• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi Anak Taman Kanak-Kanak Yayasan Yapina Al-Ikhsan Kecamatan Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi Anak Taman Kanak-Kanak Yayasan Yapina Al-Ikhsan Kecamatan Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dan status gizi dibedakan antara status gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Disamping ini juga status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: Tingkat pendidikan atau pengetahuan, budaya, tingkat pendapatan/ekonomi, dan lain-lain (Almatsier, 2002). Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.

Status Gizi Anak TK

Untuk mengetahui status gizi seseorang perlu dibedakan beberapa ukuran. Menurut Supariasa (2002) penilaian status gizi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi empat penilaian yaitu: Antropometri, Klinis, Biokimia dan Biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu: Survey konsumsi makanan, Statistik Vital dan Ekologi.

(2)

disebut indeks antropometri, beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu : yakni Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas

dalam penilaian status gizi, terutama jikat terjadi ketidak seimbangan kronik antara

energi dan protein. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Pengukuran

antropometri terdiri atas dua dimensi yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi

tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh ( fat mass ) dan bukan

lemak tubuh ( non-fat mass) (Baliwati, 2010).

(3)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan tinggi badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu, indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan untuk status gizi saat kini. Keuntungan indeks BB/TB yaitu tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan gemuk, normal, dan kurus.

Keuntungan Indeks BB/TB: a. Tidak memerlukan data umur

b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus). Kelemahan Indeks BB/TB:

a. Tidak dapat memmberikan gambaran apakah anak pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur anak

dipertimbangkan.

b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dan melakukan pengukuran panjang/ tinggi badan pada kelompok balita.

c. Membutuhkan dua macam alat ukur. d. Pengukuran relatif lama.

e. Membutuhkan dua ornag untuk melakukannya.

(4)

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi

1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makananya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan pada akhirnya mempengaruhi status gizinya.

2. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:

a. Ketahanan pangan dikeluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

b. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal keterdekatannya dengan anak, memberikan makan, marawat, kebersihan, memberi kasih saying dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuhan anak.

(5)

makin dekat jangkauan keluraga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Soekirman, 2000).

2.1.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi

Status gizi anak erat kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga, pendapatan yang rendah tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga susunan makanan di dalam keluarga tidak beraneka ragam yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi keluarga terhadap status gizi di dalam keluarga antara lain pengeluaran uang untuk keperluan rumah tangga, pengetahuan gizi dan sikap terhadap makanan yang tergantung terhadap lingkunagan baik masyarakat maupun keluarga. Status Gizi Anak didalam keluarga di pengaruhi juga oleh tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan (Suhardjo, 1989).

2.2. Status Sosial Ekonomi Keluaraga

(6)

Tingkat pedidikan termasuk dalam faktor sosial ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi. Berbagai faktor sosial ekonomi keluarga ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain: pendidikan, pekerjaan, tehknologi, budaya, dan pendapatan keluarga. Faktor tersebut diatas akan mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi.

2.2.1 Pendapatan Keluarga

(7)

gizi tinggi. Keluarga atau masyarakat yang berpenghasilan rendah menggunakan sebagian besar dari penghasilannya untuk membelikan makanan dan bahan makanan, dan semakain tinggi penghasilan semakin menurun jumlah yang digunakan untuk membeli makanan. Rumah tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan akan berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangga.

Pendapatan akan mempengaruhi statatus sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisional yang menghargai status sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan (Hafiaradin, 2009). Dalam Worsley (2003), disebutkan bahwa pendapatan per kapita secara luas terkait dengan konsumsi makanan individu dan indeks total makanan berbagai kelompok. Umumnya, rumah tangga berpenghasilan rendah memiliki makanan yang kurang bervariasi dari pada rumah tangga dengan pendapatannya tinggi. Bahkan rumah tangga dengan penghasilan tinggi khususnya wanita telah menolak sejumlah makanan tradisional.

