• Tidak ada hasil yang ditemukan

20070704 Makalah Tindak pidana jurnalistik Mudzakkir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "20070704 Makalah Tindak pidana jurnalistik Mudzakkir"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT

DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP

Oleh

Dr. Mudzakkir, S. H. , M. H

Dosen Hukum Pidana

Fakult as Hukum Universit as Islam Indonesia

Makalah disampaikan pada seminar "Perkembangan Rumusan Tindak Pidana yang Terkait dengan Karya Jurnalistik" yang diselenggarakan oleh Aliansi Nasional Reformasi

KUHP bekerjasama dengan Komnas HAM di Hotel Santika

Jakarta, 4 Juli 2007.

A. PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai masalah pers dihubungkan dengan hukum pidana dan RUU KUHP t elah dibahas dalam serangkaian kegiat an ilmiah baik melalui kaj ian hukum, penelit ian maupun pembahasan dalam seminar dan diskusi. Seminar hari ini merupakan bagian dari serangkan kegiat an t ersebut , maka melalui seminar hari ini saya berharap semoga f orum berhasil merumuskan secara j elas rumusan hukum pidana dalam RUU KUHP sebagai bent uk j aminan perlindungan hukum t erhadap set iap orang yang melaksanakan prof esinya, khususnya prof esi di bidang pers.

Unt uk membahas t ema dalam makalah ini, panit ia menet apkan t iga pokok bahasan, yait u

a. Perbedan rumusan t indak pidana yang t erkait dengan karya j urnalist ik dari set iap versi RUU KUHP

b. Implikasi dari hukuman pencabut an prof esi dalam RUU KUHP c. Kemungkinan ada klausul t erhadap perlindungan karya

(2)

Ket iga pokok bahasan t ersebut perlu dipert egas t erlebih dahulu pengert ian “ karya j urnalist ik” dan “ perlindungan karya j urnalist ik” , karena dalam pembahasan hukum pidana t erminologi hukum menj adi t erminologi baku dan dipergunakan agar sesuai dengan maksud dan t uj uan dalam penet apan hukum t ersebut . Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 t ent ang Pers, menyebut kan secara t egas ist ilah “ pers” , yait u lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiat an j urnalist ik meliput i mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan inf ormasi baik dalam bent uk t ulisan, suara, gambar, suara dan gambar, sert a dat a dan graf ik maupun dalam bent uk lainnya dengan menggunakan media cet ak, media elekt ronik, dan segala j enis uraian yang t ersedia (Pasal 1 ke 1). Sedangkan orang yang secara t erat ur melaksanakan kegiat an j urnalist ik disebut “ wart awan” .

Dalam melaksanakan kegiat an j urnalist ik ada dua hal yang perlu memperoleh perhat ian dan perlindungan hukum, yait u proses dan produk. Proses adalah kinerj a wart awan at au kegiat an j urnalist ik dan produk adalah hasil yang diproses oleh wart awan melalui kegiat an j urnalist ik. Ist ilah “ karya j urnalist ik” berart i hasil kerj a at au produk kerj a wart awan yang disaj ikan dalam bent uk t ulisan, suara, gambar, suara dan gambar, sert a dat a dan graf ik maupun dalam bent uk lainnya dengan menggunakan media cet ak, media elekt ronik, dan segala j enis uraian yang t ersedia. “ Perlindungan karya j urnalist ik” berart i perlindungan t erhadap hasil kerj a wart awan.

(3)

pelanggaran hak cipt a. Pembahasan mengenai t opik ini sebaiknya pada seminar t ersendiri, t idak dalam kont eks kaj ian dengan RUU KUHP.

Agar t opik bahasan seminar sinkron dengan t ema-t ema akt ual dan mengemuka dari diskusi dan seminar sebelumnya, maka makalah ini memf okuskan pembahasan mengenai “ j aminan perlindungan t erhadap pers” sehubungan dengan adanya penunt ut an dan penj at uhan pidana t erhadap orang yang melaksanakan prof esinya di bidang pers (wart awan dan pimpinan umum/ pimpinan redaksi). At as dasar pert imbangan t ersebut , naskah ini membahas mengenai perlindungan hukum t erhadap pers khususnya dan pelaksanaan t ugas prof esi pada umumnya.

B. RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN PERS DALAM

KUHP DAN RUU KUHP

(4)

Teknik rumusan t indak pidana dalam hukum pidana t idak dit uj ukan kepada subj ek hukum t ert ent u, maka sej auh yang berkait an dengan pers, KUHP t idak secara khusus mengat ur t ent ang t indak pidana yang dilakukan oleh pers. Dalam Buku I KUHP mengat ur t indak pidana yang dilakukan oleh pencet ak dan penerbit , karena keduanya menj adi suat u pekerj aan at au mat a pencarian yang sah dan dibenarkan oleh hukum, maka penerbit dan pencet ak dilindungi dalam hukum pidana makala keduanya ment aat i at uran yang berlaku bagi penerbit dan pencet ak. Pasal 61 dan 62 KUHP mengat ur kapan dan dalam hal apa penerbit dan pencet ak t idak bisa dit unt ut dan bisa dit unt ut t erhadap kej ahat an yang menggunakan sarana penerbit an dan percet akan yang dilakukan oleh orang lain.

