dan persentase tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5.

Keberlanjutan ekonomi adalah arus maksimum pendapatan yang dapat diciptakan dari aset (modal) yang minimal dengan manfaat yang optimal (Maler, 1990). Keberlanjutan dimensi ekonomi dalam pengembangan kawasan pasca tambang batubara adalah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan pasca tambang batubara dan masyarakat lokal, peningkatan ekonomi daerah, dan penyerapan tenaga kerja.

Tabel.6. Dimensi Ekonomi dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Dimensi dan Atribut

Skor Baik Buruk Keterangan

Kontribusi terhadap PDRB relatif untuk desa sekitar lokasi

0; 1 ; 2 ; 3 ;4 4 0 (0) Lebih rendah (1) Rendah (2) Sama (3) Tinggi (4) Lebih tinggi Sarana dan prasarana transportasi 0; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Buruk (1) Cukup (2) Baik (3) Sangat baik Status penguasaan lahan masyarakat 0; 1 ; 2 2 0 (0) Berkurang, (1) Tetap (2) Bertambah Sarana perekonomian 0; 1 ; 2 2 0 (0) Berkurang (1) Tetap (2) Bertambah Aktivitas perekonomian pasca tambang batubara 0; 1 ; 2 2 0 (0) Menurun (1) Tetap (2) Meningkat Mata Pencaharian masyarakat pasca tambang batubara 0; 1 ; 2 2 0 (0) Menganggur (1) Berpindah mata pencaharian (2) Tetap pada mata

pencaharian awal Pendapatan

masyarakat pasca tambang batubara dibandingkan dengan pra tambang

0; 1 ; 2 2 0 (0) Berkurang,

(1) Tetap (2) Bertambah

Keberlanjutan dimensi sosial adalah terjaganya stabilitas sistem sosial dan budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak (UNEP et al.,1991). Terkait

dengan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara, keberlanjutan dimensi sosial adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan), mencegah terjadinya berbagai konflik, menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat, terjadinya pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha, dan partisipasi masyarakat. Atribut dimensi sosial berkelanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah konflik sosial, migrasi penduduk, rasio relatif jenis kelamin, angka beban tanggungan keluarga, tatanan adat dan kebiasaan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara, serta epidemi penyakit pernafasan dan diare dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Dimensi Sosial dan Atribut Keberkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca

Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara Dimensi dan

Atribut

Skor Baik Buruk Keterangan

Epidemi penyakit pernafasan dan diare

0 ; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tinggi (1) Sedang (2) Rendah (3) Tidak terjadi Persepsi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara 0 ; 1 ; 2 ; 3 3 0 (0) Tidak bermanfaat (1) Kurang bermanfaat (2) Bermanfaat (3) Sangat bermanfaat Tatanan adat dan

kebiasaan masyarakat 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sangat berubah (1) Sedikit berubah (2) Tidak berubah Angka beban tanggungan keluarga 0; 1; 2 2 0 (0) Tinggi (1) Sedang (2) Rendah Rasio relatif Jenis

kelamin

0; 1 ; 2 2 0 (0) L/ W lebih kecil

(1) L/W sama (2) L/W lebih besar

Migrasi penduduk 0; 1 ; 2 2 0 (0) Tinggi

(1) Sedang (2) Rendah

Konflik sosial 0; 1 ; 2 2 0 (0) Sering

(1) Jarang (2) Tidak pernah

Pembuatan peringkat disusun berdasarkan urutan nilai terkecil ke nilai terbesar baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan bukan berdasarkan urutan nilai terburuk ke yang terbaik. Untuk selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dinalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengelolaan kawasan pasca

tambang batubara yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” (good) dan titik “buruk” (bad). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinansi.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapfish adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan perikanan berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi dan sosial, hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan MDS.

Prosedur analisis MDS dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Analisis data kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai

Kartanegara melalui data kondisi saat ini ekologi (fisik-lingkungan), ekonomi dan sosial; data statistik; studi literatur juga pengamatan di lapangan.

2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur.

3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi

dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma.

4. Melakukan “rotasi” untuk menentukan posisi pada ordinasi “bad” dan “good” dengan Excell dan Visual Basic. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25).

5. Melakukan sensitivity analysis dan Monte Carlo Analysis untuk

memperhitungkan aspek ketidakpastian.

Tahap proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk

memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai skor 0% dan titik ekstrim “baik” diberi skor nilai 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada di antara dua titik ekstrem tersebut. Nilai inilah yang merupakan nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara yang dilakukan saat ini.

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud, dalam penelitian ini digunakan tiga dimensi, hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Layang-Layang (Kite Diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara

Skala indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pasca tambang batubara mempunyai interval 0% - 100%. Jika sistem pengelolaan yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 75% maka pengelolaan kawasan pasca tambang batubara tersebut masuk dalam kategori berkelanjutan (sustainable) dan sebaliknya jika kurang dari 75% masuk kategori cukup berkelanjutan, kurang dari

20,0 40,0 60,0 80,0 100 EKONOMI SOSIAL EKOLOGI

50% kategori kurang berkelanjutan, dan kurang dari 25% tidak berkelanjutan. Kategori status keberlanjutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tahap selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu-X atau skala keberlanjutan (Alder et al. 2000). Semakin besar nilai perubahan RMS dimensi akibat hilangnya suatu atribut dimensi tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai indeks keberlanjutan kawasan pasca tambang batubara pada skala sustainabilitas, makin sensitif atribut tersebut.

Tabel 8. Kategori Status Berkelanjutan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara Berdasarkan Nilai Indeks

Nilai IKKPTBB Kategori

0 - 25 Tidak berkelanjutan

>25 - 50 Kurang berkelanjutan

>50 - 75 Cukup berkelanjutan

>75 – 100 Berkelanjutan

Analisis “Monte Carlo” digunakan untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut Kavanagh (2001) analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari:

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut.

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi).

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data). 5. Tingginya nilai “stress” hasil analisis keberlanjutan.

Kecukupan jumlah atribut dari seluruh dimensi dalam penelitian di lapangan menggunakan metode MDS. Terdapat dua parameter statistik untuk

menilai kualitas hasil analisis tersebut. Pertama disebut nilai “stress” dan kedua adalah koefisien determinasi, biasanya ditulis dengan lambang huruf R2, keduanya dinilai untuk setiap dimensi dan multidimensi. Makin kecil nilai “stress” tidak melebihi angka < 25%, dan makin besar nilai koefisien determinasi R2 yang mendekati nilai satu (1) dikatakan analisis dengan metode MDS adalah kualitas bagus (Fisheries.com 1999).