(8)

Pemerintah Aceh Nanggroe Aceh Darussalam dalam upaya peningkatan hidup layak bagi masyarakatnya mengeluarkan keputusan dalam menetapkan Upah Minimum Propinsi (UMP) daerah untuk tahun 2013 yaitu sebesar Rp.1.550.000. Ketetapan tersebut dimaksudkan untuk penyesuaian antara naiknya harga barang kebutuhan pokok masyarakat dengan pendapatan minimum keluarga. Ketetapan yang dikeluarkan agar masyarakat yang memiliki pekerjaan yang tidak tetap dan dengan pendapatan yang rendah masih dapat dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun dalam kenyataanya masih banyak kebutuhan hidup masyarakat yang memiliki tingkat pekerjaan dan pendapatan yang rendah belum secara optimal melengkapi dan memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Ini terlihat dari penggunaan dan pemamfaatan sarana prasarana penunjang seperti sarana dan prasarana kesehatan dalam masyarakat tidak terjangkau oleh mayarakat karena dengan daya beli yang begitu rendah (Rarumangkay, 2008).

Menurut Berg (1986) terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan status gizi. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menetukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Adapun menurut Sayogyo, Goenardi, Roesli, Haryadi, dan Khunaidi (1983) rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang dapat menyebabkan rumah tngga tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang diperlukan sehingga kebutuhan anggota kelurga tidak terkecukupi.

2.2.2 Pendidikan Orangtua

(9)

berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang Gizi (Suharjo, 1992). Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang diteima termasuk pendidikan dan informasi gizi yang mana pendidikan gizi tersebut diharapkan akan tercipta pola kebiasaan makan yang baik dan sehat (Handayani, 1994).

Dalam Apriadji (1986), disebutkan perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya. Tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Sumarwan (2003), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif tinggi pula sehingga pola konsumsi rumah tangga yang bersangkutan juga akan berubah (S

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986). Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu memilih makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang berpendidikan lebih tinggi. Karena sekalipun pendidikannya rendah,

(10)

kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.

Hasil penelitian Widjaya (1986) mengungkapakan bahwa kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal yang diterima oleh seseorang, semakin tinggi pula status sosial ekonominya dan semakin otoritatif pola asuhnya. Hal ini disebabkan mereka lebih terbuka terhadap pembaharuan. Mereka lebih memperoleh informasi tentang perkembangan anak dari majalah, surat kabar, radio, dan televise, sehingga mereka menjadi lebih mengerti mengenai perkembangan anaknya. Keadaan ini berbeda dengan orang tua yang berpendidikan rendah, yang mempunyai pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai perkembangan anaknya, sehingga kurang menunjukkan pengertian dan cenderung untuk mendominasi anak-anaknya.

2.2.3 Pengetahuan Gizi Ibu

(11)

akan memilih makanan yang paling menarik dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan zat gizi makanan (Paath, 2005).

Orang tua memberi bimbingan anak agar menyukai makanan lengkap empat sehat lima sempurna. Makanan yang mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan (mencakup karbohidrat, protein, vitamin dan mineral). Apabila seseorang anak kurang makan dan nilai gizinya juga kurang, maka anak akan mudah sakit dan kurus. Dengan kemajuan teknologi, harus lebih hati-hati dalam memilih makanan. Belum tentu makanan yang tampak cerah karena warna menarik memberikan dampak yang tidak merugikan. Banyak makanan yang diberi zat warna yang sebenarnya bukan untuk makanan dan juga sering makanan dibubuhi dengan bahan pengawet seperti formalin dan lain-lainnya (Irianto dan Waluyo, 2007).

2.2.4 Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya manusia yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sanjur, 1982 diacu dalam Sukandar, 2007). Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikomsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu.

(12)

keuarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga.

Besar keluarga akan memengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam suatu keluarga. Selain itu, besar keluarga juga akan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukami 1989 diacu dalam Sukandar 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dini Latief, dkk (2000) menunjukkan adanya penurunan rata-rata intake energi dan protein selama terjadi krisis moneter. Distribusi pangan yang dikonsumsi semakin memburuk pada rumah tangga yang mempunyai anggota yang cukup besar. Pada rumah tangga yang beranggotakan 6 orang atau lebih menunjukkan tingkat konsumsi pangan yang memburuk. Pada rumah tangga yang beranggotakan 3-5 orang rata-rata intake energi dan protein masih mendekati nilai yang dianjurkan.