Bat as-bat as pert anggungj awaban hukum pidana bagi penerbit dan pencet ak dirumuskan secara j elas dan t egas dalam Pasal 61 dan 62 KUHP, selengkapnya dikut ip:

Pasal 61

(1) Mengenai kej ahat an yang dilakukan dengan percet akan, penert ibnya selaku demikian t idak dit unt ut apabila dalam barang cet akkan disebut nama dan t empat t inggalnya, sedangkan pembuat nya t erkenal, at au set elah dimulai penunt ut an, pada wakt u dit egur pert ama kali lalu diberit ahukan kepada penerbit .

(2) At uran ini t idak berlaku j ika pelaku pada saat barang cet akkan t erbit , t idak dapat dit unt ut at au sudah menet ap di luar Indonesia.

Pasal 62

(1) Mengenai kej ahat an yang dilakukan dengan percet akan, pencet aknya selaku demikian t idak dit unt ut apabila dalam barang cet akkan disebut nama dan t empat t inggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencet ak dikenal, at au set elah dimulai penunt ut an, pada wakt u dit egur pert ama kali lalu diberit ahukan oleh pencet ak.

(5)

Kedua pasal t ersebut merupakan asas hukum pidana dalam memint a pert anggungj awaban pidana t erhadap orang yang sedang menj alani pekerj aan sebagai mat a pencaharian yang sah. Perlindungan hukum pidana diberikan dengan syarat khusus, yakni apabila ment aat i kaedah hukum yang dimuat dalam Pasal 61 dan 62 KUHP. Sebaliknya, j ika melanggar kaedah hukum sebagaimana yang diat ur dalam Pasal 61 dan 62 maka penerbit dan pencet ak dapat dimint ai pert anggungj awaban pidana. KUHP t idak mengikut i sist em perlindungan mut lak t erhadap pencet ak dan penerbit , sehingga keduanya t idak selalu ‘ kebal t unt ut an pidana’ .

Pengat uran yang demikian ini pent ing agar orang yang menj alankan usaha yang sah di bidang penerbit an dan percet akan merasa aman, mengingat t indak pidana yang menggunakan sarana penerbit an dan percet akan hampir selalu melibat kan penerbit dan pencet ak, dan keduanya dapat dikenakan sebagai pelaku t indak pidana sebagaimana diat ur dalam Pasal 55 at au 56 KUHP yang mengat ur delik penyert aan dan pembant uan.

Ket ent uan hukum pidana sebagaimana yang diat ur dalam Pasal 61 dan 62 KUHP t ersebut j uga berlaku kepada pers, apabila perusahaan di bidang pers t ersebut melakukan usaha di bidang percet akan dan penerbit an, maka pers memiliki kekebalan dan sekaligus ket idak-kebalan t erhadap t unt ut an hukum pidana.

Dasar hukum penunt ut an pidana t erhadap penerbit dan pencet ak diat ur dalam Pasal 483 dan 484 KUHP.

Pasal 483

(6)

paling lama sat u t ahun at au pidana denda paling banyak empat ribu lima rat us rupiah, j ika:

l. si pelaku t idak diket ahui namanya dan j uga t idak diberit ahukan namanya oleh penerbit pada peringat an pert ama sesudah penunt ut an berj alan t erhadapnya;

2. penerbit sudah menget ahui at au pat , ut menduga hahwa pada wakt u t ulisan at au gambar it u dit erbit kan, si pelaku it u t ak dapat dit unt ut at au akan menet ap di luar Indonesia.

Pasal 484

Barang siapa mencet ak t ulisan at au gambar yang merupakan perbuat an pidana, diancam dengan pidana paling lama sat u t ahun empat bulan at au pidana kurungan paling lama sat u t ahun at au pidana denda paling banyak empat ribu lima rat us rupiah, j ika:

1. orang yang menyuruh mencet ak barang t idak diket ahui, dan set elah dit ent ukan penunt ut an, pada t eguran pert ama t idak diberit ahukan olehnya;

2 pencet ak menget ahui at au seharusnya renduga bahwa orang yang menyuruh mencet ak pada saat penerbit an, t idak dapat dit unt ut at au menet ap di luar Indonesia.

Pasal 485

Jika sif at t ulisan at au gambar merupakan kej ahat an yang hanya dapat dit unt ut at as pengaduan, maka penerbit at au pencet ak dalam kedua pasal di at as hanya dit unt ut at as pengaduan orang yang t erkena kej ahat an it u.

(7)

RUU KUHP t idak mengat ur secara khusus asas hukum pidana dalam Buku I yang mengat ur ket ent uan penunt ut an t erhadap penerbit an dan percet akan. Ket ent uan mengenai kej ahat an dengan menggunakan sarana percet akan dan penerbit an dalam RUU KUHP diat ur dalam Buku II Pasal 737, 738 dan 739. Selangkapnya dikut ip:

Bagian ket iga

Tindak Pidana Penerbit an dan Pencet akan

Pasal 737

Set iap orang yang menerbit kan t ul isan at au gambar yang menurut sif at nya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penj ara paling lama 1 (sat u) t ahun at au pidana denda paling banyak Kat egori II, j ika:

a. orang yang menyuruh menerbit kan t ulisan at au gambar t idak diket ahui at au pada t eguran pert ama set elah dimulai penunt ut an t idak diberit ahukan; at au

b. penerbit menget ahui at au pat ut menduga bahwa orang yang menyuruh menerbit kan pada saat penerbit an, t idak dapat dit unt ut at au menet ap di luar negeri.

