• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalur Pengamatan Jarak antar petak sampel ± 100

4.2. Dimensi Ekologi

4.2.4. Banjir dan Erosi

Letak geografis dari sekitar 220 desa/kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara, sebanyak 12,73% merupakan daerah pesisir yang langsung berbatasan dengan laut (Selat Makasar). Desa/kelurahan pesisir ini berada di 6 kecamatan yaitu kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sanga-sanga, Anggana, Muara Badak serta Marang Kayu, sedangkan selebihnya yaitu 192 desa/kelurahan bukan merupakan daerah pesisir arau tepi laut. Namun pada umumnya desa/kelurahan tersebut berada di daerah aliran sungai (DAS), lereng/ punggung bukit dan daerah dataran.

Banjir adalah meluapnya air dari badan-badan sungai sehingga menggenangi lahan. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh topografi secara alami, sehingga semua air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir menuju ke suatu lokasi pembuangan (outlet). Siklus air dan distribusi air hujan yang sampai di permukaan bumi menurut Robinson dan Sivapalan (1996) dalam Hakim (2008) merupakan proses perubahan air hujan menjadi aliran permukaan dan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: (1) fungsi produksi DAS yaitu perubahan dari curah hujan bruto (total jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebelum terjadinya intersepsi dan infiltrasi) menjadi curah hujan netto (curah hujan sisa, yaitu jumlah air hujan yang mengalir melalui jaringan hidrologi setelah terjadinya proses intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah jenuh), dan (2) fungsi transfer DAS yaitu perubahan dari curah hujan netto menjadi aliran permukaan langsung.

Intersepsi merupakan proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer

atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan dan atau jika melebihi kapasitas simpan vegetasi, air hujan tersebut akan mengalir ke permukaan tanah. Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan terjadi secara vertikal, serta merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari siklus air dalam menyerap, menampung, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh diatasnya.

Secara umum besarnya kapasitas infiltrasi tanah mempunyai peranan yang sangat besar dalam menurunkan besarnya debit aliran permukaan tanah dibandingkan parameter lainnya, seperti intersepsi tanaman. Menurut Arsyad (2000) laju infiltrasi merupakan banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah, sedangkan laju maksimum air dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi.

Menurut Hakim (2008), untuk menduga banjir, maka ada dua besaran (magnitude) penting yang harus dikomputasi secara akurat dalam analisis banjir, yaitu: debit puncak (peak discharge) dan waktu menuju debit puncak (time to peak discharge). Pemodelan banjir ini didasarkan pada dua bagian, yaitu: (1) pemodelan fungsi produksi (perhitungan curah hujan efektif dari curah hujan bruto), dan (2) pemodelan fungsi transfer (simulasi debit aliran permukaan).

Banjir dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain (1) jenis penggunaan lahan, (2) curah hujan, (3) tingkat infiltrasi air, dan (4) tingkat intersepsi air. Menurut Hakim (2008) menyebutkan bahwa alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi lahan terbuka berdampak terhadap peningkatan intensitas banjir.

Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki 4 (empat) jenis perairan yaitu sungai, danau, rawa dan laut. Sungai Mahakam merupakan sungai induk dan sungai yang terpanjang, dengan panjang sekitar 920 Kilometer. Sungai ini masih sangat berperan sebagai urat nadi transportasi terutama untuk menuju Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai, serta sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Cabang-cabang sungai Mahakam sangat banyak dan salah satu diantaranya adalah sungai Belayan yang bermuara di Kecamatan Kota Bangun. Anak sungai Mahakam ini merupakan sarana transportasi utama menuju Kecamatan Kenohan, Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Tabang. Jumlah sungai yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara sekitar 31 buah.

Hakim (2008) yang melakukan model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur menyebutkan bahwa tingkat infiltrasi pada periode 14-17 Oktober 2003 sebesar 59,73 mm dan pada periode 25-28 Maret 2006 sebesar 35,18 mm. Berdasarkan Tabel 11 dan hasil analisis Hakim (2008) dapat diprediksikan bahwa jumlah air yang mengalir yaitu berkisar antara 161.17 mm – 179.42 mm. Hal ini menunjukkan bahwa diprediksikan banjir akan terjadi di lokasi. Kondisi ini didukung oleh lahan yang semula hutan telah banyak dikonversi menjadi lahan pertambangan batubara akan menyebabkan setiap musim hujan pada lokasi penelitian terjadi banjir.

Dalam kajian ini atribut banjir dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (0) selalu terjadi banjir, (1) sering terjadi banjir, dan (2) jarang terjadi banjir. Berdasarkan kondisi yang ada dan dengan merujuk literatur maka lokasi penelitian dapat dikategorikan dalam kelompok selalu terjadi banjir.

Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah yang disebabkan oleh air (Hardjowigeno, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi air adalah : (1) curah hujan, (2) sifat-sifat tanah, (3) lereng, (4) vegetasi, dan (5) manusia. Sifat-sifat hujan meliputi intensitas hujan, jumlah hujan dan curah hujan. Jumlah hujan rata-rata tahunan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi yang berat apabila hujan tersebut terjadi merata sepanjang tahun. Sebaliknya, curah hujan rata-rata tahunan yang rendah dapat menyebabkan erosi apabila hujan tersebut jatuh sangat deras meskipun hanya sekali-sekali. Tanah yang bertekstur lempung berdebu sangat peka terhadap erosi.

Menurut Wood dan Dent, 1983 dalam Hardjowigeno (2007), disebutkan bahwa indeks bahaya erosi (IBE) ditentukan berdasarkan jumlah tanah yang tererosi dibagi dengan jumlah erosi yang diperbolehkan (ton/ha/thn). Berdasarkan persamaan tersebut, IBE dapat digolongkan ke dalam empat kelas yaitu (a) < 1,00 = rendah, (b) 1,01 – 4,0 =sedang, (c) 4,01 – 10,00 = tinggi, (d) > 10,00 = sangat tinggi.

Pendugaan erosi dapat menggunakan rumus USLE (Universal Soil Loss Equation). Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)

merupakan perkalian dari (1) R = erovisitas hujan (indeks daya erosi curah hujan), (2) K = erodibilitas tanah (indeks kepekaan tanah terhadap erosi), (3) LS = faktor panjang (L) dan curamnya (S) lereng, (4) C= faktor tanaman atau vegetasi, dan (5) P= faktor usaha.

Rona lingkungan hidup awal PT.Kitadin menunjukkan bahwa erosivitas hujan di wilayah studi dihitung berdasarkan data hujan bulanan dari stasiun hujan Tenggarong menggunakan rumus Kenvain. Erodibilitas tanah (K) dihitung menggunakan rumus nomograf erodibilitas tanah Wischmeier dan Smith (1978). Bentuk wilayah umumnya datar sampai berbukit, dengan lereng berkisar dari 0-25%. Vegetasi penutup tanah umumnya semak belukar dengan penutupan permukaan tanah cukup baik dan kebun campuran. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa erosivitas hujan di wilayah studi sebesar 1079, sedangkan erodibilitas tanah berkisar antara 0,254-0,326 tergolong sedang sampai agak tinggi. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) berkisar antara 0 – 5,242. Nilai faktor vegetasi/pengelolaan tanah adalah 0,100 untuk semak belukar dan 0,150 untuk kebun campuran. Di wilayah studi tidak dijumpai tindakan konsevasi tanah. Berdasarkan data faktor-faktor penyebab erosi dan perhitungan erosi menggunakan rumus USLE, ternyata jumlah erosi di wilayah studi umumnya berkisar antara 8,78 – 161,78 ton/ha/tahun (Dokumen AMDAL PT.Kitadin, 2000).

Rona lingkungan hidup awal PT.Tanito Harum dilihat dari kelas lereng 0-25% dengan metode Wischmeier dan Smith (1978) sebesar 10,49 – 358 ton/tahun (Dokumen AMDAL PT.Tanito Harum, 1994).

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi studi dan penetapan nilai mengacu pada klasifikasi yang telah ditentukan dalam Hardjowigeno (2007), nilai erosivitas hujan (R) sebesar 1.076,98. Nilai erodibilitas tanah (K) sebesar 0,45 dan faktor panjang dan kemiringan lereng LS sebesar 1. Nilai faktor vegetasi/pengelolaan tanah adalah 0,5 untuk hutan produksi. Di wilayah studi terdapat penanaman tanaman perkebunan kerapatan sedang (nilai P = 0,5). Berdasarkan data faktor-faktor penyebab erosi dan perhitungan erosi menggunakan rumus USLE ternyata jumlah tanah tererosi (A) sebesar 121,16 ton/ha/tahun.

Jumlah erosi yang diperbolehkan ditetapkan berdasarkan rumus Wood dan Dent (1983) sebesar 23,3 ton/ha/tahun, sehingga indeks bahaya erosi yang terjadi di PT. Kitadin dan PT. Tanito Harum dapat dikatakan telah mencapai angka 5,2.

Tingkat erosi dalam kajian ini dikelompokkan pada tiga kategori yaitu: (0) tinggi, (1) sedang, dan (2) rendah. Berdasarkan nilai IBE yang diperoleh, maka tingkat erosi telah berada pada kategori Indeks Bahaya Erosi tinggi.