2.3. Kebiasaan Makan Anak TK

(13)

kanak-kanak akan bertahan sampai dewasa. Anak-anak lebih memilih makanan yang sebelumnya mereka telah kenal. Pilihan makanan anak-anak juga dipengaruhi oleh faktor individu, sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Crockett et al dalam Shi et al (2005), bahwa kebiasaan makan dipengaruhi beberapa faktor selain faktor endogen (individu si anak), tetapi juga oleh karena lingkungan. Termasuk makanan yang tersedia untuk anak-anak di dalam dan luar rumah dan juga perilaku makan contoh seperti pengasuh terutama orang tua.

Menurut Kardjati (2001) kebiasaan makan adalah berhubungan dengan tindakan untuk mengkonsumsi pangan, dan berapa banyaknya, dengan mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam hubungannya dengan apa yang orang biasa makan. Kebiasan makan merupakan cara individu atau kelompok memilih makanan yang akan dikonsumsi, dan kesemuanya dipengaruhi oleh gaya hidup dan perilaku kelurga, dan merupakan bagian dari budaya masyarakat, (Sediaoetama, 2008).

(14)

Menurut Aranceta et al (2003), terdapat model dan teori yang berbeda-beda yang telah menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan. Ketersediaan pangan dalam keluarga terhadap keberagaman pangan diindentifikasi sebagai kunci utama yang secara bersama-sama dengan proses psikologi tingkat individu maupun kelompok mempengaruhi dalam pemilihan makanan. Disamping itu juga dipengaruhi aspek sosial ekonomi dan gaya hidup. Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh.. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan za-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang merupakan zat gizi yang harus diperoleh dari makanan (Almatsier, 2002). Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, serta memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut (Sukandar, 2007).

(15)

merah, madu, dan sirup (Almatsier , 2004). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah, 2004).

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan sesorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lansia (Hardinsyah & Martianto, 1992).

Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al

2002). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik kualitatif maupun kuantitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dari informasi ini akan dapat dihitung konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Zat Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lain bila diperlukan (Suhardjo, 1989).

(16)

Supariasa et al. (2002) menyebutkan prinsip dari metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake individu.

2.4. Perilaku Makan Anak TK

Anak TK sering tidak berselera untuk makan sehingga orang tua sering menjadi was-was. Dalam memberikan makanan pada anak, orang tua harus memperhatikan porsi maksimal disajikan dalam sekali makan. Cara lain juga dianggap baik ialah dengan mengizinkan mereka mengambil sendiri porsi yang mereka inginkan. Hal ini akan membuat anak merasa dihormati dan memiliki hak yang sama dengan orang tuanya saat dimeja makan. Pada kelompok usia ini, anak sudah dapat memilih serta menyukai makanan yang manis seperti permen, cokelat dan eskrim. Bila tidak diperhatikan dan dibatasi dapat menyebabkan karies dentis atau nafsu makan berkurang (Markum, 2002). 2.4.1 Masalah Gizi Anak TK

(17)

tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebab sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan.

Kesulitan makan merupakan gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit yang sedang terjadi pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap di pencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.

Gejala kesulitan makan pada anak adalah (Judarwanto, 2007) :

1. Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan atau hanya biasa makan makanan lunak cair.

2. Memuntahkan atau menyembur-menyembur makanan yang sudah masuk di mulut anak.

3. Makan berlama-lama dan memainkan makanan.

4. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan kedalam mulut atau menutup mulut rapat.

5. Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orang tua 6. Tidak menyukai banyak variasi

7. Kebiasaaan makan yang aneh dan ganjil

(18)

kalori dan protein, ditambah dengan perlunya perhatian terhadap masukan vitamin A dan mineral. Jenis makanan keras dapat diberikan seperti pada orang dewasa. Makanan yang dihidangkan hendaknya bervariasi dengan bahan makanan hewani dan nabati yang selalu bergantian (Markum, 2002).