Pasal 738

Set iap orang yang mencet ak t ulisan at au gambar yang menurut sif at nya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penj ara paling lama 1 (sat u) t ahun at au pidana denda paling banyak Kat egori II, j ika:

a. orang yang menyuruh mencet ak t ulisan at au gambar t idak diket ahui at au pada t eguran pert ama set elah dimulai penunt ut an t idak diberit ahukan; at au

b. pencet ak menget ahui at au pat ut menduga bahwa orang yang menyuruh mencet ak pada saat penerbit an, t idak dapat dit unt ut at au menet ap di luar negeri.

Pasal 739

Jika sif at t ulisan at au gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 737 dan Pasal 738 merupakan t indak pidana yang hanya dapat dit unt ut at as pengaduan, maka penerbit at au pencet ak hanya dapat dit unt ut at as pengaduan dari orang yang t erkena t indak pidana t ersebut .

(8)

pert anggungj awaban hukum pidana t erhadap penerbit dan pencet ak sebagaimana diat ur dalam Pasal 61 dan 62 KUHP.

C. PIDANA PENCABUTAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN PROFESI DI

BIDANG PERS DAN IMPLIKASINYA

Pidana pencabut an unt uk melakukan pekerj aan prof esi t idak diat ur secara eksplisit dalam KUHP. Pasal 10 huruf b nomor 1 KUHP memuat “ pidana pencabut an hak-hak t ert ent u” sebagai pidana t ambahan. Pengert ian pencabut an hak-hak t ert ent u t ersebut t idak dij elaskan lebih lanj ut dan t idak memuat secara khusus t ent ang pencabut an unt uk melakukan pekerj aan prof esi. Karena t idak diat ur secara eksplisit , maka pencabut an hak unt uk menj alani prof esi at au pekerj aan t ert ent u t idak dapat dij at uhkan berdasarkan ket ent uan Pasal 10 KUHP. Pencabut an unt uk mej alani pekerj aan prof esi t ert ent u dapat dij at uhkan kepada pelaku t indak pidana apabila diat ur dalam perat uran perundang-undangan lain yang dihubungkan dengan pidana t ambahan dalam Pasal 10 KUHP.

RUU KUHP mengat ur lebih rinci t ent ang pidana t ambahan dan lebih banyak j enisnya dibandingkan dengan ket ent uan yang ada dalam KUHP, sebagaimana dimuat dalam Pasal 67 Ayat (1).

Pasal 67 (1) Pidana t ambahan t erdiri at as :

a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan barang t ert ent u dan/ at au t agihan; c. pengumuman put usan hakim;

d. pembayaran gant i kerugian; dan

e. pemenuhan kewaj iban adat set empat dan/ at au kewaj iban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat .

(2) Pidana t ambahan dapat dij at uhkan bersama-sama dengan pidana pokok, sebagai pidana yang berdiri sendiri at au dapat dij at uhkan bersama-sama dengan pidana t ambahan yang lain.

(3) Pidana t ambahan ber upa pemenuhan kewaj iban adat set empat dan/ at au kewaj iban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat at au pencabut an hak yang diperoleh korporasi dapat dij at uhkan walaupun t idak t ercant um dalam perumusan t indak pidana.

(9)

dengan pidana t ambahan unt uk t indak pidananya.

Pasal 68

Ket ent uan mengenai t at a cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud dal am Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67 diat ur dengan Undang-Undang.

Selanj ut nya ket ent uan pidana t ambahan diat ur lebih lanj ut secara rinci hak-hak yang dapat dicabut baik unt uk selamanya maupun unt uk sement ara wakt u dalam Pasal 91 sampai dengan Pasal 94 RUU KUHP.

Paragraf 12 Pidana Tambahan

Pasal 91

(1) Hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a t erpidana yang dapat dicabut adalah :

a. hak memegang j abat an pada umumnya at au j abat an t ert ent u; b. hak menj adi anggot a Tent ara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

c. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan perat uran perundang-undangan yang berlaku;

d. hak menj adi penasihat hukum at au pengurus at as penet apan pengadilan;

e. hak menj adi wal i, wali pengawas, pengampu, at au pengampu pengawas, at as orang yang bukan anaknya sendir i;

f . hak menj alankan kekuasaan bapak, menj alankan perwalian at au pengampu at as anaknya sendiri; dan/ at au

g. hak menj alankan profesi tertentu.

(2) Jika t erpidana adalah korporasi, maka hak yang dicabut adalah segala hak yang diperoleh korporasi.

Pasal 92

Kecuali dit ent ukan l ain dalam perat uran perundang-undangan, pencabut an hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf a dan huruf b, hanya dapat dilakukan j ika pembuat dipidana karena: a. melakukan t indak pidana j abat an at au t indak pidana yang melanggar

kewaj iban khusus suat u j abat an; at au

b. menyalahgunakan kewenangan, kesempat an, at au sarana yang diberikan kepada t erpidana karena j abat annya.

Pasal 93

Kekuasaan bapak, wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik at as anaknya sendiri maupun at as anak orang lain, dapat dicabut j ika yang bersangkut an dipidana karena:

(10)

yang berada dal am kekuasaannya sebagaimana dimaksud dal am Buku Kedua.

Pasal 94

(1) Jika pidana pencabut an hak dij at uhkan, maka waj ib dit ent ukan lamanya pencabut an sebagai berikut :

a. dalam hal dij at uhkan pidana mat i at au pidana seumur hidup, pencabut an hak unt uk selamanya;

b. dalam hal dij at uhkan pidana penj ara, pidana t ut upan, at au pidana pengawasan unt uk wakt u t ert ent u, pencabut an hak pal ing singkat 2 (dua) t ahun dan paling lama 5 (lima) t ahun lebih lama dari pidana pokok yang dij at uhkan;

c. dalam hal pidana denda, pencabut an hak paling singkat 2 (dua) t ahun dan paling lama 5 (lima) t ahun.

(2) Jika pidana pencabut an hak dij at uhkan pada korporasi, maka hakim bebas dalam menent ukan lama pencabut an hak t ersebut . (3) Pidana pencabut an hak mulai berlaku pada t anggal put usan hakim

dapat dilaksanakan.

Berdasarkan ket ent uan t ersebut , RUU KUHP t elah memasukkan ket ent uan pencabut an hak unt uk menj alankan prof esi t ert ent u yang semula diat ur dalam berbagai perat uran perundang-undangan. Pidana t ambahan berupa pencabut an hak unt uk menj alankan prof esi diancamkan dalam berbagai pasal dalam Buku II t ent ang Tindak Pidana. Pencant uman ancaman sanksi pidana t ambahan t ersebut sebagai syarat agar sanksi pidana t ambahan berupa pencabut an hak unt uk menj alani pekerj aan prof esi t ert ent u dapat dij at uhkan.

(11)

hukum administ rasi (bukan hukum pidana). Termasuk sanksi administ rat if adalah melanggar kode et ik prof esi yang berakibat dij at uhkan sanksi berupa dikeluarkan dari organisasi prof esi at au dicabut lisensinya yang berart i t idak boleh lagi menj alani prof esi t ert ent u.

Penj at uhan sanksi kepada orang yang menj alani pekerj aan prof esi t ert ent u dilakukan karena adanya pelanggaran prof esi yang kemudian j uga melanggar hukum. Ada perbedaan ant ara melanggar prof esi dan melanggar hukum, karena melanggar prof esi t idak secara ot omat ik melanggar hukum dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang yang menj alani prof esi selalu didahului adanya pelanggaran prof esi. Dalam hal-hal t ert ent u, pelanggaran hukum secara ot omat ik melanggar prof esi.

Mengenai pelanggaran prof esi, saya t elah membahas dalam diskusi publik di Medan dalam makalah berj udul “ Paradgma Penyusunan RUU KUHP dan Kebebasan Berekspresi/ Pers” diselenggarakan oleh LBH Pers (27 Juni 2006). Int i pandangan hukum saya, bahwa hukum pidana t idak melarang orang menj alankan pekerj aan prof esi yang dilakukan secara prof esional. Larangan dalam hukum pidana t idak dit uj ukan unt uk prof esi t ert ent u. Hukum pidana menggunakan t erminologi yang bersif at umum dan dit uj ukan kepada siapa saj a yang menj adi subj ek hukum pidana, orang dan korporasi.

Seseorang yang sedang menj alankan pekerj aan prof esinya secara prof esional t idak dapat dikenakan sanksi pidana. Seseorang dikat akan menj alankan pekerj aan prof esinya secara prof esional apabila:

1. sesuai dengan et ika prof esi yang dimuat dalam Kode Et ik Prof esi yang dit et apkan oleh organisasi prof esi;

(12)

dirumuskan dalam norma st andar prof esi yang dit et apkan oleh organisasi prof esi;

3. sesuai dengan hukum at au t idak bert ent angan dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Orang yang menj alakan pekerj aan prof esi secara secara prof esional t ersebut memperoleh j aminan perlindungan hukum dan sekaligus memperoleh kekebalan hukum. Art inya t idak dapat digugat karena melanggar hukum perdat a at au hukum administ rasi, t idak dapat dij at uhi sanksi pidana administ rasi, dan t ent u saj a t idak dapat diaj ukan ke pengadilan karena melanggar pasal-pasal KUHP.

Sesuai dengan prinsip hukum dalam hukum pidana, j ika suat u perbuat an melanggar norma hukum ganda (hukum pidana dan hukum administ rasi), maka penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana dit empat kan sebagai senj at a pamungkas dalam menyelesaikan pelanggaran hukum pidana yang t erkait dengan hukum administ rasi. Kedudukan hukum pidana dan sanksi pidana dikenal sebagai ul t i mum r emedi um.

Hal yang harus dicermat i, pelanggaran dalam menj alankan prof esi bisa j adi hanya melanggar et ika prof esi saj a, t idak melanggar at au bert ent angan dengan st andar prof esi. Demikian sebaliknya, melanggar st andar prof esi t et api t idak melanggar et ika prof esi.

(13)

et ika prof esi dan melanggar st andar prof esi. Perbuat an pidana sepert i ini dikenal dengan penyalahgunaan prof esi. Karena perbuat an t ersebut j uga melanggar kode et ik dan st andar prof esi, maka perbuat an t ersebut dapat dimasukkan kat egori mal prakt ek.

Sanksi bagi orang yang menj alakan pekerj aan prof esi beragam sesuai dengan j enis pelanggarannya dan ket ent uan hukum yang dilanggar, yakni

1. Murni Pelanggaran Hukum (berdiri sendiri):

a. Sengaj a melanggar hukum pidana dalam menj alankan prof esinya (menyalahgunakan prof esi).

b. Sengaj a melanggar hukum administ rasi at au hukum perdat a dalam menj alankan prakt ek prof esinya.

Pelanggaran hukum pidana t ersebut sesungguhnya j uga melanggar kode et ik prof esi dan st andar prof esi. Yang berwenang unt uk menj at uhkan sanksi pidana dan sanksi administ rasi at au perdat a adalah hakim.

2. Melanggar hukum yang dihubungkan dengan pelanggaran kode et ik prof esi dan/ at au st andar prof esi:

a. Melanggar kode et ik prof esi dan/ at au st andar prof esi dan pelanggaran t ersebut sebagai perbuat an melawan hukum dalam hukum pidana (mal prakt ek)

(14)

3. Melanggar st andar prof esi

Menaj alankan prof esi yang t idak sesuai dengan st andar prof esi, diselesaikan melalui int ernal organisasi prof esi yang bersangkut an.

4. Melanggar kode et ik prof esi

Menj alankan prof esi yang melanggar kode et ik prof esi, diselesaikan melalui int ernal organisasi prof esi yang bersangkut an.

Dari uraian t ersebut di at as j elas kiranya bahwa unt uk dapat dikenakan sanksi pidana dalam menj alankan pekerj aan prof esi didahului dengan adanya pelanggaran kode et ik prof esi dan/ at au st andar prof esi, maka t anpa adanya pelanggaran et ika prof esi dan/ at au st andar prof esi t idak dapat dit et apkan sebagai melakukan perbuat an melawan hukum dalam hukum pidana. Namun demikian, j ika seseorang sengaj a melakukan perbuat an pidana yang dilakukan dengan cara menyalahgunakan prof esinya, maka yang bersangkut an dapat dinyat akan melawan hukum at au melanggar hukum pidana t anpa dikait kan dengan ada-t idaknya pelanggaran et ika prof esi dan/ at au st andar prof esi.

Ancaman sanksi pencabut an unt uk menj alani prof esi t ert ent u dapat dij at uhkan dari yang ringan sampai dengan yang t erberat , berupa peringat an akan dicabut nya lisensi unt uk menj alani prof esi t ert ent u, larangan menj alani prof esi dibat asi oleh wakt u t ert ent u, larangan yang t idak dibat asi oleh wakt u t ert ent u t et api bisa diubah (kondisional), at au larangan yang t idak dibat asi oleh wakt u t ert ent u/ bersif at t et ap (permanen).

(15)

Pengaruh t ersebut dibedakan menj adi dua, yait u pengaruh posit if dan pengaruh negat if . Pengaruh posit if , yait u

a. Berhat i-hat i dalam menj alani pekerj aan prof esi dan mendorong (memaksa) anggot a prof esi unt uk ment aat i kode et ik prof esi dan menj alani prof esi sesuai dengan st andar prof esi.

b. Cit ra baik, nama baik dan kehormat an organisasi prof esi t et ap t erj aga.

c. Menj aga cit ra prof esionalit as organisasi prof esi dan anggot anya dari melakukan perbuat an t ercela dan t idak prof esional.

d. Bobot kualit as hasil pekerj aan prof esi akan meningkat at au lebih baik sert a dipercaya oleh masyarakat .

e. Organisasi prof esi akan melakukan evaluasi diri dan mengef ekt if kan kont rol secara int ernal unt uk menj aga anggot anya dari t unt ut an pidana.

f . Anggot a prof esi yang memiliki komit men t erhadap prof esinya dan berkualit as dapat mengembangkan prof esinya secara maksimal, karena memperoleh j aminan perlindungan hukum. g. Memberikan j aminan perlindungan masyarakat dari perbuat an

yang merugikan yang dilakukan oleh kalangan prof esi. Sedangkan pengaruh negat if t erhadap kalangan prof esi:

a. Dampak psikologis kepada anggot a prof esi dalam menj alani pekerj aan prof esi

(16)

c. Kualit as hasil pekerj aan prof esi akan menurun karena kalangan prof esi t idak dapat menj alankan t ugasnya secara maksimal hawat ir berbuat kesalahan.

h. Ancaman sanksi dan penj at uhan sanksi pencabut an hak unt uk menj alani prof esi t ert ent u akan mengganggu dalam menj alani prof esi yang dij amin oleh konst it usi dan undang-undang.

i. Melahirkan sikap secara kolekt if unt uk membela anggot a prof esi yang dij at uhi sanksi karena merasa senasib.

d. Terj adinya bias dalam penegakan hukum pidana t erkait dengan orang menj alankan prof esi dan cenderung mengorbankan orang yang menj alankan prof esi. Bias penegakan hukum pidana yang t erkait dengan pers ant ara lain:

i. Prakt ek penaf siran hukum pidana yang berhubungan dengan orang yang melaksanakan prof esi wart awan dit af sirkan sama dengan t indak pidana yang dilakukan oleh orang yang t idak dalam/ sedang menj alani prof esi. ii. Penaf siran melawan hukum dalam menj alani pekerj aan

prof esi dipisahkan dan t idak dikait kan dengan pelanggaran prof esi.

iii. Penguasaan mat eri hukum pidana dan hukum yang t erkait dengan prof esi oleh kalangan aparat penegakan hukum rendah, t idak sama dan cenderung dit af sirkan yang t idak sesuai dengan dokt rin hukum pidana.

(17)

NO PASAL SUBSTANSI KEPENTINGA HUKUM YANG

02 212 Peniadaan penggantian ideologi Pancasila

Ideologi Negara

03 218 Pertahanan negara Ketahanan/Kemanan Negara 04 226 dan 06 264 Pidana tambahan Pemberatan pidana

07 269, 270, dan 271

Penghinaan terhadap kepala negara sahabat

Kehormatan dan nama baik Kepala Negara Sahabat

08 284 dan 285

Penghinaan terhadap pemerintah Kehormatan dan nama baik Pemerintah

09 287 Penghinaan terhadap golongan penduduk

Penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti

Kebenaran informasi dan ketertiban umum 13 336 dan

339

Penghinaan terhadap agama Kehormatan dan nama baik serta kemurnian ajaran agama 14 340 Penghasutan untuk meniadakan

keyakinan terhadap agama

16 469 - 473 Pornografi Nilai kesusilaan masyarakat/ publik

18 511 Pencemaran Kehormatan dan nama baik seseorang

19 512 Fitnah Kehormatan dan nama baik seseorang

20 514 dan 515

Penghinaan ringan Kehormatan dan nama baik seseorang

21 518 Persangkaan palsu Kehormatan dan nama baik seseorang

22 520 Pencemaran orang mati Kehormatan dan nama baik seseorang

(18)

D. KLAUSUL PERLINDUNGAN PROFESI DI BIDANG PERS DALAM RUU

KUHP

Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, bahwa orang yang menj alankan pekerj aan prof esi yang dilakukan berdasarkan st andar prof esi, t idak melanggar kode et ik prof esi, dan t idak melanggar hukum akan memperoleh j aminan perlindungan hukum.

Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 t ent ang Pers mengat ur t ent ang perlindungan hukum bagi wart awan, sebagaimana dimuat dalam Pasal 8 yang menyat akan: “ Dalam melaksanakan prof esinya wart awan mendapat perlindungan hukum” . Ket ent uan Pasal 8 t ersebut t idak secara eksplisit memberi j aminan perlindungan hukum t erhadap wart awan dalam art i kekebalan dari t unt ut an hukum at au t unt ut an pidana karena menj alankan pekerj aan prof esinya sebagaimana yang dimaksud sebelumnya. Hal ini bisa di baca dalam penj elasan Pasal 8:

Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah j aminan perlindungan Pemerint ah dan at au masyarakat kepada wart awan dalam melaksanakan f ungsi, hak, kewaj iban, dan peranannya sesuai dengan ket ent uan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

(19)

memperoleh j aminan perlindungan hukum, maka wart awan t ersebut dapat dit unt ut at au dimint ai pert anggungj awaban hukum, perdat a at au pidana.

Hal it u sesuai dengan konsideran bagian pert imbangan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 t ent ang Pers huruf c yang menyat akan

bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar inf ormasi, dari pembent uk opini harus dapat melaksanakan asas, f ungsi, hak, kewaj iban dan peranannya dengan sebaikbaiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional sehingga harus mendapat j aminan dan perlindungan hukum, sert a bebas dari campur t angan dan paksaan dari manapun;

Pers yang memperoleh j aminan dan perlindungan hukum adalah pers yang prof esional. Secar a acont r ar i o bermakna bahwa pers yang t idak prof esional t idak memperoleh j aminan dan perlindungan hukum. Jaminan kekebalan hukum t ersebut bagi kalangan prof esi dalam menj alankan prof esinya j uga dimilki oleh prof esi lain, ant ara lain prof esi advokat , dokt er, hakim, not aris, dosen, penelit i dan prof esi lainnya yang diakui oleh hukum.

Jaminan perlindungan hukum bagi kalangan prof esi t ersebut diat ur dalam perat uran perundang-undang ada t iga model, yait u

a. Dimuat dalam undang-undang yang mengat ur prof esi;

b. Dimuat dalam ket ent uan umum hukum pidana sebagai asas hukum umum hukum pidana dalam Buku I KUHP; at au

c. Dimuat dalam ket ent uan umum hukum pidana dalam Buku I KUHP dan dipert egas at au diperkuat dalam undang-undang yang mengat ur prof esi.

(20)

j aminan perlindungan hukum t erhadap orang yang menj alani prof esinya.

Berdasarkan asas hukum pidana dan dokt rin hukum pidana, orang yang menj alani prof esi t idak dapat dit unt ut pidana, karena: pert ama, alasan perbuat an t ersebut t idak melawan hukum at au, kedua, perbuat an t ersebut t ermasuk kat egori melawan hukum t et api dihapuskan sif at melawan hukumnya (karena ada alasan pembenar). Perumusan yang pert ama, dimuat dalam kelompok orang yang t idak dapat dipidana, sepert i ket ent uan Pasal 44 KUHP, dan perumusan yang kedua dimuat pasal t ersendiri dalam paragraf t ent ang alasan pembenar.

Kut ipan Pasal 44 KUHP sebagai cont oh:

Pasal 44

(1) Barang siapa melakukan perbuat an yang t idak dapat dipert anggungkan kepadanya karena j iwanya cacat dalam pert umbuhan at au t erganggu karena penyakit , tidak dipidana.

(2) Jika t ernyat a perbuat an it u t idak dapat dipert anggungkan kepada pelakunya karena pert umbuhan j iwanya cacat at au t erganggu karena penyakit , maka hakim dapat memerint ahkan supaya orang it u dimasukkan ke rumah sakit j iwa, paling l ama sat u t ahun sebagai wakt u percobaan.

(3) Ket ent uan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Sebagai cont oh orang yang melakukan t indak pidana t idak pidana yang dimuat dalam ket ent uan umum dalam RUU KUHP Buku I:

Pasal 14

Permuf akat an j ahat mel akukan t indak pidana t idak dipidana, j ika yang bersangkut an:

a. menarik diri dari kesepakat an it u; at au

b. mengambil langkah-langkah yang pat ut unt uk mencegah t erj adinya t indak pidana.

(21)

Persiapan melakukan t indak pidana t idak dipidana, j ika yang bersangkut an menghent ikan, meninggalkan, at au mencegah kemungkinan digunakan sarana t ersebut .

Pasal 18

(1) Dalam hal set elah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat t idak menyelesaikan perbuat annya karena kehendaknya sendiri secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana.

(2) Dalam hal set elah per mulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri mencegah t ercapainya t uj uan at au akibat perbuat annya, maka pembuat tidak dipidana.

(3) Dalam hal perbuat an sebagaimana dimaksud pada ayat (2) t elah menimbulkan kerugian at au menurut per at uran perundang-undangan t elah merupakan t indak pidana t ersendiri, maka pembuat dapat dipert anggungj awabkan unt uk t indak pidana t ersebut .

Perlindungan hukum bagi orang yang melaksanakan prof esi dalam bent uk kekebalan dari t unt ut an pidana dirumuskan sebagai berikut :

Pasal . . .

(1) Set iap orang yang menj alankan prof esi yang diakui dan

diat ur oleh undang-undang, t idak dipidana.

(2) Ket ent uan Ayat (1) t idak berlaku bagi set iap orang yang

menj alankan prof esinya yang t idak sesuai dengan st andar prof esi, melanggar kode et ik prof esi, dan sesuai dengan undang-undang.

Selanj ut nya, j ika kekebalan hukum bagi pelaksanaan prof esi dapat dimasukkan sebagai salah sat u alasan penghapus sif at melawan hukumnya suat u t indak pidana, dimuat dalam Bab II t ent ang Tindak Pidana dan Pert anggungj awaban Pidana pada Paragraf 8. Asas yang dibangun dalam RUU KUHP bahwa set iap t indak pidana selalu dipandang bersif at melawan hukum. Oleh sebab it u, melawan hukum merupakan unsur mut lak harus ada dalam set iap t indak pidana. Asas ini dimuat dalam Pasal 11 Buku I RUU KUHP.

Pasal 11

(1) Tindak pidana adal ah perbuat an melakukan at au t idak melakukan sesuat u yang oleh perat uran perundang-undangan dinyat akan sebagai perbuat an yang dilarang dan diancam dengan pidana.

(22)

j uga bersif at melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat .

(3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.

Penghapusan sif at melawan hukum selanj ut nya diat ur dalam Bab II Buku I RUU KUHP Paragraf 8, selengkapnya dikut ip:

BAB II

TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Paragraf 8 Alasan Pembenar

Pasal 31

Tidak dipidana, set iap orang yang melakukan t indak pidana karena melaksanakan perat uran perundang-undangan.

Pasal 32

Tidak dipidana, set iap orang yang melakukan t indak pidana karena melaksanakan perint ah j abat an yang diberikan oleh pej abat yang berwenang.

Pasal 33

Tidak dipidana, set iap orang yang melakukan t indak pidana karena keadaan darurat .

Pasal 34

Tidak dipidana, set iap orang yang t erpaksa melakukan t indak pidana karena pembelaan t erhadap serangan seket ika at au ancaman serangan segera yang melawan hukum t erhadap diri sendiri at au orang lain, kehormat an kesusil aan, hart a benda sendiri at au orang lain.

Pasal 35

Termasuk alasan pembenar ialah t idak adanya sif at melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(23)

pidana (melakukan t indak pidana) t et api perbuat an t ersebut t idak bert ent angan dengan sif at melawan hukum mat eriil.

Ket ent uan Pasal 11 RUU KUHP t ersebut dapat diberlakukan unt uk orang yang menj alankan prof esi. Jadi orang yang menj alankan prof esi secara prof esional, yait u dilakukan sesuai dengan st andar prof esi, t idak melanggar kode et ik, dan sesuai/ t idak bert ent angan dengan hukum adalah t idak melawan hukum mat eriil.

Jika hendak memasukkan orang yang menj alani prof esi t ermasuk kat egori kelompok pengecualian orang-orang yang t idak dapat dipidana karena adanya alasan pembenar, maka Bab II Buku I Paragraf 8 dapat dit ambah sat u pasal yang rumusannya:

Pasal . . .

T idak dipidana, set iap orang yang menj alankan prof esinya yang diakui dan diat ur oleh undang-undang, dilakukan sesuai dengan st andar profesi, t idak melanggar kode et ik prof esi dan sesuai dengan undang-undang.

Rumusan secara singkat t ersebut dapat memberikan j aminan perlindungan t erhadap set iap orang yang menj alankan prof esinya secara prof esional, t ermasuk prof esi wart awan, dari kemungkinan t unt ut an pidana. Melalui rumusan t ersebut semua pasal t ent ang t indak pidana yang dimuat dalam Buku II RUU KUHP dan j uga pasal-pasal yang memuat ancaman pidana dalam undang-undang di luar KUHP.

E. PENUTUP

(24)

menj amin perlindungan hukum dan kekebalan hukum t erhadap t erhadap pers:

1. Memasukkan sat u pasal dalam kelompok orang yang t idak dapat dipidana at au sebagai salah sat u bagian penghapusan sif at melawan hukum perbuat an bagi orang yang menj alankan pekerj aan prof esi yang dilakukan secara prof esional ke dalam Buku I RUU KUHP yang memuat Ket ent uan Umum hukum pidana. Rumusan ini mencakup perlindungan hukum t erhadap pers/ wart awan.

2. Tindakan yang paling t epat adalah melakukan perubahan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 t ent ang Pers dengan menambah ket ent uan mengenai kekebalan hukum dan ket idakkebalan hukum t erhadap pers dengan cara merumuskan norma dan syarat -syarat kapan dan dalam hal apa pers dapat diaj ukan ke pengadilan karena melanggar hukum pidana dan dij at uhi sanksi pidana dan kapan dan dalam hal apa pers t idak dapat diaj ukan ke pengadilan karena melanggar hukum pidana. 3. Perubahan t erhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999

t ent ang Pers hendaknya dilakukan dengan maksud unt uk memperkuat usulan rumusan perlindungan hukum orang yang menj alankan prof esi dalam Buku I RUU KUHP agar subst ansinya menj adi lengkap, perubahan dilakukan dengan memasukkan 5 (lima) hal, yait u:

a. memberi j aminan hukum t erhadap kebebasan pers; b. mengat ur bagaimana dalam menggunakan kebebasan

(25)

c. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang melakukan perbuat an yang mengganggu at au menghambat penggunaan kebebasan pers;

d. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang menggunakan kebebasan pers yang mengganggu hak orang lain; dan

e. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang melakukan pelanggaran hukum pidana dengan cara menggunakan pers at au menyalahgunakan prof esi di bidang pers.

Melalui ket ent uan t ersebut , perlindungan hukum dan kekebalan hukum t erhadap pers dalam melaksanakan pekerj aan prof esionalnya memiliki dasar hukum yang kuat , j elas dan t egas. Sebaliknya, j ika pers t idak melaksanakan pekerj aan prof esinya secara prof esional (melanggar kode et ik dan st andar prof esi) dapat dij erat dengan pasal-pasal hukum pidana (KUHP) dan dij at uhi pidana. Pemidanaan t erhadap pers yang t erakhir ini unt uk menj aga nama baik prof esi pers dan menj unj ung t inggi kehormat an prof esi di bidang pers. Hal ini j uga unt uk menunj ukkan bahwa prof esi di bidang pers adalah mulia, t et api t et ap t unduk kepada hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana manakala dilakukan t idak prof esional dan melawan hukum.

Usulan klausula sat u pasal dalam Buku I RUU KUHP dalam kelompok orang yang t idak dapat dipidana at au sebagai salah sat u alasan pembenar at au menambah penj elasan pasal 11 mengenai sif at melawan hukum mat eriil yang memiliki f ungsi negat if t ercakup didalamnya orang yang menj alankan prof esi secara prof esional.

Referensi

Dokumen terkait

Lexicographic probabilities and choice under uncertainty, Econometrica 59, 61–79.] are used to characterize preferences which: (i) reveal unique non-Archimedean subjective

[r]

Thus, the normal developmental increases in stomach acid and gastrin secretion, and in certain enzyme activities (chymosin, pepsin, amylase, lactase, aminopeptidases), are stimulated

Alor Tahun Anggaran 2016 melalui Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Umum Nomor: 318.ULP/POKJA KONST/VI/2015 tanggal 06 Juni 2016 telah menetapkan Pemenang Pelelangan Umum

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aseton memiliki efektifitas yang yg tinggi dalam pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan. Dari analisis potensi energi

Bentuk kehidupan sosial lain yang dilakoni oleh masyarakat Bali di Mataram adalah dalam pelaksanaan berbagai upacara adat seperti sebagaimana tercakup dalam Panca Yadnya, dimana

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja Konstruksi IV (empat) ULP Kabupaten Lampung Tengah menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku,

Rhizomucor miehei also showed the potentiality to produce linoleic acid, linolenic acid, eicosapentaenoic acid and docosahexaenoic acid with cane molasses, wheat bran and pollard