Dalam memberikan makanan, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut: (Santoso, 2009).

1. Porsi makanan tidak terlalu besar. Untuk anak yang banyak makannya, dapat diberikan tambahan makanan.

2. Makanan cukup basah (tidak terlalu kering) agar mudah ditelan anak.

3. Potongan makanan dan ukuran makanan cukup kecil sehingga mudah dimasukkan ke dalam mulut anak dan mudah dikunyah.

4. Tidak berduri atau bertulang kecil.

5. Sedikit atau tidak terasa pedas, asam dan berbumbu tajam. 6. Bersih, rapi dan menarik dari segi warna dan bentuk.

7. Cukup bervariasi bahan dan jenis hidangannya sehingga anak tidak bosan dan anak belajar mengenal berbagai jenis bahan makanan dan hidangan.

8. Menggunakan alat makan dengan ukuran yang sesuai untuk anak TK.

Tidak berbahaya (dapat pecah dan tajam seperti kaca), dan juga dapat dibersihkan dan disimpan dengan mudah dan baik. Jadwal pemberian makan sama dengan orang dewasa, yaitu tiga kali makanan utama (pagi, siang dan malam) dan dua kali makanan selingan (di antara dua kali makanan utama).

(19)

atas: (Santoso, 2009).

a) Sumber zat tenaga, misalnya nasi, roti, mie, bihun, jagung, ubi, singkong, tepung- tepungan, gula dan sebagainya.

b) Sumber zat pembangun, misalnya ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang- kacangan, tahu, tempe dan sebagainya.

c) Sumber zat pengatur, misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan terutama yang berwarna hijau dan kuning.

Susunan makanan seimbang bagi tumbuh kembang anak yang baik terdiri atas sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Anak usia 1 - 3 tahun membutuhkan: sumber zat tenaga tiga porsi, sumber zat pembangun enam porsi, sumber zat pengatur dua porsi, ditambah gula dua sendok makan, dan dua sendok makan minyak. Anak usia 4 - 6 tahun membutuhkan: sumber zat tenaga enam porsi, sumber zat pembangun lima porsi, sumber zat pengatur empat porsi, ditambah gula dua sendok makan, dan dua sendok makan minyak. Makanan yang masuk golongan sumber zat tenaga: beras, kentang, roti, mi, makaroni, bihun, ubi, singkong, talas, dan gula. Makanan golongan sumber zat pembangun: ikan, daging, ayam, susu, keju, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

(20)

makan makanan yang mengandung gula-gulaan macam permen, coklat, es krim, dll. Itu menyebabkan anak cepat kenyang sebelum makan betulan. Gula-gulaan akan meningkatkan cairan gastric sehingga memperlambat pengosongan perut.

1. Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan menentukan energinya. Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (2005) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang.

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada keadaan kronis akan mengakibatkan penyakit gizi yang disebut dengan marasmus dan bila disertai kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor. Sedangkan kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh, akibatnya terjadi berat badan lebih atau kegemukan.

2. Protein

(21)

esensial. Sumber protein dapat berasal dari protein nabati dan hewani. Protein hewani biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan protein nabati. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Disamping itu protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, mengatur keseimbangan air, pembentukan gizi dan mengangkut zat-zat gizi.

2.4.2 Kecukupan Gizi Anak TK

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Untuk Indonesia, AKG yang digunakan saat ini secara nasional adalah Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2012. Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat (Almatsier, 2001).

(22)

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2012, angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan energi untuk anak usia 4-6 tahun dengan BB 19 kilogram dan TB 112 centimeter, energi 1600 kkal/hari dan kebutuhan protein 39 gram/hari.

Tabel 2.1 Tingkat Kecukupan Gizi Anak TK (4-6 Tahun)

Golongan Umur

Berat Badan (kg)

Tinggi

Badan (cm) Energi (kkal)

Protein (Gram)

4-6 Tahun 19 112 1600 39

Bagi anak TK makanan sehari-harinya dapat terdiri dari : 1. Makan Pagi

a) Nasi/bubur beras atau roti disemir dengan mentega atau margarine b) Telur, daging atau ikan

c) Satu gelas susu 2. Makan Siang

a) Nasi

b) Daging, ayam, ikan, tahu atau tempe c) Sayur seperti tomat, wortel, bayam d) Buah seperti pisang, jeruk, pepaya, apel 3. Makan Sore/Malam

a) Nasi atau roti disemir dengan mentega atau margarine b) Daging, ayam, ikan,telur, tahu atau tempe

(23)

e) Satu gelas susu

Di antara makan pagi dan makan siang, juga antara makan siang dan makan malam, anak dapat diberi snack seperti biskuit, keju, kue basah, es krim. Jangan memberikan makanan terlalu banyak hingga mengganggu nafsu makannya pada saat makan siang atau makan malam (santoso,2009).

2.5. Landasan Teori

Berdasarkan kajian masing-masing variabel; status sosial ekonomi keluarga, dan kebiasaan makan dengan status gizi selanjutnya perlu dikembangkan suatu kerangka pemikiran. Diduga ada kaitan antara variabel independen status sosial ekonomi keluarga (pendapatan, pekerjaan, pengetahuan, besar keluarga) dan kebiasaan makan dengan status gizi anak. Secara teoritis faktor-faktor seperti pendapatan rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota rumah tangga di duga akan mempengaruhi kebiasaan makan dengan status gizi anak TK.

(24)

makanan, pola asuh serta sanitasi dan pelayanan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.

Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Keadaan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, sedangkan konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, dan tersedianya bahan makanan. Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan status gizi antara lain ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh, penyakit infeksi/non infeksi, kesehatan lingkungan, pendidikan dan kemiskinan.

(25)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

a

Variabel yang dianalisis dalam kerangka konsep meliputi variabel status sosial ekonomi keluarga yang dilihat cara atau tindakan orang tua dalam memberikan dan memilih makanan untuk anak yang meliputi pendapatan keluarga, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi ibu, besar keluarga. variabel kebiasaan makan untuk melihat keaneka ragaman jenis susunan makanan yang dikonsumsi oleh anak prasekolah. Variabel tingkat kecukupan energi dan protein untuk melihat kecukupan energi dan protein di dalam susunan makanan sehari-hari. Variabel status sosial ekonomi keluarga, kebiasaan makan dan tingkat kecukupan energi dan protein saling berhubungan dengan status gizi anak anak TK.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Status Sosial Ekonomi

Keluarga :

•Pendapatan Keluarga •Pekerjaan Kepala

Rumah Tangga •Tingkat Pendidikan •Pengetahuan Gizi Ibu • Besar Keluarga

Kebiasaan Makan: - Keberagaman Makanan

- Tingkat Kecukupan

(Energi dan Protein))

Gambar

Tabel 2.1 Tingkat Kecukupan Gizi Anak TK (4-6 Tahun)
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu peningkatan kandungan protein AKF juga menunjukkan bahwa bakteri yang terkandung dalam EM-4 cocok (compatible) dengan media fermentasinya yaitu ampas

Setelah udang memijah dan telur yang telah ditetaskan pada hari pertama penetasan maka pengamatan larva di mulai dengan menghitung jumlah larva yang dihasilkan pada saat

diharapkan kehadiran Bapak/Ibu tepat pada waktunya.. TTD Ketua LPPM

Protein lain yang terletak pada diskus interkalaris, seperti zona occludens-1, desmosom memungkinkan hemichannel yang tersusun dari protein connexin43 dapat ditranspor ke

kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara Online melalui portal LPSE (http://lpse.jatengprov.go.id) kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa RSUD Kelet - Jepara,

Discussion of judicial independence typically focus on the importance of independent decision making. The need for freedom from inappropriate influence--- wether

Berdasarkan hasil penelitian analisa profil protein selama proses fermentasi tepung singkong dengan biakan angkak dari berbagai lama fermentasi (hari) dapat dilihat

Dengan demikian, seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan